2019
Reaksi Transfusi
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/10642
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
REAKSI TRANSFUSI
Oleh:
dr. RizqiAriniSiregar, M.Ked(PD), Sp.PD
Padakesempataninipenulismengucapkanterimakasihkepadaseluruhpihak yang
telahmembantudalampenyelesaianmakalahini.
Penulismenyadaribahwapenulisanmakalahinimasihjauhdarikesempurnaan,
baikisimaupunbahasanya, untukitupenulismengharapkan saran
dankritikdaripembacasebagaimasukandalampenulisanmakalahselanjutnya.
Semogamakalahinibermanfaat. Akhir kata penulismengucapkanterimakasih.
Penulis
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………i
Daftar Isi…………………………………….………………………………..………………..ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang……………………………………………………………………………..1
1.2Manfaat…………………………………………………………………………………….1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi……………..……………………………………………………………………..3
2.2 Klasifikasi……………………..……………………………...……………………………3
2.3 Penatalaksanaan……………………………………………….………………………….12
BAB 3 KESIMPULAN
Kesimpulan…………...............................................................................................................14
DaftarPustaka………………………………………………………………………………...15
1.2 Manfaat
WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman dan
meminimalkan risiko tranfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi darah yang
terkoordinasi secara nasional; pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi risiko
2.1 Definisi
Reaksi transfusi adalah komplikasi atau efek samping yang terjadi sebagai akibat
pemberian transfusi.2,3Dalam hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai
dengan keuntungannya. Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi
lambat, penularan penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.4
2.2 Klasifikasi
I. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi
yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan
rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai
dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam,
takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-
berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein,
trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.5
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di
sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea.
≥2
Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun 0% tekanan darah
sistolik), takikardia (naik≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan,
anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.5
I.1 Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel
darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.
Transfusi masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau lebih banyak dari
total volume darah pasien dalam waktu <24 jam (dewasa: 70 ml/kg, anak/bayi: 80-90 ml/kg).
Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat pada beberapa pasien, bukan disebabkan oleh
banyaknya volume darah yang ditransfusikan, tetapi karena trauma awal, kerusakan jaringan dan
organ akibat perdarahan dan hipovolemia. Seringkali penyebab dasar dan risiko akibat
perdarahan mayor yang menyebabkan komplikasi, dibandingkan dengan transfusi itu sendiri.
Namun, transfusi masif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi.5
III.1 Asidosis
Asidosis lebih disebabkan terapi hipovolemia yang tidak adekuat. Pada keadaan normal,
tubuh dengan mudah mampu menetralisir kelebihan asam dari transfusi. Pemakaian rutin
bikarbonat atau obat alkalinisasi lain tidak diperlukan.5
III.2 Hiperkalemia
Penyimpanan darah menyebabkan konsentrasi kalium ekstraselular meningkat, dan akan
semakin meningkat bila semakin lama disimpan.5,8
III.3 Keracunan sitrat dan hipokalsemia
2.3Penatalaksanaan
Penatalaksanaan reaksi transfusi akut didasari oleh simptom, gejala klinis, dan keparahan reaksi.
I. Reaksi berat
Pada seluruh kasus, hentikan komponen pemberian komponen darah dari pasien dan
mempertahankan akses vena dan pemberian saline fisiologis intravena. Jika pasien sesak napas
Keadaan ini didefinisikan dengan tidak adanya atau perubahan terbatas dari keadaan vital
seperti demam terisolasi >38ºC atau peningkatan 1-2ºC dari awal dan/atau pruritus tetapi tanpa
keadaan lain. Pada kasus ini dapat dilakukan transfusi ulang dengan observasi langsung. Tidak
terdapat uji acak terkontrol yang mempertimbangkan penatalaksanaan simtomatik dari demam
yang dikaitkan dengan transfusi. Pengalaman dengan Paracetamol dinyatakan sebagai antipiretik
yang berguna namun kurang efektif untuk keadaan menggigil dan rigor. Tidak terdapat juga
laporan uji dari penatalaksanaan gejala kulit tetapi pengalaman klinis mengatakan bahwa pasien
dengan rekasi kulit seperti gatal tanpa keadaan lain dapat dilanjutkan pemberian transfusi. Untuk
mengurangi gejalanya dapat digunakan antihistamin sistemik.13
KESIMPULAN
Transfusi darah atas indikasi yang tidak tepat tidak akan memberi keuntungan bagi
pasien, bahkan memberi risiko yang tidak perlu. Keputusan melakukan transfusi harus selalu
berdasarkan penilaian yang tepat dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Transfusi dapat mengakibatkan penyulit akut atau lambat dan membawa risiko transmisi infeksi.1