Anda di halaman 1dari 5

PARADIGMA ILMU

Menurut Guba dan Lincoln paradigma diartikan sebagai serangkaian keyakinan-


keyakinan dasar (basic belief) atau metafisika yang berhubungan denga prinsip-prinsip pokok.
Keyakinan ini berisfat dasar dalam pengertian harus diterima secara sederhana semata-mata
berdasarkan kepercayaan saja, hal ini disebabkan tidak ada suatu cara untuk menentukan
suatu kebenaran akhir ( Sunarto dan Hermawan, 2011 : 4). Menurut Cresswel, paradigma
sebagai orientasi umum terhadap dunia dan sifat penelitian yang dipegang kukuh oleh
peneliti. Paradigma ini sering kali dipengaruhi oleh bidang keilmuan yang menjadi konsentrasi
peneliti, kepercayaan para pembimbing dan pengalaman penelitian sebelumnya. Uniknya,
paradigma yang dipegang kukuh oleh para peneliti tidak jarang merangkul secara kolektif
pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran dalam penelitian.

Berdasarkan definisi Guba dan Lincoln menyebutkan 4 macam paradigma yaitu,


positivisme, post positivisme, kontruktivisme, dan kritis. Berbeda dengan Cresswel yang
menyebutnya sebagai pandangan-dunia (worldviews) yang terdiri dari empat pandangan
dunia yaitu, post-positivisme, konstruktivisme, transformative, dan pragmatism (pragmatism).

Paradigma Post Positivisme

Asumsi-asumsi post posivistis mereperentasikan bentuk tradisional penelitian, yang


kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian kuatitatif ketimbang penilitian
kualitatif. Paradigma ini terkadang disebut sebagai metode ilmiah atau penelitian sains. Selain
itu post positivisme juga mereperentasikan pemikiran yang menentang gagasan tradisional
tentang kebenaran absolut ilmu pengetahuan (Phillips & Burbules, 2000). Asumsi dasar yang
menjadi inti dalam paradigma ini antara lain,

1. Pengetahuan bersifat konjektural/terkaan (dan antifondasional/ tidak berlandasan


apapun) – bahwa kita tidak pernah mendapatkan kebenaran absolut.
2. Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian
klaim tersebut menjadi klaim-klaim lainnya yang kebenarannya lebih kuat.
3. Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti, dan pertimbangan-pertimbangan logis.
4. Penelitian harus bias mengembangkan statemen-statemen yang relevan dan benar,
statemen yang dapat menjelaskan situasi sebenarnya dari suatu persoalan.
5. Aspek terpenting dalam penelitian ialah sikap objektif, peneliti harus menguji kembali
metode dan kesimpulan yang sekiranya mengandung bias.

Paradigma Kontruktivisme

Paradigma ini juga disebut kontrutivisme sosial, biasanya dipandang sebagai suatu
pendekatan dalam penelitian kualitatif. Konstruktivisme sosial meyakini bahwa individu selalu
berusaha memahami dunia dimana mereka hidup dan bekerja. Peneliti berusaha
mengandalkan sebanyak mungkin pandangan partisipan tentang situasi yang tengah diteliti.
Untuk mengeksplorasi pandangan-pandangan ini, pertanyaan-pertanyaan perlu diajukan.
Dalam konteks ini peneliti memiliki tujuan utama, yakni berusaha memaknai ( atau
menafsirkan) makna-makna yang dimiliki orang lain tentang dunia ini. Asumsi dasar yang
menjadi inti dalam paradigma ini antara lain,

1. Peneliti kualitatif cenderung menggunakan pertanyaan yang terbuka agar partisipan


dapat menggunakan pandangannya.
2. Peneliti harus memahami konteks atau latar belakang partisipan mereka dengan cara
mengunjungi konteks tersebut dan mengumpulkan sendiri informasi yang dibutuhkan.

Paradigma Transformatif

Paradigma ini muncul sejak 1980 hingga 1990 dari sejumlah kalangan yang merasa
bahwa asumsi-asumsi post positivisme telah membebankan hukum dan teori structural yang
tidak sesuai dengan isu-isu keadilan sosial yang perlu dimunculkan. Paradigma ini cocok
dengan kualitatif, namun dapat menjadi dasar penelitian kuantitaif.

Paradigma ini berasumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda
perubahan politik untuk menghadapi penindasan sosial pada level apapun. (Mertens, 2010).

Karakteristik inti paradigma transformative,

1. Menempatkan kepentingan sentral pada penelitian kehidupan dan pengalaman-


pengalaman beragam kelompok yang sudah termaginalkan.
2. Penelitian ini focus pada ketidakadilan yang menghasilkan hubungan kekuasaan
asimetris.
3. Penelitian menghubungkan tindakan politis dan sosial dengan ketidakadilan ini.
4. Menggunakan teori program keyakinan bagaimana program bekerja dan mengapa
masalah bias terjadi

Paradigma Pragmatisme

Paradigma filosofis ini yang satu ini memiliki banyak bentuk, tetapi pada umumnya
pragmatism sebagai paradigma lahir dari tindakan, situasi, dan konsekuensi yang sudah ada,
dan bukan dari kondisi sebelumnya. Paradigma ini berpijak pada aplikasi dan solusi atas
problem yang ada (Patton, 1990). Paradigma ini lebih menekankan pada pemecahan masalah
dan menggunakan pendekatan untuk memahami masalah tersebut.

Pragmatisme memberikan dasar filosofis penelitian,

1. Pragmatism dapat digunakan untuk penelitian metode campuran, para peneliti bias
bebas melibatkan asumsi kuatitatif dan kualitatif.
2. Setiap peneliti memiliki kebebasan pemilih. Mereka bebas memilih metode, Teknik,
dan prosedur penelitian.
3. Para peneliti pragmatis selalu melihat apa dan bagaimana meneliti berdasarkan akibat-
akibat yang akan mereka terima.
4. Kaum pragmatis setuju bahwa penelitian selalu muncul dalam konteks sosial, historis,
politis, dan lainnya.

METODE KUALITATIF

Dalam buku Research Design oleh Cresswel, mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan
metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang-oleh sejumlah individu
atau sekelompok orang-dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses
penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan dan
prosedur, mengumpulkan data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-
tema umum, dan menafsirkan makna data. Siapapun yg terlibat dalam bentuk penelitian ini
harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya indukti, berfokus pada makna
individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.

Dua rancangan kuantitatif, menurut Cresswel,


1. Penelitian Survey, berusaha menjelaskan deskripsi kuantitatif, sikap, atau opini dari
suatu populasi tertentu dengan mengambil satu sampel populasi
2. Penelitian Eksperimen, menentukan apakan treatment mempengaruhi hasil dari suatu
kelompok, dengan menerapkannya pada kelompok dan tidak menerapkannya pada
kelompok lain.

METODE KUANTITATIF

Sedangkan penelitian metode kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori


tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. Variabel-variabel ini diukur-biasanya
dengan instrumen-instrumen penelitian-sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat
dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistic. Laporan akhir untuk penelitian ini pada
umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan. Seperti halnya
kualitatif, siapapun yang terlibat dalam penelitian kuantitatif juga perlu memiliki asumsi-
asumsi untuk menguji teori secara deduktif, mencegah munculnya bias-bias, mengontrol
penjelasan alternative, dan mampu menggeneralisasi dan menerapkan kembali penemuannya.

1. Penelitian Naratif, merupakan rancangan penelitian tentang kemanusiaan, dimana


mempelajari kehidupan individu. (Clandinin & Connelly, 2000)
2. Riset Fenomenologi, penelitian yang berasal dari filsafat, mendiskripsikan pengalaman
manusia tentang suatu fenomena tertentu dari partisipan
3. Grounded Theory, penelitian dari sosiologi yang di dalamnya peneliti memperoleh
teori umum dan abstrak dari suatu proses yang berasal dari pandangan partisipan.
4. Etnografi, peneliti menyelidiki pola perilaku dan Bahasa dari suatu kelompok di
lingkungan alamiah.
5. Studi kasus, rancangan penelitian yang banyak digunakan, mengembangkan analisis
pada suatu kasus.

ILMU DALAM PARADIGMA

Kuhn dalam penelitiannya menemukan adanya kesalahan tentang konsep ilmu yang telah
dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks. Dalam teori Kuhn,faktor sosiologis dan fsikologis
mendapat perhatian dan ikut berperan. Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih
cocok dengan situasi sejarah. Dengang demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati
kenyataan kenyataan ilmu dan aktiftas ilmiah yang sesungguhnya,yang dalam perkembangan
ilmu tersebut adalah secara revolusioner bukan secara kumulatif . Kuhn dengan mendasarkan
pada sejarah ilmu berpendapat bahwa terjadinya perubahan perubahan yang berarti tidak
pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk membuktikan salah suatu teori,melainkan
berlangsung melalui revolusi revolusi ilmiah. Yang dimaksud revolusi ilmiah adalah segala
pandangan nonkumulatif yakni paradigma yang terlebih dahulu ada diganti keseluruhan
ataupun sebagian dengan yang baru. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa paradigma itu
adalah cara pandang atau kerangka berpikir yang berdasarkan fakta atau gejala diinterpretasi
dan dipahami

Metode Kualitatif Metode Campuran Metode Kuantitatif

Anda mungkin juga menyukai