Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13 M. hingga saat ini, fenomena pemahaman ke-
Islaman umat Islam Indonesia masih ditandai oleh keadaan amat variatif. Kondisi pemahaman
ke-Islaman serupa ini barangkali terjadi pula diberbagai negara lainnya. Kita tidak tahu persis
apakah kondisi demikian itu merupakan sesuatu yang alami yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan untuk diambil hikmahnya, ataukah diperlukan adanya standar umum yang perlu
diterapkan dan diberlakukan kepada berbagai paham keagamaan yang variatif itu, sehingga
walaupun keadaannya amat bervariasi tetapi tidak keluar dari ajaran yang terkandung dalam al-
Qur’an dan al-Sunnah serta sejalan dengan data-data historis yang dapat dipertanggungjawabkan
keabsahaannya

B. Rumusan masalah
Berkaitan dengan uraian di atas, maka permasalahan yang perlu untuk dilakukan pengkajian
adalah:
1. Apa pengertian Islam?
2. Bagaimana sumber pengetahuan (wahyu, akal, dan rasa)?
3. Bagaimana kriteria kebenaran dalam epistemologi Islam?
4. Bagaimana peranan dan fungsi pengetahuan Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana sumber pengetahuan (wahyu, akal, dan intuisi).
3. Untuk mengetahui bagaimana kriteria kebenaran dalam epistemologi Islam.
4. Untuk mengetahui bagaimana peranan dan fungsi pengetahuan Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengetahuan Manusia Secara Umum


1. Pencarian Manusia Terhadap Pengetahuan
a. Trial dan Error
Trial artinya mencoba dan error artinya salah. Teori ini bermula dari seseorang yang
bernama Ivan Vavlov yang berusaha mencari tahu tentang reaksi seekor anjing bila lonceng
dipukul. Bertitik tolak dari kebiasaan anjing dengan ghardzahnya ternyata salah setelah ia
memukul lonceng berulang kali. Sebab anjing tidak bergeming sedikitpun, namun kali yang lain
ia kembali memukul lonceng dengan menyodorkan sepotong daging dan dilakukan dengan
secara berulang, di sini anjing mengerti kalau lonceng dipukul kembali namun tidak disertai
daging, ternyata air liur anjing meleleh sebagai pertanda reaksi, cuma tidak disertai tuntutan.
Meskipun teori trial dan salah ada temuan, namun menurut Mohammad Nazir dalam mengatakan
tidak tergolong kepada penelitian ilmiah, sebab percobaan-percobaan yang dilakukan tidak
dilaksanakan secara sistematis dan terencana. Sebagai kesimpulan bahwa teori coba dan salah
tetap merupakan salah satu dari sekian alat untuk mendapatkan ilmu.
b. Common Sense
Common Sense menurut kamus Inggris Indonesia adalah berdasarkan pikiran yang sehat.
Menurut Muhamamad Nazir, Common Sense adalah merupakan rangkaian konsep atau bagan
konseptual yang dapat memuaskan untuk digunakan secara praktis. Lebih lanjut ia menyatakan
akal atau pikiran sehat berdasarkan arti kamus di atas dapat menghasilkan kebenaran dan dapat
pula menyesatkan. Hal ini menjadi suatu iktibar bagi pemakalah bahwa Common Sense atau akal
sehat jika tidak dipengaruhi berbagai kepentingan lazimnya akan bisa menemukan
kebenaran,namun demikian apabila yang ditemukan sesuatu yang salah atau yang menyesatkan
maka itu adalah pertanda keterbatasan manusia, ini adalah hal yang logis.
c. Akal
Dalam struktur jiwa manusia ada suatu potensi yang dinyatakan dengan perkataan akal.
Akal dimaksudkan di sini tentunya didukung oleh logika sebagai saluran yang digunakan umat
manusia dalam menemukan ilmu. Jadi akal adalah sebagai penemu kebenaran atau ilmu
pengetahuan harus bertitik tolak dari apa saja yang disebut dengan deduksi. Sementara deduksi

2
tetap mengandalkan logika. Kita mengetahui bahwa logika adalah merupakan alat berpikir kritis
menggunakan rumusan-rumusan (alasan) dan penguraian argumen yang tepat dan benar bila
alasannya benar dan argumen (penguraiannya) benar, maka kesimpulan atau temuannya benar.
Perlu kita ketahui bahwa aktivitas akal disebut juga berpikir. Berpikir merupakan ciri khas yang
dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya di muka bumi ini.

d. Pengalaman

Ada berkembang istilah : Pengalaman adalah guru yang paling baik. Pengalaman adalah
salah satu alat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, dalam dunia ilmu pengetahuan diistilahkan
dengan empiris. Penganut paham empiris menyatakan bahwa untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan bisa ditempuh dengan melakukan pengamatan dan percobaan. Menurut David
Hume tokoh filsafat barat, manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya,
sumber pengetahuan adalah pengamatan. Apa yang dikemukakan di atas dalam mendapatkan
kebenaran atau ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang benar, apalagi pengamatan dan
percobaan-percobaan tersebut dilakukan dengan cermat dan sistematis. Dari uraian di atas
penulis dapat memahami bahwa pengalaman adalah sesuatu yang diobservasi, dapat dijadikan
sebagai pengalaman bagi seseorang, karena metode observasi melingkupi pengamatan indrawi,
seperti melihat, mendengar, menyentuh, meraba, membawa sesuatu, juga di dalamnya termasuk
bahwa kita sadar berada dalam situasi yang bermakna dengan berbagai fakta yang saling
berhubungan.

2. Makna dan Perbedaan Pengetahuan, Ilmu, dan Filsafat

Pengetahuan menurut Dr. M.J. Langgeve mengatakan bahwa “kesatuan antara subjek
yang mengetahui dan objek yang diketahui”. Sebagai contoh, A melihat es batu, lalu tergambar
dalam benaknya air yang didinginkan rupanya bisa menjadi beku dan keras seperti batu. Kenapa
bisa beku ? apa yang membuat ia keras, sangat dingin dan sebagainya tidak lagi menjadi objek
penyelidikan.

Ilmu adalah suatu kata yang berasal dari bahasa Arab artinya tahu. Menurut Burhanuddin
Salam sebagai berikut : Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai sesuatu hal
tertentu (abjek atau lapangan), yang memberikan kesatuan yang sistematis dan

3
memberikanpenjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan
sebab-sebab dari pada hal atau kejadian itu.

Filsafat berasal dari bahasa Arab, orang Arab sendiri mengambilnya dari bahasa Yunani :
“ Philosopie ”. Dalam bahasa Yunani kata Philosphie itu merupakan kata majemuk yang terdiri
dari “filo” dan “sopia” kata Prof. I.R. Pujawiyatna “ Filo artinya cinta. Dalam arti yang seluas-
luasnya. Sofia artinya kebijaksanaan. Kata filsafat ini lebih jauh dijelaskan oleh Drs. Amsal
Bakhtiar, MA beliau mengambil ulasan Al Farabi mengatakan bahwa, “Filsafat adalah
pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya”.

Sains atau ilmu pengetahuan bermula dari rasa ingin tahu akan penjelasan mengapa suatu
hal terjadi yang kemudian dikait-kaitkan dan digolong-golongkan sehingga hal yang tersendiri
itu dapat dianggap sebagai mewakili suatu peristiwa yang berlaku lebih umum. Dengan
demikian, sasaran sains adalah mengadakan penataan dan penggolongan pengetahuan atas dasar
azas-azas yang dapat menerangkan terjadinya pengetahuan itu. Mohr mendefinisikan sains
secara operasional sebagai suatu usaha akal manusia yang teratur dan taat-azas menuju
penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar.

Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada masalah
yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi ilmu tidak
mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena yang dihadapinya adalah
nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. Einstein menegaskan bahwa
ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori yang menjembatani
antara keduanya. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesusaian dengan
obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkannya, harus didukung
oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar. Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan
pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Secara rasional, ilmu
menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu
memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak dalam.

Filsafat adalah ilmu khusus yang mempelajari dan menyelidiki semua bidang/aspek
dalam kehidupan manusia yang juga dikaji oleh ilmu-ilmu khusus, dengan obyek dan pendekatan

4
yang berbeda dengan ilmu-ilmu khusus. Karena itu selain filsafat ilmu pengetahuan yang umum,
ada pula filsafat ilmu pengetahuan khusus, yaitu filsafat yang berefleksi tentang masalah ilmu
yang khusus itu. Filsafat lebih berupa “scondary level science”, refleksi atas asumsi-asumsi
dasar, teori, metode pada ilmu khusus itu. Budi Hardiman menyebutkan filsafat sebagai bentuk-
bentuk pengetahuan yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kehidupan.

Sebagai kesimpulan ialah bahwa perbedaan antara pengetahuan, ilmu dan filsafat adalah
bahwa pengetahuan itu berada pada tahap pertama yaitu, sekedar mengetahui namun tidak
sampai mengakar sedangkan ilmu sudah sampai pada tahap ke dua yaitu pengenalan secara rasio,
artinya keberadaan manusia (kalau ini yang objek) dengan segala sifat-sifatnya sudah dianalisa
secara akal, sehingga tidak bertanya-tanya dan ragu-ragu. Dan terakhir perbedaan ilmu dengan
filsafat adalah bahwa filsafat itu objeknya universal atau bersifat umum sementara ilmu bersifat
khusus.

3. Metodologi Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah

Salah satu cara terbaik untuk mengenal ilmu pengetahuan adalah dengan mengenal
metode yang digunakannya. Ilmu pengetahuan manusia berkembang dari yang sederhana kepada
yang rumit hingga yang canggih. Suatu bidang ilmu kemudian berkembang dan terpecah kepada
beberapa cabang yang berdiri sendiri sebelum kemudian terbagi lagi dalam disiplin-disiplin
tertentu. Masing-masing disiplin ilmu berkembang atas, sekaligus mengembangkan metodenya
sendiri. Metode tersebut banyak yang sama, tetapi biasanya beberapa ilmu mengutamakan
metode tertentu.

a. Metode Observasi

Metode yang paling mendasar dan umum adalah metode observasi (pengamatan).
Pengamatan adalah bidang indera. Atas pengamatan indera, kita mengambil
kesimpulan tentang suatu benda atau keadaan dan mengungkap hubungan antara
beberapa benda dan keadaan. Pengamatan yang cermat dapat diuji kebenarannya
oleh pengamat lain yang tidak memihak. Pengujian ini merupakan syarat penting
pada penyelidikan ilmiah.

5
b. Metode Trial and Error

Metode trial and error (coba-coba) mencobakan beberapa cara dan tindakan untuk
memecahkan suatu masalah. Dalam metode yang juga disebut belajar dari
kesalahan ini, setiap kesalahan – termasuk dari para pencoba sebelumnya –
dicatat. Demikian pula setiap kesuksesan, semua dihimpun.

c. Metode Eksperimentasi

Merupakan pengembangan dari metode trial and error. Eksperimentasi melibatkan


suatu upaya sadar untuk mengadakan manipulasi dan kontrol. Walaupun metode
obsevasi dan coba-coba sering dipakai, namun keduanya memiliki banayak
keterbatasan. Kemajuan-kemajuan besar dalam ilmu pengetahuan baru dapat
terpakai setelah teknik mengontrol diketahui. Dalam eksperimen, si ilmuwan
mengontrol kondisi objek, mengganti suatu faktor pada suatu waktu untuk dapat
dicatat reaksinya.

d. Metode Statistik

Metode statistik yang mulai muncul sejak dulu pada awalnya dipakai untuk
membantu penguasa dan Negara mengumpulkan informasi dan memantau
perkembangan hingga dapat diambil kebijakan yang tepat. Statistik membantu
ilmuwan untuk meramalkan kemungkinan berbagai kejadian, untuk merumuskan
hubungan sebab akibat, untuk melukiskan contoh fenomena dan untuk membuat
perbandingan.

Pengetahuan manusia setidaknya memiliki tiga struktur yang berbeda menurut tingkat
dan kualitas kemampuannya, namun pada hakikatnya merupakan kesatuan. Masing-masing
struktur tersebut memiliki penekanan yang khas.

a. Pengetahuan Inderawi

Pengetahuan inderawi dimiliki manusia melalui kemampuan indera. Kemampuan ini


dimiliki manusia sebagai makhluk biotik, tetapi tidak semua makhluk biotik memilikinya,

6
misalnya bunga dan pohon tidak memiliki kemampuan ini. Bila suatu mahkluk biotik
mengandung taraf psikis – misalnya hewan – maka ia memiliki indra biologis tersebut. Berkat
inderanya, ia mengatasi taraf hubungan yang semata-mata fisik-vital dan masuk ke dalam medan
intensional, walaupun masih sangat sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan hal-hal
konkret-material dalam ketunggalannya, entah real atau semu.

b. Pengetahuan Naluri

Manusia secara prinsipal juga memiliki pengetahuan naluriah. Manusia dilengkapi


dengan pengetahuan natural-spontan, serta kehendak yang cenderung menjalankan hidup sesuai
dengan pengetahuan tersebut. Pada manusia, naluri tidak sepenuhnya didukung oleh kemampuan
fisik — sebagaimana halnya pada hewan — tetapi manusia memiliki kekuatan nonfisik yang
secara terpadu mampu membangun alam sesuai kebutuhannya.

c. Pengetahuan Rasional

Pengetahuan ini dicirikan oleh kesadaran akan sebab musabab suatu keputusan; ia tak
terbatas pada kepekaan indera tertentu dan tidak hanya tertuju pada objek tertentu.

d. Pengetahuan intuitif dan Imajinatif

Di samping tiga tingkatan tersebut, pengetahuan intuitif dan imajinatif seolah menjadi
tingkatan tersendiri meskipun sebenarnya masih bagian dari pengetahuan rasional. Kedua macam
pengetahuan tersebut menurut dasar biotiknya secara global tetapi tidak ekslusif dialokasikan
dalam kedua belahan otak manusia.

4. Trend-Trend Penelitian Ilmiah

a. Kajian Multidisipliner

Kajian multidisipliner merupakan salah satu trend penelitian yang banyak dikembangkan
saat ini. Menurut Pusat Studi Universitas Gadjah Mada (UGM), melalui riset multidisiplin
penyelesaian permasalahan akan menjadi lebih komprehensif, dan para peneliti bertindak lebih
professional dibidang ilmunya masing-masing, serta mereka bersifat kooperatif dan saling

7
menghargai bidang ilmu peneliti mitranya. Dengan riset multidisipliner banyak masalah besar
dan kompleks dapat diselesaikan, dan tentu saja dengan dana riset yang lebih besar.

b. Kajian Interdisipliner

Disamping penelitian multidisiplin, saat ini, para analis menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan telah melakukan transformasi dalam melakukan penelitian, dari disiplin yang
homogeneous, disciplinary, hierarchical kepada pendekatan yang heterogeneous,
interdisciplinary, horizontal, and fluid. Lainnya bahkan menyarankan dilakukannya metamorfosa
di universitas ke arah interdisipliner. Namun demikian, sebagian justru menyangkal bahwa tidak
ada bukti empiris mengenai adanya perubahan mendasar sehubungan sistem ilmiah di
universitas.

c. Spesialisasi

Spesialisasi tampaknya juga menjadi satu trend dalam penelitian ilmiah. Specialization
(spesialisasi) dimaknai sebagai ‘pengkhususan’ dalam Kamus Inggris Indonesia karya Echols
dan Shadily sementara Hornby dalam Oxford Advanced Dictionary of Current English
memaknai kata ini sebagai berikut : “…; give special or particular attention to;…” Jadi dalam
penelitian yang berfokus pada spesialisasi, peneliti memberikan perhatian khusus atau istimewa
pada bidang tertentu saja.

d. Studi Wilayah

Trend penelitian lainnya adalah studi Wilayah (Regional Science). Bagi ilmuwan
regional science (studi wilayah), region/kawasan/wilayah digambarkan sebagai area geografis
yang lebih kecil dari bangsa yang ada di dalamnya. Jadi wilayah bisa saja sebuah kota, kota
kecil, kumpulan kota kecil atau negara bagian. wilayah seringkali melanggar batas pemerintahan.
Ilmuwan sosial telah mempelajari wilayah selama ratusan tahun, tetapi baru pada tahun 1954,
setelah dibentuk “the Regional Science Association”, maka regional science mulai dikenal secara
resmi sebagai bidang ilmu yang sifatnya interdisipliner. Eksistensi RSA (sekarang dikenal
dengan nama “Regional Science Association International”) dan turunannya (beberapa
“regional” dan “superregional” dari asosiasi studi wilayah) mengusung metode kodifikasi yang

8
lebih baik dan melakukan pertukaran dalam hal pembatasan ide-ide dari bidang terkait seperti
geografi, sosiologi, perencanaan, statistik, dan ekonomi.

5. Studi Ilmiah Tentang Islam: antara Normativitas dan Historitivitas

Kata Normatif berasal dari bahasa inggris norm yang berarti norma, ajaran, acuan,
ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan. Adapun Studi Islam dengan pendekatan normatif adalah suatu pendekatan yang
memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum
terdapat penalaran pemikiran manusia.1
Islam normatif juga dapat diartikan Islam yang berada pada dimensi sakral, yang diakui
adanya realitas transendental, yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu,
atau sering disebut sebagai realita ketuhanan. Dengan kata lain, Islam normatif merupakan Islam
ideal atau Islam yang seharusnya. Bentuknya berupa aspek tekstual Islam, yaitu aturan-aturan
Islam secara normatif yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadits yang kebenarannya absolut dan
tidak dapat dipersoalkan.
Historis berasal dari bahasa inggris History yang bernakna sejarah, yang berarti
pengalaman masa lampau daripada umat manusia.2 Kata sejarah secara terminologis berarti suatu
ilmu yang membahas berbagai peristiwa atau gejala dengan memperhatikan unsur tempat, waktu,
objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.3
Islam historis berarti Islam yang tidak terlepas dari sejarah kehidupan manusia yang
berada dalam ruang dan waktu. Maksudnya, Islam semacam ini terangkai oleh konteks
kehidupan pemeluknya, karena memang berbeda di bawah realitas ke Tuhanan. Dengan kata
lain, Islam historis merupakan Islam riil atau Islam yang senyatanya. Bentuknya berupa aspek
kontekstual Islam, yaitu penerapan secara praktis dari Islam normatif. Maksudnya, wujud Islam
historis tersebut diambil dari upaya penggalian terhadap nilai-nilai normatif melalaui berbagai
pendekatan di berbagai bidang yang menghasilkan berbagai disiplin ilmu, antara lain ilmu tafsir,
hadits, fiqh, ushul fiqh, teologi, tasawuf, dan lain-lain yang kebenarannya bersifat relatif dan
terbuka untuk dipersoalkan.

1
Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam, Depok: PT. Rajagrafindo Putra Utama Offset, 2012, cet. XIX,
hlm.34
2
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, hlm. 1
3
Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2003, hlm. 56

9
Lebih jelasnya akan perbedaan, penulis merangkungnya melalui tabel sebagai mana yang tertera
di bawah ini.
No. Sudut Pandang Normatif Historis
1 Institusi Keagamaan Sosial masyarakat
(ekonomi, sosial, politik,
pertahanan, dll)
2 Sifat Eksklusif Inklusif
3 Manfaat Mengawetkan ajaran Mengkomunikasikan
agama dan sebagai ajaran dengan keadaan riil
pembentuk karakter yang ada.
pemeluk.
4 Objek kajian Tafsir, hadits, teologi. Antropologi, sosiologi, dan
psikologi.
5 Corak Literalis, tekstualitas, Reduksionis kontekstual
absolutis, dan skriptualis
6 Konsep Esoteris Eksoteris
7 Pola pikir Deduktif Induktif
8 Prilaku Salaf, rigit (kaku) Modern, luwes

Kedua pendekatan ini bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda, namun keduanya tidak
dapat dipisahkan. Hubungan keduanya tidak berdiri sendiri-sendiri dan berhadap-hadapan, tetapi
keduanya teranyam, terjalin dan terajut sedemikian rupa sehingga keduanya menyatu dalam satu
keutuhan yang kokoh dan kompak. Makna terdalam dan moralitas keagamaan tetap ada, tetap
dikedepankan dan digaris bawahi dalam memahami liku-liku fenomena keberagaman manusia,
maka ia secara otomatis tidak bisa terhindar dari belenggu dan jebakan ruang dan waktu.

10
B. Epistemologi Islam: Beberapa Prinsip Dasar
1. Apa itu Islam ?

Dari segi bahasa Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung
arti selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadibentuk aslama yang
berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.4 Adapun pengertian Islam dari segi istilah kita bisa
mendapatkan rumusan yang berbeda-beda. Harun Nasution misalnya mengatakan bahwa Islam
menurut istilah (Islam sebagai agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada masyarakat melalui Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul. Dan Islam pada hakekatnya
membawa ajaran-ajaran yang bukan mengenal satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari
kehidupanmanusia.
Syaikh Mahmud Syaltut mengatakan, Islam itu adalah agama Allah yang
diperintahkannya untuk mengajarkan tantang pokok-pokok serta peraturan-peraturannya kepada
Nabi Muhammad Saw. dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada
seluruh manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya. Dan Islam bukanlah agama baru
yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Nabi Muhammad tidak pernah mengatakan bahwa ia
membawa agama baru, akan tetapi ia melanjutkan, mengoreksi dan menyempurnakan serta
memimpin manusia dengan petunjuk wahyu Allah, untuk kembalikepada iman yang asli yakni
imannya Nabi Ibrahim. Dan masih banyak lagi defenisi para pakar dan ulama tentang pengertian
Islam, namun dari keseluruhan defenisi Islam yang ada, penulis dapat menyimpulkan
bahwapengertian Islam tak lepas dari :
a. Islam adalah agama yang bersumber dari wahyu Allah kepada Nabi Muhammad
Saw.
b. Islam adalah aqidah, amal saleh, dan tunduk kepada Allah.
c. Islam adalah sistem kehidupan yang lengkap dan menyeluruh. Islam adalah
kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan.

Islam hadir sebagai agama setelah pemahaman-pemahaman ketuhanan yang lainya, pada
walanya Islam hadir sebagai agama pembeda dari agama-agama yang lain. pebeda bukan berarti
merusak tatanan yang sudah ada namun Islam hadir untuk semua alam. Dari beberapa abab Islam
sudah mengalirkan sebuah pemahaman tentang prinsip hidup selama ini. Islam yang
4
Dr. H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Study Islam, Jakarta, 2000.h.62

11
berkedaiman dan Islam bagi alam semesta. Kehadiran Islam sebagai cahaya di tengah-tengah
kegelapan yang memberikan pencerahan bagi yang memahaminya. Pemahaan bukan sekedar
mengerti apa itu Islam, akan tetapi mengharuskan kita untuk lebih dalam mengeaktualisasikan
pada diri kita tentang islam.

Islam bukan sekedar kata-kata yang kita selama ini kita pelajari mulai dari fiqih yang
mengajarkan kita mulai dari bersuci sampai dengan berjihad. Manusia memiliki wewengan
dalam memaknai Islam sebagai agama, namun pemmahaman manusia dalam pemahamanya
hanya sebatas kata-kata yang tidak dibarengi dengan pemahaman yang lebih.

2. Sumber-sumber Pengetahuan

Berikut ini beberapa sumber pengetahuan antara lain :


a. Indera
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita.
Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera
penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu
benda; indera pendengaran (telinga) yang membuat kita membedakan macam-macam suara;
indera penciuman (hidung) untuk membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang
membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang
memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.

b. Akal

Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala,
yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa
memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun
tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi
atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat
umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah
tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.

12
c. Hati atau Intuisi

Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti;
ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi
muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses
penalaran yang jelas, non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa
kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia
datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main
catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam.

d. Logika

Logika adalah cara berpikir atau penalaran menuju kesimpulan yang benar. Aristoteles
(384-322 SM) adalah pembangun logika yang pertama. Logika Aristoteles ini, menurut
Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak mengalami perubahan sedikit pun, baik penambahan
maupun pengurangan.
Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika yang sekarang kita kenal dengan istilah
deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga dengan nama silogisme, adalah menarik
kesimpulan dari pernyataan umum atas hal yang khusus.

e. Wahyu
Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut wahyu. Wahyu adalah pengetahuan
yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantaraan para Nabi. Para nabi
memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan
waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Tuhan
mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran
dengan jalan wahyu.
Wahyu Allah (Agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang
terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar

13
belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia dan segenap isinya serta kehidupan diakhirat
nanti.5

3. Bagaimana Mengkaji Islam


Untuk memahami Islam secara benar ini, Nasruddin Razak mengajukan empat cara.
Pertama, Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli yaitu Alquran dan As Sunnah
Rasulullah. Kekliruan memahami Islam, karena orang hanya mengenalnya dari sebagian ulama
dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Alquran dan As Sunnah, ataun melalui
pengenalan dari sumber kitab-kitab fikih dan tasawuf yang semangatnya sudah tidak sesuai
dengan perkembangan zaman. Mempelazari Islam dengan cara demikian akan menjadikan orang
tersebut sebagai pemeluk Islam yang sinkretisme, hidup penuh bid’ah dankhurafat, yakni telah
tercampur dengan hal-hal yang tidak Islami, jauh dari ajaran Islam yang murni. Kedua, Islam
harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara parsial, artinya ia dipelajari secara menyeluruh
sebagai satu kesatuan yang bulat tidak secera sebagian saja.Memahami Islam secara parsial akan
membahayakan menimbulkan skepsi, bimbang danpenuh keraguan. Ketiga ̧ Islam perlun
dipelajari dari perpustakaan yang ditulis oleh para ulama besar,kaum zhu’ama dan sarjana-
sarjana Islam, karena pada umumnya mereka memilikipemahaman Islam yang baik, yaitu
pemahaman yang lahir dari perpaduan ilmu yang dalamterhadap Alquran dan Sunnah Rasulullah
dengan pengalaman yang indah dari praktek ibadah yang dilakukan setiap hari. Keempat, Islam
hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologis yang adadalam Alquran, baru kemudian
dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris dansosiologis yang ada dalam masyarakat.

Selain itu, Mukti Ali juga mengajukan pendapat tentang metode memahami Islam yang
menekankan pentingnya melihat Islam secara menyeluruh sebagaimana disebutkan di atas.
Dalam hubungan ini Mukti Ali mengatakan, apabila kita melihat Islam hanya dari satu segi saja,
maka kita hanya akan melihat satu dimensi dari fenomena-fenomena yang multi faset (segi),
sekalipun kita melihatnya itu betul. Pengetahuan melalui kajian epistemologi diperoleh melalui
akal yang sehat melalui pembuktian fakta-fakta yang rasional juga dengan cara pengetahuan
indrawi melalui kepercayaan (iman).

5
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1998) Cet. II, hlm. 54

14
a. Pengetahuan melalui akal

Dalam pandangan Islam akal manusia mendapat kedudukan yang lebih tinggi, hal
inidapat dilihat dari beberapa ayat Alquran, pengetahuan lewat akal disebut pengetahuan “aqli”
akal dengan indra dalam kaitan dengan pengetahuan satu dengan yang lain tidak
dipisahkandengan tajam, bahkan sering berhubungan. Dalam pandangan Islam, akal mempunyai
pengertian tersendiri dan berbeda dengan pengertian pada umumnya. Dalam pengertian Islam,
akal berbeda dengan otak, akal dalam pandangan Islam bukan otak, melainkan daya berpikir
yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dalam Islam merupakan tiga unsur, yakni: pikiran,
perasaan dan kemauan. Dalam pengertian biasa pikiran terdapat pada otak, sedangkan perasaan
terdapat pada indra dan kemauan terdapat pada jiwa. Ketiga unsur tersebut satu dengan yang lain
tidak dapat dipisahkan, apabila sati di antaranya pisah, tidak lagi berfungsi sebagai akal.6

b. Pengetahuan lewat indra

Pengertian indra adalah segala pengetahuan yang dapat diperoleh manusia lewatkelima
indranya atau (panca indra). Pengetahuan indra tersebut pengetahuan indra (naqli) atau
pengetahuan empiris. Pengetahuan indra terwujud sentuhan indrawi manusia dengan dunia luar
(alam), dari sentuhan itu manusia memperoleh pengetahuan. Dalam pandangan Islam indra
manusiaterdiri dari indra luar (panca indra) dan indra dalam. Proses-proses aktifitas pengindraan
tersebut (indra dalam dan indra luar), mulai dari menerima (input), kemudian proses dan
dikeluarkan (output) maka jadilah pengetahuan pengindraan manusia.

4. Kriteria Kebenaran dalam Epistemologi Islam


Pandangan Islam akan kebenaran merujuk kepada landasan keimanan dan keyakinan
terhadap keadilan yang bersumber pada Al-Qur’an. Sebagaimana yang diutarakan oleh fazrur
rahman bahwa semangat dasar dari Al-qur’an adalah semangat moral, ide-ide keadilan social dan
ekonomi. Hukum moral adalah abadi, ia adalah “perintah Allah”. Manusia tak dapat membuat
dan memusnahkan hukum moral: ia harus menyerahkan diri kepadanya. Pernyataan ini
dinamakan Islam dan Implementasinya dalam kehidupan di sebut Ibadah atau pengabdian

6
Harun Nasution,Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jld.I, Jakarta : UI Press,1978, Cet.II, h.9

15
kepada Allah. Tetapi hokum moral dan nilai-nilai spiritual, untuk bisa dilaksanakan haruslah
diketahui.7
Dalam kajian epistemologi Islam dijumpai beberapa teori tentang kebenaran :
a. Teori Korespondensi
Menurut teori ini suatu posisi atau pengertian itu benar adalah apabila terdapat suatu
fakta bersesuaian, yang beralasan dengan realitas, yang serasi dengan situasi actual, maka
kebenaran adalah sesuai fakta dan sesuatu yang selaras dengan situasi akal yang
diberinya interpretasi.
b. Teori Konsistensi
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement)
dengan suatu yang lain yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-
putusan itu sendiri. Dengan kata lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara
putusan-putusan yang baik dengan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan diakui
benar terlebih dahulu, jadi sesuatu itu benar, hubungan itu saling berhubungan dengan
kebenaran sebelumnya.
c. Teori Pragmatis
Teori ini mengemukakan benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau semata-mata tergantung
kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk berfaedah
dalam kehidupannya.

5. Peran dan Fungsi Pengetahuan dalam Islam

Ilmu atau pengetahuan dalam Islam mempunyai peran dan fungsi yang cukup penting.
Tak dapat dipungkiri keberadaan ilmu menempati posisi sangat tinggi karena mempunyai peran
dan pengaruh cukup besar pada perkembangan, perubahan dan kemajuan umat manusia.
Jalaluddin Rakhmat mengungkap peran penting ilmu menurut Islam antara lain :
a. Ilmu pengertahuan harus berusaha menemukan keteraturan (sistem), hubungan sebab akibat
dan tujuan dialam semesta. Dalam banyak ayat Alquran dijelaskan bahwa alam ini diurus oleh
pengurus dan pencipta yang tunggal, karena itu tidak pernah ada kerancuan (tahafut) di
dalamnya. Alam bergerak menuju tujuan tertentu, karena Allah tidak menciptakannya untuk

7
Fazrur Rahman, Islam,Pustaka, Bandung, 1984, h.35.

16
main-main dan bukan perbuatan sia-sia. Keteraturan dalam ilmu biasanya disebut hukum-hukum
yang terdapat dalam afaq disebut alquran sebagai qadar atau takdir sedangkan aturan dalam
anfus dan tarikh disebut sebagai sunnatullah.
b. Ilmu harus dikembangkan untuk mengambil manfaat dalam rangka mengabdi kepada Allah
sebab Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang dan segala yang langit dan dibumi
untuk manusia.
c. Ilmu harus dikembangkan dengan tidak menimbulkan kerusakan baik afaq atau anfus.
Adapun fungsi ilmu menurut RBS. Fubyartana sebagaimana dikutip Endang Saifuddin Anshari
antara lain:
a) Fungsi Deskriptis : menggambarkan, melukiskan dan memaparkan suatu obyek atau
masalah sehingga mudah dipelajari oleh peneliti
b) Fungsi pengembangan : Melanjutkan hasil penemuan yang lalu yang menemukan hasil
ilmu pengetahuan yang baru
c) Fungsi prediksi : meramalkan kejadian yang besar kemungkinan terjadi sehingga manusia
dapat mengambil tindakan-tindakan yang perlu dalam usaha menghadapinya
d) Fungsi kontrol : berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki.

Menurut Nur Cholis Majid, ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk
memperhatikan dan memahami alam raya ciptaan-Nya sebagai manifestasi atau penyingkapan
tabir akan rahasia-Nya. Ibnu Rusyd mengatakan bahwa antara ilmu dan iman tidak dapat
dipisahkan karena iman tidak saja mendorong tetapi menghasilkan ilmu, tetapi membimbing
ilmu dalam bentuk pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya.8

8
Atang Abdul Hakim, M.A., dan Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2000),
hlm. 18

17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syaikh Mahmud Syaltut mengatakan, Islam itu adalah agama Allah yang
diperintahkannya untuk mengajarkan tantang pokok-pokok serta peraturan-peraturannya kepada
Nabi Muhammad Saw. dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada
seluruh manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya.
Pengetahuan menurut Dr. M.J. Langgeve mengatakan bahwa “kesatuan antara subjek
yang mengetahui dan objek yang diketahui”.
Menurut Burhanuddin Salam sebagai berikut : Ilmu pengetahuan adalah kumpulan
pengetahuan mengenai sesuatu hal tertentu (abjek atau lapangan), yang memberikan kesatuan
yang sistematis dan memberikanpenjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan
dengan menunjukkan sebab-sebab dari pada hal atau kejadian itu.
Kata filsafat ini lebih jauh dijelaskan oleh Drs. Amsal Bakhtiar, MA beliau mengambil
ulasan Al Farabi mengatakan bahwa, “Filsafat adalah pengetahuan tentang alam yang maujud
dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya”.
Keberhasilan manusia dalam mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan saat ini dapat dikaji
ulang antara lain :
I. Cara Memperoleh Pengetahuan
1.Trial dan Error
2.Common Sense
3.Akal
4.Pengalaman
II. Trend dalam Pengkajian Ilmiah
1.Spesialisasi
2.Interdisiplin
3.Multidisiplin
4.Kajian Wilayah

18
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam, Depok: PT. Rajagrafindo Putra Utama Offset, 2012, cet.
XIX
Abuddin Nata, MA, Metodologi Study Islam, Jakarta, 2000
Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2003
Atang Abdul Hakim, M.A., dan Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam,Bandung: Rosdakarya,
2000
Fazrur Rahman, Islam,Pustaka, Bandung, 1984
Harun Nasution,Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jld.I, Jakarta : UI Press,1978, Cet.II

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1998) Cet. II

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010

19

Anda mungkin juga menyukai