Anda di halaman 1dari 14

NAMA : Peni Siswianti (17076)

3A

GAGAL GINJAL KRONIS/ CHRONIC KIDNEY DISEA(CKD)

A. Definisi
Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal (Cynthia Lee Terry,2011).

Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan bahwa ketika pasien telah


mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi pengganti
ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir
penyakit ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal kronis.

B. Etiologi

1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)


2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodusa, sklerosis sitemik progresif)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksikmisalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
struktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
1. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin


serum normal dan penderita asimptomatik.
 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
 StadiumStadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau ureum
C. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal
kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :

a. Gangguan pada sistem gastrointestinal


1) Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat
metabolisme bakteri usus seperti ammonia danmelil guanidine.
2) Faktor uremia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri dimulut menjadi amoni sehingga nafas berbau
amonia.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal akibat toksin uremin dan pengendapan kalsium di
pori-pori kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologi.
3) Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
4) Bekas-bekas garukan karena gatal.
c. Sistem Hematologi
1) Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya masa
hidup eritrosit dalam suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam folat,
dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarhan, dan fibrosis
sumsum tulang akibat hipertiroidism sekunder. .
d. Sistem saraf dan otot
1) pasien merasa pegal pada kakinya sehinnga selalu digerakkan.
2) rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki.
3) Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsetrasi,
tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
4) Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas
proksimal.
e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung akibat
penimbunan cairan hipertensif.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastasik.
4) Edema akibat penimbuna cairan pada paru
f. Sistem Endokrin .
1) Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
2) Gangguan metabolisme lemak.
3) Gangguan metabolisme vitamin D.
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis, osteitis
fibrosia dan klasifikasi metastasik.
2) Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai hasil
metabolisme.
3) Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu..
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaiksetelahdialisis.(Brunner&Suddarth,2008).
E. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2007) antara lain
adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen: Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu
atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena: Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko
terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.
d. USG: Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram: Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung: Mencari adanya kardiomegali, efusi
perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang: Mencari osteodistrofi (terutama pada
falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru: Mencari uremik lung yang disebabkan karena
bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde: Dilakukan bila dicurigai adanya
obstruksi yang reversible
j. EKG: Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal: dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal
ginjal kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkanoleh pus /
nanah,bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat,sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanyadarah,miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkankerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

G. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan


fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah
atau mengobati komplikasi (Smeltzer,2007). Terapi konservatif tidak dapat
mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena
yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau
transplantasi ginjal.

Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.

a. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif, pengobatan antara lain :
1. pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan,
2. pencegahan dan pengobatan komplikasi; hipertensi, hiperkalemia,
anemia, asidosis,
3. diet rendah fosfat.
b. Pengobatan hiperurisemia
Adapun jenis obat pilihan yang dapat mengobati hiperuremia pada
penyakit gagal ginjal lanjut adalah alopurinol. Efek kerja obat ini
mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebagai
asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh (Guyton, 2007).
c. Dialisis
1. Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien
dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek
(beberapa hari sampai beberapa minggu) atau pada pasien dengan gagal
ginjal kronik stadium akhir atau End Stage Renal Desease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Sehelai membran
sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus
renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya
itu. Pada penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya
aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien
dengan gagal ginjal kronik yang mendapatkan replacement therapy
harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya atau biasanya tiga
kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi atau
sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang
kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan mengendalikan gejala uremia (Price & Wilson, 2006)
2. CAPD
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) merupakan salah
satu cara dialisis lainnya, CAPD dilakukan dengan menggunakan
permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm2. Permukaan
peritoneum berfungsi sebagai permukaan difusi (Price & Wilson,
2006).
3. Transplantasi Ginjal (TPG)
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien
dengan penyakit renal tahap akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat
transplantasi ginjal sudah jelas terbukti lebih baik dibandingkan dengan
dialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup. Salah satu
diantaranya adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang lebih
baik.
1. Indikasi pemasangan Cimino
Pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik

2. Perawatan Cimino
a. Menjaga kebersihan daerah pemasangan cimino
b. Daerah yang terpasang cimino tidak diperkenankan untuk di ukur
tekanan darah dan di pasang IV Line
c. Disarankan untuk memakai pakaian yang tidak terlalu ketat serta tidak
diperkenankan untuk memakai perhiasan di daerah sekitar pemasangan
cimino

3. Komplikasi pada pemasangan cimino


a. Stenosis
b. Trombosis
c. Infeksi
d. Aneurysma
e. Hipertensi vena
f. Gagal jantung kongestif

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2013. BukuSakuDiagnosaKeperawatan, Jakarta : EGC.

Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan
3.Yogyakarta. Media Action.

Alam, Syamsir, dkk. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Mari, Bapadeto. (2009). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC


BATU GINJAL

A. Definisi

Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal


batu-batu tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat
asamurat, kalium fosfat, struvit dan sistin).
Mary Baradero (2011) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu
ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan
mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel
yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat
dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asamurat, yang terbanyak pada
bagian pelvis ginjal yang menyebabkan gangguan pada saluran dan proses
perkemihan.
B. Etiologi
Menurut Kartika S. W. (2013) ada beberapa faktor yang
menyebabkan terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :
a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak
pada usia 30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari
pada perempuan.
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan
air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum
kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan
sayuran berwarna hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu,
ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).

Berapa penyebab lain adalah :


a. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal
dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.
b. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan
batu saluran kencing.
c. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan
keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral
dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Patofisiologi

Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca,
oksalat, kalsium, fosfat, dan asamurat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika
terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah
kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu
mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pada ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat
terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, menyebabkan sedikit
gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan
nyeri luar biasa dan tak nyaman. Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya
sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu.
Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi
akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah,
maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal
dapat terjadi.

C. Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya :


a. Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat
bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada
orang yang mempunyai kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar
paratiroid. Orang menderita kanker, struke atau penyakit sarkoidisis juga dapat
menderita batu kalsium.

b. Batu oksalat
Batu oksalat dapat disebabkan oleh :
1) Primer autosomal resesif
2) Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
3) Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, sindrom mal
absorbsi
c. Batu asamurat
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh:
1) Makanan yang banyak mengandung purin
2) Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
3) Dehidrasi kronis
4) Obat: tiazid, lazik, salisilat
d. Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat
infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI
kronik.
e. BatuSistin
Berbentuk Kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam
urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif
autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus
proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.

13
D. TandadanGejala
Gejala yang muncul bervariasi tergantung ukuran pembentukan batu pada
ginjal. Gejala umum yang muncul diantaranya:
1. Adanya nyeri pada punggung atau nyeri kolik yang hebat. Nyeri kolik ditandai
dengan rasa sakit yang hilang timbul di sekitar tulang rusuk dan pinggang
kemudian menjalar kebagian perut dan daerah paha sebelah dalam.
2. Karena nyeri hebat biasa di ikuti demam dan menggigil.
3. Kemungkinan adanya rasa mual dan terjadinya muntah. Dan gangguan perut.
4. Adanya darah di dalam urin. Dan adanya gangguan buang air kecil penderita juga
sering BAK. Atau malah terjadinya penyumbatan pada saluran kemih. Jika ini
terjadi maka resiko terjadinya infeksi saluran kemih menjadi lebih besar

DAFTAR PUSTAKA.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.

Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : SalembaMedika.

14

Anda mungkin juga menyukai