Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH INDIVIDU

EVIDANCE BASED DALAM EPISIOTOMI SESUAI


INDIKASI, PENGGUNAAN OKSITOSIN SESUAI INDIKASI,
DAN PENJAHITAN PERINEUM TINGKAT I DAN II

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH :

RAMADHANI SYAFITRI, SST, M.K.M

DISUSUN OLEH :

FETRY HUSNAYATY

NIM : 1901032092

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN UMUM
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat dan karunia-Nyalah saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
yang berjudul Evidance Based dalam Episiotomi sesuai indikasi, Penggunaan
oksitosin sesuai indikasi, dan Penjahitan perineum tingkat I dan II.
Penulisan makalah ini bertujuan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan Komprehensif. Disamping itu makalah ini diharapkan dapat
menjadikan sarana pembelajaran serta dapat menambah wawasan dan
pengetahuan.
Disamping itu saya juga menyadari akan segala kekurangan dan
ketidaksempurnaan, baik dari segi penulisan maupun dari cara penyajiannya. Oleh
karena itu saya dengan senang hati menerima kritik dan saran demi perbaikan
makalah ini di masa yang akan datang.
Saya berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan para pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Medan, Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

A. Latar Belakang ............................................................................................ iii

B. Tujuan Penulisan ......................................................................................... iv

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 1

A. Episiotomi Sesuai Indikasi ........................................................................... 1

B. Penggunaan Oksitosin Pada Manajemen Aktif Kala III .............................. 8

C. Penjahitan Perineum Tingkat I dan II ........................................................ 10

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13

A. Kesimpulan ................................................................................................ 13

B. Saran ........................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah suatu peristiwa yang normal tanpa disadari dan mau
tidak mau harus berlangsung. Untuk membantu ibu agar tetap tenang dan rileks
sedapat mungkin bidan tidak boleh memaksakan pemilihan posisi yang
diinginkan oleh ibu dalam persalinannya. Sebaliknya peran bidan adalah untuk
mendukung ibu dalam proses persalinan.
Evidence Based Midwifery atau yang lebih dikenal dengan EBM adalah
penggunaan mutakhir terbaik yang ada secara bersungguh sungguh, eksplisit
dan bijaksana untuk pengambilan keputusan dalam penanganan pasien
perseorangan. Evidenced Based Midwifery (EBM) ini sangat penting
peranannya pada dunia kebidanan karena dengan adanya EBM maka dapat
mencegah tindakan – tindakan yang tidak diperlukan atau tidak bermanfaat
bahkan merugikan bagi pasien,terutama pada proses persalinan yang
diharapkan berjalan dengan lancar dan aman sehingga dapat menurunkan
angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Bidan memberikan dukungan fisik dan emosional dalam persalinan atau
membantu keluarga untuk memberikan dukungan persalinan, bidan tersebut
harus melakukannya dengan cara yang bersifat saying ibu meliputi :
1. Aman sesuai evidence based, dan memberi sumbangan pada keselamatan
jiwa ibu.
2. Memungkinkan ibu merasa aman dan nyaman secara emosional serta
merasa didukung dan didengarkan.
3. Menghormati kebudayaan,keyakinan,agama dan ibu keluarganya sebagai
pengambil keputusan.
4. Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum memakai
teknologi canggih
5. Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat dipahami
oleh ibu.

iii
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui evidence based episiotomi sesuai indikasi
2. Untuk mengetahui evidance based penggunaan oksitoksin pada
manajemen kala aktif kala III
3. Untuk menegtahu evidance based penjahitan perineum tinggakt I dan II

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Episiotomi Sesuai Indikasi


1. Pengertian episiotomi
Episiotomi, dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Perineotomi
adalah insisi perineum. Tetapi dalam bahasa biasa episiotomi sering sama
digunakan dengan perineotomi. Dengan kata lain episiotomi adalah insisi
pada perineum untuk memperbesar mulut vagina. Pada persalinan
episiotomi bukan merupakan tindakan rutin.
2. Alasan mengapa episiotomi bukan merupakan tindakan rutin:
a) Perineum dapat dipersiapkan untuk persalinan melalui latihan kegel
dan pijatan pada periode prenatal. Latihan kegel pada periode pasca
partum dapat memprbaiki tonus otot-otot perineum.
b) Robekan dapat terjadi meskipun telah dilakukan episiotomi
c) Nyeri dan rasa tidak nyaman akibat episiotomi dapat menghambat
interaksi ibu-anak dan dimulai kembalinya hubungan seksual orang
tua.
Oleh karena alasan diatas maka episiotomi hanya dilakukan pada
kondisi-kondisi tertentu yaitu:
a) Gawat janin
b) Persalinan pervaginam dengan penyulit (sungsang, distosia bahu,
ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, bayi besar, presentasi muka, dll)
c) Jaringan parut pada perineum atau vagina yang menghalangi
kemajuan persalinan.
3. Manfaat episiotomi:
a) Mencegah robekan perineum derajat tiga, terutama sekali dimana
sebelumnya ada laserasi yang luas di dasar panggul. Insisi yang
bersih dan dilakukan pada posisi yang benar akan lebih cepat
sembuh dari pada robekan yang tidak teratur.

1
b) Menjaga uretra dan klitoris dari trauma yang luas. Kemungkinan
mengurangi regangan otot penyangga kandung kemih atau rektum
yang terlalu kuat dan berkepanjangan, yang dikemudian hari
menyebabkan inkontinensia urine dan prolaps vagina.
c) Mengurangi lama kala II yang mungkin penting terhadap kondisi ibu
atau keadaan janin (fetal distress)
d) Memeperbesar vagina jika diperlukan manipulasi untuk melahirkan
bayi, contohnya pada presentasi bokong atau pada persalinan dengan
forcep.
e) Mengurangi risiko luka intrakanial pada bayi premature.
4. Kerugian episiotomi
Pada saat tindakan episiotomi mungkin diperlukan pada keadaan yang
pasti, beberapa kerugian yang harus kita ingat :
a) Dapat menyebabkan nyeri masa nifas yang tidak perlu, sering
membutuhkan penggunaan analgesik
b) Menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri karena insisi episiotomi
dan penjahitan, pada saat berbaring dan duduk di tempat tidur, bisa
menyebabkan insomnia dan menggangu kemampuan ibu untuk
berinteraksi dengan bayinya pada minggu pertama dan menganggu
ibu untuk menyusui bayinya. Banyak wanita juga mengalami nyeri
pada saat duduk di kursi dan pada saat berjalan. Nyeri bisa
menyebabkan kesulitan pada saat BAK.
c) Nyeri dan ketidaknyamanan dapat berlangsung lama sampai
beberapa minggu atau satu bulan postpartum.
d) Terjadi perdarahan dan jarang dalam hal ini merupakan perdarahan
hebat
e) Insisi dapat bertambah panjang jika persalinan tidak terkontrol atau
jika insisi tidak adekuat/tidak dilakukan dengan baik.
f) Selalu ada risiko terjadi infeksi, terutama bila berdekatan dengan
anus.

2
g) Dyspareunia dan ketakutan untuk memulai hubungan seksual, dan
mungkin berlanjut sampai beberapa bulan setelah melahirkan.
5. Waktu dilaksanakannya episiotomi
Jika episiotomi dilakukan terlalu cepat dan tidak berdasar pada
keperluan, perdarahan dari luka insisi mungkin banyak antara jeda waktu
episiotomi dan pelahiran. Jika episiotomi terlambat dilakukan, laserasi
tidak akan terhindar lagi. Lazimnya episiotomi dilakukan saat kepala
terlihat 3-4cm di intoitus vagina selama kontraksi.
6. Jenis episiotomi yang ditentuka berdsarkan letak dan arah insisi
a) Episiotomi mediolateralis
Episiotomi mediolateralis merupakan insisi pada perineum kearah
bawah tetapi menjauhi rektum, dapat kearah kanan atu kiri
tergantung tangan yang dominan yang digunakan oleh penolong.
Episiotomi mediolateralis memotong sampai titik tendineus pusat
perineum , melewati bulbokavernosus dan otot-otot transversus
perinei supervisialis dan profunda, dan ke dalam otot pubokoksigeus
(levator ani). Berapa banyak otot pubokoksigeus yang dipotong
tergantung pada panjang dan kedalaman insisi. Pada episiotomi
mediolateralis penolong diharapkan agar berhati-hati untuk memulai
potongan pada aspek latera fourchete tau mengarahkan potongan
terlalu jauh ke sisi lateral sebagai upaya menghindari kelenjar
bartholin di sisi tersebut.
Episiotomi mediolateral paling sering digunakan karena relatif
lebih aman untuk mencegah perluasan ruptur perineum kearah
derajat 3 dan 4. Pada episiotomi ini kehilangan darah akan lebih
banyak dan perbaikan lebih sulit dan lebih nyeri dibandingkan denga
episiotomi median.
b) Episiotomi mediana
Merupakan insisi pada garis tengah perineum ke arah rektum, yaitu
ke arah titik tendensius perineum, memisahkan dua sisi otot

3
perineum bulbokavernosus dan otot tranversus perinei prounda juga
dapat dipisahkan, bergantung pada kedalaman insisi.
Episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki dan biasanya nyri timbul
lebih ringan. Kadang-kadang juga dapat terjadi perluasanruptur
perineum ke derajat 3 dan 4 namun penyembuhan primer dan
perbaikan (jahitan) yang baik akan memulihkan tonus sfingter.
c) Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira- kira
pada jam 3 atau jam 9 menurut arah jarum jam. Teknik ini sekarang
tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan komplikasi.
Luka insisi ini dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh
darah pundendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan
yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa
nyeri yang mengganggu penderita.

Tabel karakteristik episiotomi median dan mediolateral


Karakteristik Tipe episiotomi
Mediana Mediolateral
Perbaikan secara bedah Mudah Lebih sulit
Penyembuhan yang tidak Jarang Lebih sering
sempurna

4
Nyeri pascaoperasi Minimal Lazim
Hasil anatomi Sangat baik Kadang tidak
sempurna
Kehilangan darah Kurang Banyak
Dispareuni Jarang Kadang-kadang
Pelebaran Sering Tidak lazim

7. Persiapan dalam melakukan episiotomi


a) Mempertimbangkan indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi
dan pastikan bahwa episiotomi itu penting dilakukan untuk
keselamatan dan kenyamanan ibu dan bayi
b) Pastikan semua bahan dan perlengkapan yang diperlukan sudah
tersedia dan dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi dan steril
c) Gunakan teknik aseptik setiap saat. Gunakan sarung tangan DTT
atau steril
d) Jelaskan pada ibu tindakan yang akan dilakukan serta jelaskan secara
rasional alasan diperlukan tindakan episiotomi.
e) Dalam melaksanakan episiotomi, berikan anastesi lokal secara dini
agar obat tersebut memiliki cukup waktu untuk memberikan efek
sebelum dilakukan episiotomi. Pada episiotomi diberikan anastesi
karena episiotomi adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit dan
memberikan anastesi lokal merupakan bagian dari asuhan sayang
ibu.
8. Memberikan anastesi lokal
a) Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk
merasa rileks
b) Hisap 10ml larutan lidokain 1% tanpa epineprin ke dala tabung
suntik steril ukuran 10ml (tabung suntik yang lebih besar juga dapat
digunakan,jika diperlukan). Jika lidokain 1% tidak tersedia, larutkan
1 bagian lidokain 2% dengan 1 bagian cairan garam fisiologis atau

5
air distilasi steril, sebagai contoh larutkan 5ml lidokain dalam 5 ml
cairan garam fisiologis atau air steril.
c) Pastikan bahwa tabung suntik memiliki jarum ukuran 22 dan panjang
4cm (jarum yang lebih panjang boleh digunakan, jika diperlukan)
d) Letakkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dari
perineum.
e) Masukkan jarum di tengah fourchette dan arahkan jarum sepanjang
tempat yang akan di episiotomi.
f) Aspirasi (tarik batang penghisap) untuk memastikan bahwa jarum
tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam
tabung suntik, jangan suntikkan lidokain, tarik jarum tersebut keluar.
Ubah posisi jarum adan tusukkan kembali. Alasan: ibu bisa,
mengalami kejang dan bisa terjad kematian jika lidokain disuntikkan
ke dalam pembuluh darah.
g) Tarik jarum perlahan-perlahan sambil menyuntikkan maksimum 10
ml lidokain
h) Tarik jarum bila sudah kembali ke titik asal jarum suntik ditusukkan.
Kulit melembung karena anastesia bisa terlihat dan dipalpasi pada
perineum di sepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi.
9. Prosedur pelaksanaan episiotomi
a) Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan
3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi. Alasan:
melakukan episiotomi akan menyebabkan perdarahan; jangan
melakukannya terlalu dini.
b) Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan
perineum. Kedua jari agak diregangkan dan berikan sedikit tekanan
lembut kearah luar pada perineum. Alasan: hal ini akan melindungi
kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum sehingga
membuatnya lebih mudah diepisiotomi.
c) Gunakan gunting tajam desinfeksi tingkat tinggi atau steril,
tempatkan gunting ditengah-tengah fourchette posterior dan gunting

6
mengarah ke sudut yang diinginkan, untuk melakukan episiotomi
mediolateral (jika penolong bukan kidal, episiotomi mediolateral
yang dilakukan di sisi kiri lebih mudah dijahit). Pastikan untuk
melakukan palpasi/mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan
mengarahkan gunting cukup jauh ke arah samping untuk
menghindari sfingter.
d) Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral
menggunakan satu atau dua arah guntingan yang mantap. Hindari
”menggunting” jangan sedikit demi sedikit karena akan
menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan
penjahitan dan waktu penyembuhan yang lebih lama.
e) Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3cm ke dalam vagina.
f) Jika kepala belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi
dengan dilapisi kain atau kasa desinfeksi tingkat tinggi atau steril
diantara kontraksi untuk membentu mengurangi perdarahan.
g) Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah
perluasan episiotomi
h) Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah
episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi,
lakukan penjahitan jika terjadi perluasan epsiotomi atau laserasi
tambahan.

7
B. Penggunaan Oksitosin Pada Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III (tiga) sangat penting dilakukan pada setiap
asuhan persalinan normal dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian
ibu. Saat ini, manajemen aktif kala III (tiga) telah menjadi prosedur tetap pada
asuhan persalinan normal dan menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus
dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong persalinan (dokter dan bidan).
1. Pengertian
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak
bayi lahir sampai plasenta lahir. Persalinan kala tiga dimulai setelah
lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
2. Tujuan Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III (tiga) adalah untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III (tiga)
persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Penatalaksanaan manajemen aktif kala III (tiga) dapat mencegah
terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh
atonia uteri dan retensio plasenta.
3. Keuntungan Manajemen Aktif Kala III
Keuntungan manajemen aktif kala III (tiga) adalah
a) Persalinan kala tiga lebih singkat.
b) Mengurangi jumlah kehilangan darah.
c) Mengurangi kejadian retensio plasenta.
4. Langkah Manajemen Aktif Kala III
Langkah utama manajemen aktif kala III (tiga) ada tiga langkah yaitu :
a) Pemberian suntikan oksitosin.
Pemberian suntikan oksitosin dilakukan dalam 1 menit pertama
setelah bayi lahir. Namun perlu diperhatikan dalam pemberian
suntikan oksitosin adalah memastikan tidak ada bayi lain
(undiagnosed twin) di dalam uterus. Mengapa demikian? Oksitosin
dapat menyebabkan uterus berkontraksi yang dapat menurunkan

8
pasokan oksigen pada bayi. Panduan asuhan intrapartum NICE
merekomendasikan penggunaan 10 IU syntocinon melalui injeksi
IM. Meskipun tidak ada lisensi untuk cara pemberian semacam ini,
suatu kajian sistematik yang memeriksa kegunaaan oksitosin
sebagai profilaktit selama persalinan kala III. Menyimpulkan
bahwa oksitosin bermanfaat dalam pencegahan PPH.
Suntikan oksitosin dengan dosis 10 unit diberikan secara
intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian atas paha bagian luar
(aspektus lateralis). Komponen syntocinon dari syntometrine
bekerja dalam waktu 2 hingga 3 menit dan bertahan hanya selama 5
menit hingga 15 menit. Tujuan pemberian suntikan oksitosin dapat
menyebabkan uterus berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga
dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan
darah.
b) Penegangan tali pusat terkendali.
Klem pada tali pusat diletakkan sekitar 5-10 cm dari vulva
dikarenakan dengan memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan
mencegah evulsi tali pusat. Meletakkan satu tangan di atas simpisis
pubis dan tangan yang satu memegang klem di dekat
vulva.Tujuannya agar bisa merasakan uterus berkontraksi saat
plasenta lepas. Segera setelah tanda-tanda pelepasan plasenta
terlihat dan uterus mulai berkontraksi tegangkan tali pusat dengan
satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan
uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan
secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.Lahirkan
plasenta dengan peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah
panggul (posterior kemudian anterior). Ketika plasenta tampak di
introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat pusat ke
atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya.Putar plasenta
secara lembut hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.

9
c) Masase fundus uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri
dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memastikan bahwa
kotiledon dan selaput plasenta dalam keadaan lengkap. Periksa sisi
maternal dan fetal. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua
menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Evaluasi kontraksi
uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan
dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.

C. Penjahitan Perineum Tingkat I dan II


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua dari perdarahan
paskapersalinan.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia
uteri.perdarahan paskapersalinan dengan kontraksi uterus baik biasannya
disebabkan oleh robekan jalan lahir ( ruptur perineum dinding vagina dan
robekan servik). Hal ini dapat diidentifikasi dengan cara melakukan
pemeriksaan yang cermat dan seksama pada jalan lahir.
Yang paling sering adalah pimpinan persalinan yang salah seperti
pembukaan belum lengkap sudah dilakukan pimpinan persalinan, tindakan
kristeler atau dorongan kuat pada fundus uteri.
1. Tingkatan Laserasi
Laserasi jalan lahir diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu:
a) Derajat satu
Robekan sampai mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
b) Derajat dua
Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum dan otot
perineum.
c) Derajat tiga
Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani eksternal.

10
d) Derajat empat
Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani eksternal dan mukosa rektum.
Tingkat episiotomy Jaringan terkena Keterangan
Pertama  Fourchette  Mungkin tidak perlu dijahit
 Kulit perineum  Menutup sendiri
 Mukosa vagina
Kedua  Fascia + muskulus  Perlu dijahit
badan perineum
Ketiga  Ditambah dengan  Harus dijahit legeartis
sfincter ani sehingga tidak menimbulkan
inkontinensia
Keempat  Ditambah dengan  Teknik menjahit khusus
mukosa rektum sehingga tidak menimbulkan
fistula

2. Tindakan yang dilakukan


a) Lakukan ekspolari untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
b) Lakukan irigasi pada empat luka dan bubuhi antiseptik.
c) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap.
d) Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal
terhadap operator
e) Khusus pada ruptur uteri komplit (hingga anus dan sebagian rektum)
dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada
rektum, sebagai berikut :

11
1) Setelah prosedur aseptik antiseptik pasang busi rektum hingga
ujung robekan
2) Mulai penjahitan pada ujung robekan dengan jahitan dan simpul
submukosa,dengan benang vicryl / dexon no 2/0 hingga ke
spingter ani.jepit kedua spingert ani dengan klem dan jahit
dengan benang no 2/0
3) Lanjutkan penjahitan ke bagian otot perineum dan submukosa
dengan benang yang sama ( atau cromic no 2/0 )
Secara jelujur :
1) Mukosa vagina dan kulit dijahit secara submukosal ubkutikuler
2) Berikan antibiotik propilaksis (ampisilin 2 gram dn metrodinazol
1 gram per oral) Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila
terdapat tanda - tanda infeksi.
3. Robekan serviks
a) Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang
terjulur, akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan
oleh kepala bayi.
b) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan
kawan dari porsio.
c) Jepitkan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan.Jika setelah dieksplorasi
lanjututan tidak dijumpai robekan lain,lakukan penjahitan.jahit mulai
dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua
robekan dapat dijahit.
d) Setelah tindakan, periksa tanda vital klien,kontraksi uterus,tinggi
fundus uteri dan perdarahan paskatindakan.
e) Beri antibiotik propilaksis, kecuali bila jelas ditemukan tanda
infeksi.
f) Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar HB di
bawah 8 g % berikan tranfusi darah.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami
sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha
yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan
yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada
evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat
digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat
mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan
yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka
kematian ibu dan angka kematian perinatal.

B. Saran
Diharapkan akan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam
penelitian, akan pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan kebidanan
khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dan anak dalam
upaya penurunan AKI dan AKB.

13
DAFTAR PUSTAKA

Jitasari, Rintani, dkk. Asuhan kebidanan komprehensif. Medan: Yayasan


Helvetia. 2019

14

Anda mungkin juga menyukai