Anda di halaman 1dari 7

PENUGASAN ESAI

FAKTOR PENGHAMBAT PENDISTRIBUSIAN DOKTER DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Lalu Wahyu Alfian Muharzami

NIM : H1A018052

Pertanyaan nomor 4

“Diskusikan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi tenaga dokter serta


upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya!”
Jumlah kata : 1.021

Blok Keterampilan Belajar

Tahun ajar 2018 - 2019


Permasalahan yang sering terjadi saat ini baik di negara berkembang maupun negara
maju adalah pendistribusian tenaga kesehatan yang tidak merata di daerah terpencil. Negara
maju seperti Amerika dan Kanada pun masih memiliki masalah ini. Dari 20% penduduk
Amerika di daerah pedesaan, hanya 9% dari total dokter yang melayani daerah pedesaan.
Sedangkan Kanada memilki 9,3% dokter yang melayani di pedesaan dari 24% total seluruh
penduduk (WHO, 2010). Permasalahan ini terjadi lebih parah terjadi di negara berkembang
seperti Indonesia. Keadaan pendistribusian dokter di Indonesia akan dijelaskan melalui tabel
dibawah ini.

Jumlah dokter di indonesia 2010-2015


47 47.8
50
41.8 40.8 41
45
37.4 36.7
40
32.5
35
Dalam ribuan

27.3
30 25.3
25
16.8
20
11.8 11.9 12.5 11.7
15 8.4 8.7 10.2
10
5
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Dokter umum Dokter spesialis Dokter gigi DATABOKS.CO.ID


STATISTIKS & DATA PORTAL

Dari jumlah total dokter pada 2015 yaitu 100.561 dokter, ada 53,98% atau sekitar
54.281 dokter ada di pulau Jawa dan jumlah dokter terendah ada di Maluku dan Papua yaitu
hanya 2.439 dokter. (Databoks.co.id, 2015)

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi maldistribusi dokter


seperti memberlakukan program internship, Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), dan
memberikan bantuan pendidikan dokter spesialis (Kemenkes, 2017). Sejauh ini sudah banyak
upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, namun kurangnya dukungan dari dokter dan
masyarakat membuat upaya ini sedikit terhambat. Menurut pandangan penulis permasalahan
ini memang sangat sulit untuk diselesaikan, karena memiliki banyak faktor yang saling
berkaitan dan perlu lihat dari berbagai sudut pandang. Dalam essai ini penulis akan membahas
faktor-faktor dari pemerintah, dokter, masyarakat, dan melihat juga faktor yang dialami dokter
di negara lain serta upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan upaya yang telah dilakukan
negara lain.

Faktor pertama yang sangat penting adalah pemberian kriteria daerah maju, sedang, dan
terpencil yang harus diperhatikan (Ilyas, 2006). Upaya penyelesaian masalah ini telah
dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan memberikan kategori terhadap sebuah daerah.
Indonesia telah memberikan kriteria pada daerah yang termasuk perkotaan atau masih termasuk
dalam pedesaan dengan indikator kepadatan penduduk dan fasilitas yang ada di daerah tersebut
seperti rumah sakit, sekolah, pasar, dan lain lain (BPS, 2010). Klasifikasi ini tentu akan sangat
membantu fokus pemerintah dalam peningkatan fasilitas terutama fasilitas kesehatan seperti
alat kesehatan dan obat-obatan (Meliala, 2009). Karena masalah fasilitas yang tidak lengkap
ini sangat berkaitan dengan faktor dari individu dokter. Dokter memliki alasan pengembangan
karir yang tidak jelas pada daerah terpencil karena ketersediaan fasilitas yang cenderung
kurang lengkap (Herman and Hasanbasri, 2008).

Alasan pengembangan karir dokter tidak hanya sebatas pada fasilitas yang kurang
lengkap namun juga keinginan dokter untuk melanjutkan pendidikan (Herman and Hasanbasri,
2008). Dokter yang ingin melanjutkan pendidikannya telah di fasilitasi oleh pemerintah dengan
cara memberikan beasiswa. Pemberian beasiswa ini telah dimulai pada tahun 2008 hingga
tahun 2016 untuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di tempat terpencil,
dengan syarat bahwa penerima beasiswa akan kembali bertugas di daerah tersebut dan akan
mendapat hukuman jika melanggar (Kemenkes, 2017). Upaya yang dilakukan pemerintah ini
mendapat kendala yaitu masih banyak dokter yang melangar perjanjian tersebut (Ilyas, 2006;
Mustikowati, Trisnantoro and Meliala, 2006). Banyak dokter yang menolak untuk menepati
perjanjian beasiswa karena terdapat faktor lama berkeja. Rata-rata waktu yang ditetapkan untuk
pengabdian adalah empat hingga lima tahun (Mustikowati, Trisnantoro and Meliala, 2006).

Selain permasalahan beasiswa, permasalahan yang masih dihadapi dokter saat ini
adalah ketidakpastian status kepegawaian seperti lulus sebagai CPNS walaupun telah
menyelesaikan tugasnya (Herman and Hasanbasri, 2008; Oktarina and Sugiharto, 2010).

Pemerintah memiliki cara untuk menarik minat tenaga kesehatan untuk bekerja di
daerah terpencil yaitu dengan memberikan insentif khusus (Menkes, 2010). Pada sebagian
daerah terkadang ada yang belum memberikan insentif (Herman and Hasanbasri, 2008).
Namun pemberian insentif saja tidaklah cukup, banyak dokter yang masih merasa gajinya
bekerja di daerah perkotan masih lebih besar, maka untuk mengatasi hal tersebut pemerintah
perlu memberikan izin kepada dokter untuk melakukan pekerjaan sekunder seperti praktik di
luar jam kerja primer (Lehmann, Dieleman and Martineau, 2008). Pemberian insentif tidak
akan membuat dokter langsung ingin bekerja di daerah terpencil jika fasilitas yang tersedia
tidak memenuhi standar, kedua faktor ini harus berjalan beriringan (Meliala, 2009). Fasilitas
yang dimaksudkan disini bukan hanya fasilitas kesehatan namun juga fasilitas penunjang untuk
kehidupan di pedesaan.

Fasilitas penunjang seperti tempat tinggal dan transportasi juga menjadi salah satu
faktor karena banyak dokter yang bekerja di daerah terpencil menumpang tinggal di rumah
warga karena tidak mendapatkan tempat tinggal, serta kurangnya transportasi membuat dokter
seringkali kesulitan dalam melaksanakan tugasnya (Herman and Hasanbasri, 2008). Jika
melihat dari sudut pandang keluarga dokter, pemerintah perlu memperhatikan ketersediaan
sekolah untuk anak dan tepat bekerja untuk pasangan dokter karena dokter akan
mempertimbangkan hal ini dalam lingkungan tempat kerjanya (Araujo and Maeda, 2013).
Berbicara masalah lingkungan kerja dokter, pastinya dokter akan mempertimbangkan
keamanan dan kenyamanan dari daerah tempatnya ditugaskan. Dukungan dan kepercayaan dari
masyarakat merupakan salah satu cara menciptakan rasa nyaman kepada dokter (Araujo and
Maeda, 2013). Namun seperti yang terjadi di Banten contohnya, masyarakat kurang
memberikan dukungan karena masih percaya pada mantra untuk mengobati penyakit
(Humaeni, 2014). Dukungan pemerintah, masyarakat, dan keluarga akan mampu mengatasi
faktor rendahnya motivasi dari dalam diri dokter (Mustikowati, Trisnantoro and Meliala,
2006). Dalam upaya mengatasi motivasi dalam diri dokter dapat juga dilakukan sejak masa
pendidikan, dalam hal ini dibutuhkan peran dari fakultas kedokteran untuk mengadakan
kurikulum yang memberi gambaran permasalahan daerah terpencil sehingga akan
meningkatkan kesadaran mahasiswa untuk membantu masyarakat di daerah terpencil
(Kemenkes, 2013).

Rendahnya motivasi dari dalam diri dokter mengakibatkan banyak dokter yang ingin
dipindah tugaskan atau tidak memperpanjang kontraknya atau bahkan meninggalkan tugasnya
(Herman and Hasanbasri, 2008). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
ini adalah dengan memberikan beasiswa kepada warga asli daerah untuk mengikuti pendidikan
dokter sehingga mereka dapat membantu daerahnya sendiri (Ilyas, 2006; Herman and
Hasanbasri, 2008). Jika hal tersebut diupayakan oleh pemerintah maka akan dapat mengurangi
dokter yang memiliki keinginan untuk pindah, karena dokter yang berasal dari daerah tersebut
tidak akan memiliki alasan lagi untuk pindah (Herman and Hasanbasri, 2008).
Melihat dari pengalaman yang ada di negara lain, terdapat faktor dan solusi yang dapat
membantu penyelesaian masalah ini. Contoh dari Negara Ghana, dokter mengeluhkan tentang
kondisi mereka dalam bekerja yang tidak dapat berbagi pengalaman kepada teman dokter
mereka tentang kasus-kasus kesehatan yang meraka dapatkan atau yang biasa disebut dengan
“professional isolation” (Araujo and Maeda, 2013). Mengambil contoh dari negara China,
Kongo, Jepang, dan Amerika mereka memiliki sebuah solusi yang masih belum ada di negara
lain yaitu menerapkan pemindahan sekolah dokter ke daerah pedesaan dan upaya ini
menghasilkan hasil yang bagus (Dolea, Stormont and Braichet, 2010)

Banyak faktor yang mempengaruhi pendistribusian dokter di indonesia yaitu pemberian


kriteria daerah, fasilitas yang tidak lengkap, pengembangan karir dokter yang tidak jelas,
ketidakpastian status kepegawaian, pemberian insentif dan izin praktik, anak yang butuh
tempat sekolah, pasangan yang butuh tempat bekerja, keamanan dan kenyamanan daerah
tempat tugasnya, dan dukungan dari masyarakat. Solusi yang telah dilakukan pemerintah sudah
cukup baik namun masih ada solusi yang memerlukan perhatian lebih seperti memberikan
prioritas kepada dokter yang telah bekerja di daerah terpencil untuk mendapatkan status
sebagai PNS. Dari keseluruhan faktor dan solusi, yang paling sulit untuk di tangani adalah
faktor motivasi dalam diri dokter untuk bekerja dan menetap di daerah terpencil.
Daftar Pustaka

Araujo, E. and Maeda, A. (2013) HOW TO RECRUIT AND RETAIN HEALTH WORKERS IN
RURAL AND REMOTE AREAS IN.

BPS (2010) KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK. Available at: www.bps.go.id.

Databoks.co.id (2015) Bagaimana Ketersediaan Dokter di Indonesia ? Available at:


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/03/15/bagaimana-ketersediaan-dokter-di-
indonesia.

Dolea, C., Stormont, L. and Braichet, J. M. (2010) ‘Evaluated strategies to increase attraction
and retention of health workers in remote and rural areas’, Bulletin of the World Health
Organization, 88(5), pp. 379–385. doi: 10.2471/BLT.09.070607.

Herman and Hasanbasri, M. (2008) ‘THE EVALUATION OF HEALTH FORCE


DEPLOYMENT POLICY IN THE VERY REMOTE Dinas Kesehatan Kabupaten Buton
adalah tenaga . Kekosongan tenaga kesehatan di sarana deskriptif dengan metode wawancara
mendalam . Dinas Kesehatan , Kepala Bidang Pengembangan mendalam ’, 11(03), pp. 103–
111.

Humaeni, A. (2014) ‘KEPERCAYAAN KEPADA KEKUATAN GAIB DALAM MANTRA


MASYARAKAT MUSLIM BANTEN’, 16(1), pp. 51–81. Available at: https://e-
resources.perpusnas.go.id.

Ilyas, Y. (2006) ‘DETERMINAN DISTRIBUSI DOKTER SPESIALIS DI


KOTA/KABUPATEN INDONESIA’, 09(03), pp. 146–155.

Kemenkes (2013) Distribusi dokter berkaitan dengan minat dokter untuk bekerja di daerah
terpencil. Available at: www.depkes.go.id.

Kemenkes (2017) ‘MENKES SOROTI MASALAH MALDISTRIBUSI DOKTER


SPESIALIS INDONESIA’, pp. 0–2.

Lehmann, U., Dieleman, M. and Martineau, T. (2008) ‘Staffing remote rural areas in middle-
and low-income countries : A literature review of attraction and retention’, 10, pp. 1–10. doi:
10.1186/1472-6963-8-19.

Meliala, A. (2009) ‘Policy brief’, (02), pp. 2–3. Available at:


www.kebijakankesehatanindonesia.net.
Menkes (2010) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.156/menkes/sk/i/2010.
Available at: www.persi.or.id.

Mustikowati, S., Trisnantoro, L. and Meliala, A. (2006) ‘FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI PENERIMAAN PENEMPATAN DOKTER SPESIALIS IKATAN
DINAS’, 09(02), pp. 58–64.

Oktarina and Sugiharto, M. (2010) ‘KHUSUS DAN TENAGA PTT DI DAERAH


TERPENCIL PERBATASAN’.

WHO (2010) ‘Increasing access to health workers in remote and rural areas through
improved retention’, SciencesNew York, 23(February), pp. 3–69. doi: ISBN 978 92 4 156401
4.

Anda mungkin juga menyukai