Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi
adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Dalam ilmu ekonomi modern,
kesejaahteraan ekonomi diukur dari segi uang. Seperi kata Profesor Pigou:
“Kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan sebagai bagian
kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukur uang.” Karena
kesejahteraaan ekonomi modern bersifat materialistis, maka perlu membatasi
ruang lingkup pokok persoalan yang sama itu.
Dalam sistem produksi Islam konsep kesejahteraan ekonomi digunakan
dengan cara yang lebih luas. Konsep kesejahteraan ekonomi Islam terdiri dari
bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari
hanya barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan sumber-sumber
daya secara maksimum, baik manusia maupun benda demikian juga melalui
ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Dengan
demikian, perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti
meningkatnya pendapatan, yang dapat diukur dari segi uang, tetapi juga
perbaikan dalam memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan kita dengan usaha
minimal tetapi tetap memperhatikan tuntunan perintah-perintah Islam tentang
konsumsi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan produksi?
2. Apa tujuan dari produksi?
3. Apa saja faktor-faktor produksi dalam ekonomi?
4. Bagaimana prinsip-prinsip produksi dalam ekonomi Islam?
5. Bagaimana nilai-nilai Islam dalam berproduksi?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Produksi
Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa
yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Secara teknis produksi adalah
proses mentransformasi input menjadi output, tetapi definisi produksi dalam
pandangan ilmu ekonomi jauh lebih luas. Beberapa ahli ekonomi Islam
memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian produksi, meskipun
substansinya sama.1 Definisi lain dari produksi adalah menambah kegunaan
(nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila
memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula.2

Berikut pengertian produksi menurut para ekonomi muslim kontemporer.


1. Karf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam
sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik
materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan
hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan
dunia dan akhirat.
2. Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan
produksi (distribusi produksi secara merata).
3. Al Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi
kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu
kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib.

Dalam definisi-definisi diatas terlihat sekali bahwa kegiatan produksi


dalam perspektif ekonomi Islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan
eksistensinya, meskipun definisi-definisi tersebut berusaha mengelaborasi dari
perspektif yang berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

1
Pusat pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Press,
2009), Hal . 230.
2
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004), Hal.
255.

2
kepentingan manusia yang sejalan dengan moral Islam, harus menjadi fokus
atau target dari kegiataan produksi. Produksi adalah proses mencari,
mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka
meningkatkan mashlahah bagi manusia.3 Dalam memproduksi membutuhkan
faktor-faktor produksi, yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi.
Faktor-faktor produksi meliputi tenaga kerja, modal, sumber daya alam, skill
atau teknologi. Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara faktor produksi
(input) dan hasil produksi (output).4

B. Tujuan Produksi
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan
untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi
dalam islam yang bertujuan untuk memberikan Mashlahah yang maksimum
bagi konsumen. Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah
memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada
dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan
produksi adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam
berbagai bentuk diantaranya:

1. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat.


2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
3. Menyiapkan persediaan barang atau jasa di masa depan.
4. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.

Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan sarana


kebutuhan manusia pada takaran moderat. Hal ini akan menimbulkan
setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan
jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan keinginan
konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki manfaat riil bagi
kehidupan yang islami. Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi

3
Pusat pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, Hal. 230.
4
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Hal. 255.

3
hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan jasa secara
berlebihan tidak saja menimbulkan kemubaziran, tetapi juga menyebabkan
terkurasnya sumber daya ekonomi ini secara cepat.
Meskipun poduksi hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia tidak
berarti bahwa produsen sekadar bersikap reaktif terhadap kebutuhan konsumen.
Produsen harus proaktif, kreatif dan inovatif menemukan berbagai barang dan
jasa yang memang dibutuhkan oleh manusia. Sikap proaktif ini juga harus
berorientasi kedepan, dalam arti: pertama, menghasilkan barang dan jasa yang
bermanfaat bagi kehidupan masa mendatang. Kedua, menyadari bahwa sumber
daya ekonomi, baik natural resources atau non natural resources, tidak hanya
diperuntukkan bagi manusia yang hidup sekarang, tetapi juga untuk generasi
mendatang.
Orientasi kedepan ini akan mendorong produsen untuk terus menerus
melakukan riset dan pengembangan guna menemukan berbagai jenis
kebutuhan, teknologi yang diterapkan, serta berbagai standar lain yang sesuai
dengan tuntutan masa depan. Efisiensi dengan sendirinya juga akan senantiasa
dikembangkan, sebab dengan cara inilah kelangsungan dan kesinambungan
pembangunan akan terjaga. Ajaran islam juga memberikan peringatan yang
keras terhadap prilaku manusia yang gemar membuat kerusakan dan
kebinasaan, termasuk kerusakan lingkungan hidup, demi mengejar kepuasaan.
Tujuan yang terakhir yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan
ibadah kepada Allah. Sebenarnya ini merupakan tujuan produksi yang paling
orisinal dari ajaran islam. Dengan kata lain, tujuan produksi adalah
mendapatkan berkah, yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh pengusaha
itu sendiri.5

C. Faktor-Faktor Produksi dalam Ekonomi


a. Faktor tanah/alam

5
Pusat pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, Hal. 233.

4
Dalam pandangan ekonomi klasik, tanah dianggap sebagai suatu
faktor produksi penting mencakup semua sumber daya alam yang
digunakan dalam proses produksi. Islam mengakui tanah sebagai faktor
produksi, namun setepat dalam arti sama yang digunakan di zaman modern.
Islam memberi terapi kepada alam sebagai salah satu faktor produksi, ia
mengizinkan pemilikannya agar produksi bertambah, sebagaimana kita
lihat pada usaha menghidupkan tanah mati dan waris. Hal ini dimaksudkan
untuk memberi dorongan kepada seseorang dalam mengembangkan
(mengelola) tanah.6
b. Faktor tenaga kerja
Faktor tenaga kerja dalam aktivitas produksi merupakan upaya yang
dilakukan manusia, baik berupa kerja pikiran maupun kerja jasmani atau
kerja pikir sekaligus jasmani dalam rangka menghasilkan barang-barang
dan jasa ekonomi yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini juga berarti bahwa
tenaga kerja merupakan aktivitas yang dicurahkan manusia sebagai warga
masyarakat dalam andilnya menghasilkan barang-barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan dan memuaskan keinginan-keinginan warga
masyarakat yang lain.
c. Faktor modal
Di dalam sistem Islam modal (sebagai hak milik) adalah amanah dari
Allah yang wajib dikelola secara baik. Manusia atau para pengusaha hanya
diamanahi oleh Allah untuk mengelola harta atau modal itu sehingga
modal itu dapat berkembang.
d. Faktor manajemen/organisasi
Islam menyuruh melakukan manajemen dan mengharuskan kepada
manajemer untuk mengikuti jalan keadilan dan menjauhi jalan yang akan
membahayakan masyarakat. Atas dasar tersebut manajer Islam

6
Muslich, Etika Bisnis Islami Landasan Filosofis, Normatif dan Substansi Implementatif
(Yogyakarta: Ekonisia, 2004), Hal. 222.

5
mengharamkan untuk mengatur produksi barang-barang yang haram dan
tidak membolehkan perencanaan produksi barang-barang seperti ini.7

Secara lebih ringkas faktor-faktor produksi dapat dikategorikan dalam dua


faktor, yaitu alam dan kerja. Qardhawi selanjutnya menjelaskan bahwa alam
adalah kekayaan yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan manusia.
Kerja adalah segala kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia
baik jasmani maupun akal pikiran, untuk mengolah kekayaan alam ini bagi
kepentingannya. Mengapa Qardhawi tidak memasukkan faktor modal. Ia
menjelaskan, bahwa modal dalam bentuk alat dan prasarana adalah hasil dari
kerja. Modal adalah kerja yang disimpan. Atas dasar itu maka unsur yang
paling penting dan rukun yang paling besar dalam proses produksi adalah amal
(kerja) usaha, dengannya bumi diolah dan dikeluarkan segala kebaikan dan
kemanfaatannya sehingga menghasilkan produksi yang baik. Nilai dan moral
Islam yang melekat dalam aktivitas produksi, akan menjadikan aktivitas
produksi yang efisien.8

D. Prinsip-Prinsip Produksi dalam Ekonomi Islam


Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai
Rabb dari alam semesta. Seperti dalam Q.S. Al-Jaatsiyah ayat 13 berikut ini:

‫ض َج ِمي ًعا ِم أنهُ ِإ َّن ِفي ذَ ِل َك ََل َيات لَّقَ أوم‬


ِ ‫ت َو َما فِي أاْل َ أر‬ َّ ‫س َّخ َر لَ ُكم َّما فِي ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬ َ ‫َو‬
َ‫َيت َ َف َّك ُرون‬
Artinya: “Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir.”

Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam,


dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi

7
Muslich, Etika Bisnis Islami Landasan Filosofis, Normatif dan Substansi Implementatif, Hal. 222-
228.
8
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Hal. 221.

6
itu sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah
(kebahagiaan), demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang
dan jasa.
Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah Saw memberikan arahan mengenai
prinsip-prinsip produksi,yaitu sebagai berikut:
1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah
memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi
dan langit berserta segala apa yang ada di antara keduanya karena sifat
Rahman dan Rahim-Nya bkepada manusia. Karenanya sifat tersebut juga
harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi dan langit dan
segala isinya.
2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf
Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang
didasarkan pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi
Islam tidak membenarkan penuhan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan
dalam arti melepaskan dirinya dari Al-qur’an dan Hadis.
3. Teknik produksi diserahklan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
Nabi pernah bersabda:”kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam
menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat.
Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan
segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada
keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan ketetapan-Nya,
sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama-agama sealin Islam.
Seseungguhnyan Islam mengingkari itu semua dan menyuruh bekerja dan
berbuat, bersikap hati-hati dan melaksanakan selama persyaratan. Tawakal
dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah SWT. Sebagai
pemilik hak prerogatif yang menentukan segala sesuatu setelah segala
usaha dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.9

9
Mustafa Edwin, dkk, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2007), Hal. 108.

7
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:
1. Memproduksikan barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi,
memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan
masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi
harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan
kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan
keturunan/kehormatan, serta untuk kemakmuran material.
4. Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan
prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan
material. Juga terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, di mana
dalam kaitan tersebut para ahli fiqh memandang bahwa pengembangan di
bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah,
yang dengannya manusia biasa melaksanakan urusan agama dan dunianya.
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual
maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran
rohaniahnya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual,
kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik,kesehatan, efisiensi, dan
sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohiah individu mewarnai kekuatan-
kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohaniah menjadi unsur
penting dalam produksi Islami.10

E. Nilai dan Moral dalam Berproduksi


Produksi dipandang oleh para ahli ekonomi sebagai upaya menciptakan
kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan
lingkungan. Jika definisi ini yang digunakan, berarti produksi disini dianggap
sebagai cara dan alat serta metode. Jika ini dikaitkan dengan tujuan, nilai dan

10
Mustafa Edwin, dkk, Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam, Hal. 110.

8
aturan berproduksi maka pemahaman ini adalah keliru. Oleh karena itu perlu
dijelaskan atau diluruskan bagaimana sebetulnya pandangan produksi yang
benar menurut nilai dan moral Islam.11
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat
terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain,
seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang
islami. Metwally mengatakan, “perbedaan dari perusahan-perusahan non
muslim tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan
ekonomi dan strategi pasarnya.”
Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga
nilai utama dalm ekonomi islam, yaitu: khilafah, adil, dan takaful. Secara lebih
rinci nilai-nilai islam dalam produksi meliputi:
1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat.
2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal.
3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan dan kebenaran.
4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis.
5. Memuliakan prestasi atau produktifitas.
6. Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi.
7. Menghormati hak milik individu.
8. Mengikuti syart sah dan rukun akad/transaksi.
9. Adil dalam bertransaksi.
10. Memiliki wawasan sosial.
11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak.
12. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam.12

Penerapan nilai-nilai diatas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan


keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi
keuntungan dan berkah yang diproleh oleh produsen merupakan satu
mashlahah yang akan member kontribusi bagi tercapinya falah. Dengan cara

11
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Hal. 221.
12
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, Hal . 252.

9
ini, maka produsen akan memperoleh kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan
tidak saja di dunia tetapi juga diakhirat.13

Prinsip produksi juga dikemukakan Yusuf Qardawi diantaranya adalah:


1. Berproduksi dalam lingkaran halal
Prinsip etika dalam produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap
muslim, baik individu maupun kelompok adalah berpegang pada semua
yang dihalalkan Allah dan tidak melewati batas. Benar bahwa daerah halal
itu luas, tetapi mayoritas jiwa manusia yang ambisius merasa kurang puas
dengan hal yang halal. Maka akan banyak kita temukan jiwa manusia yang
tergiur kepadasesuatu yang haram dengan melanggar hukum-hukum Allah.
2. Memberi perlindungan pada kekayaan alam
Etika yang terpenting adalah menjaga sumber daya alam karena alam
merupakan nikmat dari Allah kepada hambaNya. Setiap hamba wajib
mensyukurinya dengan menjaga sumber daya alam dari polusi,
kehancuran atau kerusakan. Kerusakan dibumi terdiri dari dua bentuk,
yaitu kerusakan materi dan kerusakan spiritual. Bentuk kerusakan materi
misalnya sakitnya manusia, pencemaran alam, binasanya makhluk,
terlantarnya kekayaan, dan terbuangnya manfaat. Adapun kerusakan
bentuk spiritual adalah tersebarnya kezaliman, meluasnya kebatilan,
kuatnya kejahatan, rusaknya hati kecil dan gelapnya otak. Kedua
kerusakan ini adalah tindakan kriminal yang tidak diridhai Allah.
Menurut Monazer Khaf, tujuan produksi adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia tidak hanya kondisi materialnya, tetapi juga moral
sebagai sarana untuk mencapai tujuan di hari akhirat. Menurut Monzer ada
tiga implikasi penting:
Pertama, produk-produk yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai
moral dilarang untuk diproduksi sebagaimana ditetapkan dalam Al-Quran.
Begitu juga Allah melarang semua jenis kegiatan da hubungan industri
yang menurunkan martabat manusia, atau yang menyebabkan dia

13
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, Hal . 252.

10
terperosok ke dalam kejahatan karena keinginan untuk meraih tujuan
ekonomi semata-mata.
Kedua, aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan
dengan proses produksi. Sebenarnya distribusi keuntungan dari produksi
diantara sebagaian besar orang dan dengan cara seadil-adilnya adalah
tujuan utama ekonomi pada umumnya. Sedangkan sistem ekonomi Islam
lebih terkait dengan kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan
sistem yang ada atau dengan berbagai tipe kapitalisme tradisional.
Ketiga, Masalah ekonomi hadir bukan karena banyak berkaitan
dengan kebutuhan hidup, tetapi timbul karena kemalasan dan kealpaan
manusia dalam usahanya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dari
annugerah Allah baik dalam bentuk sumber-sumber manusiawi maupun
sumber-sumber alami.
Pembahasan tentang faktor produksi dalam ekonomi Islam, menurut
A.H.M Sadeq, belum ada kesepakatan diantara penulis-penulis muslim.
Sebagian mereka menyebutkan empat faktor produksi: sumber daya alam,
sumber daya manusia, modal dan manajemen. Dan yang lain berpendapat
bahwa faktor produksi hanya tiga: sumber daya alam, sumber daya
manusia dan modal.14

14
Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2003), Hal. 6-9.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa
yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Beberapa ahli ekonomi Islam
memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian produksi, meskipun
substansinya sama.
Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan
kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya:
1. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat.
2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
3. Menyiapkan persediaan barang atau jasa di masa depan.
4. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.
Secara lebih ringkas faktor-faktor produksi dapat dikategorikan dalam dua
faktor, yaitu alam dan kerja. Mengapa Qardhawi tidak memasukkan faktor
modal. Modal adalah kerja yang disimpan. Atas dasar itu maka unsur yang
paling penting dan rukun yang paling besar dalam proses produksi adalah amal
(kerja) usaha, dengannya bumi diolah dan dikeluarkan segala kebaikan dan
kemanfaatannya sehingga menghasilkan produksi yang baik.
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam,
dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi
itu sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah
(kebahagiaan), demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang
dan jasa.
Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga
nilai utama dalm ekonomi islam, yaitu: khilafah, adil, dan takaful. Penerapan
nilai-nilai tersebut dalam produksi tidak saja akan mendatangkan keuntungan
bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan
dan berkah yang diproleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang akan
member kontribusi bagi tercapinya falah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Edwin, Mustafa, dkk. Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2007.

Effendi, Rustam. Produksi dalam Islam. Yogyakarta: Perpustakaan Nasional RI,


2003.

Muhammad. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: BPFE-


Yogyakarta, 2004.

Muslich. Etika Bisnis Islami Landasan Filosofis, Normatif dan Substansi


Implementatif. Yogyakarta: Ekonisia, 2004.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. Ekonomi Islam. Jakarta:


Rajawali Press, 2009.

13

Anda mungkin juga menyukai