Anda di halaman 1dari 6

A.

Latar Belakang Kebijakan Fiskal Peraturan Pemerintah Nomor 23


Tahun 2018 Tentang Pajak atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Pada pertengahan tahun 2013 pemerintah telah mengeluarkan Peraturan


Pemerintah No 46 tahun 2013 (PP 46/2013) tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan ini sejatinya ditujukan untuk Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sebab peraturan ini mengatur
pengenaan pajak untuk wajib pajak yang memiliki omset kurang dari 4.8M dalam
satu tahun. Salah satu alasan diterbitkannya PP 46/2013 adalah untuk memberikan
kepastian peraturan dan kemudahan dalam urusan perpajakan bagi UMKM yang
pada saat itu sedang berkembang.

Menurut data Badan Pusat Statistika, jumlah UMKM Indonesia tahun


2013 adalah 57.895.721 unit, sedangkan pertumbuhan jumlah UMKM Indonesia
tahun itu sebesar 2,41%. Adapun menurut Warta KUMKM Vol 5 (2016:5),
kontribusi UMKM terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari
tahun 2009-2013 mencapai 57,6% per tahun, dengan rata-rata pertumbuhan 6,7%.

Prokontra terkait dengan PP 46/2013 sendiri juga telah lama berdengung.


Aspek keadilan merupakan salah satu kontra yang sering disoroti mengingat pajak
penghasilan PP 46/2013 termasuk dalam pajak final. Pajak yang bersifat final
tidak memandang apakah hasil akhir dari usaha wajib pajak tersebut laba atau
rugi, sepanjang wajib pajak memiliki omset maka wajib pajak harus membayar
pajak. Dalam kondisi akhir penghasilan bersih dalam satu tahun kurang dari
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), wajib pajak orang pribadi UMKM tetap
membayar pajak sedangkan wajib pajak orang pribadi karyawan tidak.

Tak heran jika wajib pajak mengeluh terkait tarif satu persen dari omset
tersebut, sehingga akhirnya Presiden Jokowi mengajukan usulan untuk
menurunkan tarif pajak bagi wajib pajak UMKM. Beliau awalnya mengajukan
usul penurunan tarif pajak menjadi 0.25% dari omset. Namun, setelah melakukan
beberapa kali rapat dengan para menteri terkait, pemerintah sepakat untuk hanya

1
menurunkan tarif pajak sampai 0.5%. Ketentuan ini dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah 23/2018. Penurunan tarif hanya diberikan sampai 0,5% karena
penerimaan negara dapat mengalami penurunan yang signifikan dalam jangka
pendek. Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan bahwa negara
dapat kehilangan penerimaan 1-1.5 triliun di tahun 2018 karena penyesuaian tarif
baru PP 23/2018.

Sejak 1 Juli 2018, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah


Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu (PP 23/2018). Salah satu poin penting yang terkandung dalam PP
23/2018 ini adalah adanya penurunan tarif PPh Final UMKM yang semula 1%
berubah menjadi 0,5%.

• Dasar Penetapan Tarif PPh Final UMKM

Salah satu alasan yang paling mendasari penurunan tarif ini adalah
banyaknya keluhan dari para pelaku UMKM di berbagai daerah. Tarif 1%
dianggap terlalu memberatkan usaha UMKM sehingga banyak UMKM yang
sengaja menghindari urusan perpajakan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan iklim
perpajakan yang lebih baik, Pemerintah akhirnya melakukan penghitungan ulang
tarif PPh Final agar lebih sesuai dan tidak memberatkan UMKM.

Dalam jangka pendek, penurunan tarif ini diprediksi akan mengurangi


penerimaan pajak hingga Rp1,5 Triliun. Meski demikian, kondisi ini akan kembali
stabil dalam jangka panjang karena adanya pertumbuhan bisnis UMKM, serta
adanya peningkatan basis pajak yang diprediksi akan naik hingga 2 kali lipat.
Manfaat Penurunan Tarif PPh Final UMKM bagi Pengusaha:

1. Penurunan tarif PPh Final UMKM dari yang semula 1% menjadi 0,5%
akan mengurangi beban pajak para pelaku UMKM. Sisa hasil usaha
dengan penurunan pembayaran pajak ini diharapkan bisa digunakan untuk
mengembangkan usahanya atau melakukan investasi. Dengan demikian,
diharapkan bisa menaikkan kelas UMKM, yang semula mikro menjadi
kecil, dan yang semula kecil menjadi menengah.

2
2. Tarif yang rendah diharapkan dapat meningkatkan minat partisipasi
masyarakat untuk terjun ke dunia UMKM tanpa perlu khawatir akan
dibebani oleh tarif pajak.
3. Tarif yang rendah juga dapat mendorong kepatuhan perpajakan UMKM
meningkat, sehingga menguatkan basis data perpajakan Direktorat
Jenderal Pajak. Dengan demikian, pelaku UMKM semakin berperan dalam
menggerakkan roda ekonomi untuk memperkuat ekonomi formal.
4. Kepatuhan dalam membayar pajak juga dapat memperluas kesempatan
para pelaku usaha UMKM untuk memperoleh akses terhadap dukungan
finansial dengan lebih mudah.
5. Melakukan kewajiban perpajakan dapat menunjukkan bahwa kondisi
keuangan suatu UMKM sedang berjalan dengan baik, sehingga akan
memberikan nilai lebih dalam sektor formal, misalnya dalam menjalin
kerja sama bisnis, ataupun dalam branding UMKM itu sendiri.

• Peningkatan Pajak dari Tahun ke Tahun dan Batas Penghasilan di


Bawah 4,8 Miliar

Sejak pertama kali disahkannya PP 46/2013, pendapatan pajak dari sektor


UMKM terus mengalami peningkatan. Dari tahun ke tahun, jumlah basis pajak
terus mengalami peningkatan, sehingga secara otomatis penerimaan pajak negara
juga ikut meningkat. Adapun rincian peningkatan pajak dari tahun ke tahun adalah
sebagai berikut:

1. Pada 2013, sebanyak 220 ribu UMKM melakukan pembayaran pajak,


sehingga penerimaan negara mengalami peningkatan sebanyak Rp428
Miliar.
2. Pada 2014, terjadi peningkatan basis pajak yang signifikan, yakni
sebanyak 532 ribu UMKM, sehingga penerimaan negara meningkat
menjadi Rp2,2 Triliun.
3. Pada 2015, basis pajak UMKM juga mengalami peningkatan, yakni
sebesar 780 ribu UMM, sehingga penerimaan negara meningkat menjadi
Rp 3,5 Triliun.

3
4. Pada 2016, basis pajak UMKM terus meningkat menjadi 1,45 Juta
UMKM, sehingga penerimaan negara meningkat menjadi Rp 5,8 Triliun.
5. Pada 2017, basis pajak juga mengalami peningkatan meski tidak
signifikan, yakni menjadi 1,5 Juta UMKM saja. Sedangkan penerimaan
negara tetap berada di kisaran Rp 5,8 Triliun.

Ambang batas penghasilan Wajib Pajak yang dikenai PPh Final dalam PP
Nomor 23 Tahun 2018 tidak berubah, yakni senilai 4,8 Miliar. Batasan nilai
tersebut menargetkan UMKM sebagai target pajak. Tujuannya agar pemerintah
dapat merangkul sebanyak mungkin UMKM untuk terlibat dalam sistem
perpajakan. Skema PPh Final 0,5% dapat dimanfaatkan oleh UMKM seperti
koperasi, CV, Firma, dan PT yang memperoleh penghasilan dengan peredaran
bruto di bawah 4,8 Miliar.

Kebijakan tentang PPh Final 0,5% memiliki grace period atau batas waktu
(kebijakan sunset clause1). Ini merupakan salah satu hal yang membedakan
dengan peraturan sebelumnya. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

1. 4 tahun pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, CV, atau
Firma.
2. 3 tahun pajak bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas.

Setelah batas waktu tersebut berakhir, Wajib Pajak akan kembali


menggunakan skema tarif normal sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008. Hal ini bertujuan untuk mendorong Wajib Pajak
agar menyelenggarakan pembukuan dan pengembangan usaha.

B. Analisa Kasus

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013,


berkaitan dengan pajak UKM, PPh Final adalah pajak atas penghasilan dari usaha
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Tarif PPh Final UKM yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebesar 1% yang dikenakan atas
peredaran bruto (omzet) usaha sebesar Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak terakhir.

4
Besaran PPh Final ini kemudian diturunkan menjadi 0,5% lewat PP Nomor 23
Tahun 2018.

PP No. 23 Tahun 2018 mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018 sekaligus
mencabut dan menggantikan PP No. 46 Tahun 2013. Pemberlakuan grace period
dimaksudkan sebagai masa pembelajaran bagi Wajib Pajak untuk dapat
menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai Pajak Penghasilan dengan rezim
umum. Wajib Pajak berdasarkan PP 23/2018 dapat memilih untuk tidak dikenai
PPh final namun selanjutkan Wajib Pajak tersebut dikenai PPh berdasarkan tarif
Pasal 17.

C. Simpulan

Melalui kebijakan publik yang terkait dengan kebijaksanaan fiskal


pemerintah, terjadi peningkatan pendapatan negara sejak tahun 2013 hingga 2016.
Namun pada tahun 2017, pendapatan negara tidak mengalami perubahan atau
mencapai jumlah yang sama dengan periode tahun sebelumnya. Sektor swasta,
terutama dari pihak UMKM menunjukkan penurunan kinerja dikarenakan PPh
final 1% mulai dirasa memberatkan sejak tahun 2016. Oleh karena itu, pemerintah
melakukan perubahan terkait kebijakan fiskal melalui kebijakan publik berskala
nasional dengan menerbitkan PP 23/2018 agar dapat kembali mendorong kinerja
sektor UMKM untuk kepentingan kestabilan perekonomian negara dalam jangka
panjang.

PP 23/2018 menurut kami turut membantu menjaga kestabilan negara


dengan mencegah timbulnya inflasi secara berlebihan, melambatkan laju
pertumbuhan pengangguran, sekaligus mempertahankan kepercayaan masyarakat
terhadap kinerja pemerintah terutama dari sisi pengelolaan perekonomian negara.

Sunset clause1: A provision in a Bill that gives it an expiry date once it is passed
into law. Sunset clauses are included in legislation when it is felt that Parliament
should have the chance to decide on its merits again after a fixed period.
(Ketentuan dalam RUU yang memberikannya tanggal kadaluwarsa setelah
disahkan menjadi undang-undang. Klausa matahari terbenam termasuk dalam

5
undang-undang ketika dirasakan bahwa Parlemen harus memiliki kesempatan
untuk memutuskan manfaatnya lagi setelah periode yang tetap).

Istilah Sunset Policy digunakan untuk menggambarkan kebijakan pemerintah


yang pernah diterapkan di Indonesia yaitu pemberian penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan
pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-undang Nomor
28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

SUMBER PUSTAKA:

https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/tarif-pph-final-umkm-pengusaha/, diunggah
oleh klikpajak by mekari MITRA RESMI Direktorat Jendral Pajak
Indonesia. Diakses pada Sabtu 23 November 2019, 16:10 WIB.

https://pajak.go.id/artikel/dari-pp-462013-hingga-pp-232018, diunggah oleh


Shinta Amalia, Pegawai Direktorat Jendral Pajak. Diakses pada Sabtu 23
November 2019, 15:45 WIB.

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/82680/pp-no-23-tahun-2018, diunggah
oleh Sekertariat Website JDIH BPK RI. Diakses pada Sabtu 23 November
2019, 15:45 WIB.

https://www.parliament.uk/site-information/glossary/sunset-clause/, diakses pada


Sabtu 23 November 2019, 17:02 WIB.

Republik Indonesia. 2013. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46


Tahun 2013 Tentang Pajak atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Republik Indonesia. 2018. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23


Tahun 2018 Tentang Pajak atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Anda mungkin juga menyukai