Anda di halaman 1dari 80

ASPEK GEOTEKNIK

Tanah sebagai material konstruksi, ini berarti tanah merupakan suatu bahan atau
material yang digunakan untuk membangun suatu bangunan , konstruksi tanggul,
bendungan tanah, ataupun dasar jalan . Selain itu, tanah juga digunakan sebagai
bahan dasar dari pembuatan beberapa bahan bangunan seperti genteng dan batu
bata. Jadi sudah jelas bahwa tanah memiliki peran penting pada suatu bangunan
konstruksi, baik itu sebagai tempat di dirikannya suatu konstruksi, pendukung pondasi
ataupun sebagai material konstruksi. Jika tidak ada tanah, bisa dipastikan tidak akan
ada bangunan yang dapat berdiri kokoh.

Pandangan Teknik Sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-
endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan
antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zar organik, atau
oksida-oksida yang mengendap di antara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-
partikel dapat berisi air, udara, ataupun keduanya.
Proses terjadinya tanah adalah dari pelapukan batuan atau proses geologi lainnya
yang terjadi di dekat permukaan bumi membentuk tanah.
Proses pembentukan tanah dari batuan induknya dibagi menjadi proses fisik
maupunproses kimia.
a. Proses secara fisik : proses batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dapat
terjadi akibat adanya pengaruh erosi, angin, air, manusia, atau hancurnya partikel
tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Partikel-partikel dapat berbentuk bulat,
bergerigi maupun bentuk-bentuk di antaranya.
b. Proses secara kimia : proses pelapukan terjadi oleh pengaruh oksigen, karbon
dioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali) dan proses-proses kimia
yang lain.
Jenis tanah berdasar letak hasil pelapukan
a. Tanah Residual : hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya (residual soil)
b. Tanah terangkut : hasil pelapukan telah berpindah tempatnya (transported soil).
Istilah jenis tanah
a. Istilah jenis tanah yang menggambarkan ukuran partikel: kerikil, pasir, lempung,
lanau, atau lumpur.

0
b. Istilah jenis tanah yang menggambarkan sifat tanah yang khusus. Sebagai contoh,
lempung adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, sedang pasir
digambarkan sebagai tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis.
Dalam kondisi alam, kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran lebih dari
satu macam ukuran partikelnya.
Ukuran partikel tanah dapat bervariasi dari lebih besar dari 100 mm sampai dengan
lebih kecil dari 0,001 mm.

1
TANAH
a. Fase Tanah
Secara umum, tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian, kemungkinan tersebut
adalah:
a) Tanah kering, hanya terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori
udara.
b) Tanah jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air
pori.
c) Tanah tidak jenuh terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat atau butiran, pori-
pori udara, dan air pori.
Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang
ditunjukkan Gambar berikut (1):

Gambar (a) di atas memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V dan
berat total W, sedang Gambar (b) memperlihatkan hubungan berat dan volumenya.
Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut :
W = WS + WW (1)
dan
V = Vs + Vw + Va (2)
Vv = Vw + Va (3)
dengan :
Ws = berat butiran padat
Vw = berat air
Vs = volume butiran padat
Vw = volume air
Va = volume udara
Wa (berat udara) dianggap sama dengan nol.

Hubungan-hubungan antar parameter tanah tersebut di atas adalah sebagai berikut :


Kadar air ( w ), yakni perbandingan antara berat air ( Ww ) dengan berat butiran ( Ws )
dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

2
(4)

(4)
Porositas ( n ), yakni perbandingan antara volume rongga ( Vv ) dengan volume total
( V ). dapat digunakan dalam bentuk persen maupun desimal.

(5)

Angka pori ( e ), perbandingan volume rongga ( Vv ) dengan volume butiran ( Vs ).


Biasanya dinyatakan dalam desimal.

(6)

Berat volume basah ( 𝛾b ), adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk
air dan udara ( W ) dengan volume tanah ( V ).

(7)

dengan
W = Ww + Ws + Wv ( Wv = berat udara = 0 ). Bila ruang udara terisi oleh air
seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.
Berat volume kering ( 𝛾d ), adalah perbandingan antara berat butiran ( Ws ) dengan
volume total ( V ) tanah.

(8)

Berat volume butiran padat ( 𝛾 s ), adalah perbandingan antara berat butiran padat
( Ws ) dengan volume butiran padat ( Vs ).
(9)

Berat jenis ( specific gravity ) tanah ( Gs ), adalah perbandingan antara berat volume
butiran padat ( s ) dengan berat volume air ( w ) pada temperatur 4o C.

( 10 )

Gs tidak berdimensi. Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2,65 sampai
2,75. Nilai berat jenis sebesar 2,67 biasanya digunakan untuk tanah-tanah tak
berkohesi. Sedang untuk tanah kohesif tak organik berkisar di antara 2,68 sampai 2,72.
Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah diberikan dalam Tabel 1.

3
Tabel 1. Berat jenis tanah
Macam Tanah Berat Jenis Gs
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
Derajat kejenuhan ( S ), adalah perbandingan volume air ( Vw) dengan volume total
rongga poritanah ( Vv ). Biasanya dinyatakan dalam persen.

( 11 )

Tanah jenuh, maka S = 1. Berbagai macam derajat kejenuhan tanah ditampilkan


pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Derajat kejenuhan dan kondisi tanah
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan S
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah Jenuh 1

Dari persamaan-persamaan tersebut di atas dapat disusun hubungan antara masing-


masing persamaan, yaitu :
(a) Hubungan antara angka pori dengan porositas.

( 12 )

( 13 )

(b) Berat volume basah dapat dinyatakan dalam rumus berikut


( 14 )

(c) Untuk tanah jenuh air ( S = 1 )


( 15 )

4
(d) Untuk tanah kering sempurna

( 16 )

(e) Bila tanah terendam air, berat volume dinyatakan sebagai 𝛾 , dengan

𝛾 = 𝛾sat − 𝛾w ( 17 )

Bila w = 1, maka 𝛾 = 𝛾 sat − 1 ( 18 )


Nilai-nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dari
berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi (1947) seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai n, e, w, 𝛾 d dan 𝛾 untuk tanah keadaan asli lapangan.


b
Macam tanah n E w 𝛾𝑑 𝛾𝑏
(%) (%) (g / (g /
3
cm ) cm3)
Pasir seragam, tidak padat 46 0,85 32 1,43 1,89
Pasir seragam, padat 34 0,51 19 1,75 2,09
Pasir berbutir campuran, 40 0,67 25 1,59 1,99
tidak padat 30 0,43 16 1,86 2,16
Pasir berbutir campuran, 66 1,90 70 − 1,58
padat 75 3,0 110 − 1,43
Lempung lunak sedikit
organis
Lempung lunak sangat
organis

(f) Kerapatan relatif ( relative density )

( 19 )

dengan
emak = kemungkinan angka pori maksimum
emin = kemungkinan angka pori minimum
e = angka pori pada keadaan aslinya
Angka pori terbesar atau kondisi terlonggar dari suatu tanah disebut dengan angka pori
maksimum ( emak ). Angka pori maksimum ditentukan dengan cara menuangkan pasir

5
kering dengan hati-hati dengan tanpa getaran ke dalam cetakan ( mold ) yang telah
diketahui volumenya. Dari berat pasir di dalam cetakan, emak dapat dihitung.
Angka pori minimum ( emin ) adalah kondisi terpadat yang dapat dicapai oleh tanahnya.
Nilai emin dapat ditentukan dengan menggetarkan pasir kering yang diketahui beratnya,
ke dalam cetakan yang telah diketahui volumenya,kemudian dihitung angka pori
minimumnya.
Pada tanah pasir dan kerikil, kerapatan relatif ( relative density ) digunakan untuk
menyatakan hubungan antara angka pori nyata dengan batas-batas maksimum dan
minimum dari angka porinya. Persamaan ( 19 ) dapat dinyatakan dalam persamaan
berat volume tanah, sebagai berikut :

( 20 )
atau

( 21 )

Dengan cara yang sama dapat dibentuk persamaan :

( 22 )
dan

( 23 )

dengan 𝛾 d (mak), 𝛾 d (min), dan d berturut-turut adalah berat volume kering maksimum,
minimum, dan keadaan aslinya. Substitusi persamaan ( 20 ) sampai ( 23 ) ke dalam
persamaan (19 ) memberikan,

( kerapatan relatif biasanya dinyatakan dalam %) ( 24 )

Kepadatan relatif ( relative compaction ) adalah perbandingan berat volume kering


pada kondisi yang ada dengan berat volume kering maksimumnya atau,

( 25 )

6
Hubungan antara kerapatan relatif dengan kepadatan relatif adalah :

( 26 )
dengan R 0 = d (min) / d (mak)
Lee dan Singh (1971) memberikan hubungan antara kepadatan relatif dan kerapatan
relatif sebagai :
R c = 80 + 0,2 Dr ( 27 )
D
engan Dr dalam persen

b. Partikel Tanah

Ukuran dari partikel tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup besar.
Tanah pada umumnya dapat disebut sebagai kerikil (Gravel), pasir (Sand), lanau (Silt)
dan lempung (Clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah
tersebut. Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya,
bebarapa organisasi telah mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan jenis
tanah (soil-separate-size limits), pada tabel (4) berikut :

7
c. Mineral Lempung

 Susunan Tanah Lempung

Pelapukan akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran


koloid dengan diameter butiran lebih kecil darl 0,002 mm, yang disebut mineral
lempung. Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang mempunyai
permukaan khusus. Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi
oleh gaya-gaya permukaan. Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang
diklasifikasikan sebagai mineral lempung ( Kerr, 1959). Di antaranya terdiri dari
kelompok-kelompok :montmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Kelompok yang
lain, yang perlu diketahui adalah: chlorite, vermiculite, dan halloysite.
Susunan kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan aluminium
oktahedra (Gambar 2a). Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh
elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagal substitusi isomorf.
Kombinasi dari susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng disajikan dalam
simbol, dapat dilihat pada Gambar 2b.

Gambar 2. Mineral-mineral lempung

Bermacam-macam lempung terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari susunan


lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.
Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran
silika tetrahedra dengan satu lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan
setebal 7,2 Ao (1 angstrom = 10-10 m) (Gambar 3a). Kedua lembaran terikat bersama-
sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan

8
lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran
silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 3b). Pada
keadaan-tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar
dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara
lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel
satuannya.
Halloysite hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan lebih acak
ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. jika lapisan tunggal
air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain.
Maka, sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan berubah secara
tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal molekul airnya. Sifat
khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai silinder-silinder
memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.

Gambar 3 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)


(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)

Gambar 4 (a) Diagram skematik struktur montmorillonite (Lambe, 1953)


(b) Struktur atom montmorillonite (Grim, 1959)

9
Montrnorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk oleh dua
lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar 4a). Lembaran
oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur
dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal
(Gambar 4b). Dalam lembaran oktahedra terdapat subtitusi parsial aluminium oleh
magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung
lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra,
air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. jadi,
kristal montmorillonitesangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang
kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonitesangat mudah
mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya
dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.
illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite.
Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang
terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat
subtitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra
terdapat pula subtitusi silikon oleh aluminium (Gambar 5). Lembaran-lembaran terikat
bersama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-
lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan
hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan
ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan illite tidak mengembang oleh
gerakan air di antara lembaran-lembarannya.

Gambar 5. Diagram skematik struktur illite (Lambe, 1953)


10
 Pengaruh Air pada Tanah Lempung
Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh,
kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi,
jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi
dan getaran lainnya sangat mempengaruhl kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran
halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah
berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan
mempengaruhi plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai
faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg
digunakan untuk keperluan identifikasi tanah ini.
Partikel-partikel lempung, mempunyai muatan listrik negatif. Dalam suatu kristal yang
ideal, muatan-muatan negatif dan positif seimbang. Akan tetapi, akibat substitusi
isomorf dan kontinuitas perpecahan susunannya, terjadi muatan negatif pada
permukaan partikel lempungnva. Untuk mengimbangi muatan negatif tersebut, partikel
lempung menarik ion muatan positif (kation) dari garam yang ada di dalam air porinya.
Hal ini disebut dengan pertukaran ion-ion. Selanjutnya, kation-kation dapat disusun
dalam urutan menurut kekuatan daya tarik menariknya, sebagai berikut:
Al3+ > Ca2+ > Mg2+ > NH 4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+
Urutan tersebut memberikan arti bahwa ion Al3+ dapat mengganti ion Ca2+, ion
Ca2+dapat mengganti Na+, dan seterusnya. Proses ini disebut dengan pertukaran
kation. Sebagai contoh : Na ( lempung ) + CaCl 2 Ca ( lempung ) + NaCl
Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran
ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa
garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering. Pada waktu air
ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar
partikelnya (Gambar 6 ).

Gambar 6a. Kation dan anion pada partikel Gambar 6b Sifat dipolar air

11
Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun simetri
di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 6a). Hal ini berarti bahwa satu .molekul air
merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung yang
berlawanan atau dipolar (dobel kutub) (Gambar 6b).

Terdapat 3 mekanisme yang menyebabkan molekul air dipolar dapat tertarik oleh
permukaan partikel lempung secara elektrik (Gambar 7) :
(1) Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung
positif darl dipolar.

Gambar 7. Molekul air dipolar dalam lapisan ganda

(2) Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari
ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang
bermuatan negatif.
(3) Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen antara
atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam molekulmolekul
air.
Air yang tertarik secara elektrik, yang berada di sekitar partikel lempung, disebut
air lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastis tanah lempung adalah akibat
eksistensi dari air lapisan ganda. Ketebalan air lapisan ganda untuk
kristal kaolinite dan montmorillonitediperlihatkan dalam Gambar 8.

Gambar 8. Air partikel lempung


(a) Kaolinite
(b) Montmorillonite (T.W. Lambe, 1960).

12
air lapisan ganda pada bagian paling dalam, yang sangat kuat melekat pada partikel
disebut air serapan (adsorbed water). Pertalian hubungan mineral-mineral dengan air
serapannya, memberikan bentuk dasar dari susunan tanahnya. Tiap-tiap partikel saling
terikat satu sama lain, lewat lapisan air serapannya. Maka, adanya ion-ion yang
berbeda, material organik, beda konsentrasi, dan lain-lainnya akan berpengaruh besar
pada sifat tanahnya. Partikel lempung dapat tolak-menolak antara satu dengan yang
lain secara elektrik, tapi prosesnya bergantung pada konsentrasi ion, jarak antara
partikel, dan faktor-faktor lainnya. Secara sama, dapat juga terjadi hubungan tarik-
menarik antara partikelnya akibat pengaruh ikatan hidrogen, gaya van der Waals,
macam ikatan kimia dan organiknya. Gaya antara partikel berkurang dengan
bertambahnya jarak dari permukaan mineral seperti terlihat pada Gambar 9. Bentuk
kurva potensial sebenarnya akan tergantung pada valensi dan konsentrasi ion, larutan
ion dan pada sifat dari gaya-gaya ikatannya.
Jadi, jelaslah bahwa ikatan antara partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung
akan sangat besar dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral,
tipe, konsentrasi, dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangkan
muatannya. Schofield dan Samson (1954) dalam penyelidikan pada kaolinite, Olphen
(1951) dalam penyelidikan padamontmorillonite, menemukan bahwa jumlah dan
distribusi muatan residu jaringan mineral, bergantung pada pH airnya. Dalam
lingkungan dengan pH yang rendah, ujung partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan
positif dan selanjutnya dapat menghasilkan gaya tarik ujung ke permukaan antara
partikel yang berdekatan. Gaya tarik ini menimbulkan sifat kohesifnya.

Gambar 9. Hubungan potensial elektrostatis, kimia, dan sebagainya, dengan jarak


permukaan lempung
d. Susunan Tanah Granuler

13
Butiran tanah yang dapat mengendap pada suatu larutan suspensi secara individu tak
bergantung pada butiran yang lain (butiran lebih besar 0,02 mm) akan berupa susunan
tunggal. Sebagai contohnya, tanah pasir, kerikil, atau beberapa campuran pasir dan
lanau. Berat butiran menyebabkan butiran itu mengendap. Susunan tanah (Gambar
10) mungkin tidak padat (angka pori tinggi atau kerapatan rendah) atau padat (angka
pori rendah atau kerapatan tinggi). Angka pori tergantung pada distribusi ukuran
butiran, susunan, serta kerapatan butirannya.

Gambar 10. Susunan butiran tanah granuler

Tanah granuler dapat membentuk hubungan sarang lebah (honeycomb) (Gambar 11)
yang dapat mempunyai angka pori yang tinggi. Lengkungan butiran dapat mendukung
beban statis, tapi susunan ini sangat sensitif terhadap longsoran, getaran, atau beban
dinamis. Adanya air dalam susunan butiran yang sangat tidak padat dapat mengubah
sifat-sifat teknisnya.
Kerapatan relatif sangat berpengaruh pada sifat teknis tanah granuler. Karena itu,
diperlukan pengujian terhadap contoh-contoh tanah pasir pada kondisi kerapatan relatif
yang sama seperti kondisi lapangannya. Akan tetapi, pengambilan contoh benda uji
untuk tanah pasir yang longgar di lapangan, sangat sulit. Material ini sangat sensitif
terhadap getaran, sehingga sangat sulit untuk menyamakan kondisinya, sama seperti
kondisi asli di lapangan. Karena itu, dalam praktek digunakan beberapa macam alat
penetrasi untuk mengetahui sifat-sifat tanah granuler. Pada cara ini, nilai tahanan -

penetrasi secara kasar dihubungkan dengan nilai kerapatan relatifnya.


14
Gambar 11. Susunan sarang lebah

Perlu diperhatikan bahwa dalam banyak masalah teknis, karakteristik tanah granuler
tidak cukup hanya ditinjau kerapatan relatifnya saja. Sebab, ada kemungkinan dua
tanah pasir dengan angka pori dan kerapatan relatif yang sama, mempunyai susunan
butiran yang berbeda. Kondisi demikian akan mengakibatkan perbedaan pada sifat
teknisnya. Pada Gambar 12, kedua tanah pasir identik, keduanya mempunyai
distribusi ukuran butiran yang sama dan angka pori yang sama, tapi susunannya jelas
sangat berbeda. Sejarah tegangan yang pernah dialami pada waktu yang lampau,
merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan. Lapisan tanah granuler yang
pernah mengalami pembebanan yang lebih besar dari tekanan yang ada sekarang,.
akan mempunyai sifat tegangan-regangan dan penurunan yang sangat berbeda dari
jenis tanah granuler yang belum pernah menderita beban yang lebih besar dari
sekarang (Lambrecbts dan Leonard, 1978).

Gambar 12. Tanah dengan kerapatan realtif yang sama, tapi susunan butirannya
berbeda (Leonard, 1978)
e. Penyesuaian antara Partikel-partikel Tanah

15
Tinjauan struktur tanah meliputi pertimbangan komposisi mineral dan sifat-sifat elektrik
dari partikel padatnya. Demikian juga mengenai bentuk, penyesuaian terhadap yang
lain, sifat dan kelakuannya terhadap air tanah, komposisi ion, serta gaya tarik antara
partikelnya. Gaya tarik antara partikel pada tanah-tanah berbutir kasar sangat kecil.
Pada tanah jenis ini, bentuk partikel akan sangat mempengaruhi sifat teknisnya.
Sebagai contoh, pada sedimen pasir, khususnya butiran yang besar, sedikit perubahan
dari bentuk bulat ke bentuk kubus cukup menyebabkan variasi yang besar pada
karakteristik permeabilitas dalam arah paralel maupun tegak lurusnya. Selanjutnya,
posisi butiran relatif juga akan berpengaruh besar terhadap stabilitas, permeabilitas
dan karakteristik perubahan bentuknya, dan juga akan berpengaruh pada distribusi
tegangan di dalam lapisan tanahnya. jarak antara partikel juga mempengaruhi ikatan
antar partikelnya.

Gambar 13. Skema susunan partikel (Rosenqvist, 1959)

Susunan partikel dapat dibagi atas 2 macam (Rosenqvist, 1959), yaitu: susunan
terflokulasi (flocculated) (hubungan tepi partikel yang satu dengan permukaan partikel
yang lain) dan susunan terdispersi (dispersed) (hubungan permukaan partikel yang
satu dengan permukaan partikel yang lain) (Gambar 13). Sifat endapan lempung akan
mempunyai lebih atau kurang susunan terflokulasi, tergantung dari lingkungan di mana
tanah tersebut berada.
Pada peristiwa konsolidasi, cenderung terjadi penyesuaian partikel ke bentuk susunan
terflokulasi atau paralel. Dalam hal konsolidasi satu dimensi (one dimensional
consolidation), seluruh partikel kadang-kadang menyesuaikan sendiri ke dalam bidang
paralel (Hvorslev, 1938; Lambe, 1958) (Gambar 14a).

16
Gambar 14. Skema penyesuaian partikel lempung

Pembentukan tanah secara acak menghasilkan pengelompokan penyesuaian susunan


partikel yang sejajar secara acak (Michaels, 1959) (Gambar 14b). Regangan geser
juga cenderung untuk menyusun partikel dalam tipe susunan terdispersi (Seed dan
Cban, 1959) (Gambar 14c).

f. Analisis Ukuran Butiran

Sifat-sifat tanah sangat bergantung pada ukuran butirannya. Besarnya butiran dijadikan
dasar untuk pemberian nama dan klasifikasi tanahnya. Oleh karena itu, analisis butiran
ini merupakan pengujian yang sangat sering dilakukan.
Analisis ukuran butiran tanah adalah penentuan persentase berat butiran pada satu
unit saringan, dengan ukuran diameter lubang tertentu.

 Tanah Berbutir Kasar

Distribusi ukuran butir darl tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara
menyaringnya. Tanah benda uji disaring lewat satu unit saringan standar untuk
pengujian tanah. Berat tanah yang tinggal pada masing-masing saringan ditimbang
dan persentase terhadap berat kumulatif pada tiap saringan dihitung. Contoh nomor-
nomor saringan dan diameter lubang dari standar Amerika dapat dilihat dalam Tabel 4.

17
Tabel 4. Saringan standar Amerika

Nomer Saringan Diameter Lubang, mm


3 6,35
4 4,75
6 3,35
8 2,36
10 2,00
16 1,18
20 0,85
30 0,60
40 0,42
50 0,30
60 0,25
70 0,21
100 0,15
140 0,106
200 0,075
270 0,053

 Tanah Berbutir Halus

Distribusi ukuran butiran dari tanah berbutir halus atau bagian berbutir halus dari tanah
berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi. Metode ini didasarkan pada
hukum Stokes yang berkenaan dengan kecepatan butiran mengendap pada larutan
suspensi. Menurut Stokes, kecepatan mengendap butiran dapat ditentukan oleh
persamaan (28) :

dengan
v = kecepatan, sama dengan jarak /waktu ( L / t )
𝛾 w = berat volume air ( g / cm3 )
𝛾 s = berat volume butiran padat ( g / cm3 )
= kekentalan air absolut ( g det / cm2 )
D = diameter butiran tanah (mm).

Persamaan (28) dapat diubah dalam bentuk,

18
Denganmenganggap w = 1gr/cm3

( 29 )
dengan

( 30 )

Nilai K merupakan fungsi dari 𝛾 s, dan yang tergantung pada temperatur benda uji.
Butiran yang lebih besar akan mengendap lebih cepat dan sebaliknya butiran lebih
halus akan mengendap lebih lama di dalam suspensinya. Hukum Stokes tidak cocok
untuk butiran yang lebih kecil dari 0,0002 mm, karena gerak turunnya butiran akan
dipengaruhi oleh gerakBrownian. Ukuran butiran diberikan sebagai diameter bola yang
akan mengendap pada kecepatan yang sama, pada besar butiran yang sama.
Tanah benda uji sebelumnya harus dibebaskan dari zat organik, selanjutnya dilarutkan
ke dalam air destilasi yang dicampur dengan agen pendeflokulasi (deflocculating
agent) agar partikelnya menjadi bagian vang terpisah satu dengan yang lain.
Kemudian, larutan suspensi ditempatkan pada tabung sedimentasi. Dengan Hukum
Stokes, hubungan waktu ( t ) untuk ukuran-ukuran butiran tertentu ( D ) ( diameter
pengendapan ekivalen ) pada kedalaman suspensinya dapat ditentukan. Pada waktu
tertentu ( t1 ) benda uji diambil dengan pipet pada kedalaman tertentu di bawah
permukaan. Benda uji yang terambil ini akan berisi hanya butiran yang lebih kecil dari
diameter tertentu D1. Jika benda uji diambil darl kedalaman tertentu pada waktu-waktu
yang dihubungkan dengan pemilihan butiran yang lain, maka distribusi ukuran
butirannya dapat ditentukan dari berat endapannya.
Cara hidrometer juga biasa digunakan, yaitu dengan memperhitungkan berat jenis
suspensi yang tergantung dari berat butiran tanah dalam suspensi pada waktu tertentu.
Pengujian laboratorium dilakukan dengan menggunakan gelas ukuran .'engan
kapasitas 1000 ml yang diisi dengan larutan air, bahan pendispersi dan tanah yang
akan diuji. Gambar 15 menunjukkan skema alat uji hidrometer.

19
Gambar 15. Alat pengujian hidrometer

Selanjutnya dari cara yang dipilih, yaitu salah satu dari cara sedimentasi atau
hidrometer, distribusi ukuran butir tanah digambarkan dalam bentuk kurva semi
logaritmis. Ordinat grafik merupakan persentase berat dari butiran yang lebih kecil
daripada ukuran butiran yang diberikan dalam absisnya. Untuk tanah yang terdiri dari
campuran butiran halus dan kasar, gabungan antara analisis saringan dan sedimentasi
dapat digunakan. Dari hasil penggambaran kurva yang diperoleh, tanah berbutir kasar
digolongkan sebagai gradasi baik bila tidak ada kelebihan butiran pada sembarang
ukurannya dan tidak ada yang kurang pada ukuran butiran sedang. Umumnya, tanah
bergradasi baik jika distribusi ukuran butirannya meluas pada ukuran butirannya.
Tanah berbutir kasar digambarkan sebagai gradasi buruk, bila jumlah berat butiran
sebagian besar mengelompok di dalam batas interval diameter butir yang sempit
(disebut dengan tanah seragam). Dan juga dikatakan bergradasi buruk jika butiran
besar maupun kecil ada, tapi dengan pembagian butiran yang relatif rendah pada
ukuran sedang (Gambar 15).
Nilal D10 didefinisikan sebagai 10% dari berat butiran total yang mempunyai diameter
butiran lebih kecil dari ukuran butiran tertentu. D10 = 0,45 mm, artinya 10% dari berat
butiran total berdiameter kurang dari 0,45 mm. Ukuran-ukuran yang lain
seperti D30, D60 dapat didefinisikan seperti cara di atas. Ukuran D10didefinisikan
sebagai ukuran efektif (effective size).

Kemiringan dan bentuk umum dari kurva distribusi dapat digambarkan oleh koefisien
keseragaman (coefficient of uniformity), Cu, dan koefisien gradasi (coefficient of
gradation), Cc, yang diberikan menurut persamaan :

20
( 31 )

( 32 )

Tanah bergradasi baik jika mempunyai koefisien gradasi Cc antara 1 dan 3


dengan Culebih besar 4 untuk kerikil dan lebih besar 6 untuk pasir, selanjutnya tanah
disebut bergradasi sangat baik bila Cu> 15.

Contob soal 11 :
Dari diagram distribusi butiran Gambar 16. Tentukan D10, Cu dan Cc, untuk tiap
kurvanya.

Penyelesaian :
Tanah A :
Tanah ini termasuk bergradasi baik terlihat dari bentuk kurvanya. D10 = 0,02 mm
; D30= 0,6 mm; D60 = 8,5 mm

Gambar 16. Analisis distribusi ukuran butiran

21
Karena Cu > 15 dan Cu antara 1 dan 3, tanah ini benar bergradasi baik.

(b) Tanah B :
Tanah ini bergradasi buruk kalau dilihat dari bentuk kurvanya.
D10 = 0,021 mm ; D60 = 1 mm

Walau menurut kriteria koefisien keseragaman tanah ini bergradasi baik, tapi karena
tidak memenuhi kriteria koefisien gradasi ( Cc = 0,076 < 1 ), maka tanah ini masuk
golongan gradasi buruk.

(c) Tanah C :
Tanah ini termasuk tanah seragam (uniform) kalau dilihat dari bentuk kurvanya.
D10 = 0,35 mm ; D60 = 0,80 mm

Walaupun Cc < 1 , tapi karena Cu sangat kecil, maka tanah ini masuk golongan
gradasi buruk.

Contoh soal 12 :
Hasil pengujian analisis saringan adalah sebagai berikut :

22
Diameter lubang Berat butiran yang
( mm ) tinggal
( gram )
4,75 0,0
2,36 8,0
1,18 7,0
0,60 11,0
0,30 21,0
0,21 63,0
0,15 48,0
0,075 14,0

Dari pengujian hidrometer diperoleh data sebagai berikut :


Diameter butiran
Berat butiran
( mm )
( gram )
0,06 − 0,02 2
0,02 − 0,006 1
0,006 − 0,002 0
lebih kecil 0,002 0

Gambarkan kurva distribusi ukuranbutiran, D10 dan nilai koefisien keseragaman ( Cu )


! Bagaimana dengan gradasinya ?

Penyelesaian :

23
lubang Berat butiran % tinggal % lolos
Diameter
yang tinggal (𝟐)
( mm ) 𝒙𝟏𝟎𝟎%
(gram) 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 (𝟐)
(1)
(2)
4,75 0,0 0,0 100
2,36 8,0 4,6 95,4
1,18 7,0 4,0 91,4
0,60 11,0 6,3 85,1
0,30 21,0 12,0 73,1
0,21 63,0 36,0 37,1
0,15 48,0 27,4 9,7
0,075 14,0 8,0 1,7
0,02 2,0 1,1 0,6
0,006 1,0 0,6 −
0,006 − 0,002 0 − −
lebih kecil 0,002 0 − −
Total 175 (gram) 100

Dari diagram distribusi butiran dapat dilihat:


D10 = 0,15 mm
D30 = 0,18mm
D60 = 0,26 mm

Maka, tanah bergradasi buruk.

24
g. Sifat Tanah
Sifat-sifat Utama dari beberapa jenis tanah dasar dapat dilihat pada tabel berikut :
(Properties Associated with major soil types)
Property Ganural Soils Fine Grained Soil Organic Soil
Volume change Little or none Little to great Shrinke with drying;
with changer in shrinkage with swells, but not with
water content drying, swell with high swell pressure
wetting; may exert
high swell pressure
Load-sustaining High, especially Low with soft or Low
power when confined or sensitive clay to
when containing high with firm or stiff
fines clay
Compression under Little High with soft clay Veri high and
static load to low with stiff or difficult to control
firm clay
Workability during Good Poor Fair to poor
prolonged wet
periods
Easy of drainage Easily drained Difficult to drain Often difficult to
drain
Compactibility Compacts to high Difficult to compatct Very difficult to
density, especially to high density compact; spongy
with vibratory loads except under very
favorable condition

Pengaruh Campuran Partikel Kasar dan Partikel Halus

A. Agregat tanpa butiran halus, B. Agregat dengan cukup butiran halus, C. Agregat
dengan jumlah butiran halus cukup besar.

25
Adapun sifat-sifat yang dimiliki ketiga campuran partikel di atas adalah :
A B C
 Kontak antar butiran  Kontak antar butiran  Kontak antar butiran
baik baik jelek
 Kepadatan bervariasi  Seragam dan  Seragam tetapi
tergantung dari kepadatan tinggi kepadatan jelek
segregasi yang terjadi
 Stabilitas dalam  Stabilitas tinggi  Stabilitas sedang
keadaan terbatasi
(confined) tinggi
 Stabilitas dalam  Kuat menahan  Stabilitas sangat rendah
keadaan lepas rendah deformasi pada keadaan basah
 Sukar untuk dipadatkan  Sukar sampai sedang  Mudah dipadatkan
usaha untuk
memadatkan
 Mudah diresapi air  Tingkat permeabilitas  Tingkat permeabilitas
cukup rendah
 Tidak dipengaruhi kadar  Pengaruh variasi kadar  Kurang dipengaruhi
air air cukup oleh bervariasinya
kadar air

26
TANAH DASAR

a. Defenisi Tanah Dasar

Lapisan penyangga konstruksi perkerasan jalan yang terbawah dinamakan subgrade


(artinya tanah dasar). Tebal lapisan ini umumnya 60 cm, kisarannya antara 60-100 cm.
Permukaan subgrade (dinamakan: the formation), bisa dalam galian, timbunan atau
pada tanah aslinya. Hal ini ditunjukkan seperti pada Gambar (1) berikut :

(Gambar 16) Permukaan subgrade (a) dalam galian, (b) dalam timbunan dan (c) pada tanah
asli

Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya, danah dasar dipadatkan terlebih dahulu


sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume, pemadatan yang
baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut
konstan selama umur rencana. Hal ini di capai dengan perlengkapan drainase yang
memenuhi syarat.

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat
daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah
dasar adalah :
 Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu akibat
beban lalu lintas. Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan
tersebut rusak. Tanah-tanah dengan plastisitas tinggi cenderung untuk
mengalami hal tersebut. Daya dukung tanah dasar yang ditunjukkan oleh nilai
CBRnya dapat merupakan indikasi dari perubahan bentuk yang dapat terjadi.
 Sifat mengambang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
Hal ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum
sehingga mencapai kepadatan tertentu sehingga perubahan volume yang
mungkin terjadi dikurangi. Kondisi drainase yang baik dapat menjaga
kemungkinan berubahnya kadar air pada lapisan tanah dasar.

27
 Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah
yang sangat berbeda. Penelitian yang seksama atas jenis dan sifat tanah dasar
sepanjang jalan dapat mengurangi akibat tidak meratanya daya dukung tanah
dasar. Perencanaan tebal perkerasan dapat dibuat berbeda beda dengan
membagi jalan menjadi segmen-segmeb berdasarkan sifat tanah yang berlainan.
 Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik.
 Perbedaan penurunan (diffrential settlement) akibat terdapatnya lapisan-lapisan
tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk tetap. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan
teliti. Pemerikasaan dengan menggunakan alat bor dapat memberikan gambaran
yang jelas tentang lapisan tanah di bawah lapisan tanah dasar.
 Kondisi geoligist dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada
kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan dan lain sebagainya.

Guna mempermudah mempelajari dan membicarakan sifat-sifat tanah yang akan


dipergunakan sebagai bahan tanah dasar jalan, tanah itu dikelompokkan berdasarkan
sifat plastisitas dan ukuran butirannya. Daya dukung tanah dasar dapat diperkirakan
dengan mempergunakan hasil klasifikasi ataupun dari pemeriksaan CBR, pembebanan
pelat uji dan sebagainya.

b. Klasifikasi Tanah

 Klasifikasi berdasarkan tekstur.


Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah dikembangkan sejak dulu
oleh berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan mereka sendiri ; beberapa dari
sistem tersebut masih tetap dipakai sampai saat ini. Gambar (3.1) dibawah
menunjukkan sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah yang dikembangkan oleh
Departemen Pertanian Amerika (USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari
butiran tanah seperti yang diterangkan oleh sistem USDA, yaitu :
o Pasir : butiran dengan diameter 2,0 sampai dengan 0,05 mm
o Lanau : butiran dengan diameter 0,05 sampai dengan 0,002 mm
o Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm

28
Karena sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tidak memperhitungkan sifat
plastisitas tanah, dan secara keseluruhan tidak menunjukkan sifat-sifat tanah yang
penting, maka sistem tersebut dianggap tidak memadai untuk sebagian besar dari
keperluan teknik

Sistem klasifikasi tanah yang umum diginakan dalam teknik jalan raya adalah sistem
Unified dan sisitem AASHTO.

 Sistem Unified
Sistem ini dikembangan oleh casagrande yang pada garis besarnya membedakan
tanah atas 3 kelompok besar yaitu :
 Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan No. 200. Secara visuil butir-butir tanah
berbutir kasar dapat dilihat oleh mata.
 Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan No. 200, secara visuil butir-butir tanah
berbutir halus tak dapat dilihat oleh mata.
 Tanah organik, dapat dikenal dari warna, bau dan sisa tumbuh-tumbuhan yang
terkandung di dalamnya.

Klasifikasi tanah sistem unified dilakukan dengan huruf-huruf seperti :


 G – Kerikil (Gravel)
 S – Pasir (Send)
 M – Lanau (Silt/Moam)

29
 C – Lempung (Clay)
 W – Bergradasi baik (Well graded)
 P – Bergradasi buruk (Poor graded)
 U – Bergradasi seragam (Uniform graded)
 L – Plastisitas rendah (Low liquid limit)
 H – Bergradasi tinggi (High liquid limit)
 O – Organik (Organic)
Kombinasi dari huruf-huruf ini menggambarkan satu jenis tanah seperti GP
menunjukkan tanah kerikil dengan gradasi buruk.

a. Prosedur klasifikasi di laboratorium.

1) Kelompok tanah berbutir kasar dibedakan atas :


d. Kerikil (G), untuk butir-butir tanah <50% lolos saringan No. 4 dan <50% lolos
saringan No. 200
Kerikil dapat dibedakan atas :
 Kerikil bersih, sangat sedikit mengandung butir-butir halus ( <5% lolos saringan
No. 200
 Kerikil cukup banyak mengandung butir-butir halus (>12% lolos No. 200),
selanjutnya dibedakan atas jenis butiran halus yang dikandungnya. GC jika
butiran halusnya lempung dan GM jika butiran halusnya Lanau. Jenis butiran
halus tersebut dapat dibedakan dengan menggunakan grafik casagrande.
 Kerikil dengan sedikit butiran halus ( >5% tetapi <12% lolos saringan No. 200 )
merupakan jenis tanah dengan dual simbul. Simbul pertama berdasarkan gradasi
dan simbul kedua berdasarkan jenis butiran halus yang dikandungnya

d. Pasir (S), butir-butiran tanah > 50% lolos saringan No. 4 dan < 50% lolos saringan
No. 200.
Sama halnya dengan kerikil, pasirpun dapat dibedakan menjadi :
 Pasir bersih
 Pasir bercampur cukup banyak butiran halaus (> 12% lolos saringan No. 200)
 Pasir yang bercampur sedikit butiran halus (>5% tapi <12% lolos saringan No.
200) merupakan tanah dengan dual simbul. Simbul pertama berdasarkan gradasi
dan simbul kedua berdasarkan jenis butiran halus yang dikandungnya.

30
2) Kelompok tanah berbutir halus dapat dibedakan atas :
c. Lanau ( M ), merupakan jenis tanah > 50% lolos saringan No 200 dan terletak di
bawah garis A pada grafik casagrandeyang bukan merupakan tanah organis.
Tanah lanau ini dibedakan atas :
 Tanah lanau berplastis rendah, ML ( jika batas cair < 50% )
 Tanah lanau berplastis tinggi, MH ( jika batas cair > 50% )

c. Lempung (C), merupakan jenis tanah > 50% lolos saringan No. 200 dan terletak di
atas garis A pada grafik casagrande dan indeks plastisitas > 7%. Berdasarkan
batas cairnya lempung dapat dibedakan atas :
 Lempung berplasyisitas rendah, CL ( batas cair < 50% )
 Lempung berplastisitas tinggi, CH ( batas cair > 50% )

c. Lempung dan lanau dapat pula merupakan suatu campuran tanah yang
mempunyai dua simbul, yaitu seimbul lempung dan lanau berplastisitas rendah
(CL-ML). Hal ini ditemukan jika indeks plastisitas tanahnya antara 4 dan 7 dan
berada di atas garis A atau semua jenis tanah berbutir halus yang terletak pada
garis A.

( Gambar (17) Grafik Casagrande )

b. Prosedur klasifikasi di lapangan

Klasifikasi unified secara visuil di lapangan sebaiknya dilakukan pada setiap


pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna disamping untuk menentukan pemeriksaan

31
yang mungkin perlu ditambahkan, juga perlu sebagai pelengkap klasifikasi yang
dilakukan di laboratorium serta dapat dipergunakan untuk mengontrol apakah contoh
tanah tidak terjasi kesalahan label.
Tanah lempung dan tanah lanau dapat dibedakan dengan menggunakan sifat dilatasi,
kekuatan kering dan keteguhan.
Klasifikasi visuil dapat dilakukan dengan mengikuti langkah pada tabel (1) dari kiri ke
kanan.

Tabel (5) : Klasifikasi tanah sistem unified (visuil)

 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and


Transportation Officials Classification) berguna untuk menentukan kualitas tanah guna
32
perencanaan tibunan jalan, subbase dan subgrade. Karena sistem ini ditujukan untuk
maksud-maksud dalam lingkup tersebut, penggunaan sistem ini dalam prakteknya
harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya.
Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam tanah 8 kelompok, A-1 sampai A-
8 termasuk sub-subkelompok. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi
terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian
yang digunakan hanya analisis saringan dan batas-batas Atterberg. Sistem klasifikasi
AASHTO, dapat dilihat dalam Tabel 7.
Indeks kelompok (group index) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah
dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan persamaan :
GI = (F – 35) [0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01 (F – 15)(PI – 10)
dengan
GI = indeks kelompok (group index)
F = persen material lolos saringan no. 200
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas

Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi, semakin berkurang ketepatan
penggunaan tanahnya. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam klasifikasi A-1 sampai
A-3. Tanah A-1 granuler yang bergradasi baik, sedang A-3 adalah pasir bersih yang
bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler (kurang dari 35% lewat saringan
no. 200), tetapi masih terdiri atas lanau dan lempung. Tanah berbutir halus
diklasifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah lempung-lanau. Perbedaan keduanya
didasarkan pada batas-batas Atterberg, Gambar 3. dapat digunakan untuk
memperoleh batas-batas antara batas cair (LL) dan indeks plastis (PI) untuk kelompok
A-4 sampai A-7 dan untuk sub kelompok dalam A-2.

33
( Gambar (3) Nilai-nilai batas-batas Atterberg untuk subkelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7 )
Dalam Gambar 3, garis A dari Casagrande dan garis U digambarkan bersama-sama.
Tanah Organik tinggi seperti tanah gambut (peat) diletakkan dalam kelompok A-8.
Hubungan antara sistem klasifikasi Unified dan AASHTO ditinjau dari kemungkinan-
kemungkinan kelompoknya, diperlihatkan dalamTabel 2a dan Tabel 2b. Cara
penggunaan sistem klasifikasi AASHTO dinyatakan dalamcontoh soal berikut : Analisis
butiran dari suatu tanah tak organik ditunjukan dalam tabel di bawah ini :

Ukuran saringan % lolos


( mm )
2,000 (no. 10) 100
0,075 (no. 200) 75
0,050 65
0,005 33
0,002 18

Data tanah lainnya, LL = 54%, PI = 23%,


Penyelesaian dari data di atas dengan sistem klasifikasi AASHTO adalah sebagai
berikut :
 F = 75%, Lebih besar dari 35% lolos saringan no. 200, maka termasuk jenis
lanau atau lempung
 LL = 54%, kemungkinan dapat dikelompokkan A-5 (41% minimum), A-7-5
atau A-7-6 (41% minimum).
 PI = 23%, untuk A-5 PI maksimum 10%. Jadi, kemungkinan tinggal salah
satu A-7-5 atau A-7-6.
Untuk membedakan keduanya, dihitung PL = LL – PI = 54 – 23 = 31, lebih besar
30. Jika dihitung indeks kelompoknya :

34
GI = (75 – 35)[0,2 + 0,005(54-40)] + 0,01 (75 – 15)(23 – 10).
= 19 ( dibulatkan )
Mengingat PL > 30%, maka tanah diklasifikasikan A-7-5 (19).
Perhatikan, nilai GI biasanya dituliskan pada bagian belakang dengan tanda
kurung. Terdapat beberapa aturan untuk menggunakan nilai GI, yaitu :
(1) Bila GI < 0, maka dianggap GI = 0.
(2) Nilai GI yang dihitung dari persamaan (1.37), dibulatkan ke angka yang
terdekat.
(3) Nilai GI untuk kelompok tanah A-1a, A-1b, A-2-5, dan A-3 selalu nol.
(4) Untuk kelompok tanah A-2-6 dan A-2-7, hanya bagian dari persamaan indeks
kelompok yang digunakan GI = 0,01 (F – 15)(PI – 10).
Tabel (7) : Klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO

Catatan : Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas plastisnya ( PL ).
Untuk PL > 30, klasifikasinya A-7-5 ;
Untuk PL < 30, klasifikasinya A-7-6 ;
np = nonplastis

35
Contoh soal 1 :
Analisis saringan dan plastisitas pada 2 contoh tanah ditunjukkan seperti pada Tabel
berikut ini.

No. Saringan Diameter butiran Tanah I Tanah I


(mm) ( % lolos ) ( % lolos )
4 4,75 100 96
10 2,00 92 89
40 0,425 87 41
100 0,15 78 8
200 0,075 61 5
LL 21 --
PL 15 --
PI 6 Nonplastis
Klasifikasikan kedua jenis tanah tersebut.
Penyelesaian :
Gunakan Tabel (1)
Gambarkan kurva distribusi butiran untuk kedua contoh tanah ini.
Untuk tanah I, dapat dilihat dari gambarnya , lebih dari 50% lolos saringan no. 200
Atterberg dibutuhkan untuk klasifikasinya. Dari nilai LL = 21 dan PI = 6, menurut
diagram plastisitas, tanah termasuk CL – ML.
Tanah II termasuk tanah berbutir kasar, hanya 5% lolos saringan no. 200. Karena 96%
tanah lolos saringan no. 4, tanah ini termasuk pasir (bukan kerikil). Perhatikan bahwa
material lolos saringan no. 200 = 5%. Dari Tabel (1) dapat dibaca bahwa tanah
mempunyai dobel simbol, yaitu SP-SM bergantung pada nilai Cu dan Ccnya. Dari grafik
distribusi butiran diperolehD60 = 0,73 mm, D30= 0,34 mm, D10 = 0,15 mm.
Diagram keseragaman :

36
Koefisien gradasi :

Tanah termasuk bergradasi baik, jika Cc di antara 1 dan 3, sedang Cu > 6, Karena
tanah ini tak masuk kriteria tersebut, tanah adalah SP – SM dengan gradasi buruk.
Karena butiran halus lanau (nonplastis), tanah adalah SM.

Contoh soal 2 :
Analisis saringan pada 2 contoh tanah P dan Q menghasilkan data sebagai berikut :
Perkiraan diameter 2 0,6 0,2 0,06 0,02 0,002
butiran ( mm )
Persentase P 100 34 24 20 14 0
berat
Lolos saringan Q 95 72 60 41 34 19
(%)

Tanah P dengan berat volume basah di lapangan 1,70 t/m3, kadar air 21% dan berat
jenis 2,65. Tanah Q diperoleh dari contoh asli (undisturbed sample) menghasilkan nilai
berat volume basah 2,0 t/m3, kadar air 23%, dan berat jenis 2,68. Klasifikasikan tanah-
tanah tersebut. Tanah mana yang mempunyai kemungkinan kuat geser dan tahanan
terhadap deformasi (penurunan) yang tinggi.

Penyelesaian :
Penyelesaian dengan menggunakan kurva distribusi sangat tepat. Tapi, ada satu cara
yang lain yaitu dengan membagi-bagi kelompok butirannya. Dari klasifikasi butiran
menurut MIT :
(a) Tanah P
Butiran ukuran pasir : ( 100 – 20 ) = 80%
Butiran ukuran lanau : ( 20 – 0 ) = 20%
Dari hitungan ini, dapat disimpulkan bahwa tanah P adalah pasir berlanau (SM),
karena unsur pasir lebih banyak.

Berat volume kering :

37
Dari nilai porositas yang diperoleh, dapat diketahui bahwa tanah P dalam kondisi
sangat tidak padat. Oleh karena itu, kuat geser dan tahanan terhadap deformasi
sangat rendah.

(b) Tanah Q
Butiran ukuran kerikil : ( 100 – 95 ) = 5%
Butiran ukuran pasir : ( 95 – 41 ) = 54%
Butiran ukuran lanau : ( 41 – 19 ) = 22%
Butiran ukuran lempung : ( 19 – 0 ) = 19%
Total = 100%

Disini, terlihat sejumlah material butiran halus. Pengujian plastisitas diperlukan pada
ukuran butiran halus untuk mendapatkan data yang dapat dipercaya. Dari pembagian
ukuran butiran, tanah ini termasuk pasir berlanau-berlempung (SC) karena 19% butiran
ukuran lempung akan memberikan nilai kohesi yang berarti.

Karena terdapat butiran ukuran lempung, maka perlu ditinjau kadar airnya.Berat air
dalam 1 m3tanah = 2 - 1,63 = 0,37 m3.
Volume air = 0,37 m3 ( BJ air 1 t / m3 ).
Kadar air (w) telah diketahui 23%.
Volume rongga dalam 1 m3 = 0,39 m3.

38
Tanah ini hampir mendekati jenuh, maka diharapkan tanah ini tidak akan menderita
kehilangan kuat geser yang berarti pada waktu jenuh sempurna. Kadar airnya (w =
23%) relatif rendah bila ditinjau dari segi plastisitasnya. Tanah ini relatif akan
mempunyai kuat geser yang tinggi dan tahanan yang baik terhadap deformasi
(penurunan). Karena itu, tanah Q lebih ideal untuk keperluan perencanaan bangunan.
Analisis di atas berguna sebagai pertimbangan awal. Karena, estimasi sifat-sifat tanah
akan menjadi bahan pertimbangan untuk melanjutkan penyelidikan tanah secara detail.
Hal ini terutama untuk keperluan proyek-proyek yang besar. Untuk mengetahui sifat
tanah tersebut secara detail harus diadakan penyelidikan lebih lanjut

Contob soal 3 :
Uraikan karakteristik tanah-tanah yang diberikan oleh sistem klasifikasi Unified di
bawah ini

Tanah LL PI Klasifikasi
A 0 0 GW
B 42 % 41% CL

Penyelesaian :
(a) Tanah A
Tanah A adalah kerikil bergradasi baik, seperti yang terlihat dalam simbol W. Tanah ini
akan memberikan drainasi yang baik dan sudut gesek dalam yang tinggi. jadi, tanah ini
merupakan bahan pendukung pondasi yang sangat baik kalau tidak terletak di atas
lapisan yang kompresibel (mudah mampat).

(b) Tanah B
Tanah B adalah lempung (C), tapi dengan batas cair (LL) di bawah 50% (ditanda
dengan L dalam klasifikasi). Untuk memperoleh plastisitas yang rendah, lempung in
harus dicampur dengan pasir halus atau lanau atau campuran keduanya. Pengujian
yang saksama dibutuhkan untuk merencanakan pondasi bangunan atau bila akan
digunakan untuk bahan timbunan. jika lempung ini dekat dengan permukaan tanah,
kemungkinan pengaruh kembang-susut harus dipertimbangkan.

Contoh soal 4 :
Berapakah nilai perkiraan batas cair (LL) yang diharapkan pada tanah X dan Y.
Kemudian, jika drainasi alam sangat penting dalam pelaksanaan teknis proyeknya,
tanah mana yang lebih cocok untuk itu ?
Diketahui data tanah X dan Y sebagai berikut :

39
Tanah LL PI Klasifikasi
X ? 21% SP
Y ? 42% CH

Penyelesaian :
Tanah X adalah pasir bergradasi buruk, terlihat dalam huruf P dan S dalam klasifikasi.
Drainasi pasir ini akan sangat baik, walaupun gradasinya buruk. Batas cair akan nol
dan nilai indeks plastisitas 21% pastilah merupakan kesalahan. Atau, jika nilai PI
benar, maka pasti ada partikel lempung di dalam tanahnya, walaupun disebutkan
bahwa tanah adalah SP. Pengecekan lebih lanjut harus dilakukan untuk menentukan
apakah tanah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai SC atau CL.
Tanah Y mempunyai indeks plastis yang sesuai dengan klasifikasinya. Batas cair
(LL) akan kira-kira sebesar 60%. Tanah ini diharapkan kedap air. Maka, pada kondisi
yang diberikan dalam soal ini, tanah X lebih cocok.

Contoh soal 5 :
Dua jenis tanah kohesif diuji menurut standar pengujian batas plastis dan batas
cair. Batas plastis dari tanah X adalah 22% dan tanah Y adalah 32%. Jelaskan tanah-
tanah ini dan berikan kemungkinan klasifikasinya. Jika benda uji Y mempunyai kadar
air asli lapangan 60% dan kandungan lempung 25%, bagaimana pula dengan indeks
cair dan aktivitasnya ? Apakah yang dapat disimpulkan dari nilai terakhir ini ? Tabel
di bawah ini menunjukkan hasil yang diperoleh dari pengujian batas cairnya.

Jumlah pukulan Kadar air ( w )


Tanah X Tanah Y
7 0,52
9 0,49
14 0,47
16 0,78
19 0,75
21 0,73
28 0,35
30 0,33
31 0,66
34 0,32
38 0,62
45 0,60

Penyelesaian :
Plot data pada tabel ke dalam diagram batas cair. Hasilnya seperti Gambar 3. Dari
gambar diagram batas cair, dapat dilihat bahwa tanah X mempunyai batas cair LL =
37%, sedang batas cair tanah Y = 69%.
(a) Tanah X :
PI = LL - PL = (37 - 22)% = 15%.

40
PI 15% dan LL 37%. Dari diagram plastisitas Tabel 1.6, tanah adalah lempung Tanah,
inorganik dengan plastisitas rendah (CL).
(b) Tanah Y :
PI = (69 - 32)% = 37%.
Karena PI 37% dan LL = 32%, maka tanah adalah lempung inorganik dengan
plastisitas tinggi.

Dari nilai aktivitasnya, dapat ditentukan bahwa lempung Y cenderung mengandung


lebihbesarmineral montmorillonite.

41
c. Profil Tanah dan Penerapan

Fill
Silt Sand

Silt Sand

Clay
Rock

(Gambar 18 : Profil tanah)

Dari gambar di atas kita dapat melihat bahwa jenis tanah pada sepanjang jalan tidak
hanya heterogen dalam bidang vertikal tapi juga dalam bidang horizontal. Apabila sifat
fisis tanah tidak memenuhi sebagai tanah dasar (subgrade) jalan, maka tanah tersebut
harus dibuang dan digantikan dengan tanah baru yang berasal dari tanah hasil galian
(cut) atau tanah yang di datangkan dari quari terdekat.

Lapisan tanah dasar dapat berupa tanaha sli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik,
tanah yang didatangkan dari twmpat lain dan dipadatkan atau tanah yang di stabilisasi
dengan kapur atau bahan lainnya.

Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas :
 Lapisan tanah dasar, tanah galian
 Lapisan tanah dasar, tanah timbunan
 Lapisan tanah dasar, tanah asli.

d. Pemadatan

Tanah, kecuali berfungsi sebagai pendukung pondasi bangunan, juga digunakan sebagai
bahan timbunan seperti tanggul, bendungan, dan jalan. Untuk situasi keadaan lokasi
aslinya membutuhkan perbaikan guna mendukung bangunan di atasnya, ataupun karena
digunakan sebagai bahan timbunan, maka pemadatan sering dilakukan. Maksud
pemadatan tanah antara lain :
(1) Mempertinggi kuat geser tanah.
(2) Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas).
(3) Mengurangi permeabilitas.
(4) Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air, dan lainlainnya.

42
Maksud tersebut dapat tercapai dengan pemilihan tanah bahan timbunan, cara
pemadatan, pemilihan mesin pemadat, dan jumlah lintasan yang sesuai.
Tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan.
Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume
sesudah dipadatkan. Permeabilitas tanah granuler yang tinggi dapat menguntungkan
maupun merugikan.
Tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan kuat geser
yang cukup dan sedikit kecenderungan perubahan volume. Tapi, tanah lanau sangat sulit
dipadatkan bila dalam keadaan basah karena permeabilitasnya rendah.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser
yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan
mineralnya. Sebagai contoh, lempung montmorillonite akan mempunyai kecenderungan
yang lebih besar terhadap perubahan volume dibanding dengan lempung lenis kaolinite.
Lempung padat mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat
dipadatkan dengan baik pada waktu basah. Bekerja dengan tanah lempung yang basah
akan mengalami banyak kesulitan.
Peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh beban dinamis disebut pemadatan. Ada
perbedaan yang mendasar antara peristiwa pemadatan dan peristiwa konsolidasitanah.
Konsolidasi adalah pengurangan pelan-pelan volume porl yang berakibat bertambahnya
berat volume kering akibat beban statis yang bekerja dalam periode tertentu. Sebagai
contoh, pengurangan volume pori tanah akibat berat tanah timbunan atau karena beban
struktur di atasnya. Dalam tanah kohesif yang jenuh, proses konsolidasi akan diikuti oleh
pengurangan volume pori dan kandungan air dalam tanahnya yang berakibat pengurangan
volume tanahnya. Pemadatan adalah proses bertambahnya berat volume kering tanah
sebagal akibat memadatnya partikel yang diikuti oleh pengurangan volume udara dengan
volume air tetap tidak berubah.

 Pengujian Pemadatan

Untuk mencari hubungan kadar air dan berat volume, dan untuk mengevaluasi tanah agar
memenuhi persyaratan kepadatan, perlu diadakan pengujian pemadatan.
Proctor (1933) telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan
berat volume kering supaya tanah padat. Selanjutnva, terdapat satu nilai kadar air optimum
tertentu untuk mencapai nilal berat volume kering maksimumnya.
Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnva. Hubungan berat volume
kering ( d) dengan berat volume basah ( b) dan kadar air (w), dinyatakan dalam

43
persamaan :

Berat volume tanah kering setelah pemadatan bergantung pada jenis tanah, kadar air, dan
usaha yang diberikan oleh alat pemadatnya..Karateristik kepadatan tanah dapat dinilai dari
pengujian standar laboratorium yang disebut dengan Pengujian Proctor. Prinsip
pengujiannya diterangkan di bawah ini.
Alat pemadatan berupa silinder mould yang mempunyai volume 9,44 x 10-4 m3 (Gambar
2.1), Tanah di dalam mould dipadatkan dengan penumbuk yang beratnya 2,5 kg dengan
tinggi jatuh 30,5 cm. Tanah dipadatkan dalam tiga lapisan dengan tiap lapisan ditumbuk 25
kali pukulan (tanah dengan diameter > 20 mm lebih dulu disingkirkan). Di dalam "pengujian
berat", mould yang digunakan masih tetap sama, hanya berat penumbuk diganti dengan
yang 4,5 kg dengan tinggi jatuh penumbuk 40,8 cm. Pada percobaan ini, butiran tanah
dengan diameter > 20 mm juga harus disingkirkan dengan ditumbuk dalam 5 lapisan.
Dari hasil pengujian dihasilkan, memperlihatkan nilai kadar air yang terbaik untuk
mencapai berat volume kering terbesar atau kepadatan maksimum. Kadar air pada
keadaan ini disebut kadar air optimum.
Pada nilai kadar air yang rendah, untuk kebanyakan tanah, tanah cenderung bersifat
kaku dan sulit dipadatkan. Setelah kadar air ditambah, tanah menjadi lebih lunak. Pada
kadar air yang tinggi, berat volume kering berkurang. Bila seluruh udara di dalam tanah
dapat dipaksa keluar pada waktu pemadatan, tanah akan berada dalam kedudukan jenuh
dan nilai berat volume kering akan menjadi maksimum. Akan tetapi, dalam praktek, kondisi
ini sangat sulit dicapai.

 Sifat-sifat Tanah Lempung yang Dipadatkan

Sifat-sifat teknis tanah lempung setelah pemadatan akan bergantung pada cara atau
usaha pemadatan, macam tanah, dan kadar airnya. Seperti sudah diterangkan di muka,
pada percobaan Proctor, usaha pemadatan yang dilakukan dengan lima lapisan akan
memberikan hasil tanah yang lebih padat. daripada yang tiga lapisan. jadi, dengan usaha
pemadatan yang lebih besar akan diperoleh tanah yang lebih padat. Biasanya, kidar air
tanah yang dipadatkan didasarkan pada posisi-posisi kadar air sisi kering optimum (dry
side of optimum), dekat optimum atau optimum, dan sisi basah optimum (wet side of
optimum). Kering optimum didefinisikan sebagai kadar air yang kurang dari kadar air
optimumnya, sedang basah optimum didefinisikan sebagai kadar air yang lebih tinggi

44
daripada kadar air optimumnya. Demikian juga dengan dekat optimum atau optimum, yang
berarti kadar air vang kurang lebih mendekati optimumnya.
Penyelidikan pada tanah lempung yang dipadatkan memperliliatkan bahwa bila lempung
dipadatkan pada kering optimum, susunan tanah akan tidak bergantung pada macam
pemadatannya (Seed dan Chan, 1959). Pemadatan tanah dengan kadar air pada basah
optimum akan mempengaruhi susunan, kekuatan geser, serta sifat kemampatan tanahnya.
Pada usaha pemadatan yang sama. dengan penambahan kadar air, penyesuaian susunan
butiran menjadi bertambah. Pada kering optimum, tanah selalu terflokulasi. Sebaliknya,
pada basah optimum susunan tanah menjadi lebih terdispersi beraturan.

Permeabilitas tanah akan berkurang dengan penambahan kadar airnya pada usaha
pemadatan yang sama dan mencapai minimum pada kira-kira kadar air optimumnya. jika
usaha pemadatan ditambah, koefisien permeabilitas akan berkurang, sebab angka pori
berkurang. Perubahan permeabilitas ini, bersama dengan pembentukan kadar airnya,
menunjukkan bahwa permeabilitasnya kira-kira lebih tinggi bila tanah dipadatkan pada
kering optimum daripada bila tanah dipadatkan pada basah optimum.
Kompresibilitas atau sifat mudah mampat lempung yang dipadatkan adalah fungsi dari
tingkat tekanan. yang dibebankan pada tanahnya. Pada tingkat tekanan yang relatif
rendah, lempung yang dipadatkan pada basah optimum akan mempunyai sifat lebih
mudah mampat atau kompresibel. Sedang pada tingkat tekanan yang tinggi adalah
kebalikannya (tidak mudah mampat). Perubahan (pengurangan) angka pori yang lebih
besar terjadi pada tanah yang dipadatkan basah optimum untuk penambahan tekanan
diterapkan.
Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan, akan lebih besar pada lempung
yang dipadatkan pada kering optimum dari pada yang dipadatkan pada basah optimum.
Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air. Oleh karena itu,
lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air. Sebagai
hasilnya adalah sifat mudah berkembang. Tanah lempung kering optimum umumnya lebih
sensitif pada perubahan lingkungan seperti kadar air. Hal ini kebalikan pada tinjauan
penyusutan. Tanah yang dipadatkan pada basah optimum akan mempunyai sifat mudah
susut yang lebih besar.

Pada tinjauan kuat geser tanah lempung, tanah yang dipadatkan pada kering optimum
akan mempunyai kekuatan yang lebih tinggi daripada yang dipadatkan pada basah
optimum. Kuat geser tanah lempung pada basah optimum agak bergantung pada tipe
pemadatannya karena perbedaan yang terjadi pada susunan tanahnya.

45
 Spesifikasi Pemadatan Tanah di Lapangan

Tujuan pemadatan adalah untuk memperoleh stabilitas tanah dan memperbaiki sifat
teknisnya. Oleh karena itu, sifat teknis timbunan sangat penting diperhatikan, tidak hanya
kadar air dan berat volume keringnya. Prosedur pelaksanaan di lapangan pada umumnya,
diterangkan di bawah ini.
Percobaan laboratorium dilaksanakan pada contoh tanah yang diambil dari borrow-
material (lokasi pengambilan bahan timbunan), untuk ditentukan sifat-sifat tanah yang akan
diterapkan dalam perencanaan. Sesudah bangunan dari tanah (tanggul, jalan, dan
sebagainya) direncanakan, spesifikasi dibuat. Pengujian kontrol pemadatan di lapangan
dispesifikasikan dan hasilnya menjadi standar pengontrolan proyek. Terdapat dua kategori
spesifikasi untuk pekerjaan tanah :
(1) Spesifikasi hasil akhir dari pemadatan.
(2) Spesifikasi untuk cara pemadatan.
Untuk kategori pertama, kepadatan relatif atau persen kepadatan tertentu
dispesifikasikan (kepadatan relatif adalah nilai banding dari berat volume ke lapangan
dengan berat volume kering maksimum di laboratorium menurut percobaan standar,
seperti percobaan standar Proctor atau modifikasi Proctor).
Dalam spesifikasi hasil akhir (banyak digunakan pada proyek-proyek jalan raya dan
pondasi bangunan), sepanjang kontraktor mampu mencapai spesifikasi kepadatan
relatifnya, alat maupun cara apa saja yang akan digunakan, diizinkan.
Untuk kategori kedua, yaitu spesifikasi untuk cara pemadatan, macam dan berat mesin
pemadat, jumlah lintasan serta ketebalan tiap lapisan ditentukan. Ukuran butiran
maksimum bahan timbunan pun juga ditentukan. Hal ini banyak untuk proyek pekerjaan
tanah yang besar seperti bendungan tanah.

 Kontrol Kepadatan di Lapangan


Ada dua macam cara untuk mengontrol kepadatan di lapangan, yaitu pemindahan tanah
dan cara langsung. Cara dengan pemindahan tanah adalah berikut :
(1) Digali lubang pada permukaan tanah timbunan yang dipadatkan.
(2) Ditentukan kadar airnya.
(3) Ukur volume dari tanah yang digali. Teknik yang biasa dipakai untuk metode kerucut
pasir (sand cone) dan balon karet (rubber baloon). Dalam cara kerucut pasir, pasir
kering yang telah diketahui berat volumenya dituangkan keluar lewat kerucut
pengukur ke dalam lubangnya. Volume lubang dapat ditentukan dari berat pasir di
dalam lubang dan berat volume keringnya. Dalam cara balon karet, volume
ditentukan secara langsung dari pengembangan balon yang mengisi lubangnya.
(4) Dihitung berat volume basahnya ( b). Karena berat dari tanah yang di ditentukan dan
volume telah diperoleh darl butir (3), maka b dapat ditentukan. Dengan kadar air
yang telah ditentukan di laboratorium, berat volume lapangan dapat ditentukan.
(5) Bandingkan berat volume kering lapangan dengan berat volume kering
maksimumnya, kemudian hitung kepadatan relatifnya.

46
KEPADATAN DAN DAYA DUKUNG TANAH DASAR

Daya dukung tanah adalah : kemampuan tanah dalam memikul tekanan atau melawan
penurunan akibat pembebanan yaitu tahan geser yang disebabkan oleh tanah di
sepanjang bidang-bidang gesernya.

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat
daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah
dasar adalah :
 Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu akibat
beban lalu lintas. Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan
tersebut rusak. Tanah-tanah dengan plastisitas tinggi cenderung untuk
mengalami hal tersebut. Daya dukung tanah dasar yang ditunjukkan oleh nilai
CBRnya dapat merupakan indikasi dari perubahan bentuk yang dapat terjadi.

 Sifat mengambang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air. Hal ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air
optimum sehingga mencapai kepadatan tertentu sehingga perubahan volume
yang mungkin terjadi dikurangi. Kondisi drainase yang baik dapat menjaga
kemungkinan berubahnya kadar air pada lapisan tanah dasar.
 Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam
tanah yang sangat berbeda. Penelitian yang seksama atas jenis dan sifat
tanah dasar sepanjang jalan dapat mengurangi akibat tidak meratanya daya
dukung tanah dasar. Perencanaan tebal perkerasan dapat dibuat berbeda
beda dengan membagi jalan menjadi segmen-segmeb berdasarkan sifat
tanah yang berlainan.
 Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik.

 Perbedaan penurunan (diffrential settlement) akibat terdapatnya lapisan-


lapisan tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya
perubahan bentuk tetap.

Deformasi merupakan perubahan bentuk, dimensi dan posisi dari suatu materi baik
dari suatu materi baik merupakan bagian dari alam ataupun buatan manusia dalam
skala waktu dan ruang. Deformasi dapat terjadi jika suatu benda atau materi dikenai
gaya(Force). Deformasi ini merupakan salah satu masalah yang ditemui menyangkut
masalah daya dukung dan tanah dasar.

47
P1 P2 P3 Pmax

D1

D2

D3 Pmax terlampaui, terjadi


deformasi permanen
𝜎𝑚𝑎𝑥 ( tanah failur)

(Contoh Grafik deformasi yang terjadi pada tanah dasar)

Deformasi terbagi menjadi dua jenis yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis.
Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh
pemberian beban, dimana apabila beban dihilangkan maka bentuk dan ukuran akan
kembali kebentuk semula atau deformasi yang terjadi akan hilang. Pada (grafik) di atas
menunjukan bahwa ketika tanah dibebani dengan P1, P2 dan P3 tanah masih
mengalami deformasi elastis yaitu D1, D2 dan D3 yang mana apabila beban di
hilangkan maka bentuk dan ukuran akan kembali ke bentuk semula. Apabila beban
maksimum terlampaui (Pmax) maka tanah akan terus berdeformasi dengan sendirinya
walaupun tanpa ada beban P di atasnya hingga keadaan tanah menjadi failur, keadaan
ini disebut deformasi plastis ( deformasi permanen ).

Beban kendaraan yang dilimpahkan ke lapisan perkerasan melalui roda-roda kendaraan


selanjutnya disebarkan ke lapisan-lapisan di bawahnya dan akhirnya diterima oleh tanah
dasar. Dengan demikian tingkat kerusakan konstruksi perkerasan selama masa pelayanan
tidak saja ditentukan oleh kekuatan dari lapisan perkerasan tetapi juga oleh tanah dasar.
Daya dukung tanah tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air,
kondisi drainase dll. Tanah dengan nilai kepadatan tinggi mengalami perubahan volume
yang keciljika terjadi perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih besar
jika dibandingkan dengan tanah sejenis yang tingkat kepadatannya lebih rendah. Tingkat

48
kepadatan dinyatakan dlam persentase berta volume kering tanah terhadap berat volume
kering maksimum.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan kepadatan standard (Standard
Proctor) sesuai dengan AASHTO T99-74 atau PB-0111, atau dengan menggunakan
pemeriksaan kepadatan berat (Modified Proctor) sesuai AASHTO T-180-74 atau PB-0112-
76.
Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan
dengan nilai CBR ( california bearing ratio ). CBR pertama kali diperkenalkan oleh
Calofornia divison of highways pada tahun 1928. Orang yang banyak mempopulerkan
metode ini adalah O.J Porter.
CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah
sebesar 0.1”/0.2” dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi 0.1”/0.2”.
Harga CBR dinyatakan dalam persen.
Jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan
bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam
memikul beban lalu lintas.
a. Penentuan Besarnya CBR
Alat percobaan untuk menentukan besarnya CBR berupa alat yeng mempunyai piston
dengan luas 3 Inch. Piston digerakkan dengan kecepatan 0.05 inch/menit, vertikal ke
bawah. Proving ring digunakan untuk mengukur beban yangdibutuhkan pada penetrasi
tertentu yang diukur dengan arloji pengukur (dial).
Gambar dibawah menunjukkan alat CBR yang digunakan di laboratorium.

( Gambar 19 : Alat pemeriksa CBR di laboratorium )

49
Beban yang dipergunakan untuk melakukan penetrasi bahan standar adalah sbb:
Penetrasi Beban Standar Beban Standar
Inch Lbs Lbs/Inch2

0.1 3000 1000


0.2 4500 1500
0.3 5700 1900
0.5 6900 2300
0.1 7800 6000
( TABEL Besarnya beban yang dibutuhkan untuk melakukan penetrasi standar )

Dari hasil pemeriksaan dibuat grafik hubungan antara beban dan penetrasi ( Lihat
gambar 3.6 )

( Gmbar 20 : Grafik hunungan antara beban dan penetrasi pada pemeriksaan CBR )

Perlu diperhatikan bentuk lengkung yang diperoleh. Jika lengkung yang diperoleh
seperti lengkung 1 (awal lengkung merupakan garis lurus) pada gambar 3.6 maka :
CBR0.1n = x/3000 X 100% = a%
CBR0.2n = y/4500 X 100% = b%
Nilai CBR adalah nilai terbesar antara a dan b
Jika lengkung yang diperoleh seperti lengkung 2 ( awal lengkung merupakan lengkung
cekung) pada gambar 3.6 maka :
CBR0.1n = x1/3000 X 100% = a1%
CBR0.2n = y1/4500 X 100% = b1%

50
Nilai CBR adalah nilai yang terbesar antara a1 dan b1, x1 dan y1 diperoleh dari langkah-
langkah sebagai berikut :
 Tarik garis singgung pada garis lengkung sehingga memotong sumbu absis
 Geser titik yang menunjukkan penetrasi 0.1” dan 0.2” ke kanan sejauh a
( gambar 3.6), titik-titik tersebut menjadi titik 0.1” dan 0.2”.

b. Jenis CBR
Berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya, CBR dapat dibagi atas :
1. CBR Lapangan
2. CBR lapangan rendaman
3. CBR rencana titik

1. CBR Lapangan
Disebut juga CBRinplace atau field CBR. Gunanya :
 Mendapatkan nilai CBR asli lapangan, sesua dengan kondisi tanah dasar saat
itu. Umum digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan
tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan dalam
kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau kondisi terburuk yang
mungkin terjadi.
 Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sudah sesuai dengan yang
diinginkan. Pemeriksaan untuk tujuan ini tidak umum digunakan, lebih sering
menggunakan pemeriksaan lain seperti sand cone, dls.
Pemeriksaan dilakukan dengen meletakkan piston pada kedalaman dimana nilai
CBR hendak ditentukan, lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang
dilimpahkan melalui gandar truk.

2. CBR lapangan rendaman/Undistrub soaked CBR


Gunanya untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan
jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan (swell) yang maksimum.
Pemeriksaan dilaksanakan pada kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan jenuh air.
Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah yang
lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi, terletak di daerah yang
badan jalannua sering terendam air pada musim hujan dan kering pada mjsim
kemarau.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil contoh tanah dalam mold yang ditekan
masuk ke dalam tanah mencapai kedalaman yang diinginkan. Mold berisi contoh
tanah dikeluarkan dan direndam dalam air selama + 4 hari sambil diukur
51
pengembangannya (swell). Setelah pengembangan tak lagi terjadi baru
dilaksanakan pemeriksaan besarnya CBR.
3. CBR rencana titik
Disebut juga CBR laboratorium atau design CBR.
Tanah dasar (subgrade) pada konstruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah
timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan
95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut
merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut
dipadatkan. Berarti nilai CBRnya adalah nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah
yang dibuatkan mewakili keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan. CBR ini
disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut juga CBR
laboratorium.
CBR laboratorium dapat dibagi atas 2 macam yaitu CBR laboratorium rendaman
( soaked design CBR ) dan CBR laboratorium tanpa rendaman ( unsoaked design
CBR ).
c. Menaksir harga CBR secara empiris
Pada tanah dasar rencana yang merupakan tanah dasar galian yang cukup dalam,
pengambilan contoh tanah sebanyak yang dibutuhkan untuk pemeriksaan CBR sukar
di dapat. Contoh tanah biasanya diperoleh dengan menggunakan alat bor. Untuk itu
penentuan besarnya nilai CBR rencana dapat dilakukan dengan menggunakan cara
empiris yang hanya berdasarkan analisa butir dan sifat plastisitas tanah.
Tetapi data CBR ini hanyalah data perkiraan yang selalu harus diamati pada tahap
pelaksanaan.
Perkiraan nilai CBR berdasarkan klasifikasi tanah dapat dilihat pada gambar berikut :

( Gambar 21 : Perkiraan nilai CBR berdasarkan klasifikasi tanah )

52
 CBR rencana rendaman
Berdasarkan hasil analisa butir dan sifat plastisitas tanah, CBR rencana rendaman
(soaked design CBR) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yang diambil
dari NAASRA sebagai berikut :
1. Log Cs = 1.7 – 0.05P0.425 + 0.002P0.075 – L(0.02 + 0.0004P0.075)
2. Log Cs = 1.9-0.004P2.36 – 0.005P0.425 + P0.075/P0.425 (5.2-0.P0.075/P0.625)10-3-0.01I

Dimana :
Cs : CBR rendaman
P2.36 : persen lolos saringan 2.36 mm
P0.425 : persen lolos saringan 0.425 mm
P0.075 : persen lolos saringan 0.075 mm
L : batas susut ( shrinkage limit ), dalam %
I : indeks plastisitas, dalam %
Dari kedua persamaan di atas dapat diperoleh CBR tanah dasar yang akan
digunakan untuk perencanaan dengan menggunakan rumus :

Css = (3 Csmin + Csmaks)0.25

Dimana :
Css : nilai CBR rendaman yang digunakan untuk perencanaan
Csmin : harga terendah yang diperoleh pada rumus NAASRA
Csmaks : harga tertinggi yang diperoleh pada rumus NAASRA

d. Menentukan nilai CBR lapangan dengan menggunakan data DCP


Nilai CBR lapangan dapat juga diperoleh dengan menggunakan hasil pemeriksaan
Dynamic Cone Penetrometer (DCP).
DCP muai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1985/1986. Pemeriksaan dengan
alat DCP menghasilkan data kekuatan tanah sampai kedalaman 90 cm di bawah tanah
dasar.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat seperti pada gambar di bawah ini.
Pemberat seberat 20 lb (9.07 kg) dijatuhkan dari ketinggian 20 inch ( 50.8 cm ) melalui
sebuah tiang berdiameter 5/8 inch (16mm). Ujung tiang berbentuk keruncut dengan
luas ½ sq.inch (1.61 cm2) bersudut 300 atau 600 di indonesia umum diginakan yang
bersudut 300.
Hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan :

53
 Penetrabilitas skala penetrometer (SPP) yaitu mudah atau tidknya melakukan
penetrasi kedalaman tanah. Dinyatakan dalam cm/tumbukan
 Tahanan penetrasi skala (SPR) yaitu sukar atau tidaknya melakukan penetrasi
ke dalam tanah. Dinyatakan dalam tumbukan/cm.

SPR = 1/SPP

Data lapangan umumnua dalam SPP, tetapi dalam analisa data digunakan
SPR. Korelasi dengan nilai CBR diperoleh dengan mempergunakan kertas
transparan seperti pada gambar 3.10. Kertas transparan tersebut di geser-
geserkan dengan tetap menjaga sumbu grafik pada kedua gambar sejajar,
sehingga diperoleh garis komulatif tumbukan ( gambar 3.9 ) berimpit dengan
salah satu garis pada kertas transparan. Nilai yang ditunjukkan oleh garis
tersebut merupakan nilai CBR lapangan pada kedalaman tersebut. Tetapi
korelasi ini sebaiknya dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari hasil test
CBR dengan nilai DCP dari lokasi yang berdekatan dengan lokasi dimana CBR
tersebut dilaksanan.

(Gambar 22 (a) Alat DCP) (Gambar 22 (b) Grafik Hasil pemeriksaan DCP)

54
( Gambar 23 : Grafik Korelasi antara DCP dan CBR lapangan)

e. CBR Segmen Jalan


Jalan dalam arah memanjang cukup panjang dibandingkan dengan jalan dalam arah
melintang. Jalan tersebut dapat saja melintasi tanah, dan keadaan medan yang
berbeda-beda. Kekuatan tanah dasar dapat bervariasi antara nilai yang baik dan jelek.
Dengan demikian tidak ekonomislah jika perencanaan tebal lapisan perkerasan jalan
berdasarkan nilai yang terjelek dan tidak pula memenuhi syarat jika berdasarkan
hanya nilai terbesar saja. Sebaiknya panjang jalan tersebut dibagi atas segmen-
segmen jalan, dimana setiap segmen mempunyai daya dukung yang hampir sama.
Jadi segmen jalan adalah bagian dari panjang jalan yang mempunyai daya dukung
tanah, sifat tanah, dan keadaan lingkungan yang relatif sama.
Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar
dan dipergunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan dari segmen tersebut.
Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan mempergunakan cara analitis atau
dengan cara grafis.
 Secara analitis

CBRsegmen = CBRrata-rata – (CBRmaks – CBRmin)/R

Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1 segmen.
Besarnya nilai R dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

55
Jumlah titik pengamatan Nilai R
2 1.41
3 1.91
4 2.24
5 2.48
6 2.67
7 2.83
8 2.96
9 3.08
<10 3.18

 Secara Grafis
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
 Tentukan nilai CBR yang terendah
 Tentukan berapa banyak nilai CBR yang sama atau lebih besar dari masing-
masing nilai CBR dan kemudian disusun secara tabelaris mulai dari nilai CBR
terkecil sampai dengan terbesar.
 Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan persentase dari
100%
 Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.
 Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90%.

Contoh perhitungan :
Dari hasil pemeriksaan daya dukung tanah dasar sepanjang jalan, diperoleh nilai-nilai
CBR sebagai berikut : 4%, 2%, 3%, 4%, 4%, 6%, 8%, 4%, 5%, 6%, 5%, 7%, 8%, 6%,
7%, 9%, 5%.
Memperhatikan nilai CBR yang diperoleh, sebaiknya ruas jalan tersebut dibagi menjadi
2 segmen . Segmen pertama dengan nilai CBR: 4%, 2%, 3%, 4%, 4%, 6%, 8%, dan
4% dan sisanya untuk segmen kedua.
Nilai CBR pertama :

56
Jumlah yang Persen (%) yang
CBR sama atau lebih sama atau lebih
besar besar
2 8 8/8*100% =100
3 7 7/8*100%=87.5
4 6 6/8*100%=75
6 2 2/8*100%=25
8 1 1/8*100%=12.5

140

120
y = 254.13e-0.372x
100 100
R² = 0.9643
87.5
80
75
60

40
25
20
12.5
0
0 2 2.7 4 6 8 10

Dari grafik di atas di dapat nilai CBR pada segmen pertama pada keadaan 95%
adalah 2.7 %.
Cara analitis :
4+2+3+4+4+6+8+4
CBR rata rata segmen pertama adalah = 8
= 4.375

CBR Segmen = CBRrata-rata – (CBRmaks – CBRmin)/R


= 4.375 –(8-2)/2.7
= 2.125%

Terlihat dari contoh perhitungan di atas bahwa nilai CBR segmen mendekati nilai
CBR terendah dari nilai CBR yang terdapat pada segmen tersebut.

57
STABILISASI TANAH DASAR

Tanah dasar merupakan bagian penting dari kontruksi jalan karena tanah ini
mendukungseluruh kontruksi jalan beserta muatan lalu lintas diatasnya. Tanah dasar
menentukan mahaltidaknya pembangunan jalan tersebut karena kekuatan tanah tersebut
menentukan tebal tipisnyalapisan perkerasan. Tanah dasar dalam keadaan asli
merupakan suatu bahan yang kompleks dansangat bervariasi kandungan mineralnya.
Pembangunan jalan raya tidak selalu berada diatastanah dasar yang relatif baik, ada
kemungkinan dibuat diatas tanah yang kurang baik. Akibatnya,tanah tersebut tidak dapat
langsung dipakai sebagai lapisan dasar ( subgrade )
Oleh karena itu tanah dasar perlu dipersiapkan secara baik antara lain dengan perbaikan
tanah. Stabilisasi tanah adalah alternatif yang dapat diambil untuk memperbaiki sifat-sifat
tanah yang ada. Pada prinsipnya stabilisasi tanah merupakan suatu penyusunan kembali
butir-butir tanah agar lebih rapat dan saling mengunci. Tanah dibuat stabil agar jika ada
beban yang lewat,tidak terjadi penurunan ( settlement )
Tanah dasar minimal harus bisa dilewati kendaraan proyek.Stabilisasi tanah adalah usaha
untuk meningkatkan stabilitas dan kapasitas daya dukung tanah. Menurut Bowles (1984)
apabila tanah yang terdapat di lapangan bersifat sangat lepas atau sangatmudah tertekan,
atau apabila mempunyai indeks konsistensi yang tidak sesuai, permeabilitasyang terlalu
tinggi, atau sifat lain yang tidak diinginkan sehingga tidak sesuai untuk suatu
proyek pembangunan, maka tanah tersebut harus distabilisasikan. Proses stabilisasi itu
meliputi, antara lain:
1. Penggantian tanah asli : mengganti tanah dengan tanah yang baik atau sesuai
spesifikasi
2. Perbaikan gradasi butiran
3. Stabilisasi dengan bahan kimia
4.Stabilisasi dengan pemadatan

Tujuan perbaikan tanah tersebut adalah untuk mendapatkan tanah dasar yang stabil
padasemua kondisi. Usaha stabilisasi dilakukan hanya seperlunya saja, tidak
menguntungkan secaraekonomis untuk membuat sesuati bagian konstruksi yang lebih
kuat dari yang diperlukan.Adapun metode-metode stabilisasi yang dikenal adalah :

a. Stabilisasi mekanis
Definisi stabilisasi mekanis adalah tanah yang telah distabilisasikan secara mekanis
adalah yang telah berhasil dibuat memiliki daya dukung tanah tertentu terhadap deformasi

58
oleh muatan, disebabkan karena adanya kait mengait (interlock) dan geseran antar butir
tanah serta daya ikat antar butir oleh bagian tanah yang halis atau tanah liat. Beberapa
usaha penambahankekuatan atau daya dukung tanah dengan stablisasi mekanis seperti
mengganti jenis tanaheksisting, mengatur gradasi tanah atau melakukan pemadatan
(compaction)

b. Perbaikan Gradasi Butiran


Perbaikan dilakukan dengan menambahkan butiran tertentu sehingga dicapai
gradasi butiran yang sesuai dengan spesifikasi (well graded ). Sebelum penambahan,
dilakukan pengambilan sampel tanah dasar untuk diteliti gradasi butirannya, bila ditemukan
pada butirantertentu kurang baik, maka dilakukan penambahan butiran pada butiran
tersebut. Perbaikan ini penting mengingat bahwa setiap jenis gradasi memiliki fungsi yang
berbeda, yang salingmelengkapi satu sama lain. Fungsi dari butir butir yang termasuk
fraksi ³kasar´ (tertahan di atas saringan no 4) adalah sebagai kerangka dari lapisan
konstruksi dan meneruskan pengaruh gaya-gaya muatankepada lapisan di bawahnya.
Mengingat fungsinya yang demikian, maka butir-butir kasar iniharus cukup keras dan tidak
lapuk oleh rendaman air yang mungkin tertahan di dalam massalapisan untuk waktu yang
lama, makin butir butir ini berbentuk bersegi, makin besar kestabilanmasa yang dapat
dicapai. Butir-butir yang termasuk fraksi halus (lewat saringan no 40), khususnya yang
lewatsaringan no 200 berfungsi sebagai pengisi ruangan kosong yang terjadi oleh bentuk
dari butir- butir fraksi kasar tadi. Dengan terisinya ruang ruang kosong tadi (air voids),
maka massa menjadi stabil. Dan juga butir-butir halus ini mempunyai kemampuan untuk
mengikat butir-butir kasar dengan sifat kohesifnya. Untuk tanah yang berbutir lebih kecil
dari saringan no 40 (yangterpengaruh oleh kadar air ) dengan fungsi pengisi rongga-
rongga kosong dan bahan pengikat,tidak boleh diberikan terlalau banyak. Untuk ayakan
yang melewati saringan no 200 tidak bolehmelebihi dua per tiga dari seluruh bagian yang
melewati saringan no 4.

c. Stabilisai Dengan Pemadatan


Untuk mengantisipasi tanah terutama bersifat ekspansif (kembang-susut) yang
mengikutikadar airnya maka diperlukan pemadatan (compaction) karena hal ini
mempengaruhi dayadukung tanah. Pada musim kemarau yang sangat panas, kita sering
dapat memperhatikan adanya celah-celah memanjang pada konstruksi jalan raya yang
disebabkan oleh gejala susut dari tanah liat yang diakibatkan oleh menurunnya kadar air
dari masssa tanah itu. Gejala ini diperbesar olehadanya semak belukar yang akar-akarnya
menghisap air dari dalam tanah untuk kemudiandiuapkan melalui daun-daunan. Gejala
susut oleh berkurangnya kadar air minimal ini terlihatterutama pada tanah-tanah yang

59
kurang kepadatannya.Adapun untuk melakukan stabilisasi tanah dengan cara pemadatan
diperlukan peralatanyang berfungsi untuk memadatkan tanah tersebut. Alat-alat
pemadatan yang dapat digunakan memiliki jenis yang berbeda untuk keperluan tipe
pemadatan yang berbeda seperti Three Whel Roller, Tandem Roller, Pneumatic Tired
Roller, Vibratory Roller dsb.

d. Penggantian Tanah Asli


Bila kondisi eksisting tanah di lapangan sangat buruk dan tidak memungkinkan
untuk dilakukan stabilisasi dengan cara perbaikan gradasi tanah, pemadatan, ataupun
kimiawi karenaalas an ekonomis ataupun kemudahan pengerjaan, maka tanah eksisting
dapat diganti dengantanah baru yang diambil dari tempat lain sehingga daya dukungnya
mampu mencapai spesifikasiyang diinginkan dengan cost dan waktu pengerjaan yang
relatif efisien. (Gambar proses stabilisasi tanah dasar)

e. Stabilisasi Kimiawi
Stabilisasi tanah secara kimiawi adalah panambahan bahan stabilisasi yang dapat
mengubah sifat-sifat kurang menguntungkan dari tanah. Biasanya digunakan untuk tanah
yang berbutir halus. Bahan yang digunakan untuk stabilisasi tanah disebut stabilizing
agents karena setelah diadakan pencampuran menyebabkan terjadinya stabilisasi. Untuk
masih dapatmemanfaatkan tanah-tanah kohesif setempat sebanyak mungkin secara
ekonomis, makadi pergunakan stabilizing agents, yang karena proses kerjanya dan sifat

60
pengaruh yangditimbulkan kepada bahan yang distabilkan menyebabkan stabiisasi dengan
menggunakan bahancampuran ini.Di dalam usaha stabilisasi tanah ini, kita mengenal
banyak jenis stabilizing agents. Diantara sekian banyak stabilizing agents, yaitu air sendiri
di dalam jumlah yang tepat dan tanahliat dalam jumlah proporsional. Untuk menahan air
diperlukan (garam laut) pada air tersebut yang sifatnya higroskopis dapat mengikat air
dalam jangka waktu yang lama. Adapun stabilizing agents untuk tanah liat antara lain
adalah kapur pasang ( hydrated lime ), Prtlant cement (PC), bitumen, dan lain lain.
Stabilizing agents yang disebutkan tadi merupakan bahan-bahan yang menghasilkan
produk yang baik sesuai dengan tujuan penstabilan tanah yang bersangkutan, derajat
peningkatan mutu yang dikehendaki dan mudah dikerjakan. Pada umumnya, stabilisasi
kimiawi adalah jenis usaha yang cukup mahal dan memerlukan ketelitiandan kecermatan
bekerja yang tinggi.

Stabilisasi dengan Mineral Asbuton


Dengan berkembangnya teknologi, ada penelitian mengenai stabilisasi tanah
denganmemanfaatkan mineral Asbuton sebagai bahan stabilisasi tanah. Asbuton
merupakan aspal alamyang terdapat di Pulau Buton dengan deposit sangat besar yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan jalan karena disamping mengandung bitumen,
mineralnya pun memiliki kandungan kapur (CaCO3) yang cukup tinggi yaitu sekitar 70% -
80%.Saat ini ada beberapa produsen yang mengembangkan produk asbuton murni
(kandunganmineralnya < 1%) yang diharapkan dapat menggantikan aspal minyak. Karena
kandunganmineralnya yang cukup tinggi dapat membahayakan untuk kehidupan di masa
yang akan datang,oleh karena itu perlu pemanfaatan mineral ini untuk stabilisasi tanah.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa tujuan stabilisasi adalah untuk meningkatkan
kinerja perkerasan. Karena kinerja perkerasan tidak semata ± mata menyangkut kekuatan,
maka dalamrangka memilih cara stabilisasi yang tepat perlu diketahui alasan perlunya
stabilisasi. Adapun beberapa alasan konvensional yang melatarbelakangi perlunya
stabilisasi adalah:
a. Kondisi tanah dasar yang jelek Stabilisasi tanah dasar adalah untuk
meningkatkanmutunya sehingga tebal perkerasandapat dikurangi.
b. Bahan lapis pondasi yang terbatasKasus nyata yang sering terjadi di lapangan adalah
tingginya platisitas bahan. Dalam haltersebut, plastisitas dapat diturunkan dengan
menambahkan kapur atau semen ke dalam bahan.
c. Pengendalian debuMeskipun sejauh ini penggunaan bahan stabilisasi untuk
mengendalikan debu belum populer di Indonesia, namun beberapa Negara telah
menggunakannya.

61
d. Pengendalian kadar air Beberapa bahan kimia dapat menahan air dalam tanah
sehingga pada musim kemaraumemungkinkan tanah mudah untuk dipadatkan. Pada
kasus yang ekstrim, kemungkinan tanahdalam keadaan yang sangat basah sehingga
sulit dipadatkan. Untuk mengatasi hal tersebut, dapatdigunakan bahan stabilisasi yang
dapat mengeringkan tanah.

f. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan dimana lokasi jalan berada mempengaruhi lapisan perkerasan jalan
dan tanah dasar antara lain :
1. Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi perkerasan dan sifat komponen
material lapisan perkerasan
2. Pelapukan bahan material
3. Mempengaruhi penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan
Faktor utama yang mempengaruhi konstruksi perkerasan jalan ialah air yang berasal
dari hujan dan pengaruhperubahan temperatur akibat perubahan cuaca

 Air dan Tanah Dasar (Subgrade)


Adanya aliran air disekitar badan jalan dapat mengakibatkan rembesan air ke badan
jalan, yang dapat menyebabkan :
 Ikatan antara butir-butir agregat dan aspal lepas, sehingga lapisan perkerasan
tidak lagi kedap air dan rusak
 Perubahan kadar air mempengaruhi sifat daya dukung tanah dasar.
Aliran air di sekitar lapisan perkerasan dapat berasal dari :
 Seepage dari tempat yang lebih tinggi disekitar konstruksi perkerasan. Hal ini
terjadi terutama pada badan jalan tanah galian.
 Fluktuasi ketinggian muka air tanah
 Infiltrasi air melalui permukaan perkerasan atau bahu jalan
 Rembesan air dari tempat yang lebih basah ke tempat yang lebih kering.
Besarnya intesitas aliran air tergantung dari :
 Presipitasi (hujan) dan intensitas hujan sehubungan dengan iklim setempat. Air
hujan akan jatuh ke badan jalan dan masuk ke lapisan tanah dasar melalui
bahu jalan. Aliran air secara horizontal ke lapisan perkerasan terjadi jika kadar
air tinggi di bahu jalan dan rendah di bawah lapisan perkerasan jalan.
 Sifat kafilaritas dari tanah dasar.

62
 Jika tanah dasar mempunyai kadar air rendah dan dibawahnya terdapat air
tanah, maka air daat merembes ke atas akibat adanya gaya kapiler.
Intensitas aliran air air ditentukan juga oleh kondisi drainase disekitar badan
jalan tersebut. Aliran air pada badan jalan kurang mempengaruhi kadar air tanah
dasar jika drainase jalan tersebut baik.
Tanah dasar pada tanah galian pada umumnya mempunyai muka air tanah yang
tinggi, sehingga harus dilengkapi dengan bangunan drainase bawah tanah yang baik.

Gambar (24 ) : Gambar Pergerakan Air di Badan Jalan

Dengan demikian kondisi yang terbaik yaitu memeliharan kadar air dalam keadaan
seimbang. Hal ini dapat dilakukan dengan :
 Membuat drainase di tempat yang diperlukan
 Bahu jalan dipilih dari material yang cepat mengalirkan air, di tempat tertentu
dibuat dari lapisan kedap air
 Tanah dasar dipadatkan pada keadaan kadar air optimum sehingga dicapai
kepadatan yang baik.
 Menggunakan tanah dasar yang distabilisasi
 Menggunakan lapisan permukaan yang kedap air
 Lapisan perkerasan dibuat lebih lebar dari lebar yang dibutuhkan.

63
KEKUATAN GESER TANAH

Kelcuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut per
satuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalarn tanah
yang dimaksud. Untuk menganalisis masalah stabilitas tanah seperti daya dulcung,
stabilitas talud (lereng), dan tekanan tanah ke sarnping pada turap maupun tembok
penahan tanah, mula-mula kita harus mengetahui sifat-sifat ketahanan penggesemya
tanah tersebut.

Keamanan suatu struktur geoteknik sangat tergantung pada kekuatan tanah. Jika
tegangan yang bekerja pada tanah lebih besar dari kekuatan yang tersedia maka struktur
geoteknik tersebut akan runtuh. Karena tanah tidak dapat menahan tekan maupun tarik
dalam besaran yang signifikan, maka kekuatan tanah yang dimaksud disini adalah kuat
geser yang merupakan kekuatan friksi dan/atau kohesinya. Contoh bagaimana kuat geser
dapat bekerja seperti pada lapisan perkerasan jalan, beban roda kendaraan akan
disalurkan melewati lapisan perkerasan dan tanah di bawahnya. Beban ini menghasilkan
tegangan geser yang dapat menyebabkan kegagalan geser. Sehingga di bawah lapisan
permukaan jalan diletakkan lapisan material tanah atau aggregate yang lebih baik
propertinya (base aggregate) sehingga beban dapat tersebar lebih rata pada tanah di
bawahnya (sub-grade). 


Untuk mengetahui bagaimana kuat geser tanah kita akan menggunakan hukum geser dari
Coulomb’s tentang statika dan fisika. Jika sebuah balok kayu didorong arah horisontal,
maka diperlukan gaya horisontal yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya
pergerakan seperti gambar di bawah ini:

( Gambar 24 : Slip Pada Balok Kayu Dan Bidang Slip Di Dalam Massa Tanah )

Hukum Coulomb membutuhkan adanya bidang geser kritikal atau yang disebut bidang slip.
Di dalam kasus balok kayu dengan meja maka bidang slip-nya adalah horisontal yang

64
merupakan bidang kontak antara balok kayu dan meja. Tidak seperti balok kayu, pada
massa tanah kita tidak mengetahui dimana bidang terjadi pada suatu massa tanah. Seperti
kita ketahui bahwa berat unit dari massa tanah tergantung pada susunan butiran tanah.
Jika digambarkan secara ekstrim maka kondisinya seperti gambar di bawah ini:

( Gambar 25 : Susunan butiran tanah dalam kondisi lepas dan padat )

Dimana ada dua kondisi yakni kondisi lepas dan padat. Diasumsikan bahwa bentuk butiran
tanah adalah bulat. Pada kondisi lepas, maka permukaan atas butiran akan bertemu
dengan butiran atas yang lain. Sedangkan jika kondisi padat maka posisi butiran akan
saling mengunci satu sama lain. Jika diberikan tegangan geser pada kondisi lepas maka
butiran tanah akan saling geser pada bidang horizontal a-a. Dan pergerakan ini akan
menyebabkan butiran akan mengisi void yang ada dan arah pergerakannya adalah ke
bawah atau massa tanah mengalami kompresi. Sedangkan pada massa tanah dalam
kondisi padat, maka pergerakan horizontal yang terjadi terhalang oleh butiran tanah yang
lain. Sehingga butiran tanah harus bergerak ke atas terlebih dahulu sehingga massa tanah
mengalami ekpansi.

Kriteria Meruntuhan Menurut Mohr - Coulomb

Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material yang
menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara
tegangan normal dan geser, dan bukan hanya akibat tegangan normal maksimum atau
tegangan geser maksimum saja. Jadi, hubungan antara tegangan normal dan geser pada
sebuah bidang keruntuhan dapat dinyatakan dalarn bentuk berikut (Garnbar 9-la).

𝜏𝑓 = 𝑓(𝜎) ……….(1)

Garis keruntuhan (failure envelope) yang dinyatakan oleh Persarnaan (1) di atas
sebenamya berbentuk garis lengkung seperti terlihat pada Gambar 9-lb. Untuk sebagian
besar rnasalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut culcup didekati dengan sebuah
garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan normal dan geser
(Coulomb; 1776). Persamaan itu dapat kita tulis sebagai berikut:

65
𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝑡𝑎𝑛 𝜙 ……….(2)
dengan

c : kohesi dan 𝜙 = sudut geser internal

Hubungan di atas disebut juga sebagai krileria keruntuhan Mohr-Coulomb.

Sekarang marilah kita bahas makna garis keruntuhan tersebut. Bila tegangan normal dan
geser pada sebuah bidang dalam suatu massa tanah sedernikian rupa sehingga tegangan-
tegangan tersebut dapat digambarkan sebagai titik A dalam Gambar 9-lb, maka
keruntuhan geser tidak akan terjadi pada bidang tersebut. Tetapi hila tegangan normal dan
geser yang bekerja pada suatu bidang lain dapat digambarkan sebagai titik B (yang tepat
berada pada garis keruntuhan), maka keruntuhan geser akan terjadi pada bidang tersebut.
Suatu keadaan kombinasi tegangan yang berwujud titik C tidaklah mungkin terjadi karena
bila titik tersebut tergambar di atas garis keruntuhan, keruntuhan geser pasti sudah terjadi
sebelumnya.

(Gambar 26 : Garis keruntuhan menurut Mohr dan hukum keruntuhan dari Mohr-Culomb)

Kemiringan Bidang Keruntuhan Akibat Geser

Pembahasan kita sebelumnya tentang kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, menyatakan


bahwa keruntuhan geser (keruntuhan akibat geser) akan terjadi bila tegangan geser pada
suatu bidang mencapai syarat batas yang dirumuskan oleh Persamaan (2). Untuk
menentukan kemiringan bidang keruntuhan dengan bidang utama besar (major principal
plane), marilah kita lihat Gambar 9-2. Bila bidang keruntuhan tersebut membentuk sudut 𝜃

66
dengan bidang utama besar, menurut ilmu mekanika kita dapat mencari harga tegangan
normal dan geser yang bekerja pada bidang tersebut. Jadi,

𝜎1+𝜎2 𝜎1−𝜎2 𝜎1+𝜎3


𝜎= + 𝑐𝑜𝑠2𝜃 dan 𝑠𝑖𝑛2𝜃 ……….(3)
2 2 2

Dengan mensubstitusikan dengan persamaan sebelumnya akan menghasilkan :

𝜎1 − 𝜎3 𝜎1 − 𝜎3 𝜎1 − 𝜎3
( ) 𝑠𝑖𝑛2𝜃 = 𝑐 + [( )+( ) 𝑐𝑜𝑠2𝜃] 𝑡𝑎𝑛𝜃
3 2 2

atau :
𝜎3 𝑡𝑎𝑛𝜃+𝑐
𝜎1 = 𝜎3 + 1 ……….(4)
.𝑠𝑖𝑛2𝜃− 𝑐𝑜𝑠2 𝜃 𝑡𝑎𝑛𝜃
2

(a) (b)
(Gambar 27: Kemiringana bidang keruntuhan (a) dan Lingkaran Mohr & Garis Keruntuhan (b))

Untuk harga𝜎3 dan c tertentu, kondisi runtuh akan ditentukan oleh harga minimum dari
tegangan utama besar 𝜎1 . Bila harga 𝜎1 adalah minumum, maka harga
1
(2 . 𝑠𝑖𝑛2𝜃 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 𝑡𝑎𝑛𝜃 ) haruslah maksimum. Jadi,

𝑑 1
= ( . 𝑠𝑖𝑛2𝜃 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃. 𝑡𝑎𝑛𝜃) = 0
𝑑𝜃 2
atau :
𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 − 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 + 2𝑠𝑖𝑛𝜃. 𝑐𝑜𝑠𝜃. 𝑡𝑎𝑛𝜃 = 0

𝜙
sehingga memberikan persamaan baru 𝜃 = 450 + 2 .

Gambar 9-3 (b) menunjukkan gambaran separuh lingkaran Mohr yang mewakili kondisi
tegangan pada saat keruntuhan pada suatu rnasa tanah. Garis keruntuhan yang
dinyatakan oleh persamaan 𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝑡𝑎𝑛 𝜙 menyinggung lingkaran Mohr pada titik X. Jadi,
keruntuhan geser yang terjadi pada bidang tertentu dapat kita nyatakan dengan lingkaran

67
𝜙
berjari-jari OX, dan bidang tersebut haru membentuk kemiringan sudut 𝜃 = 450 + 2 .

terhadap bidang utama besar.

𝜙
Bila harga (𝜃 = 450 + 2 ) dimasukkan ke dalam persamaan (4) akan menghasilkan :

𝜙 𝜙
𝜎1 = 𝜎3. 𝑡𝑎𝑛2 (45 + ) + 2𝑐. tan(45 + ) ……….(5)
2 2

Akan tetapi, persamaan (5) tadi juga dapat dengan mudah diturunkan dengan
menggunakan lingkaran Mohr dan ilmu ukur sederhana.

Hukum Keruntuhan Geser pada Tanah Jenuh-Air


Pada tanah jenuh air, besar tegangan normal total pada sebuah titik adalah sama dengan
jumlah tegangan efektifnya ditambah dengan tegangan air pori, atau

𝜎 = 𝜎′ + 𝑢

Tegangan efektif 𝜎 ′ , diterima oleh bagian butiran padat dari tanah. Jadi berdasarkan
prinsip mekanika tanah, Persamaan (2) dapat ditulis lagi menjadi

𝜏𝑓 = 𝑐 + (𝜎 − 𝑢)𝑡𝑎𝑛 𝜙 = 𝑐 + 𝜎 ′ 𝑡𝑎𝑛𝜃

Hanya c dari tanah pasir dan lanau anorganik adalah sama dengan nol. Untuk tanah
lempung yang terkonsolidasi-normal, harga c juga dapat dianggap sama dengan nol.
Tanah lempung terkonsolidasi-lebih mempunyai harga c > 0. Sudut geser internal 𝜙 ,
kadang-kadang juga disebut sudut geser air teralirkan (drained angle of friction). Harga-
harga 𝜙 yang umum dijumpai pada tanah diberikan pada Tabel berikut :

(Tabel harga-harga yang umum dari sudut geser internal kondisi drained untuk pasir dan lanau)

68
TEKANAN DALAM MASA TANAH (SUBGRADE)

Teori Sistem Lapis Banyak ( Multi Layer )


Teori sistem lapis banyak adalah konsep metode mekanistik dalam desain struktur
perkerasan. Respon dari perkerasan yaitu tegangan, regangan, dan lendutan sebagai
sistem struktur multi-lapisan terhadap beban roda kendaraan diilustrasikan pada
gambar 2.5. Bebarapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon
struktur perkerasan yang sederhana adalah sebagai berikut :

 Pada struktur perkerasan, setiap lapisan memiliki ketebalan tertentu, kecuali tanah
dasar yang tebalnya dianggap tak terhingga. Sedangkan, lebar setiap lapisan
perkerasan juga dianggap tak terbatas.
 Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yakni sifat bahan di
setiap titik tertentu dalam setiap arah. 

 Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Contohnya sifat
di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi. 

 Lapisan linear elastis, linear maksudnya hubungan antara regangan dan 
 tegangan
dianggap linear, dan elastis maksudnya apabila tegangan yang diberikan kemudian
dihilangkan, regangan dapat kembali ke bentuknya semula. 

 Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus resilient
(E atau MR) dan konstanta Poisson (μ) 

 Friksi antara lapisan perkerasan dianggap baik atau tidak terjadi slip. 

 Beban roda kendaraan dianggap memberikan gaya vertikal yang 
 seragam
terhadap perkerasan dengan bidang berbentuk lingkaran. 


69
a. Sistem Satu Lapis
Dalam sistem struktur satu lapisan, struktur perkerasan dan tanah dasar dianggap
sebagai satu kesatuan struktur dengan bahan yang homogen. Untuk menganalisa
tegangan (stress), regangan (strain) dan defleksi digunakan persamaan Boussinesq
dengan asumsi lapisan bersifat homogen, isotropik.
𝑃
𝜎𝑧 = 𝑘 ………………(1)
𝑍2
3 1
𝑘 = 2𝜋 [1+(𝑟/2)2 ]5/2
…….(2)

( Gambar 29 : Sistem Satu Lapis )

( Tabel 6 : Ringkasan rumus perhitungan tekanan tanah satu lapis )


70
( Gambar 30 : Diagram Tekanan Satu Lapis )

b. Sistem Dua Lapis


Sistem struktur dua lapisan dapat memodelkan struktur perkerasan dengan
membedakan tanah dasar dari lapisan-lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan
membedakan lapisan aspal dari lapisan agregat (termasuk tanah dasar). Dalam
pemecahan masalah dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan,
yaitu homogen, isotropik dan elastik. Lapisan permukaan diasumsikan tidak terbatas
tetapi kedalaman lapisan terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya tidak terbatas baik
arah horisontal maupun vertikal. Nilai tegangan dan defleksi didapat dari perbandingan
modulus elastisitas setiap lapisan E1 / E2.

( Gambar 31 : Distribusi tegangan vertikal dalam sistem struktur dua lapis )

71
c. Sistem Tiga Lapis
Tegangan – tegangan yang terjadi di setiap lapis pada axis simetri sistem tiga lapis
dapat dilihat pada gambar (32) Tegangan – tegangan yang terjadi meliputi :
 σz1 : tegangan vertikal interface 1

 σz2 : tegangan vertikal interface 2
 σr1 : tegangan horisontal pada lapisan 1 bagian bawah
 σr2 : tegangan horisontal pada lapisan 2 bagian bawah
 σr3 : tegangan horisontal pada lapisan 3 bagian atas

( Gambar 32 : Tegangan sistem tiga lapis )

Untuk menghitung besarnya nilai tegangan vertikal diperlukan grafik. Sedangkan untuk
menghitung besarnya nilai tegangan horisontal diperlukan tabel tegangan faktor.
Dalam menghitung nilai tegangan, baik vertikal maupun horisontal pada grafik dan
diperlukan nilai di bawah:

𝐸 𝐸
𝐾1 = 𝐸1 atau 𝐾2 = 𝐸2 ……………………….(1)
2 3

𝑎 ℎ1
𝐴= atau 𝐻 = ………………………...(2)
ℎ2 ℎ2

Dalam menentukan σz1 dan σz2 diperlukan grafik. Dari grafik tersebut didapat nilai
faktor tegangan (ZZ1 atau ZZ2) yang didapatkan dengan memasukkan parameter di
atas. Untuk perhitungan tegangan vertikal digunakan rumus sebagai berikut:

𝜎𝑧1 = 𝑝(𝑍𝑍𝐼) ………………………………..(4)


72
𝜎𝑧2 = 𝑝(𝑍𝑍2) ………………………………..(4)

Sedangkan untuk tegangan horisontal 𝜎𝑟1 , 𝜎𝑟1 , dan 𝜎𝑟1 dapat diperoleh juga dari tabel dan
grafik. Pada tabel tersebut didapatkan nilai (ZZ1 – RR1), (ZZ2 – RR2), (ZZ3 – RR3), maka
diperlukan rumus :


𝜎𝑧1 − 𝜎𝑟1 = 𝑝 [𝑍𝑍1 − 𝑅𝑅1]………………..(5)

𝜎𝑧2 − 𝜎𝑟2 = 𝑝 [𝑍𝑍2 − 𝑅𝑅2]………………..(6)

𝜎𝑧2 − 𝜎𝑟3 = 𝑝 [𝑍𝑍2 − 𝑅𝑅3]………………..(6)

Untuk menghitung regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan menggunakan


rumus:

1
𝜀𝑟1 = 2𝐸1 [𝜎𝑟1 − 𝜎𝑧1 ]……………………….(7)

73
TANAH GAMBUT

a. Pengertian Tanah Gambut


Pusat Penelitian Tanah (1990) mengemukakan bahwa tanah gambut atau Organosol
adalah tanah yang mempunyai lapisan atau horison H, setebal 50 cm atau lebih atau
dapat 60 cm atau lebih bila terdiri dari bahan Sphagnum atau lumut, atau jika berat
isinya kurang dari 0,1 g cm3. Ketebalan horison H dapat kurang dari 50 cm bila
terletak diatas batuan padu. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi disebut
tanah gambut (Wirjodihardjo, 1953) atau Organosol (Dudal dan Soepratohardjo, 1961)
atau Histosol (PPT, 1981).

b. Proses Pembentukan Gambut


Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman yang berlapis-lapis hingga
mencapai ketebalan >30cm. Proses penimbunan bahan sisa tanaman ini merupakan
proses geogenik yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama (Hardjowegeno,
1986). Gambut terbentuk dari lingkungan yang khas, yaitu rawa atau suasana
genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Kondisi langka udara akibat
genangan, ayunan pasang surut, atau keadaan yang selalu basah telah mencegah
aktivitas mikro-organisme yang diperlukan dalam perombakan. Laju penimbunan
gambut dipengaruhi oleh paduan antara keadaan topografi dan curah hujan dengan
curahan perolehan air yang lebih besar dari pada kehilangan air serta didukung oleh
sifat tanah dengan kandungan fraksi debu (silt) yang rendah.

c. Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Tanah Gambut


 Sifat Fisik Tanah Gambut
Sifat fisik gambut yang penting untuk diketahui antara lain :

Warna tanah gambut : Meskipun bahan asal gambut berwarna kelabu, coklat atau
kemerahan tetapi setelah dekomposisi muncul senyawa‐senyawa yang berwarna
gelap sehingga gambut umumnya berwarna coklat sampai kehitaman. Warna gambut
menjadi salah satu indikator kematangan gambut. Semakin matang, gambut semakin
berwarna gelap. Fibrik berwarna coklat, hemik berwarna coklat tua, dan saprik
berwarna hitam (Darmawijaya, 1990 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N
Suryadiputra. 2005). Dalam keadaan basah, warna gambut biasanya semakin gelap.

Berat Jenis : Gambut memiliki berat jenis yang jauh lebih rendah dari pada tanah
aluvial. Makin matang gambut, semakin besar berat jenisnya. Waluyo et all., 2003

74
(dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005), membuat
klasifikasi nilai berat jenis atau bobot isi (bulk density) tanah gambut di Sumatera
sebagai berikut : gambut saprik nilai bobot isinya sekitar 0,28 gr/cc, hemik 0,17 gr/cc
dan fibrik 0,10 gr/cc. Akibat berat jenisnya yang ringan, gambut kering mudah
tererosi/terapung terbawa aliran air.

Penurunan permukaan tanah (Subsidence) : Setelah dilakukan atau reklamasi,


gambut berangsur‐angsur akan kempes dan mengalami subsidence/amblas yaitu
penurunan permukaan tanah, kondisi ini disebabkan oleh proses pematangan gambut
dan berkurangnya kandungan air. Lama dan kecepatan penurunan tersebut
tergantung pada kedalaman gambut. Semakin tebal gambut, penurunan tersebut
semakin cepat dan berlangsungnya semakin lama. Rata‐rata penurunan adalah 0,3 –
0,8 cm/bulan, dan terjadi selama 3 – 7 tahun setelah drainase dan pengolahan tanah.
Masalah penurunan gambut pada tanaman tahunan, biasanya ditanggulangi dengan
cara ; penanaman tanaman tahunan di dahului dengan penanaman tanaman semusim
minimal tiga kali musim tanam, dilakukan pemadatan sebelum penanaman tanaman
tahunan, dan membuat lubang tanam bertingkat.

 Sifat Mekanik Tanah Gambut


Dari sifat mekaniknya tanah gambut mempunyai sifat kompresibilitas dan daya dukung
yang rendah. Gambut memiliki daya dukung yang rendah karena mempunyai ruang
pori yang besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobotnya ringan. Ruang
pori total untuk bahan fibrik/hemik adalah 86 – 91 % (volume) dan untuk bahan
hemik/saprik 88 – 92%, atau rata‐rata sekitar 90% volume (Suhardjo dan Dreissen,
1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005). Sebagai
akibatnya, pohon yang tumbuh diatasnya menjadi mudah rebah. Rendahnya daya
dukung akan menjadi masalah dalam pembuatan saluran irigasi, jalan, pemukiman,
dan pencetakan sawah (kecuali gambut dengan kedalaman kurang dari 75 cm).

d. Contoh Konstruksi Pada Tanah Gambut


Konstruksi Jalan di Tanah Gambut
Areal gambut yang luas untuk konstruksi jalan, biasanya dengan cara memperbaiki
areal tersebut. Dengan cara dikupas atau digali, kemudian galian tersebut diisi dengan
lapisan tanah atau pasir yang lebih baik. Dimana tanah yang telah diganti tersebut
dipampatkan dengan diberi beban diatasnya berupa tumpukan pasir atau tanah
selama jangka waktu tertentu.

75
Untuk mempercepat pemampatan lapisan tanah, ada beberapa cara yang dilakukan
yaitu ada yang menggunakan tiang pasir (vertical sand drain) yang dipasang pada
setiap jarak tertentu. Ada juga yang menggunakan sejenis bahan sintetis yang
dipasang vertical juga yang jaraknya tergantung kebutuhan yang dikenal dengan
vertical wick drain. Penggunaan vertical wick drain ada yang ditambah dengan
bantuan pompa vakum untuk mempercepat proses pemampatan tanah. Semua hal ini
dilakukan untuk mengeluarkan air dan udara yang mengisi pori-pori pada lapisan
tanah. Proses pemampatan tanah ini ada juga yang menggunakan sistem yang
disebut dynamic consolidation yaitu dengan cara menjatuhkan beban yang berat
kelapisan tanah yang akan dipampatkan.
Untuk areal yang tidak luas, pondasi untuk equipment ada yang langsung membangun
pondasinya seperti pondasi cakar ayam. Setelah pondasi terpasang baru kemudian
diberi beban diatasnya berupa tumpukan pasir atau tanah supaya terjadi pemampatan
sampai yang diinginkan. Kemudian dibangun konstruksi jalan yang ingin dipasang
diatasnya.
Cara yang murah adalah dengan memakai dolken atau bambu berukuran diameter
sekitar 8 cm dan panjang antara 4 – 6 meter yang dipancang dengan jarak tergantung
kebutuhan biasanya sekitar 30 – 40cm.
Sistem Pondasi untuk tanah lunak menggunakan metoda Pondasi Rakit (raft
foundation) yaitu Pondasi Sarang Laba-Laba. Pondasi sarang laba-laba bertujuan
untuk memperlakukan sistem pondasi itu sendiri dalam berinteraksi dengan tanah
pendukungnya.
Semakin fleksibel suatu pondasi maka semakin tidak merata tegangan tanah yang
timbul, sehingga terjadi konsentrasi tegangan di daerah beban terpusat. Sebaliknya
semakin kaku pondasi maka akan semakin terdistribusi merata tegangan tanah yang
terjadi yang dengan sendirinya effective contact area pondasi tersebut akan semakin
besar dan tegangannya akan semakin kecil.
Pondasi sarang laba-laba ini memiliki kedalaman antara 1 – 1.5 meter. Terdiri dari
pelat rib vertical yang berbentuk segitiga satu sama lainnya. Di antara ruang segitiga
tersebut diisi material tanah pasir/sirtu yang dipadatkan. Kemudian di atas pelat
tersebut di cor pelat beton dengan tebal 150 – 200 mm. Konstruksinya cukup
sederhana dan cepat dilaksanakan serta ekonomis.
Cara lain yang selama ini dipakai pada pembuatan jalan adalah pemakaian kanoppel
atau galar kayu sebagai perkuatan tanah dasar pada pembuatan jalan diatas tanah
gambut cukup besar. Banyaknya pembangunan jalan yang selama ini dikerjakan
dengan memakai kanoppel tidak lepas dari pertimbangan ekonomis mengingat fungsi

76
jalan raya selalu berkaitan dengan dimensi panjang yang melibatkan bahan
perkerasan dengan jumlah yang cukup banyak.
Alternatif lain untuk meningkatkan perkuatan tanah dasar yaitu dengan pemakaian
geotextile dapat memberikan pertimbangan lain secara ekonomis dan struktur.
Geotextile merupakan suatu bahan geosintetik yang berupa lembaran serat sintetis
tenunan dan tambahan bahan anti ultraviolet. Geotextile ini mempunyai berat sendiri
yang relatif ringan. Akan tetapi mempunyai kekuatan tarik yang cukup besar untuk
menerima beban diatasnya. Keunikan utama geotextile adalah konsistensi kualitas
sebagai produk industri permanen dan sangat kompetitif dalam harganya. Namun
relatif mudah dan murah penerapannnya untuk perkuatan tanah dasar, serta hasil
akhir yang memiliki kelebihan antara lain:
 Menjaga penurunan tanah dasar yang lebih seragam.
 Meningkatkan kekuatan tanah dasar dan memperpanjang umur sistem.
 Mengurangi ketebalan agregat yang dibutuhkan untuk menstabilkan tanah
dasar. Pemakaian kanoppel dan geotextile ini diharapkan akan memberikan
keuntungan antara lain :
 Memberikan lantai kerja bagi kendaraan konstruksi untuk pelaksanaan
penimbunan selanjutnya.
 Mencegah kontaminasi dan kehilangan material timbunan.
 Mengurangi volume material timbunan dan biaya.

77
DAFTAR PUSTAKA

1. Braja M. Das, Noor Endah Mochtar. et al. Mekanika Tanah Jilid 1 “ Prinsip-Prinsip
Rekayasa Geoteknis” . Surabaya : Erlangga 1995.
2. Braja M. Das, Noor Endah Mochtar. et al. Mekanika Tanah Jilid 2 “ Prinsip-Prinsip
Rekayasa Geoteknis” . Surabaya : Erlangga
3. E. J. Yoder and M. W. Witczak “ Principles Of Pavement Design”. Newyork : John
Wiley&Sons 1975
4. Dalono, Departeman Bangunan, PPPPTK BOE/VEDC Malang, “Kajian Stabilisasi
TanahLempung”.http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/
departemen-bangunan-30/1007-stabilitas-tanah
5. http://dokumen.tips/documents/tanah-gambut-55c092737d10a.html
6. Silvia Sukirman. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung : Nova 1999

78
79

Anda mungkin juga menyukai