Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“DAKWAH RASULULLAH PERIODE MADINAH”

Disusun Oleh :
RISHELA FITRI AULIA
KELAS X IPS 3

MAN 1 LAMPUNG TIMUR


TP. 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
nikmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga makalah dengan judul “DAKWAH
RASULULLAH PERIODE MADINAH” dapat diselesaikan tepat waktu.
Makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah SEJARAH PERADABAN
ISLAM. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa dapat
memahami lebih dalam tentang materi tersebut. Makalah ini tidak dapat
diselesaikan tanpa bantuan dan kerjasama dari rekan-rekan mahasiswa serta
bimbingan dari Dosen. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun penyusunannya, sebagaimana kata
pepatah “tak ada gading yang tak retak” kesempurnaan hanyalah milik Allah swt.
Akhirnya perlu kami sampaikan bahwa makalah ini selalu terbuka untuk
menerima masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan dari dosen, rekan-rekan mahasiswa maupun yang membaca makalah ini.
Terima kasih.
Metro, 30 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan masalah ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3

A. Pengertian hijrah dan tujuan Rasulullah hijrah ...................................... 3

B. Dakwah Rasulullah periode Madinah .................................................... 5

C. Strategi dakwah Nabi Muhammad periode Madinah ............................. 8

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................................................. 15

B. Saran ....................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar
Mekah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, yang
dikenal dengan istilah paganisme. Selain menyembah berhala, di kalangan
bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini
dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di samping itu agama
Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah,
serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi
Muhammad SAW. yang membawa Islam di tengah-tengah bangsa Arab.
Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliah, masa kegelapan dan
kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan
sastra karena dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Di lingkungan inilah Nabi Muhammad
SAW. dilahirkan, disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak
ajaran agama Islam, di tengah-tengah lingkungan yang sudah bobrok dan
penuh kemaksiatan. Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang
terus mendera. Namun, beliau tetap teguh dalam menyebarkan agama baru,
yakni agama Islam kepada masyarakat Arab ketika itu.
Fase kenabian Nabi Muhammad SAW. dimulai ketika beliau
bertahanus atau menyepi di gua hira, sebagai imbas dari keprihatinan beliau
melihat keadaan bangsa Arab yang menyembah berhala. Di tempat inilah
beliau menerima wahyu yang pertama kali, yaitu Al-‘Alaq ayat 1-5, maka
Nabi Muhammad SAW. telah di angkat menjadi Nabi, utusan Allah. Pada
saat itu, Nabi Muhammad SAW. belum diperintahkan untuk menyeru kepada
umatnya, namun setelah turun wahyu yang kedua, yaitu surah Al-
Muddatstsir ayat 1-7, Nabi Muhammad SAW. di angkat menjadi Rasul yang
harus berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW. dibagi
menjadi dua periode, yaitu:

1
1. Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini, adalah pembinaan dan
pendidikan tauhid (dalam arti luas),
2. Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial
dan politik (dalam arti luas).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hijrah serta apa yang menjadi tujuan Rasulullah
SAW beserta umat Islam berhijrah?
2. Bagaimana dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah?
3. Bagaimana strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW
pada periode Madinah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam


Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat
Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang
dan dimurkai Allah SWT. untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik,
yang diperintahkan Allah SWT dan diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah
berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam
selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri
kafir itu berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan
umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul
Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke
Yastrib adalah:
 Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan
kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW
meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib
(Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan
maksud untuk membunuhnya.
 Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta
beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad
di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya
(Islam).
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi
Muhammad SAW. dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj
saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum
Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.

3
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku
diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu
terdengar oleh Nabi SAW., sehingga Ia merencanakan hijrah bersama
sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang
diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi
Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat tidurnya
agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW.
keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan
kaum Quraisy. Nabi SAW. menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu.
Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil
sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3
malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena
mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu
Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang
diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang
memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama
Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang
tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba,
sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka
beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin
Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang
kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang
dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW.
Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya.
Menurut perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh
orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka
pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan
dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.

4
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan
bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris
di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala’ al-Badru, yang isinya:
“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah
bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi,
Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang
harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW. singgah dan menginap
di rumahnya.”
Tetapi Nabi SAW hanya berkata,
“Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan
sekehendak hatinya.”
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal
dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian
Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap
sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub,
sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota
nabi). Orang sering pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota
yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh
dunia.

B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah


Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi
pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai.
Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan
kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat
banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan
saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata
lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan
kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan
kepala Negara.

5
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh
tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah
sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-
11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode
Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan
Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang terkandung dalam 25 surat
Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapun ajaran Islam periode
Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah
orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan
Anshar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi
penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk
bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa
Arab, tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
!$tBur š•»oYù=y™ö‘r& žwÎ) ZptHôqy‘ šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.”(QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang
sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh
ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di
Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW
dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud
persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di
Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum
masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai
agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga
mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang
berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.

6
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya
yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak
yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak
sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan
mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga
berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu
seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan
sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-
Nya dalam surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian
Rasulullah SAW dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi
peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah,
benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,


(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah, 2:190

Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para


pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih
harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk:
 Membela diri dan kehormatan umat Islam.
 Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka
yang hendak menganutnya.
 Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara
Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun
suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka
berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap
para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa

7
Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan
tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk
menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah SAW dan
para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat
Islam dan bangsa Romawi, yaitu diantaranya perang Mut’ah, perang Tabuk,
perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang
Hunain.

C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah


Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW
periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak
orang lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka
terlebih dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran
Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah
SWT dalam Surah An-Nahl ayat 125.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya
sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)
4. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata,
bukan dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang
bersifat materi.

8
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus
menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi
dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi
Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau masyarakat
madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat
yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga
terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa
rabbun ghafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai,
adil, dan makmur di bawah naungan ridha Allah SWT dan ampunan-
Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat
Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di
Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat
daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal
tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap
hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah
dan menyampaikan dakwah Islam.

Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para


sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun
secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang
peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan
oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin
Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib r.a.

Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah


SAW adalah sebagai berikut:

9
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah,
ibadah, dan akhlak.
2. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu,
shalat Jumat, shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama
Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan
persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi
terwujudnya persatuan.
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya
sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan
menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama
para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai
tempat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang
Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang
kafir.

b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar


Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk
Mekah yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat
Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan
pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan
Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan
Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil
musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan
mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya
senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT.
Demikian juga sebaliknya orang Ansar.

10
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin
Abi Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
 Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW,
pahlawan Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin
Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak
angkat Rasulullah SAW.
 Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
 Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji
(Ansar).
 Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi
(Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang
Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW,
dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti
saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut,
ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin
hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai,
saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada
kaum Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-
lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam
berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari
nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf
menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu
Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan
mata pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian
Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka
dinamakanAhlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan

11
mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara
bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain mempelajari
dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya
kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang antara kaum
Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
c. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya
terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani
Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab
yang belum masuk Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat
diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian
dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan
beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas
dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu
dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama
dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah
yang muslim atau bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan
Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta
digrandungi oleh musuh-musuh Islam. Piagam ini dikenal dengan
sebutan Piagam Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian
dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam
Madinah. Piagam Madinah itu antara lain berisi:
1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah
memiliki hak pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan
dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak
menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan
dan memberi keamanan kepada orang yang mematuhi
peraturan.

12
2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan
kebebasan beragama.
3. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum
Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang belum
masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu
dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang
musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-
membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
4. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah.
Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah
harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili
sebagaimana mestinya.
d. Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah,
masyarakatnya terbagi menjadi berbagai kelompok besar, yaitu
kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani, dan
penyembah berhala. Pada awalnya, mereka semua menerima
kedatangan Nabi dan umat Islam. Namun setelah masyarakat
muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai
menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw
mencoba menata sistem sosial agar mereka dapat hidup damai dan
tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi saw telah
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk
kalangan non muslim, mereka diikat dengan peraturan yang
dirancang Nabi dan umat Islam yang tertuang di dalam Piagam
Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah
beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka
adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah
SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai
seorang Kepala Negara (khalifah).

13
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan
dasar bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui
musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan
kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang
harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-
peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa
dakwah Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah lanjutan
yang dilakukan Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota Mekah ke
kota Madinah. Dimana dalam periode Madinah ini, pengembangan Islam
lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan
pendidikan sosial kemasyarakatan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan guna perbaikan makalah kami dimasa
yang akan datang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 63.
http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-
madinah.html, di akses pada 14 Maret 2013.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, ), hal. 25.
http://saminsyb.blogspot.com/2012/01/ski-sejarah-dakwah-rasulullah-saw.html,
diakses pada 14 Maret 2013.
http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-
madinah.html, di akses pada 14 Maret 2013.
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2009),
hal. 18.

16

Anda mungkin juga menyukai