Disusun Oleh:
Ester Mahulae 3311171061
Dwi Astuti Lestari 3311171079
Fanny Iqromatul Atia 3311171083
Zaini Al Fahmi 3311171085
Rangga Sayid Bukhari 3311171089
Farmasi B 2017
Kelompok 7B
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Penetapan kadar secara volumetri berdasarkan reaksi basa lemah dengan asam
kuat di dalam pelarut organik.
TINJAUAN PUSTAKA
Reagensia dengan konsetrasi yang diketahui itu disebut titran dan zat yang
sedang dititrasi disebut titer. Untuk digunakan dalam analisis titrimetri. Suatu rekasi
harus memenuhi kondisi-kondisi berikut :
1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana,yang dapat dinyatakan dalam suatu penamaan
kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi lengkap dengan reagensia dalam
proporsi yang stoikiometri atau ekuivalen
2. Reaksi harus berlangsung dengan sekejap atau berjalan dengan sangat cepat sekali
(kebanyakan reaksi ionic memenuhi kondisi ini). Dalam beberapa keadaan,penambahan
suatu katalis akan menaikkan kecepatan reaksi itu.
3. Harus ada perubahan yang mencolok dalam energi bebas, yang dapat menimbulkan
perubahan dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan pada titik ekuivalen
4. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubahan sifat-sifat fisika (warna atau
pembentukan endapan), harus dengan tajam menetapkan titik akhir titrasi. Jika tak
tersedia indikator yang dapat
dilihat mata untuk mendeteksi titik ekuivalen. Titik ekuivalen ini sering dapat
ditetapkan dengan mengikuti hal-hal berikut selama jalannya titrasi :
Titrasi bebas air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum
digunakan untuk uji-uji dalam farmkaope. Metode ini mempunyai dua keuntungan yaitu
:
1. Metode ini cocok untuk titrasi asam atau basa yang sangat lemah
2. Pelarutyang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analit-
analit organik.
Adanya prilaku kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik infeksi pada
kurva titrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati batas pH 0
dan 14. Oleh karenaitu, deteksi titik akhir titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum :
basa-basa dengan pKa <7 atau asam-asam dengan pKa>7 tidak dapat ditentukan
kadarnya secara tepat pada media air. Berbagai macam pelarut organik dapat digunakan
untuk mengambil air karena pelarutpelarut ini kurang berkompetisi secara efektif
dengan anlit dalam hal menerima atau memberi proton.
1. Titrasi bebas air basa-basa lemah
Asam asetat merupakan penerima proton yang sangat lemah sehingga tidak
berkompetisi secara efektif dengan basa-basa lemah dalam hal menerima proton. Hanya
asam yang sangat kuat yang mampu memprotonasi asam asetat. Asam perklorat dalam
larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara asam-asam umum yang
digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas air. Dalam titrasi bebas air
biasanya ditambahkan dengan asam asetat anhidrida dengan tujuan untuk
menghilangkan air yang ada dalam asetat perklorat. Adapun reaksi yang terjadi yaitu :
H2O + (CH3CO)2O 2CH3COOH
Sebagai indicator dapat digunakan : Oraset biru, kuinaldin merah, dan Kristal violet.
2. Titrasi bebas air asam-asam lemah
Untuk titrasi bebas air (TBA) asam lemah pelarut yang digunakan adalah pelarut yang
tidak berkompetisi secara kuat dengan asam lemah dalam hal yang memberikan proton.
Alcohol dan pelarut aprotik digunakan sebagai pelarut. Pelarut aprotik merupakan
pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam dan basa. (Gandjar. 2007; 141-144)
Titrasi bebas air relatif sederhana dan dapat dilakukan secara tepat dan teliti.
Asam hidroksi benzoate dan turunannya dapat ditetapkan secara titrasi bebas air. Dalam
pelarut basa, gugus hidroksil fenol dapat dititrasi sebagai asam sebaik gugus
karboksilat. Asam salisislat setelah dilarutkan dalam dimetil formamid dapat dititrasi
dengan dengan natrium metoksida dengan indicator ozo violet atau secara
potensiometri. Pada titrasi potensiometri, asam salisilat menunjukkan dua buah titik
akhir karena baik gugus hidroksil maupumn karboksil keduanya tertitrasi. Untuk asam P
hidroksil benzoat tidak dapat dititrasi dengan metode ini sebab membentuk endapan
yang menyebabkan titik akhir pucat. Asam salisilat dapat dititrasi sebagai asam
karboksilat dalam benzene-metanol dan dalam asetoniril dengan titran natrium metilat
dalam benzen methanol dengan indicator biru timol. Amonium, litium, dan natrium
salisilat dapat dititrasi dalam asam asetat glasial dengan asam perklorat. Titik akhir
dapat ditetapkan dengan indikator Kristal violet atau secara potensiometri.
(Sudjaji.2008; 17)
Pada tablet asetofenidin dapat juga dianalisis dengan titrasi bebas air.
Asetofenetidin dapat dititrasi sebagai basa setelah dihidrolisis menjadi P-fe netidin.
Setelah hidrolisis, amin bebas diekstraksi kedalam kloroform dan dititrasi secara
potensiometri dengan menggunakan larutan baku asam perklorat 0,02 N dalam dioksan.
Sistem electrode gelas kalomel digunakan
dalam titrasi ini. Jika kafein ada maka kafein juga ikut akan terekstraksi kedalam
kloroform akan tetapi kafein tidak mengganggu titrasi. (Sudjaji. 2008; 46)
BAB III
MONOGRAFI SAMPEL
Sumber
Farmakope Indonesia edisi V hal. 699
BAB IV
REAKSI KIMIA
200,0 mg KHP
Dilarutkan dalam 15
ml asam asetat glasial
+ 2 tetes indikator
kristal violet
Di titrasi dengan
larutan HClO4 0,1 N
hingga
NHClO4 sebenarnya berubah warna
= 0,07N
dari ungu-biru hijau
B. Validasi Metode Analisis
Baku pembanding
Masing-masing 3x
Nilai %R=57,02%
Nilai % RSD=9,25%
Dilarutkan dalam 10 ml
asam asetat glasial
Dihitung % kemurnian
% Kemurnian CTM= 57,77%
CTM
BAB VI
SD 6,145
% RSD 9,25 %
Pembahasan
Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai pelarut.
Tetapi digunakan pelarut organik seperti alkohol, eter atau pelarut-pelarut organik lain
karena senyawa tersebut tidak dapat larut dalam air, disamping itu kurang reaktif dalam
air seperti misalnya garam-garam amina, dimana garam-garam ini dirombak lebih
dahulu menjadi basa yang bebas larut dalam air, sari dengan pelarut organik lain dan
direaksikan dengan asam baku berlebih, yang kemudian pelarutnya diuapkan dan
barulah kelebihan asam ditentukan kembali dengan basa baku sedangkan senyawa-
senyawa organik yang mengandung nitrogen.
Pada percobaan pertama dilakukan pembakuan sampel CTM 200 mg, larutan asam
perklorat 0,1 N dengan larutan baku KHP. KHP dilarutkan dengan asam asetat
anhidrida dan asam asetat glasial yang dapat meningkatkan kebasaan senyawa sehingga
dapat ditentukan kadarnya dengan pentiter asam perklorat. Karena asam perklorat
merupakan asam kuat, maka ia dapat bereaksi dengan baik dengan CTM yang
merupakan basa lemah. Indikator yang digunakan adalah kristal violet yang dapat
memberikan perubahan warna dari ungu menjadi biru hijau. Pada percobaan ini
diperoleh rata-rata normalitas asam perklorat hasil pembakuan adalah 200,0 mg
Pada percobaan kedua dilakukan validasi metode analisis dengan sampel baku
pembanding CTM yang ditimbang adalah 175 mg, 250 mg, 325 mg masing masing tiga
kali percobaan. Hasil penimbangan baku pembanding CTM dilarutkan dengan asam
asetat anhidrida dan asam asetat glasial yang dapat meningkatkan kebasaan senyawa
sehingga dapat ditentukan kadarnya dengan pentiter asam perklorat. Asam perklorat
memiliki syarat lebih asam dari asam asetat glasial dan larut dalam asam asetat. Karena
asam perklorat merupakan asam kuat, maka ia dapat bereaksi dengan baik dengan CTM
yang merupakan basa lemah. Indikator yang digunakan adalah kristal violet yang dapat
memberikan perubahan warna dari ungu menjadi biru hijau. Pada percobaan ini
diperoleh % R rata-rata 66,41 %, % SD 6,145 dan % RSD 9,25 %.Dengan kesimpulan
pada metode ini dinyatakan tidak valid karena nilai % R tidak berada dalam rentang 98
% - 102 % .
Pada percobaan ketiga dilakukan penetapan kemurnian CTM dengan sampel CTM
yang ditimbang 250 mg dilarutkan dengan asam asetat anhidrida dan asam asetat glasial
yang dapat meningkatkan kebasaan senyawa sehingga dapat ditentukan kadarnya
dengan pentiter asam perklorat. Karena asam perklorat merupakan asam kuat, maka ia
dapat bereaksi dengan baik dengan CTM yang merupakan basa lemah. Indikator yang
digunakan adalah kristal violet yang dapat memberikan perubahan warna dari ungu
menjadi biru hijau. Titik akhir titrasi CTM ditandai dengan tepat berubahnya warna
larutan dari ungu menjadi biru kehijauan dengan hasil % kemurniannya adalah 57,7 %.
Dengan kesimpulan pada percobaan ini bahwa zat aktif tidak memenuhi persyaratan
kemurnian karena tidak berada dalam rentang 98 % - 100,5 %.
BAB VIII
KESIMPULAN
Dari percobaan tersebut diperoleh hasil yaitu berat hasil analisis umtuk tiap
pengukuran adalah 99,8 mg, 114,8mg dan 136,7 mg dengan % R masing-masing
57,07%, 65,27% dan 78,16% untuk 125 mg. 157,5 mg, 157,2 dan 158,5 dengan %R
masing-masing 63%, 62,4%, dan 62,6% untuk 250 mg. 225,6 mg, 228,4 mg, 228,4 mg,
dengan %R masing-masing 69,45%, 70,06%, 70,06% untuk 325 mg. diperoleh %R rata-
ratamya 66,41% dan %RSD 9,25% maka disimpulkan bahwa metode yang dilakukan
tidaklah valid dikarenakan %R tidak berada pada rentang 98% - 102 % dan RSD lebih
dari 2%. Untuk kemurnian rata-rata diperoleh 57,7%, menandakan bahwa zat aktif tidak
memenuhi persyaratan kemurnian dikarenakan tidak berada pada rentang 98,0% -
100,5%
DAFTAR PUSTAKA
Dijen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta; Depkes RI. 1979
Gholib gandjar, Ibnu dan Rohman, Abdul. Kimia Farmasi Kuantitatif. Yogyakarta;
Pustaka Pelajar. 2009
Sudjaji dan Roman, Abduh. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta; Gadjah Mada
University Press. 2008
LAMPIRAN
Perhitungan
𝑚𝑔 𝐾𝐻𝑃 200𝑚𝑔
NHClO sebenarnya = 𝑀𝑟 𝐾𝐻𝑃 𝑥 𝑉 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 204 𝑥 13,5 = 0,07 N
19,54 𝑥 0,07
Jumlah klorfeniramina maleat = = 13,678 mg/ml
0,1
BHA 125
BHA 250
BHA 325
%R 125
99,8
a. %R1 = 175 x 100% = 57,07%
114,9
b. %R2 = x 100% = 65,27 %
176
136,8
c. %R3 = x 100% = 78,16 %
175
%R 250
157,6
a. %R1 = x 100% = 63,02%
250
157,8
b. %R2 = x 100% = 62,41 %
252
158,5
c. %R3 = x 100% = 62,6 %
252
%R325
225,6
a. %R1 = x 100% = 69,44%
325
228,4
b. %R2 = x 100% = 70,1 %
326
228,4
c. %R3 = x 100% = 70,1 %
326
Kemurnian
BHA
144,44
%Kemurnian1 = 250,03 x 100% = 57,77%
144,303
%Kemurnian2 = x 100% = 57,606%
250,05
144,303
%Kemurnian3 = x 100% = 57,606%
250,05