Aku teringat saat pertama kali aku bertemu dengan mu, yang tak pernah ku duga sebelumnya.
Kamu hadir membuat kenyamanan, menciptakan tawa dan memberi sinyal untuk ingin
memiliku.
Tapi tiba-tiba wanita itu datang dan mengaku jika dia masih kekasih mu, aku terkejut saat itu.
Kamu mengaku sendiri tapi wanita itu meneror ku dan menjudge aku seakan aku bukan wanita
baik-baik.
Aku meminta mu untuk kembali dengan wanita mu, kamu menolak. Kamu lebih memilih diriku.
Tahu kah kamu lelaki ku, saat itu pikiran ku tak karuan.
Aku tak mungkin berada di tengah-tengah kalian, tapi aku tak bisa membohongi perasaan ku.
“Maafkan aku wahai wanita yang merasa tersakiti oleh kehadiran ku”
Aku mulai mencintai kamu, aku tahu aku sudah menyakiti hati wanita lain saat itu.
Saat aku memberi mu 2 pilihan antara aku dan dia, kamu menjawab aku lah yang kamu pilih.
Entah aku harus senang atau merasa bersalah, tapi aku juga inginkan kamu singgah di hati yang
kosong ini.
Kami pun berkomitmen untuk menjalin hubungan ini setelah kamu hilangkan wanita itu dari
hidup mu.
Suka duka kami lalui bersama, bahkan rencana pernikahan pun sudah kami rencanakan.
Kamu membawa aku masuk ke keluarga mu, mengenalkan aku ke orang tua mu dan dengan
canggung aku mengenalkan diri sebagai calon istrimu.
Sambutan yang hangat ku terima saat itu, aku merasa sangat beruntung memiliki mu.
“Setiap hari aku selalu dibuat jatuh hati atas sikap mu”
Aku berjanji pada diriku sendiri, kamu lah pilihan terakhir ku.
Tak peduli apa pekerjaan mu, berapa penghasilan mu. Aku tetap mencintai mu.
Aku dengan sabar menunggu saat hari bahagia itu tiba, perjuangan mu untuk mengahalalkan ku
tak akan pernah aku lupa.
Perjalanan cinta ini tak semulus yang aku bayangkan, godaan pun datang menghampiri kami.
Saat aku dan kamu dihadapkan dengan masalah, kamu kembali menghadirkan wanita mu yang
dulu,
“Mengapa dia (lagi)? Tidak cukup kah hanya aku di hati mu”
Aku benar-benar kecewa karena mu, dengan sangat mudah kamu melupakan aku bahkan
membuang aku jauh-jauh dari hidup mu.
Kamu pergi dengan wanita mu yang dulu (lagi) saat harapan ku pada mu terlalu besar.
Saat ini aku selalu mencoba mengikhlaskan semua yang terjadi, namun sampai saat ini aku
belum berhasil.
Bukan aku tak terima atas kehilangan mu namun cara mu meninggalkan aku begitu menyakitkan
dan membekas di hati ini.
Jika memang dia yang terbaik, lupakan semua dan bahagialah bersamanya.
Mungkin kamu punya rasa dendam kepada ku sehingga aku kini merasakan bagaimana
rasanya diposisi mu dulu, jagalah baik-baik lelaki ku yang kini menjadi milik mu (lagi). Kini
aku mundur”