Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak di dunia yaitu di urutan keempat yang berada di bawah Tiongkok, India,
dan Amerika Serikat. Untuk Asia Tenggara mencapai urutan pertama, urutan ketiga
dalam Asia. Berdasarkan proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 206.264.595
kemudian meningkat menjadi 237.641.326 pada tahun 2010 sedangkan tahun 2018
sudah mencapai 265 juta jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 133,17 juta jiwa laki-laki
dan 131,88 juta jiwa perempuan. Adapun terdapat lima kota di Indonesia yang
memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu Jakarta Timur mencapai 2.852.887 jiwa,
Surabaya mencapai 2.805.906 jiwa, Medan mencapai 2.465.496 jiwa, Bekasi
mencapai 2.381.053 jiwa, dan Bandung mencapai 2.339.463 jiwa (Dikutip dari
Bangka.tribunnews.com). Sedangkan Indonesia menurut PBB mencapai puncaknya
diperkirakan pada tahun 2062 yang dapat mencapai 324,74 jiwa. Angka tersebut tentu
akan terus meningkat karena pertumbuhan penduduk yang positif artinya secara
absolut jumlah penduduk di Indonesia meningkat secara terus menerus akibat dari
dinamika demografi yakni fertilitas dan mortalitas.
Fenomena bonus demografi yang dihadapi Indonesia ini akan terjadi pada
periode 2012-2045 dengan variasi yang berbeda antar wilayah dan menjadi trending
topik yang menarik untuk dibahas. Bahkan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana (BKKBN) mengajak para peneliti untuk melakukan kajian lebih mendalam
tentang bonus demografi guna memberika masukan bagi pemerintah. Kebijakan dari
pemerintah disini cukup berperan penting guna menyelamatkan nasib bangsa
kedepannya seperti apa. Stagnasi kebijakan di bidang kependudukan harus mendapat
perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan. Tanpa berbagai langkah
terobosan, dikhawatirkan akan muncul ledakan penduduk melebihi kapasitas.
Keadaan ini jelas mengancam pembangunan dan pencapaian bonus demografi.
Oleh banyak pihak, Indonesia disebut sedang menikmati bonus demografi
ketika jumlah penduduk dengan usia produktif sangat besar, sementara penduduk usia
mudanya semakin mengecil dan penduduk usia lanjutnya (lansia) belum membesar.
Pemerintah sendiri mengklaim bonus demografi ini sudah dinikmati sejak 2012
dimana rasio ketergantungan penduduk di bawah 50% per 100 penduduk usia
produktif. Dengan kekuatan tenaga kerja produktifnya, ke depannya bangsa Indonesia
diharapkan dapat menguasai ekonomi dunia dengan diiringi jumlah penduduk lansia
yang semakin membesar. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 2004, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas. Berdasarkan data proyeksi penduduk,diperkirakan tahun 2017
terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah
penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95
juta) dan tahun 2035 (48,19 juta). Suatu negara dikatakan berstruktur tua jika
mempunyai populasi lansia di atas tujuh persen (Soeweno). Persentase lansia di
Indonesia tahun 2017 telah mencapai 9,03% dari keseluruhan penduduk. Selain itu,
terlihat pula bahwa persentase penduduk 0-4 tahun lebih rendah dibanding persentase
penduduk 5-9 tahun. Sementara persentase penduduk produktif 10-44 tahun terbesar
jika dibandingkan kelompok umur lainnya. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia
termasuk negara dengan struktur penduduk menuju tua (ageing popoulation)
(Kemenkes RI, 2017). Jumlah penduduk lansia yang membesar ternyata berpotensi
memberikan banyak keuntunan jika tangguh, sehat, dan tetap produktif tentu
membutuhkan banya persiapan serta dukungan dari semua pihak. Persoalan kualitas
gizi, sanitasi, serta dukungan lingkungan yang sehat kemudian menjadi beberapa hal
prioritas yang wajib di wujudkan, sama halnya dengan persiapan kualitas penduduk
usia produktif. Namun sebaliknya, jika para lansia ini ternyata tidak bisa produktif,
justru bonus demografi yang di alami Indonesia menjadi sebuah ancaman mengingat
jumlah usia produktif pada usia muda semakin mengecil sedangkan jumlah lansia
yang semakin besar. Hal tersebut menjadi beban biaya pembiayaan, sementara angka
harapan hidup semakin bagus, jadi umurnya semakin panjang, tetapi menganggur.
Angka harapan hidup Indonesia saat ini ada di 70,9 tahun. Di sisi lain, usia pensiun
rata-rata pegawai perusahaan adalah 55 tahun. Padahal dilihat dari sisi produktivitas,
lansia yang fit dan sehat bisa tetap bekerja hingga usia 60 tahun. Kualitas dari sumber
daya manusia disini pun dipertaruhkan, jika tidak adanya kualitas yang masih ada
pada lansia tersebut untuk produktif maka bonus demografi yang kita alami pun
menjadi beban berat bagi pemerintah karena angka ketergantungan masih besar.
Pemerintah dalam mengidentifikasi permasalahan lansia dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu pertama, permasalan yang dihadapi lansia itu kesehatan berupa
menurunnya kemampuan fisik dan mental. Hal ini menyebabkan kebutuhan pelayanan
kesehatan meningkat (penyakit degeneratif), kedua, masalah ekonomi berupa
menurunnya produktivitas kerja, terbatasnya kesempatan kerja, dan tidak dimilikinya
jaminan sosial. Kemiskinan, sambungnya, menjadi ancaman kesejahteraan terbesa
bagi lansia sebab pendapatan rendah, kesehatan dan gizi buruk, serta akses terhadap
pelayanan dasar berkurang, dan ketiga, Ketiga, masalah sosial yang diakibatkan dari
perubahan pola kehidupan, sistem kekeluargaan, nilai sosial ketelantaran, korban
tindak kekerasan, serta social exclusion. Kemiskinan anak atau keluarga sering
menyebabkan lansia telantar. Di Indonesia sendiri, setiap tanggal 29 Mei selalu
diperingati sebagai Hari Lanjut Usia (Lansia) Nasional. Perayaan Hari Lansia
Nasional itu sendiri dicanangkan pertama kali oleh presiden Soeharto tahun 1996
sebagai bentuk keperdulian dan penghargaan atas penduduk lansia. Sayangnya,
dengan angka yang sudah ada, perhatian terhadaplansia sebenarnya masih sangat
kurang. Belum ada satupun kota di Indonesia yang memenuhi kriteria kota ramah
lansia. Sebuah kota di definisikan ramah lansia jika memiliki banyak ruang publik
yang dapat digunakan penduduk lansia untuk bersosialisasi serta tersedianya sistem
transportasi dan pelayanan umum yang memperhatikan keterbatasan lansia.
Mengingat begitu besarnya peran penduduk lansia, kebijakan yang akan diambil
oleh pemerintah harus komprehensif bersinergi dengan kebijakan penduduk usia
produktif. Momen ini juga harus dijadikan sebagai awal dari reformasi kebijakan
pemerintah di sektor kependudukan. Terlalu lama peneglolaan kependudukan di
Indonesia dijalankan dengan mekanisme asal-asalan. Padahal dengan kekuatan jumlah
penduduk terbesar ke-3 di dunia, Indonesia harus menaruh perhatian khusus terhadap
persoalan kependudukan ini. Kebijakan yang ada, yang sering kali bersifat populis
jangka pendek. Padahal tidak diindahkannya dimensi kependudukan dalam kerangka
pembangunan, sama artinya dengan “menyengsarakan” generasi mendatang.
Banyak teori yang menyebutkan penduduk sebagai salah satu faktor strategis
dalam mendukung pembangunan nasional. Penduduk adalah subyek dan obyek
pembangunan. Sebagai subyek, penduduk harus dibina dan ditingkatkan kualitasnya
sehingga mampu menjadi mesin penggerak pembangunan. Sebagai obyek,
pembangunan harus dapat diperhitungkan dengan seksama, dengan memperhitungkan
kemampuan penduduk, sehingga masyarakat mampu berpartisipasi secara aktif. Maka
dari itu, kami disini akan membahas mengenai analisis bonus demografi serta
permasalahan lansia yang ada di Indonesia ini dikarenakan kedua variabel tersebut
memiliki keterkaitan bagaimana proses pembangunan dapat berjalan dengan baik
seiring dengan peningkatan kualitas yang harus dibangun pada penduduk lansia agar
dalam mengalami bonus demografi ini Indonesia telah mempersiapkan penduduk
untuk lebih produktif dengan di dukung oleh sumber daya yang berkualitas.

1.2. Rumusan Masalah


- Bagaimana bonus demografi menyebabkan masalah lansia di Indonesia?

1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian lansia dan bonus demografi
2. Untuk mengetahui permasalahan lansia dengan bonus demografi
3. Untuk mengetahui pengaruh lansia terhadap bonus demografi

1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian makalah ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam menghadapi bonus
demografi dan lansia
2. Dapat di gunakan sebagai referensi bagi penelitian di bidang yang sama
3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang masalah kependudukan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Bonus Demografi


Sumber daya menusia merupakan suatu hal yang peting dalam pembangunan
bangsa. Keberhasilan pembangun dalam suatu bagsa tentu saja juga ditentukan dari
sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Berkaca dari bangsa
Indonesia yang saat ini berada dalam posisi membangun, Indonesia membutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia saat
ini disebut sedang memasuki suatu tahapan atau era yang sangat krusial dan
menentukan dalam perjalanannya sebagai sebuah bangsa yang juga berada dalam
masa pembangunan.
Era krusial ini sering disebut dengan sebagai era bonus demografi yang saat ini
sudah dimulai dan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada rentang tahun 2025-
2030. Bonus demografi ditandai dengan dominasi jumlah penduduk usia produktif
dengan rentan usia (15-64 tahun) atas jumlah penduduk tidak produktif yang bisa
dilihat dari angka rasio ketergantungan yang rendah. Rasio ketergantungan sendiri
merupakan perbandingan antara jumlah penduduk usia tidak produktif dan jumlah
penduduk usia produktif. Selain itu bonus demografi ditandai dengan dominasi
jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) atas jumlah penduduk tidak produktif
yang bisa dilihat dari angka rasio ketergantungan yang rendah. Dikatakan sebagai
"bonus" karena kondisi ini tidak terjadi secara terus menerus melainkan hanya terjadi
sekali dan tidak bertahan lama.
Pada negara berkembang yang saat ini sedang memfokuskan diri pada
membangun, prasyarat yang harus dipenuhi jika ingin mendapatkan manfaat dari
bonus demografi yaitu dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
Karena dengan adanya masyarakat yang berkualitas dapat meningkatkan pendapatan
perkapita suatu negara apabila ada kesempatan kerja yang produktif. Yang kedua,
terserapnya tenaga kerja menjadi faktor penting dalam memanfaatkan bonus
demografi karena dengan banyak dibutuhkannya tenaga kerja, maka pengangguran
akan berkurang dan kesejahteraan akan meningkat pesat. Yang ketiga, meningkatkan
tabungan di tingkat rumah tangga. Setiap rumah tangga memiliki potensi untuk
membuka suatu usaha yang akan memberi lapangan pekerjaan untuk orang lain
sehingga angka pengangguran menurun. Dan yang terakhir, peran perempuan yang
masuk ke dalam pasar kerja akanmembantu peningkatan pendapatan dan akan lebih
banyak lagi penduduk usia produktif menjadi benar-benar produktif.
Maka dari itu, kita harus mencermati bahwa bonus demografi dapat menjadi
suatu peluang untuk mendatangkan keuntungan yang besar bagi kemajuan suatu
bangsa. Melalui persiapa yang cukup matang serta investasi yang tepat, bonus
demografi dapat mengubah masa depan bangsa yang sedang berkembang menjadi
lebih baik dan sejahtera dengan cara mengoptimalkan sumber daya manusia terutama
yang berusia produktif.
Namun, berkah dari bonus demografi juga bisa tidak kita dapatkan, jika kita
tidak mempersiapkannya dengan matang. Bonus demografi tidak serta merta datang
dengan sendirinya. Tetapi, untuk mewujudkan potensi nasional, perlu dipersiapkan
dan selanjutnya dimanfaatkan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu, mempersiapkan usia-usia produktif dengan
keahlian dan kemampuan yang mumpuni agar dapat menunjung produktivitasnya.
Salah satu persiapan dalam hal ini adalah komitmen pemerintah dalam penganggaran
di bidang pendidikan. Satu upaya tersebut yaitu dengan memperbanyak cakupan
pendidikan kejuruan dan ketrampilan serta melalui Balai-balai Latihan Kerja terutama
di pusat-pusat pertumbuhan dan pelibatan pihak Swasta
(Industri,perkebunan,pertambangan). Selain itu, pemerintah dihimbau supaya mampu
menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai
dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, hingga penguasaan teknologi.

2.2. Masalah Sosial Lanjut Usia


Lanjut usia menurut UU Nomor 13 tahun 1998, adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Lanjut usia sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis berdasarkan kemampuan mencari nafkah, yaitu: lanjut usia potensial yang
merupakan lanjut usia yang mampu menghasilkan barang atau jasa, dan lanjut usia
tidak potensial merupakan lanjut usia tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan dari orang lain (Misnaniarti, 2017). Sedangkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membagi lanjut usia berdasarkan batas umur,
yaitu usia 45-60 tahun (middle age) disebut sebagai setengah baya, usia 60-75 tahun
(elderly) disebut sebagai lanjut usia wreda utama, usia 75-90 tahun (old) disebut
tua/wreda prawasana, usia 90 tahun (very old) disebut sebagai wreda wasana
(Suparto, 2000:11 dalam Supriadi, 2015).
Lanjut usia merupakan proses keseluruhan yang ditandai dengan terjadinya
perubahan fisik dan mental secara perlahan-lahan serta bertahap yang disebut sebagai
senescency yaitu masa proses menjadi tua dan senility (keuzuran) apabila telah terjadi
kemunduran fisik terutama pada lapisan otak yang akan mempengaruhi kondisi
mentalnya (disorganisasi mental) (Indati, 2013 dalam Sa’adah, 2015). Seperti pada
periode perkembangan manusia sebelumnya, usia lanjut usia memiliki ciri-ciri sebagai
tanda proses menua. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang
menyertai lanjut usia dari segi fisik, mental, dan keberadaannya di tengah lingkungan
sosialnya. Menurut Hurlock (1997, dalam Supriadi, 2015) tentang manusia lanjut usia
mengatakan bahwa “ciri-ciri dari perubahan lanjut usia cenderung menuju dan
membawa pada penyesuaian yang buruk daripada yang baik dan menuju kesengsaraan
daripada kebahagiaan”. Lebih lanjut Hurlock mengelompokkan cirri-ciri manusia
lanjut usia:
a) Perubahan fisik pada usia lanjut. Adanya perubahan fisik dapat dilihat dari
hal-hal seperti (1) perubahan pada penampilan (perubahan pada daerah
kepala, tanda-tanda ketuaan pada wajah, perubahan pada daerah tubuh dan
perubahan pada persendian) dimana perubahan tersebut dapat membawa
pada kemunduran fisik pada lanjut usia. (2) Perubahan pada bagian tubuh.
Perubahan ini terlihat dengan adanya perubahan pada sistem syaraf yaitu
pada bagian otak, sehingga perubahan ini mengakibatkan menurunnya
kecepatan belajar dan menurunnya kemampuan intelektual. (3) Perubahan
pada fungsi psikologis. Munculnya perubahan pada fungsi psikologis ini,
umumnya pada tingkat denyut nadi dan konsumsi oksigen lebih beragam,
meningkatnya tekanan darah, berkurangnya kandungan creatine dan
terjadinya penurunan jumlah waktu tidur. Karena beberapa perubahan
tersebut lanjut usia mengalami kemunduran dari segi fisiknya. (4)
Perubahan pada panca indra. Fungsi seluruh organ penginderaan kurang
mempunyai sensitivitas dan efisiensi kerja seperti kemunduran
kemampuan kerja pada penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman,
perabaan dan sensitivitas pada rasa sakit. (5) Serta perubahan seksual.
Perubahan ini terlihat dari berhentinya reproduksi yang pada umumnya
dialami oleh perempuan, yaitu terjadinya menopause dan klimaterik pada
laki-laki.
b) Perubahan kemampuan motorik pada usia lanjut. Perubahan kemampuan
motorik ini disebabkan oleh pengaruh fisik dan fisiologis, yang
mengakibatkan menurunnya kekuatan dan tenaga dan dari segi psikologis
munculnya perasaan rendah diri, kurangnya motivasi, dan lainnya,
perubahan kemampuan motorik ini berpengaruh besar terhadap
penyesuaian pribadi dan sosial pada manusia lanjut usia.
c) Perubahan kemampuan mental pada usia lanjut. Perubahan kemampuan
mental pada lansia berbeda tiap individu. Secara umum mereka yang
memiliki pengalaman intelektual lebih tinggi, secara relative penurunan
dalam efisiensi mental kurang apabila dibandingkan dengan mereka yang
memiliki pengalaman intelektual rendah, hal tersebut disebabkan adanya
tingkat penurunan mental yang bervariasi.
d) Perubahan minat pada usia lanjut. Keinginan orang lanjut usia umumnya
antara lain. Perubahan dan minat pribadi, yang cenderung bersikap
berorientasi pada diri sendiri dan egois, minat berekreasi yang tetap ada
pada lanjut usia, keinginan sosial, keinginan yang bersifat keagamaan dan
minat terhadap kematian (Hurlock, 1997:386-402 dalam Supriadi, 2015)
Permasalahan-permasalahan lanjut usia sebagai akibat perubahan-perubahan
yang dialaminya. Dalam perkembangannya manusia tidak dapat menghindarkan diri
dari proses menua karena proses menua merupakan bagian dari perjalanan hidup
manusia. Selain mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan yang pernah
mereka miliki dan mengalami beberapa perubahan fisik seperti memutihnya rambut,
munculnuya kerutan di wajah, berkurangnya ketajaman penglihatan dan daya ingat
yang menurun, serta beberapa masalah kesehatan lainnya (Wong, 2008 dalam Naftali
dkk, 2017). Lansia juga kerap mengalami masalah sosial, yaitu berupa keterasingan
dari masyarakat karena penurunan fungsi fisik yang dialami, seperti berkurangnya
kepekaan pendengaran, cara bicara yang susah dimengerti. Para lansia juga kerap
mengalami masalah psikologis, yaitu munculnya kecemasan dalam menghadapi
datangnya kematian (Azizah, 2011 dalam Naftali dkk, 2017).
Penduduk lanjut usia rentan mengalami masalah relasi dengan lingkungan
sosialnya. Adanya perubahan kondisi fisik internal dan pancaindera, lansia juga dapat
mengalami penurunan kapasitas kognisi. Penurunan kapasitas kognisi berpengaruh
pada daya ingat, proses belajar, kecepatan kinerja, perhatian atau daya konsentrasi,
dan daya tanggap pada lingkungan sosial. Daya konsentrasi dan daya tanggap pada
stimulus lingkungan yang akan berkonsentrasi sangat besar pada kehidupan sosial.
Banyak lansia yang menarik diri secara perlahan dari masyarakat, mengurangi
hubungan emosional dengan orang lain, dan menunjukkan penurunan ketertarikan
terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan. Pemisahan diri lingkungan sosialnya
akan menyebabkan masyarakat juga menjauh dari mereka. Kehidupan sosial lanjut
usia dipersempit oleh hilangnya pekerjaan, kematian kerabat dan pasangan, dan
kondisi fisik yang lemah yang membatasi mereka dari kehidupan sosial. Selain itu,
saat ini banyak lanjut usia yang mengalami permasalahan relasi sosial dengan anak
dan sanak keluarga yang sibuk bekerja, sehingga ia harus hidup dengan pembantu
atau harus bercanda hanya dengan hewan peliharaan; tidak jarang para lanjut usia
hidup dalam keluarga dengan tensi emosi tinggi, kerapkali di bentak-bentak atau
dipukul, serta perlakuan kasar lainnya (Aji, 2013 dalam Sulastri dan Humaedi).
Masalah kesejahteraan sosial pada umumnya tidak berbeda dengan masalah
sosial. Masalah kesejahteraan sosial merupakan masalah manusia dan lingkungan
sosialnya dengan segala kompleksitas yang memiliki cirri khas khusus dalam upaya
menanganinya. Masalah kesejahteraan lanjut usia sebagai situasi yang dinilai tidak
mengenakkan bagi lanjut usia. Masalah-masalah sosial lanjut usia berkisar pada:
1) Ketergantungan: masa tua menimbulkan ketidakberdayaan, menurunnya
kekuatan fisik, dan mental mundur. Keadaan tidak berdaya ini sedikit
banyak menimbulkan ketergantungan. Sedangkan adanya ketergantungan
tersebut tentu memerlukan suatu pertolongan dari pihak lain yang bersifat
moril dan spiritual.
2) Kebutuhan: sebagai manusia lanjut usia bukan berarti tidak memiliki lagi
kebutuhan, mereka tetap memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi.
3) Sebab-akibat: apabila ketergantungan dan kebutuhan yang mendesak dan
segera namun tidak diatasi atau dipenuhi maka dapat menjadi suatu
masalah (Demartoto, 2006: 32-33)
Kebutuhan-kebutuhan orang lanjut usia dapat dibagi menjadi empat bagian,
yaitu (1) standart kehidupan dan tempat tinggal yang layak. (2) hubungan sosial dan
kegiatan di setiapn waktu untuk mengatasi kesunyian. (3) pemeliharaan kesehatan. (4)
pencegahan terhadap kerusakan yang menimpa kehidupan orang lanjut usia.
Sedangkan menurut Abraham H. Maslow (dalam Demartoto, 2006), kebutuhan dasar
manusia ada lima macam yaitu, pertama, kebutuhan fisisk (udara, air, makan). Kedua,
kebutuhan akan rasa aman (jasmani agar dapat bertahan dalam penghidupan serta
terpusatkan kebutuhan dasarnya). Ketiga, kebutuhan untuk menyayangi dan
disayangi. Keempat, kebutuhan untuk penghargaan dari dirinya dan pihak lain.
Kelima, kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dari pertumbuhan.
2.3. Analisis Bonus Demografi dengan Permasalahan Lansia di Indonesia

BONUS DEMOGRAFI

Keuntungan Kerugian

PENURUNAN ANGKA KELAHIRAN (KB)


Usia produktif bisa Jika usia produktif
menaggung usia non tidak
produktif(jika dimanfaatkan(tidak
bekerja) kerja)

Menimbulkan
Jika kualitas
masalah demografi ;
manusia meningkat
pengangguran,
(pendidikan,
kemiskinan dll .
kemampuan kerja,
hilangnya
tabungan). Maka
USIA PRODUKTIF momentum untuk
dapat meningkatkan LEBIH BANYAK mengumpulkan
perekonomian tabungan
sehingga
perencanaan
program untuk
lansia non produktif
maupun produktif JUMLAH PENDUDUK USIA PRODUKTIF SEBAGAI
MESIN PERTUMBUHAN BAGI PEREKONOMIAN
lebih terpersiapkan
(kelas pekerja bertambah)
(jaminan sosial,
pengembangan
usaha dll.

Lanjut usia dipersempit dengan hilangnya pekerjaan, kematian kerabat dan


pasangan, dan kondisi fisik yang lemah. Sehingga jika dia tidak produktif
maka akan mengantungkan kehiduapannya pada usia produktif dan jika
usia produktif tidak bekerja maka akan menambah masalah bagi lansia.
Bagaimana bonus demografi menyebabkan bertambahnya masalah lansia di
Indonesia?
Bonus demografi merupakan kondisi demografi dimana jumlah penduduk
produktif melebihi jumlah penduduk yang tidak dalam usia produktif.Kondisi seperti
ini tidak mudah terjadi atau bahkan bisa dikatakan kesempatannya hanya sekali saja.
Di Indonesia, kondisi ini merupakan wujud dari keberhasilan program kontrol
kelahiran bayi yang dicanangkan secara intensif pada tahun 1960-1970 an yaitu
Program Keluarga Berencana oleh Pemerintah Orde Baru, karena moment
kemunculannya yang sangat langka, maka bonus demografi harus dapat dimanfaatkan
secara optimal oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan nasional melalui investasi
sumber daya manusia dalam upaya peningkatan kualitasnya.
Dalam konsep ekonomi kependudukan, bonus demografi juga dimaknai
sebagai keuntungan ekonomis karena dengan semakin besarnya jumlah penduduk usia
produktif maka akan semakin besar pula jumlah tabungan dari penduduk produktif
sehingga dapat memacu investasi dan pertumbuhan ekonomi.Sehingga kondisi
tersebut juga dikenal sebagai jendela kesempatan (windows of oppprtunity) bagi suatu
negara untuk melakukan akselerasi ekonomi dengan menggenjot industri manufaktur,
infrastruktur, maupun UKM karena berlimpahnya angkatan kerja tersebut. Banyak
Negara menjadi kaya karena berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus
demografinya untuk memacu pendapatan perkapita sehingga kesejahteraan
masyarakat tercapa
Bonus demografi dapat mendatangkan peluang dalam arti mendapatkan
keuntungan atau bencana. Dalam buku siapa mau bonus ? peluang demografi
Indonesia, di jelaskan bahwa bonus demografi akan menjadi keuntungan antara lain;
bila bonus demografi diiringi dengan peningkatan kualitas manusia (pendidikan,
kemampuan kerja, kesehatan, tabungan, dan usia lanjut yang “produktif”). Pada usia
lanjut yang “produktif” Tak menjadi tanggungan usia produktif. Usia lanjut memiliki
cukup tabungan dan adanya pemberdayaan usia lanjut oleh pemerintah.
Bonus demografi akan dialami saat jendela kesempatan terbuka. Kesempatan
yang terbuka tersebut terjadi jika angka ketergantungan di bawah 50 artinya dari 100
orang menanggung hanya 1 orang atau bahkan 2 hingga lebih orang menanggung
hanya 1 orang. Bonus demografi terjadi akibat kesuksesan pengendalian kelahiran
(program KB). Secara kuantitas, menurut data sensus penduduk indonesia mencapai
jumlah 237,6 juta jiwa. Hal itumenempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah
penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Keberhasilan program KB pada era 80-an telah
menggeser komposisi piramida penduduk Indonesia. Yang awalnya didominasi oleh
usia 15 tahun ke bawah, kini didominasi oleh usia produktif 15-64 tahun. Angka
tersebut membentuk struktur yang menguntungkan bagi indonesia, yaitu piramida
penduduk yang “menggembung” di tengah. Artinya usia produktif bertambah banyak
dan kelas pekerja juga bertambah banyak.
Bonus demografi akan menguntungkan jika dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya sebaliknya akan menjadi bencana jika tidak di manfaatkan dengan baik.
Bayangkan jika jumlah usia produktif melimpah tetapi tidak bisa dimanfaatkan secara
maksimal. Bayang-bayang bencana demografi seperti; tingkat pendidikan rendah,
kurangnya lapangan pekerjaan, pengangguran, hilangnya momentum untuk
mengumpulkan tabungan atau kesejahteraan sampai pada akhirnya kemiskinan. Pasca
periode demografi. Dimana saat itu kebanyakan kelompok usia tidak produktif berasal
dari kelompok usia tua yang harus ditanggung hidupnya oleh usia produktif karena
tidak sempat menabung ketika mereka pada usia produktif.
Jikalau penduduk usia produktif tidak memanfaatkan keproduktifannya maka
akan menggantungkan hidupnya pada sebagian usia produktif yang bekerja dan usia
non produktif (anak-anak dan lansia). Anak-anak akan menjadi usia produktif dengan
beberapa tahun lagi sedangkan lansia yang keadaan biologisnya menurun dan tidak
bisa maksimal dalam bekerja akan menggantungkan hidupnya pada siapa ? kalau
bukan pada usia produktif. Jika penduduk usia produktif tetap menggantungkan
hidupnya pada penduduk usia non produktif maka beban lansia disini akan bertambah.
Tekanan psikologi, ekonomi dan sosial.
Indonesia disebut sedang menikmati bonus demografi ketika jumlah penduduk
dengan usia produktif sangat besar, sementara penduduk usia mudanya semakin
mengecil dan penduduk usia lanjutnya (lansia) belum membesar. Jumlah penduduk
lansia yang membesar ternyata berpotensi memberikan banyak benefit jika tangguh,
sehat dan tetap produktif. Penduduk lansia tersebut bahkan diprediksi menjadi bonus
demografi kedua bagi Indonesia. Namun demikian, menjadikan penduduk lansia tetap
sehat, tangguh dan produktif tentu membutuhkan banyak persiapan serta dukungan
dari semua pihak. Persoalan kualitas gizi, sanitasi serta dukungan lingkungan yang
sehat kemudian menjadi beberapa hal prioritas yang wajib diwujudkan, sama halnya
dengan penyiapan kualitas penduduk usia produktif.
Definisi Lansia menurut Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia adalah orang yang telah berusia 60 tahun ke atas atau sering
disebut sebagai penduduk dengan usia non-produktif. Perayaan Hari Lansia Nasional
itu sendiri dicanangkan pertama kali oleh Presiden Soeharto tahun 1996 sebagai
bentuk keperdulian dan penghargaan atas penduduk Lansia.. Nantinya di tahun 2050,
satu dari empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah
menemukan penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita. Sayangnya, perhatian
terhadap penduduk lansia ini dianggap masih sangat kurang. Belum ada satupun kota
di Indonesia yang memenuhi kriteria kota ramah lansia. Sebuah kota didefinisikan
ramah lansia jika memiliki banyak ruang publik yang dapat digunakan penduduk
lansia untuk bersosialisasi serta tersedianya sistem transportasi dan pelayanan umum
yang memperhatikan keterbatasan lansia.
Mengingat begitu besarnya peran penduduk lansia, kebijakan yang akan diambil
oleh pemerintah harus komprehensif bersinergi dengan kebijakan penduduk usia
produktif. Momen ini juga harus dijadikan sebagai awal dari reformasi kebijakan
pemerintah di sektor kependudukan. Terlalu lama pengelolaan kependudukan di
Indonesia dijalankan dengan mekanisme asal-asalan. Padahal dengan kekuatan jumlah
penduduk terbesar ke-3 di dunia, Indonesia harus menaruh perhatian serius terhadap
persoalan kependudukan ini. Kebijakan yang ada, sering kali bersifat populis jangka
pendek. Padahal tidak diindahkannya dimensi kependudukan dalam kerangka
pembangunan, sama artinya dengan ”menyengsarakan” generasi mendatang.
Banyak teori yang menyebutkan penduduk sebagai salah satu faktor strategis
dalam mendukung pembangunan nasional. Penduduk adalah subyek dan obyek
pembangunan. Sebagai subyek, penduduk harus dibina dan ditingkatkan kualitasnya
sehingga mampu menjadi mesin penggerak pembangunan. Sebagai obyek,
pembangunan harus dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian,
pembangunan harus diperhitungkan dengan seksama, dengan memperhitungkan
kemampuan penduduk, sehingga masyarakat mampu berpartisipasi secara aktif.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Jumlah usia penduduk produktif di Indonesia saat ini mengalami kenaikan , hal
ini disebabkan oleh program kontrol bayi yang dicanangkan secara intensif pada
tahun 1960-1970an yang dilakukan oleh pemerintah dalam program keluarga
berencana. Kenaikan Bonus demografi di usia produktif yang mengalami kenaikan
membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan terutama
didalam bidang ekonomi yakni jumlah tabungan dari penduduk usia produktif
memicu investasi dan pertumbuhan ekonomi sedangkan, Dampak Negatifnnya akan
menimbulkan bencana demografi seperti kurangnnya lapangan pekerjaan,
kemiskinan, pengangguran dan angka ketergantungan antara penduduk yang produktif
dengan penduduk tidak produktif cukup tinggi dimana 1 atau 2 orang usia produktif
bisa menanggung 50 hingga 100 orang penduduk tidak produktif.
Bonus demografi seperti ini membuat jumlah usia produktif membesar namun
jumlah lanjut usia (LANSIA) mengecil, Hal ini jika dimanfaatkan dengan baik maka
para lansia akan bisa menyusutkan angka beban ketergantungan jika lansia yang ada
itu sehat, produktif dan tangguh. Namun, sebaliknnya jika lansia kurang produktif,
tidak sehat dan lain sebagainnya maka akan menimbulkan permasalahan penduduk
karena lansia yang kurang produktif banyak yang lebih memilih bergantung ke orang
– orang yang berusia produktif. Sehingga pemerintah harus memiliki kebijakan yang
komperhensif dengan bersinergi pada kebijakan penduduk usia produktif. Karena
penduduk salah satu faktor strategis didalam mendukung pembangunan nasional.

3.2. Saran
a. Pemerintah harus memberikan pelatihan kerja yang khusus lansia guna
mengembangkan kemampuan penduduk lansia agar memiliki sifat
mandiri pasca pensiun.
b. Pemerintah sebaiknya menyediakan wadah yang positif untuk lansia
mengembangkan bakatnya menjadi kegiatan yang positif bagi lansia.
c. Menyediakan seminar mengenai pola hidup sehat bagi lansia serta cara
menjaga kesehatan lansia agar lansia dapat menjadi lansia yang sehat dan
mandiri agar tercapai bonus demografi yang positif bagi Indonesia di
masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Dematoro, Argyo. (2006). Pelayanan Sosial Non Panti Bagi Lansia: Suatu Kajian
Sosiologis. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Kemenkes RI. (2017). Analisis Lania di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI.
Wirosuhardjo, Kartomo. (1981). Dasar-Dasar Demografi. Jakarta. FEUI.

Website
Andhini Rosari. (2017). Bonus Demografi dan Dampak Terhadap Indonesia.
https://www.kompasiana.com/andhinirosari/5a2e2c4acf01b4574160ed32/bonus
-demografi-dan-dampak-terhadap-indonesia?page=1. Diakses 19 Oktober 2018.
Bangka.com. (2018). Ini 5 Kota Dengan Jumlah Penduduk Terbanyak di Indonesia.
http://bangka.tribunnews.com/2018/05/11/ini-5-kota-dengan-jumlah-penduduk-
terbanyak-di-indonesia?page=2. Diakses 21 Oktober 2018.
Katadata.com. (2018). 2018 Jumlah Penduduk Indonesia Mencapai 265 Juta Jiwa.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/05/18/2018-jumlah-penduduk-
indonesia-mencapai-265-juta-jiwa. Diakses 21 Oktober 2018.
Katadata.com. (2018). Jumlah Penduduk Indonesia Akan Mencapai Puncaknya Pada
2062. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/07/08/jumlah-penduduk-
indonesia-akan-mencapai-puncaknya-pada-2062. Diakses 21 Oktober 2018.

Jurnal
Misnaniarti. (2017). Analisis Situasi Penduduk Lanjut Usia dan Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat e-ISSN 2548-
7949.
Naftali, Ananda Ruth, dkk. (2017). Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam
Menghadapi Kematian. Bulletin psikologi, Vol. 25, No. 2, 124-135 , ISSN
2528-5858.
Sa’adah, Nurus. (2015). Menata Kehidupan Lansia: Suatu Langkah Responsive Untuk
Kesejahteraan Keluarga (Studi pada Lansia Desa Mojolegi Imogiri Bantul
Yogyakarta). Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama Vol. 9 No. 2.
Sulastri, Sri dan Sahadi Humaeda. (2017). Pelayanan Lanjut Usia Terlantar Dalam
Panti. Prosding KS: Riset & PKM Vol. 04 No. 1 Hal. 1-140 ISSN: 2442-4480
Supriadi. (2015). LanjutUsia dan Permasalahannya. Jurnal PPKn dan Hukum, Vol.
10 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai