Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MURABAHAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam Perspektif Al-Qur’an
Dosen Pengampu: Dr. Oom Mukarromah, M. Hum

Disusun Oleh :
Maliatul Husna : 192640018

Ekonomi Syariah I

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2019 M/ 1441 H

i
ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt. Atas segala limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya yang senantiasa mencurahkan kepada kita nikmat kesehatan dan
keselamatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Murabahah
dalam Perspektif Al-Qur'an”.
Makalah ini ditunjukkan untuk memenuhi salah satu tugas Matakuliah Ekonomi Islam
Perspektif Alquran. Salam dan salawat tak lupa penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Yang telah membawa umat manusia dari zaman kejahilian menuju zaman terang
menderang seperti sekarang ini, Beliau telah berjuang demi satu kalimat “Laailahaillah”.
Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik itu bantuan
moril dan materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada dosen pengampu. Akhirnya hanya kepada Allah jugalah penulis serahkan segalanya,
semoga semua pihak yang membantu mendapat pahala di sisi Allah SWT, serta semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua orang, khususnya bagi penulis sendiri.

Serang, 30 Agustus 2019

Penulis,

Maliatul Husna
NIM. 192640018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………..………………………………………..... i
DAFTAR ISI………………..…………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………...………………………………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………. 2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah…………………………………………………………… 2
1.4 Manfaat Penulisan Makalah………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
2.1 Kajian Teori Murabahah……………………………………………………………… 3
A. Pengertian Murabahah…………………………………………………………… 3
B. Rukun dan Syarat Murabahah……………………………………………………. 4
C. Jenis- jenis Murabahah…………………………………………………………... 5
2.2 Dasar Hukum Murabahah……………………...……………………………………... 6
A. Landasan Ayat Murabahah…………...……………………………………….… 6
B. Landsan Hadist Murabahah……………………………………………………… 10
2.3 Aplikasi dan Manfaat Pembiayaan Murabahah…………………...…………………. 10
A. Prosedur dan Syarat Pembiayaan Murabahah...……………………………….… 10
B. Manfaat Pembiayaan Murabahah………………………………………………… 12
BAB II KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………. 15
3. 1 Kesimpulan………………………………………………………………………….. 15
3.2 Saran…………………………………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 16

ii
i
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Sejak zaman dahulu kegiatan perekonomian telah ada dari beberapa puluhan tahun yang
silam. Dengan menggunakan beberapa cara,tujuannya agar dapat memenuhi keperluan hidup
masyarakat dengan menggunakan metode (food gathering),dan (no-maden) dengan harapan yang
sama yaitu agar kebutuhan hidup bisa terpenuhi. Untuk bertahan hidup mereka terus melakukan
perkembangan, hingga muncul suatu permasalahan yaitu menipisnya sumber daya alam dan
minimnya pengolahan sumber daya. Dengan alasan inilah sehingga dapat menimbulkan
pemikiran yaitu bagaimana agar tetap bisa bertahan hidup.
Dengan berjalannya waktu, kehidupan sehari-hari juga membutuhkan dana guna
berjalannya roda kehidupan dan meningkatnya kebutuhan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan hidup primer, sekunder dan tersier. Kadang-kadang sebagian masyarakat tidak
mempunyai dana yang cukup untuk memenuhi keperluannya tersebut. Oleh karena itu, dengan
adanya pertumbuhan perekonomian yang semakin tinggi sehingga memunculkan lembaga
perbankan yang menjadi salah satu lembaga yang memiliki nilai strategis dalam suatu negara.
Adanya lembaga ini ditujukan agar dapat menjadi perantara yakni pihak yang memiliki
kelebihan finansial dan pihak yang kekurangan finansial.
Akad (perjanjian) mempunyai arti penting dalam kehidupan masyarakat. Perjanjian
merupakan dasar dari sekian banyak aktivitas. Melalui akad berbagai kegiatan bisnis dan usaha
dapat dijalankan, serta memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan
kepentingannya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri tanpa bantuan dan jasa orang lain.
Murābaḥah merupakan salah satu akad di Bank Syariah, yaitu penjualan barang dengan
menjelaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
kepada penjual sebagai keuntungan si penjual. Di dalam perbankan, murābaḥah biasa digunakan
untuk pembiayaan seperti pembiayaan konsumtif, investasi maupun produktif. Dana untuk
pembiayaan murābaḥah diambil dari simpanan tabungan yang barjangka seperti tabungan haji
atau tabungan kurban. Juga dapat ambil dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan
nasabah untuk tujuan tertentu.
Bank Syariah pada umumnya telah menggunakan murabahah sebagai metode
pembiayaan yang utama, tentunya produk pembiayaan ini dianggap sangat signifikan dibanding

1
pembiayaan-pembiayaan lain yang disediakan oleh Bank Syariah. Dominasi penggunaan
pembiayaan murabahah dibandingkan prinsip musyarakah dan mudharabah ini menunjukkan
fenomena baru dalam praktik perbankan syariah di Indonesia.

I.2 Rumusan masalah


Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis merumuskan pokok
permasalahan “ Murabahah dalam Perspektif Al-Qur'an”, agar permasalahan yang dibahas lebih
fokus, maka dalam makalah ini penulis merumuskan sub masalah yang sesuai dengan judul
diatas, yaitu :
1) Bagaimana Kajian Teori Murabahah ?
2) Bagaimana Dasar Hukum Murabahah ?
3) Bagaimana Aplikasi dan Manfaat Pembiayaan Murabahah ?

I.3 Tujuan Penulisan Makalah


Berangkat dari pokok masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1) Untuk mengetahui Kajian Teori Murabahah
2) Untuk mengetahui Dasar Hukum Murabahah
3) Untuk mengetahui Aplikasi dan Manfaat Pembiayaan Murabahah

I.4 Manfaat Penulisan Makalah


Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :
1) Memberikan informasi kepada penulis dan pembaca tentang kajian teori murabahah
2) Memberikan informasi kepada penulis dan pembaca tentang dasar hukum murabahah
3) Memberikan informasi kepada penulis dan pembaca tentang aplikasi dan manfaat
pembiayaan murabahah

7
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori Murabahah
A. Pengertian Murābaḥah
Secara bahasa kata Murābaḥah atau ‫ بحة مرا‬berasal dari bahasa Arab yaitu ar-ribhu atau
‫ ربح‬yang berarti kelebihan dan tambahan. Jadi, murābaḥah dapat didefinisikan sebagai kegiatan
yang saling menambah (menguntungkan). Sedangkan para ulama mendefinisikan bahwa
murābaḥah adalah kegiatan jual beli yang dengan modal kemudian di tambah dengan keuntungan
yang telah disepakati. Pada dasarnya yaitu menjual barang dengan menggunakan harga modal
yang telah diketahui dan disepakati dengan adanya penambahan keuntungan yang jelas. Jadi,
murābaḥah memiliki artinya yaitu saling mendapatkan keuntungan.1 menurut istilah, murābaḥah
adalah pembelian barang dengan menggunakan pembayaran yang dikebelakangkan baik selama
satu bulan dua bulan, tiga bulan dan seterusnya.pemberian akad murābaḥah diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan untuk produksi bagi nasabah.2
Murābaḥah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal
(pemilik modal) dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan
bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan
atau laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.
Berdasarkan beberapa defenisi diatas mengenai akad murābaḥah, kita dapat menarik kesimpulan
bahwa ada beberapa hal pokok dari akad murābaḥah tersebut, yaitu:
a) Pembelian barang dengan pembayaran yang ditangguhkan.
b) Dengan defenisi barang yang dibeli menggunakan harga asli.
c) Kemudian ada tambahan keuntungan dari harga asli yang telah
desetujui oleh pembeli.
d) Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.

1
Abdullah Almuslih, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam (cet.IV; Jakarta:Darul Haq, 2016),h.193

2
Karanaen A. Perwataatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Cet.II; Yogyakarta: P.T. Dana Bhakti Prima Yasa,
1999), h. 25

ii
e) Harga asli disebutkan oleh penjual ke pembeli.3

B. Rukun dan Syarat Murabahah


Murābaḥah mempunyai beberapa rukun yaitu:
1.) Para pihak (al-'aqidaen, ‫;) ا‬
2.) Pernyataan kehendak (sigat al-'aqd, ‫;) ا‬
3.) Objek dari akad (mahall al-'aqd, ‫;) ا‬
4.) Tujuan dilakukan akad (maudu al-'aqd, ‫ ) ا‬4

Syarat-syarat Murābaḥah
Terdapat lima syarat terbentuknya akad murābaḥah, yaitu:
1.) Penjual harus jujur mengenai modal dan keuntungan.
2.) Kontrak harus terbebas dari Riba
3.) Penjual harus menjelaskan kepeda pembeli jika terjadi kecacatan dari pembelian barang
4.) Penjual harus menyampaikan semua yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian
dilakukan secara utang atau tidak
5.) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.5

Di samping syarat-syarat di atas, terdapat juga syarat-syarat khusus, yaitu:


1. Harus diketahui besarnya biaya perolehan komoditi.
2. Harus diketahui keuntungan yang diminta penjual.
3. Pokok modal harus berupa benda bercontoh atau berupa uang. Murābaḥah hanya bisa
digunakan dalam pembiayaan bilamana pembeli murābaḥah memerlukan dana untuk
membeli suatu komoditi secara riil dan tidak boleh untuk lainnya termasuk membayar
hutang pembelian komoditi yang sudah dilakukan sebelumnya, membayar biaya over
head, rekening listrik, dan semacamnya.
4. Penjual harus telah memiliki barang yang dijual dengan pembiayaan murābaḥah.

3
Ubaedul mustofa, Studi Analisis Pembiayaan Akad Murābaḥah Pada Produk Pembiayaan Modal Kerja Di Unit
Mega Mitra Syariah (M2S) Bank Mega Syariah Kaliwung: Semarang, 2012,h. 20.
4
Hufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Cet.II;Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 13
5
Amran Suadi, Hukum Ekonomi Syariah,h.196.

9
5. Komoditi bersangkutan harus telah berada dalam resiko penjual. komoditi obyek
murābaḥah diperoleh dari pihak ketiga bukan dari pembeli murābaḥah bersangkutan
(melalui jual beli kembali)

C. Jenis- Jenis Murabahah


a. Murabahah Berdasarkan Pesanan
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pesanan
dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat
pembeli untuk membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan
pesanannya. Adapun murabahah yang bersifat tidak mengikat bahwa walaupun telah
memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau
membatalkan barang tersebut, lihat gambar 2.16

Gambar 2.1
b. Murabahah Tanpa Pesanan
Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini
dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan
sendiri oleh penjual, lihat Gambar 2.27

6
Kautsar Riza Salman, Se. Ak. MSA. BPK. SAS. CA, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, Hal
224
7
Kautsar Riza Salman, Se. Ak. MSA. BPK. SAS. CA, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, Hal
225

ii
Gambar 2.2

2.2 Dasar Hukum Murabahah


A. Landasan Ayat tentang Murābaḥah
Secara umum murābaḥah tidak memiliki landasan referensi dari al-Qur’an dan Hadist,
tetapi yang ada hanya mengenai perdagangan dan jual beli. Oleh karena itu rujukan murābaḥah
nash al-Qur’an, dan Undang-Undang yang berkaitan dengan jual-beli karena pada hakikatnya
murābaḥah adalah salah satu bentuk jual beli. Adapun rujukan yang digunakan yaitu:
a Al - Qur’an
Firman Allah al-Baqarah/ 2:275

Terjemahnya: “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya

11
(terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”8

1. Tafsir surat al-Baqarah/ 2:275


a. Tafsir Jalalain

(orang-orang yang memakan riba), artinya mengambilnya. Riba itu ialah tambahan
dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan, baik mengenai banyaknya
maupun mengenai banyaknya maupun menganai waktunya.9
Tafsiran diatas menjelaskan bahwa riba dalah tambahan dari jumlah harga atau
jumlah banyaknya dan juga mengenai tambahan waktunya yang dilakukan secara
sengaja untuk mendapatkan keuntungan lebih dari harga yang sudah disepakati tanpa
ada penjelasan secara rinci dari penjual kepada pembeli mengenai tambahan tersebut,
yang apabila dikalkulasikan dengan jumlah sesungguhnya akan berbeda setelah
ditambahkan oleh sipenjual. Contohnya dalam system kredit dan lain sebagainya.

(tidaklah bangkit) dari kubur kubur mereka (seperti bangkitnya orang yang
kemasukan setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka ; minal massi
berkaitan dengan yaqummuna.10
Dapat difahami bahwa orang-orang yang memakan uang riba ketika dibangkitkan dari
kuburannya akan terlihat seperti orang-orang yang kerasukan setan yang
diindikasikan oleh penyakit gila karena mere memakan uang riba yang tidak ada
hentinya.

8
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, (Cet.X; Bandung: PT. Mizan Bunaya
Kreativa),h.48
9
Jalaluddin Al-Mahalli, Jalaluddin As-Shuyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), jilid 1, Hal.
157
10
Jalaluddin Al-Mahalli, Jalaluddin As-Shuyuti, Tafsir Jalalain,…,…, Hal. 157

ii
(demikian itu), maksudnya yang menimpa mereka itu (adalah karena), maksudnya
disebabkan mereka (mengatakan bahwa jual beli itu seperti riba) dalam soal
diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan dari persamaan yang merkea katakana itu
secara bertolak belakang, maka firman Allah menolaknya.
Secara garis besar Allah SWT menegaskan bahwa riba itu dilarang dan jual beli itu
menyerupai riba serta dalam ushul fiqh menjelaskan bahwa asal dari larangan adalah
haram.

(padahal allah menghalalkan jual beli dan mengaharamkan riba. Maka barang siapa
yang dating kepadanya ) maksdunya sampai kepadanya (pelajaran) atau nasihat (dari
tuhannya, lalu ia menghentikannya) artinya tidak memakan riba lagi (maka baginya
apa yang telah berlalu) artinya sebelum datangnya larangan dan doa tidak diminta
untuk mengembalikannya (dan urusannya) dalam memaafkannya terserah (kepada
Allah) dan orang-orang yang mengulangi) memakannya dan tetap menyamaknnya
dengan jual beli tentang halalnya.
Dari tafsiran ayat ini bahwa Allah menjelaskan diperbolehkannya jual beli dan
diharamkannya riba, maka apabila seseorang melakukan riba sebelum larangan ini
ada dan ia bertaubat tidaklah harus mengembalikan hasil riba yang telah diambil
olehnya setelah larangan riba ini diharamkan oleh Allah. Kemudian apabila seseorang
melakukan riba setelah larangan ini ada haruslah mengembalikan urusannya

13
(maka mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka didalmnya) dari ayat tersebut
dijelaskan bahwa mereka yang memakan harta hasil dari riba akan menjadi penghuni
kekal di neraka.

2. Asbabunnuzul surat al-Baqarah/ 2:275


Kaum Tasqif, penduduk kota Thaif telah mem buat kesepakatan dengan Rasulullah
SAW bahwa semua hutang mereka demikian juga (taguhan berdasarkan) riba agar
diberlakukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja Bani Amar Bin Umar adalah orang
yang biasa meminjamkan uang secara riba ke Bani Mughiroh sejak zaman jahiliyah dan
Bani Mughiroh senantiasa membayarkannya. Setelah kedatangan islam, mereka memiliki
kekayaan yang banyak. Karenanya datanglah Bani Amar untuk menagih hutang dnegan
tambahan riba, tapi Bani Mughiroh menolak. Maka diangkatkah masalah itu kepda
gubernur 'Itab bin Usaid dan beliau menulis kepada Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat
ini, Rasulullah SAW lalu menulis surat balasan yang intinya jika mereka ridho atas
ketentuan Allah SWT diatas maka itu baik, tapi jika mereka menolaknya maka
kumandangkanlah ultimatum kepda mereka)
Hukum yang terkandung
Ayat ini apabila disimak lebih jauh mengandung banyak pengertian hokum,
diantaranya:
a. Diperbolehkannya jual beli yang tidak terdapat larangan syariat didalamya, jual
beli sendiri memiliki arti pemindahan hak suatu barang dari pihak penjual ke pembeli
dengan ijab qobul yang baik dan saling ridho antara kedua belah pihak
b. Diharamkannya riba.

ii
Firman Allah an-nisaa/ 4:29

Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”

Firman Allah al-Baqarah/ 2:198

Terjemahnya:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka
apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. dan
berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat.”

B. Landasan Hadist tentang Murabahah

15
Artinya:
Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. ”Bersabda, Sesungguhnya jual beli itu
dilakukan atas dasar suka sama suka.”11

c. Undang- Undang
Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan syariah memeberikan
defenisi tentang Murābaḥah, dalam penjelasan pasal 19 ayat (1) menyatakan akad
Murābaḥah adalah akad pembiayan suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan
yang di sepakati.12

2.3 Aplikasi Dan Manfaat Pembiayaan Murabahah


A. Prosedur dan Syarat Pembiayaan Murabahah
Para pakar teori perbankan Islam telah mengemukakan bahwa perbankan Islam atau
syariah lebih berdasar pada sistem bagi hasil atau pembagian untung rugi, tidak berdasarkan
bunga. Namun demikian, bank-bank Islam dalam prakteknya, sejak awal meyakini bahwa
perbankan yang berdasarkan PLS (Profit Loss Sharing) sulit untuk dilaksanakan karena sifatnya
adalah sangat riskan dan tidak pasti. Ada mekanisme yang sangat praktis yang menyertai
pembiayaan ini menjadi penurunan secara bertahap dalam perbankan Islam, dan menyebabkan
peningkatan yang tetap dalam penerapan mekanisme pambiayaan “menyerupai bunga”.
Idealnya, pembiayaan Bank Syariah didominasi oleh akad mudharabah (bagi hasil).
Sebab, memang itulah ruh perbankan syariah. Namun, untuk sampai ke tahap itu tidak mudah.
Bahkan di negara-negara yang sudah lebih dahulu menerapkan perbankan syariah pun,
pembiayaan murabahah (jual-beli) masih dominan. Bank-bank Islam papan atas dunia, juga
memiliki kecenderungan menjadikan skema murabahah sebagai skema pembiayaan yang utama.
Bank Syariah dalam memberikan pelayanan pembiayaan kepada nasabahnya tidak hanya
diselesaikan dengan cara mudharabah dan musyarakah (bagi hasil). Namun Bank Syariah dapat

11
Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, Juz 2, Daarun fikr, Nomor hadis: 2289, h. 768

12
Amran suardi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, h.193

ii
juga menjalankan pembiayaan dengan akad jual beli dan sewa. Pada akad jual beli dan sewa ini,
pihak Bank Syariah akan memperoleh pendapatan secara pasti. Murabahah sebagaimana yang
diterapkan dalam perbankan syari’ah, pada prinsipnya didasarkan pada 2 (dua) elemen pokok,
yaitu harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakatan atas mark-up. Ciri dasar kontrak
pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut: 1. Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang
biaya-biaya terkait dan harga pokok barang dan batas mark-up harus ditetapkan dalam bentuk
persentase dari total harga plus biaya-biayanya; 2. Apa yang dijual adalah barang atau komoditas
dan dibayar dengan uang; 3. Apa yang diperjualbelikan harus ada dan dimiliki oleh penjual dan
penjual harus mampu menyerahkan barang itu kepada pembeli; 4. Pembayarannya ditangguhkan.
Bank-bank syari’ah umumnya mengadopsi murabahah untuk memberikan pembiayaan
jangka pendek kepada para nasabah guna pembelian barang meskipun mungkin nasabah tidak
memiliki uang untuk membayar. Sejumlah alasan diajukan untuk menjelaskan popularitas
murabahah dalam operasi investasi perbankan syari’ah, antara lain:
1. Murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek, dan
dibandingkan dengan sistem Profit and Loss Sharing (PLS), cukup
memudahkan;
2. Mark-up dalam murabahah dapat diterapkan sedemikian rupa sehingga
memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding
dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-
bank Islam;
3. Murabahah menjauhkan ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari
bisnis-bisnis dengan sistem PLS;
4. Murabahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri
manajemen bisnis, kerana bank bukanlah mitra si nasabah, sebab hubungan
mereka dalam murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.
Produk pembiayaan murabahah ini dalam perkembangannya memegang kedudukan kunci
nomor dua setelah prinsip bagi hasil dalam Bank Islam, dan dapat diterapkan dalam; 1).
Pembiayaan perdagangan barang. 2). Pembiayaan pengeluaran Letter of Credit (L/C). Dalam
perbankan Islam praktek murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada
pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk

17
membeli barang yang dipesannya (bersifat mengikat bilamana bank meminta uang muka
pembelian kepada nasabah). Misalnya seseorang ingin membeli mobil dengan perlengkapan
tertentu yang harus dicari, dibeli, dan dipasang pada mobil pesanannya oleh dealer mobil. Dalam
murabahah melalui pesanan ini diperbolehkan serta dianggap sah, dan si penjual boleh meminta
pembayaran hamish ghadiyah, yaitu uang tanda jadi ketika transaksi atau ijab-qabul .
Hal ini sekedar untuk menunjukkan bukti keseriusan si pembeli. Bila kemudian si penjual
telah membeli dan memasang berbagai perlengkapan di mobil pesanannya, sedangkan si pembeli
membatalkannya, hamish ghadiyah ini dapat digunakan untuk menutup kerugian dealer mobil.
Dan bila uang jadi ini lebih kecil dibanding jumlah kerusakan yang harus ditanggung oleh si
penjual, penjual dapat meminta kekurangannya. Sebaliknya bila berlebih, si pembeli berhak atas
kelebihan itu.
Dalam murabahah yang berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat, pembeli tidak dapat
membatalkan pesanannya. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh perbankan syariah dalam
praktek murabahah ini dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Dalam murabahah juga
diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda.
Murabahah muajjal dicirikan dengan adanya penyerahan barang diawal akad dan pembayaran
kemudian (setelah awal akad), baik dalam bentuk angsuran maupun sekaligus. Bank juga dapat
memberikan potongan apabila nasabah; a). Mempercepat pembayaran cicilan atau, b). Melunasi
piutang murabahah sebelum jatuh tempo.13

B. Manfaat Pembiayaan Murabahah


Pada umumnya pembiayaan murabahah dengan sisem pesanan dapat diterapkan pada
produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar
negeri, seperti melui Letter of Credit (L/C). Skema ini paling banyak digunakan karena
sederhana dan tidak asing dalam dunia perbankan pada umumnya. Namun kalangan perbankan
di Indonesia lebih banyak menggunakan pembiayaan murabahah secara berkelanjutan, seperti
untuk pembiayaan modal kerja, padahal sebenarnya murabahah adalah kontrak jangka pendek
dengan sekali akad.

13
Qi Mangku Bahjatulloh. Ekonomi Syariah Kajian Pembiayaan Murabahah Antara Teori dan Praktek. Volume 2
Nomor 2, Desember 2011. Hal 285- 287

ii
Hal ini tidaklah tepat jika diterapkan untuk skema pembiayaan modal kerja. Namum akad
mudharabah yang lebih sesuai, mengingat prinsip mudharabah memiliki fleksibilitas yang sangat
tinggi. Sesuai dengan sifat bisnis tijarah, transaksi pembiayaan murabahah memiliki beberapa
manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Pembiayaan dengan sistem murabahah ini
banyak memberikan manfaat kepada Bank Syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan
yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.
Selain itu, sistem murabahah ini juga sangat sederhana, sehingga dapat memudahkan
pihak perbankan dalam penanganan administrasinya di Bank Syariah ada kemungkinan resiko
yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:
a. Default atau kelalaian, yang dibuat oleh nasabah sengaja tidak membayar angsuran
dimana ia mampu secara ekonomis.
b. Fluktuasi harga komparatif, hal ini dapat terjadi bila harga suatu barang di pasar
naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Dimana bank tidak bisa
mengubah harga jual beli tersebut kepada nasabah.
c. Penolakan barang yang dilakukan oleh nasabah; barang bisa saja dikembalikan
atau ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Hal ini bisa jadi disebabkan
karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Oleh
karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain nasabah
merasa spesifikasi barang tersebut tidak sesuai atau berbeda dengan yang ia pesan.
Bila bank telah menandatangani kontrak atau aqad pembelian dengan penjualnya,
maka barang tersebut akan menjadi milik Bank. Dengan demikian Bank
mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
d. Barang dijual; karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika
kontrak ditandatangani, barang itu menjadi hak milik nasabah penuh, dan nasabah
bebas untuk mrelakukan apapun terhadap aset miliknya, termasuk menjualnya.
Jika terjadi demikian maka resiko untuk default akan besar.14

14
Qi Mangku Bahjatulloh. Ekonomi Syariah Kajian Pembiayaan Murabahah Antara Teori dan Praktek. Volume 2
Nomor 2, Desember 2011. Hal 292-293

19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pemaparan dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, terdapat
beberapa hal penting yang penulis dapat simpulkan bahwa Murabahah adalah jual beli di mana
penjual memberitahu pembeli biaya perolehan dan keuntungan yang diinginkannya. Murabahah
dalam fiqih awalnya tidak berhubungan dengan pembiayaan. Dengan berkembangnya pemikiran,
murabahah digunakan oleh perbankan syari’ah dengan menambahkan beberapa konsep lain
sehingga menjadi bentuk pembiayaan.
Secara umum murābaḥah tidak memiliki landasan referensi dari al-Qur’an dan Hadist,
tetapi yang ada hanya mengenai perdagangan dan jual beli. Oleh karena itu rujukan murābaḥah
nash al-Qur’an, dan Undang-Undang yang berkaitan dengan jual-beli karena pada hakikatnya
murābaḥah adalah salah satu bentuk jual beli. Adapun rujukan yang digunakan yaitu Al -
Qur’an al-Baqarah/ 2:275.
Perbankan Islam beranggapan bahwa Al Qur’an menghalalkan segala macam
perdagangan, yaitu jual beli dengan laba, dan murabahah termasuk jual beli dengan laba.
Mengingat tidak ada pembatasan dalam jumlah tertentu atas keuntungan yang diperoleh dari
suatu perdagangan, maka bank-bank syari’ah secara teori dengan bebas menentukan berapapun
mark-up (keuntungan) dari kontrak murabahah . Label ’Syari’ah’ yang dimiliki oleh perbankan,
tidaklah cukup untuk menjadi suatu syarat menjadi bank syari’ah. Institusi perbankan, baik yang
Syari’ah atau yang tidak syariah, perlu menjadi institusi yang lebih memikirkan kemaslahatan
ummat. Ekonomi yang mencerminkan keadilan dan kemanusiaan. Rumusan konsep pricing
dalam kontrak pembiayaan murabahah diharapkan mampu mencerminkan nilai syari’ah dalam
aplikasinya di perbankan syari’ah. Dengan harapan hadirnya bank syari’ah di tengah-tengah kita
diharapkan mampu memecahkan segala problem ekonomi umat dengan payung Syari’ah.

3.2 Saran
Demikinalah makalah ini penulis buat dengan penuh kesungguhan. Adapun makalah ini
masih jauh dari sempurna baik dari segi penulisan maupun materi yang dijelaskan. Untuk itu
kritik dan saran sangat berguna bagi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua, Aamiin.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Almulshih, Abdullah. 2016. Fiqh Ekonomi Keuangan Islam. Cet.IV; Jakarta:Darul Haq,
Ibnu Majah , Sunan Ibnu Majah, Kitab Tijaraat, (Beirut: Darul Fikr)
Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakta Wakaf, 1997)
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, (Cet.X; Bandung: PT.
Mizan Bunaya Kreativa),

21
Mustofa, Ubaedul. Studi Analisis Pembiayaan Akad Murābahah Pada Produk Pembiayaan
Modal Kerja Di Unit Mega Mitra Syariah (M2S) Bank Mega Syariah Kaliwung:
Semarang, 2012.
Mas’adi, Hufron. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Cet.II;Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mangku, Qi Bahjatulloh. 2011. "Ekonomi Syariah Kajian Pembiayaan Murabahah Antara Teori
dan Praktek". Volume 2 Nomor 2
Riza, Kautsar Salman, Se. Ak. MSA. BPK. SAS. CA. 2017. Akuntansi Perbankan Syariah
Berbasis PSAK Syariah. Jakarta. Indeks
Suadi, Amran. Penyelesaian ekonomi syariah. Cet. II;Bandung: Mizan, 1999
Yaya Rizal, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim. Akuntansi Perbankan Syariah Teoti
dan Praktik Kontemporer Berdasarkan PAPSI 2013 Edisi 2 Hal 48. Jakarta Selatan.
Salemba Empat

ii

Anda mungkin juga menyukai