Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

SIKATRIK KORNEA

Oleh:
Aditya Sadewa
NIM. 1708436507

Pembimbing :
dr. R. Handoko Pratomo, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Sikatrik kornea merupakan suatu kondisi klinis yaitu adanya jaringan parut

pada kornea yang mengakibatkan permukaan kornea irregular. Sikatrik kornea

dapat disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Sikatrik kornea termasuk penyakit

yang dapat mengakibatkan gangguan penglihatan.1

Sikatrik kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari mata

kabur sampai dengan kebutaan. Sikatrik kornea dapat berbentuk ringan (nebula),

sedang (makula) dan berat (leukoma). Gangguan kornea merupakan penyebab

kebutaan kedua di dunia setelah katarak. Sikatrik kornea lebih sering disebabkan

oleh infeksi, xeropthalmia dan trauma.2

Prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata tertinggi di Provinsi Sumbar

(2,5%), terendah di Provinsi di Sumut, Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta,

Papua Barat dan Papua (0,3%). Prevalensi sikatrik kornea pada salah salah satu

mata tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Sulawesi Tengah (0,9%),

terendah di Provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Riau (0,1%). Prevalensi sikatrik

kornea pada dua mata maupun satu mata terendah dijumpai pada kelompok umur

20-29 tahun (0,1%) sedangkan prevalensi tertinggi ditemui pada kelompok umur

≥ 75 tahun (8.7%).2

Saat ini sikatrik kornea terjadi disebabkan oleh trauma berupa trauma

tajam, tumpul dan kimia. Selain itu infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

jamur dan protozoa yang tidak tertangani dengan baik cenderung menjadi ulkus

1
kornea dan juga komplikasi dari penggunaan obat-obat mata secara tradisional.

Infeksi tidak tertangani dengan baik dapat terjadi ulkus kornea, ulkus dapat

mencapai sampai kelapisan stroma kornea akibat dari penyembuhannya terbentuk

sikatrik kornea berupa kekeruhan kornea sehingga tajam penglihatan dapat

menurun.2

Bila sikatrik kornea telah mengganggu penglihatan tidak ada pengobatan

yang dapat dilakukan kecuali keratoplasti atau pencangkokan kornea, hal ini juga

tidak mudah karena membutuhkan waktu sebab donor kornea masih sulit didapat

terutama di Indonesia.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kornea

Kornea merupakan selaput bening mata yang memiliki sifat tembus

cahaya. Sifat ini disebabkan oleh strukturnya yang uniform, dan avaskular. Secara

maksroskopis area di pinggir kornea disebut limbus. Pada limbus terdapat arteri

sirkulus limbus yang memberikan nutrisi kepada kornea secara perifer. Inflamasi

pada kornea akan memberikan gambaran pelebaran pembuluh darah ini. Selain

limbus kornea juga mendapat nutrisi dari aqueous humor dan tear film.3

Fungsi utama kornea adalah sebagai media refraksi dan pelindung mata

bagian dalam.4 Kornea merupakan media refraksi kuat yang membelokkan sinar

masuk kedalam mata. Kekuatan dioptri kornea memberikan kontribusi sekitar

74% atau setara dengan 43,25 dioptri dari total 58,60 kekuatan dioptri mata

manusia. Kornea orang dewasa berukuran 11-12 mm secara horizontal, 10-11 mm

secara vertikal. Kelengkungan permukaan kornea tidak konstan, yang terbesar


5
adalah disentral dan terkecil diperifer. Kornea dipersarafi oleh nervus siliaris

anterior yang merupakan cabang dari nervus kranialis V (N. Trigeminus).5

Secara histologi kornea dibagi menjadi 5 lapisan, yaitu lapisan epitel,

membran Bowman, stroma, membran Descemet dan endotel. Epitel bertingkat

setebal 5 lapis menyusun permukaan luar kornea yang terdiri atas sel epitel

skuamosa. Lapisan dibawahnya merupakan membran bowman yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur. Lapisan ini cukup tahan terhadap infeksi,

tetapi jika sekali saja rusak maka tidak akan bisa beregenerasi. Lapisan

3
selanjutnya yaitu stroma, menyusun ketebalan kornea hingga sekitar 90%.

Lapisan ini tersusun atas matriks ekstraseluler yang dibentuk oleh serat kolagen

(lamellae) dan proteoglikan. Di bawah lapisan stroma terdapat membran descemet

yang akan semakin menebal seiring bertambahnya usia, terdiri atas serat kolagen

dan glikoprotein. Lapisan ini sangat tahan terhadap trauma ataupun proses

patologis lainnya dan bisa beregenerasi.6

2.2 Sikatrik kornea

2.2.1 Definisi

Sikatriks kornea adalah terbentuknya jaringan parut pada kornea oleh

berbagai sebab. Dapat disebabkan oleh trauma, bekas luka, maupun sebab-sebab

lainnya 1

2.2.2 Epidemiologi

Prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata tertinggi di Provinsi Sumatera

Barat (2,5%), terendah di Kepulauan Riau, Kepulauan Riau, Sumatera utara

Provinsi DKI Jakarta, Papua dan Papua Barat (0,3%).2

2.2.3 Klasifikasi

Sikatrik kornea terbagi atas:7

1. Nebula
a. Penyembuhan akibat keratitis superfisialis.
b. Kerusakan kornea pada m.Bowman sampai 1/3 stroma.
c. Pada pemeriksaan, terlihat kabut di kornea, hanya dapat dilihat di kamar
gelap dengan Slit-lamp dan bantuan kaca pembesar.

4
Gambar 4. Nebula.

2. Makula
d. Penyembuhan akibat ulkus kornea.
e. Kerusakan kornea pada 1/3 stroma sampai 2/3 ketebalan stroma.
f. Pada pemeriksaan, putih di kornea, dapat dilihat di kamar gelap dengan slit-
lamp tanpa bantuan kaca pembesar.

Gambar 5. Makula.

3. Leukoma
g. Penyembuhan akibat ulkus kornea.
h. Kerusakan kornea lebih dari 2/3 ketebalan stroma.
i. Kornea tampak putih, dari jauh sudah kelihatan.

5
Gambar 6. Leukoma.

Apabila ulkus kornea sampai ke endotel akan mengakibatkan perforasi, dengan


tanda :

 Iris prolaps
 COA dangkal
 TIO menurun
Kemudian sembuh menjadi leukoma adheren (leukoma disertai sinekia anterior).1

2.2.4 Patofisiologi

Selama stadium awal, epitel dan stroma di area yang terinfeksi atau
terkena trauma akan membengkak dan nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama
neutrofil) akan mengelilingi ulkus awal ini dan menyebabkan nekrosis lamella
stroma. Pada beberapa inflamasi yang lebih berat, ulkus yang dalam dan abses
stroma yang lebih dalam dapat bergabung sehingga menyebabkan kornea menipis
dan mengelupaskan stroma yang terinfeksi.8

Sejalan dengan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, respon


imun seluler dan humoral digabung dengan terapi antibacterial maka akan terjadi
hambatan replikasi bakteri. Mengikuti proses ini akan terjadi fagositosis organism
dan penyerapan debris tanpa destruksi selanjutnya dari kolagen stroma. Selama
stase ini, garis batas terlihat pada epitel ulkus dan infiltrate stroma berkonsolidasi
dan tepinya tumpul. Vaskularisasi kornea bisa terjadi jika keratitis menjadi kronis.

6
Pada stase penyembuhan, epithelium berganti mulai dari area tengah ulserasi dan
stroma yang nekrosis diganti dengan jaringan parut yang diproduksi fibroblast.
Fibroblast adalah bentuk lain dari histiosit dan keratosit. Daerah kornea yang
menipis diganti dengan jaringan fibrous. Pertumbuhan pembuluh darah baru
langsung di area ulserasi akan mendistribusikan komponen imun seluler dan
humoral untuk penyembuhan lebih lanjut. Lapisan Bowman tidak beregenerasi
tetapi diganti dengan jaringan fibrous. Epitel baru akan mengganti dasar yang
ireguler dan vaskularisasi sedikit demi sedikit menghilang.8

Pada beberapa ulkus yang berat, keratolisis stroma dapat berkembang


menjadi perforasi kornea. Pembuluh darah uvea dapat berperan pada perforasi
yang nantinya akan menyebabkan sikatrik kornea. Sikatrik yang terjadi setelah
keratitis sembuh dapat tipis atau tebal. Sikatrikyang tipis sekali yang hanya dapat
dilihat dengan slit lamp disebut nebula. Sedangkan sikatrik yang agak tebal dan
dapat kita lihat menggunakan senterdisebut makula. Sikatrik yang tebal sekali
disebut leukoma. Nebula difuse,yang terdapat pada daerah pupil lebih
mengganggu daripada leukoma yang kecil yang tidak menutupi daerah pupil.Hal
ini disebabkan karena leukoma menghambat semua cahaya yang
masuk,sedangkan nebula membias secara ireguler, sehingga cahaya yang jatuh di
retina juga terpencar dan gambaran akan menjadi kabur sekali.8

Sampai ke
Agen penyebab Cedera kornea Mulai dari epitel
lapisan endotel

Kerusakan
Inflamasi Nyeri kornea Sikatrik kornea
(ulserasi)

Gambar 7. Alur Patofisiologi Sikatriks Kornea.

2.2.5 Tatalaksana

Ketika jaringan parut kornea cukup padat untuk mempengaruhi


penglihatan, sebuah transplantasi kornea ditunjukkan. Prosedur ini 90% berhasil

7
karena laju penolakan minimal (karena kurangnya pasokan darah pada kornea).
Implikasi: Pengobatan terbaik adalah pencegahan (penyakit dan cedera). Edukasi
kebutuhan akan bervariasi, tergantung kondisi individu (luas dan Iocation jaringan
parut kornea). Indikasi Keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita


2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.8

8
RAHASIA

STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M Pekerjaan : Swasta


Umur : 42 tahun Pendidikan : Tamat SMA
Jenis kelamin : Laki-laki Tanggal pemeriksaan : 10/10/2018
Alamat : Garuda Permai

Keluhan Utama :
Bercak berwarna putih di mata kiri sejak 3 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:


Mata kiri terkena pasir 3 bulan yang lalu. Mata menjadi merah, sering
berair dan terasa nyeri. Pasien langsung membersihkan mata kirinya dengan air di
bak mandi. Beberapa hari kemudian penglihatan pada mata kiri menjadi kabur.
Setelah itu muncul bercak putih yang semakin lama semakin membesar. Tanggal
19 juli pasien Berobat ke RSUD Arifin Achmad, dan didiagnosis dengan ulkus
kornea OS, Visus pasien saat diperiksa saat itu VOD 20/25 dan VOS 20/200.
pasien kemudian diberikan obat tetes mata selama 3 bulan. Pasien kemudian
kontrol lagi ke RSUD Arifin Achmad karena bercak putih di mata kirinya tidak
pernah hilang. Keluhan mata merah, nyeri dan gatal (-).

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat Trauma sebelumnya (+)

9
Riwayat pengobatan :
- Menggunakan obat tetes mata Natasin selama ± 3 bulan
- Menggunakan air dari bak mandi dan air galon untuk mencuci mata kiri nya.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Vital sign : TD : 120/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
Nafas: 20x/menit
Suhu : 36,60C
Pembesaran KGB preauriculer : Tidak ada ditemukan

STATUS OPTHALMOLOGI
OD OS
20/25 Visus tanpa koreksi 20/60
Tidak dikoreksi Visus dengan koreksi Tidak dikoreksi
Orthophoria Posisi bola mata Orthophoria
Gerakan bola mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


13 mmHg Tekanan bola mata 17 mmHg
Tenang Palpebra Tenang

Normal Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-)


Injeksi silier (-)
Tenang Kornea Sikatrik (+), letak perifer
uk +/- 6x7 mm, batas

10
tegas, iris prolaps (-)
Tenang Sklera Tenang
Dalam, hipopion (-) COA Dangkal.
hipopion (-)
Iris berwarna coklat, pupil Iris/pupil Iris berwarna coklat, pupil
bulat, sentral, Ø 3 mm, bulat, sentral, Ø 3 mm,
refleks cahaya langsung dan refleks cahaya langsung
tidak langsung +/+ dan tidak langsung +/+

Jernih Lensa Sulit dinilai


Funduskopi
(+) Refleks fundus Sulit dinilai
Jernih Vitreous Sulit dinilai
Bulat batas tegas, AVR 2:3, Papil Sulit dinilai
CDR 0,3
Normal Retina Sulit dinilai
Edema (-) Makula Sulit dinilai
Gambar

RESUME :
Tn. M, 42 tahun, mata kiri terkena pasir sejak 3 bulan yang lalu. Mata kiri merah,
nyeri, gatal, pandangan kabur dan muncul bercak putih pada mata kiri berukuran
± 6x7 mm. Pemeriksaan opthalmologi pada mata kiri didapatkan visus 20/ 60,
COA dangkal, sikatrik kornea (+), letak perifer, batas tegas, ukuran ± 6x7 mm,
iris prolaps (-).

Diagnosis Kerja:
Sikatrik kornea OS

11
Penatalaksanaan
Non Farmakologi :
- Jaga kebersihan mata
- Memakai helm yang memiliki kaca penutup saat berkendara
- Penggunaan alat pelindung diri seperti memakai kacamata pelindung saat
bekerja

Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad kosmetikum : dubia ad malam

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Jakarta. 2015; 1(5): 22-26.

2. Kementerian Kesehatan; Republik Indonesia. Pusat Data dan Informasi


Hipertensi. Republik Indonesia: Kementerian Kesehatan; 2007

3. Sridhar. Anatomy of Cornea and Ocular Surface. Indian Journal Of


Ofthalmology. US National Library of Medicines National Intitutes of
Health, 2018; 66(2). 1-2

4. Meek KM, Knupp C. Corneal structure and transparency. Progress in


retinal and eye research, Cardiff University. 2015; 1(49). 1-16.

5. Puspitasari, Perbandingan Astigmatisma Sebelum dan Setelah Operasi


Fakoemulsifikasi dengan Insisi Kornea Superiror dan Temporal pada
Penderita Katarak Senilis [Thesis]. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. 2018

6. Del Monte. Anatomy and Physiology of Cornea. Journal of Cataract and


Refractive Surgery. North Carolina US. 2010; 37(3). 588-98

7. Pramod TK. Best Aid to Ofthalmology. Jaype Medical Publisher.


Bangalore. 2013: 1(1); 118-19

8. American Academy of Ophthalmology. External Disease and Cornea.


Section 8. San Francisco; 2008-2009: 179-84

13

Anda mungkin juga menyukai