Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN

Kultur Jaringan Tanaman Anggrek (Dendrobium Sp.)

Disusun Oleh:

Retno Medina

140420170053

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan alternatif untuk mendapatkan tanaman baru
yang mempunyai sifat sama dengan induknya dalam jumlah besar. Perbanyakan secara vegetatif dengan
sistem konfensional, umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, saat ini di
beberapa negara maju telah banyak dikembangkan suatu sistem perbanyakan tanaman secara vegetatif
yang lebih cepat dengan hasil yang lebih banyak lagi, yaitu dengan sistem kultur jaringan

Kultur jaringan sering disebut juga perbanyakan tanaman secara in vitro, yaitu budidaya tanaman
yang dilaksanakan dalam botol-botol dengan media khusus dan alat-alat yang serba steril.Sistem
perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan ini dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang
banyak dan dalam waktu yang singkat. Tanaman baru yang dihasilkkan mempunyai sifat-sifat biologis
yang sama dengan sifat induknya. Sistem budidaya jaringan juga memiliki keuntungan lain yaitu
penghematan tenaga, waktu, tempat dan biaya.

Pelaksanaan perbanyakan tanaman di Indonesia dengan sistem kultur jaringan sampai saat ini
memang masih terbatas dikalangan ilmuwan, peneliti pada perkebunan, instansi yang terkait dengan
pertanian, biologi, farmasi dan dikalangan perguruan tinggi. Sumber informasi tentang kultur jaringan
juga masih sangat minim, hanya sesekali dapat diketahui melalui sarana komunikasi surat kabar, majalah,
radio, televisi. Sumber pustaka mengenai petunjuk praktis pelaksanaan kultur jaringan juga masih sulit
didapatkan, kalaupun ada masih sangat sukar dimengerti oleh kalangan petani. Padahal perbanyakan
tanaman dengan sistem kultur jaringan mempunyai prospek yang sangat baik dihari-hari mendatang,
sebab perbanyakan tanaman dengan sistem ini memiliki banyak keuntungan baik dari segi hasil, biaya,
tenaga, tempat maupun waktu (Sriyanti dan Wijayani, 1994).

Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya.
Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium
harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas
dasar seperti, air, listrik dan bahar bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak
yang memenuhi syarat kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam
pekerjaan analitik. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksana harus mempunyai latar
belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi tumbuhan, kimia dan fisika yang memadai.
Pelaksana akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar tersebut.
Pelaksana juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus
bekerja intensif (Sriyanti dan Wijayani, 1994).

Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman yang
pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran melalui kultur jaringan adalah tanaman anggrek,
menyusul berbagai tanaman hias, sayuran, buah-buahan, pangan dan tanaman hortikultura lainnya.
Selain itu juga saat ini telah dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan melalui teknik
kultur jaringan. Terutama untuk tanaman yang secara ekonomi menguntungkan untuk diperbanyak
melalui kultur jaringan, sudah banyak dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang
tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan multiplikasinya
terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman sempurna atau terlalu tinggi tingkat
penyimpangan genetik.

Masyarakat pecinta tanaman anggrek adalah yang paling dahulu tertarik dengan perbanyakan
tanaman dengan sistem kultur jaringan. Sistem kultur jaringan ini dapat menghasilkan bibit-bibit anggrek
dalam jumlah banyak. Bibit-bibit anggrek hasil dari kultur jaringan memiliki kualitas yang sangat baik
dengan warna bunga yang seragam.

1.2 Identifikasi Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengab kultur jaringan

1.2.2 Apa saja manfaat kultur jaringan tanaman

1.2.3 Bagaimana cara pelaksanaan atau proses penaumbuhan tunas dari bagian tanaman (eksplan) yang
ditanam pada media kultur

1.2.4 Apakah tedapat tunas yang tumbuh dari tanaman (eksplan) dikulturkan dan bagaimana
pertumbuhannya

1.2.5 Bagaimana pengaruh kontaminan terhadap pertumbuhan kalus pada media kultur jaringan
1.2.6 Apa saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tunas pada media kultur jaringan

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui cara pembuatan media kultur jaringan

1.3.2 Mengetahui cara menghasilkan kalus dari bagian tanaman (eksplan) yang ditumbuhkan dalam
media kultur jaringan

1.3.3 Mengetahui cara perbanyakan tanaman Anggrek (Dendrobium Sp.) melalui kultur jaringan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anggrek (Dendrobium Sp.)

Anggrek yang merupakan tanaman dari keluarga Orchidaceae banyak terdapat di Indonesia. Sekitar
20.000-30.000 jenis dari 700 genus yang berbeda, kurang lebih 5.000 diantaranya berada di hutan-hutan
Indonesia (Widiastoety, 2003). Kedudukan anggrek Dendrobium dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan menurut Sutiyoso dan Sarwono(2002) sebagai berikut :

Kingdom : Planthae (dunia tumbuhan)

Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (biji tertutup)

Kelas : Monocotyledonae (biji tunggal)

Ordo : Orchidales (bangsa anggrek-anggrekan)

Family : Orchidaceae (keluarga anggrek-anggrekan)

Subfamili : Epidendroideae

Tribe : Epidendrae dendrobieae

Subtribe : Dendrobiinae

Genus : Dendrobium

Spesies : D. bifale, D. macrophyllum, D. affine, D. phalaenopsis

Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua, yaitu tipe simpodial
dan tipe monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga
keluar dari ujung batang, dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan anakan atau tunas baru.
Contoh anggrek tipe simpodial adalah Dendrobium. Dendrobium memiliki kekhasan tersendiri, yaitu
dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di sisi-sisi batangnya. Pada umumnya, anggrek tipe simpodial
bersifat epifit. Adapun anggrek tipe monopodial adalah anggrek yag dicirikan oleh adanya titik tumbuh di
ujung batang, pertumbuhannya lurus ke atas pada satu batang, bunga keluar dari sisi batang diatara dua
ketiak daun. Contoh anggrek tipe monopodil adalah Vanda dan Phalaenopsis (Widiastoety, 2003).

1. Akar

Pada umumnya akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung
akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering akar akan tampak berwarna putih
keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja yang berwarna hijau kekuningan. Akar yang sudah tua
akan kelihatan coklat dan kering.

2. Batang

Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau
menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudoblub). Berdasarkan
pertumbuhannya batang anggrek dibedakan menjadi :

a. Simpodial, pada umumnya anggrek ini berumbi semu dengan pertumbuhan ujung batang terbatas.
Pertumbuhan baru dilanjutkan oleh anggrek anakan yang tumbuh di sampingnya. Contoh anggrek tipe
ini adalah Cattleya, Oncidium, dan Dendrobium.

b. Monopodial, anggrek ini mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas. Bentuk
batangnya ramping tidak berumbi semu. Tangkai bunga akan keluar di antara 2 ketiak daun. Contohnya
Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.

3. Daun

Bentuk daun anggrek bermacam-macam ada yang tebal ada yang tipis. Ada yang berbentuk agak
bulat, lonjong, sampai lanset. Tebal daun juga beragam, dari tipis sampai bedaging, rata dan kaku. Daun
anggrek tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang. Tepinya tidak bergerigi (rata). Daun
memanjang, ujungnya berbelah, tulang daun sejajar dengan tepi daun hingga ke ujung daun.Susunan
daun berselang-seling atau berhadapan. Dilihat dari pertumbuhan daunnya, anggrek digolongkan
menjadi dua kelompok sebagai berikut

a. Evergreen (tipe daun tetap segar/hijau), yaitu helaian-helaian daun tidak gugur secara serentak.

b. Decidous (tipe gugur), yaitu semua helaian-helaian daun gugur dan tanaman mengalami masa
istirahat.
4. Bunga

Bunga anggrek akan tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum pada satu karangan bunga terdiri
dari satu sampai banyak kuntum. Bunga anggrek memiliki lima bagian utama yaitu sepal (daun kelopak),
petal (daun mahkota), stemen (benang sari), pistil (putik), dan ovari (bakal buah). Sepal anggrek
berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal dorsal, sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral.

5. Buah

Buah anggrak berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang sangat banyak dan berukuran
sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji anggrek tersebut tidak memiliki endosperm (cadangan
makanan) sehingga dalam perkecambahannya diperlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya
(Widiastoety, 2003).Perbanyakan tanaman anggrek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu perbanyakan
dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif biasanya dilakukan dalam skala
penelitian atau percobaan yang bertujuan untuk menghasilkan turunan baru melalui persilangan
(hibridasi). Persilangan bertujuan untuk mengkombinasikan dua sifat atau lebih yang baik dari kedua
tanaman induk yang disilangkan. Sedangkan perbanyakan secara vegetatif memiliki keuntungan yaitu
dapat diperoleh turunan atau generasi baru yang mempunyai sifat-sifat dan karakteristik yang sama
seperti induknya. Disamping itu perbanyakan tersebut juga bertujuan untuk menyeleksi tanaman unggul
yang terdapat diantara populasi, memperoleh keseragaman tanaman karena komersial dan
memperbanyak tanaman yang mempunyai sifat biologis spesifik (khas) (Rukmana, 2000).

2.2 Kultur Jaringan

Menurut Suryowinoto (1996), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture,
weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur sendiri berarti budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel
yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (Sriyanti dan Wijayani,
1994).

Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang
steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengka ( Sriyanti dan Wijayani, 1994).
Dasar teori yang digunakan dalam pelaksanaan teknik kultur jaringanvadalah teori totipotensi, yang
dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann (Suryowinoto, 1997) yang menyatakan bahwa setiap sel
mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel
tersebut diambil, apabila diletakkan dalam media yang sesuai dan lingkungan yang sesuai akan dapat
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang
biak secara normal melalui biji atau spora (Sriyanti dan Wijayani, 1994).

Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi
pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur
aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas. Dalam
pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe-tipe kultur, yakni :

1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji.

2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti:
ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang,
akar dll.

3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya
berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.

4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan
pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai
bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.

5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian dinding selnya
menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan
membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau
fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik).

6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni: kepalasari/anther
(kultur anther/mikrospora), tepungsari/pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat
dihasilkan tanaman haploid Sriyanti dan Wijayani, 1994).

Kultur jaringan adalah salah satu metode dalam perbanyakan tanaman anggrek, dengan mengambil
bagian-bagian tanaman anggrek (eksplan) serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga
bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.
Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kutur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi
pada setiap saat dalam masa kultur Sriyanti dan Wijayani, 1994).

Tanaman anggrek dapat diperbanyak dengan biji (generatif) atau bagian non biji (vegetatif).
Perbanyakan dengan biji umumnya dilakukan dalam bidang pemuliaan, yaitu untuk mendapatkan jenis
anggrek baru. Biji anggrek ditanam dalam botol yang berisi media yang mengandung nutrisi untuk
pertumbuhannya. Namun demikian, perbanyakan anggrek dengan biji memerlukan waktu yang cukup
lama. Perbanyakan anggrek dengan bahan non biji telah pula dilakukan, terutama untuk jenis anggrek
yang sudah jelas baik kualitasnya, yakni dengan stek batang atau dengan cara kultur jaringan (Ashari,
1995).

Mengkultur atau membiakan sel dan jaringan tumbuhan merupakan dasar bagi kebanyakan aspek
bioteknologi tumbuhan. Luasnya penggunaan tumbuhan tergantung pada kemampuan jaringan dan sel
tumbuhan untuk tumbuh pada larutan nutrisi yang sederhana yang komposisinya diketahui. Penggunaan
ini termasuk dalam perbanyakan tumbuhan, memelihara dan menyimpan plasma benih, yang
merupakan hal yang penting untuk menjaga tetapnya kolam gen tumbuhan yang tidak sedang aktif
ditanam serta memproduksi komersial dan rekayasa genetika tumbuhan (Mark, 1991).

2.3 Kultur Kalus

Tanaman dapat diperbanyak secara vegetatif menggunakan teknik kultur in vitro dengan teknik kultur
kalus atau kultur sel. Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan
buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol. Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi
dari sel-sel jaringan yang berproliferasi secara terus menerus dan tidak terorganisasi sehingga
memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat
dilakukan secara tidak terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada
medium yang segar dengan interval waktu yang teratur.

Penelitian pembentukan kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun
1960. Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin
endogen. Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi
mikro organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda.
Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress. Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri
Agrobacterium tumefaciens disebut tumor.

Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari dediferensiasi. Dalam kultur jaringan
menginduksi terbentuknya kalus merupakan langkah yang penting. Setelah terbentuknya kalus baru
diberikan perlakuan/rangsangan untuk berdiferensiasi membentuk akar atau tunas. Tujuan kultur kalus
adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan
terkendali. Kalus diharapkan dapat memperbanyak dirinya (massa selnya) secara terus menerus (Gow et
al, 2008)

Kultur kalus dapat dikembangkan dengan menggunakan eksplan yang berasal dari berbagai sumber,
misalnya tunas muda, daun, ujung akar, buah, dan bagian bunga. Kalus dihasilkan dari lapisan luar sel-sel
korteks pada eksplan melalui pembelahan sel-sel berulang. Kultur kalus tumbuh berkembang lebih
lambat dibanding kultur yang berasal dari suspensi sel. Kalus terbentuk melalui tiga tahapan, yaitu
induksi, pembelahan sel, dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan sumber eksplan, komposisi
nutrisi pada medium dan faktor lingkungan. Eksplan yang berasal dari jaringan meristem berkembang
lebih cepat dibanding jaringan dari sel-sel berdinding tipis dan mengandung lignin. Untuk memelihara
kalus, maka perlu dilakukan subkultur secara berkala, misalnya setiap 30 hari (Ramdan, 2011)

Potensi terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana sel–sel kalus dapat dipisahkan dan diinduksi
untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara morphologi, embryo ini mirip dengan yang ada
pada biji, tapi tidak seperti embrio biji, mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua,
jadi, segregasi seksual materi genetik tidak terjadi. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan sel, masing–
masing memiliki kemampuan untuk membentuk embrio, sehingga kecepatan multiplikasi sangat tinggi.
Kultur kalus dapat dilakukan pada media cair dan embrio berkembang sebagai individu terpisah,
sehingga penanganan kultur relatif mudah (Gow et al, 2008)

BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Alat

Nama Fungsi Gambar

Neraca analitik Menimbang bahan media kultur

Erlen Meyer wadah pembuatan media kultur

Gelas Ukur Mengukur bahan- bahan berupa cairan

Batang Mengaduk bahan agar homogen


Pengaduk
Heater Pemanas untuk menghomogenkan
bahilan media kultut

Pipet Mengambil dan memindahkan bahan cair

Autoklaf Alat sterilisasi dengan memanfaatkan


kenaikan suhu dan uap air
Oven Alat sterilisasi kering dengan
memanfaatkan kenaikan suhu

Alumunium Foil Penutup media agar terhindar dari


kontaminan

Kertas Label Pemberi identitas media kultur

Laminar Air Alat sterilisasi dengan memanfaatkan


Flow sinar UV
Petri dish Wadah penyimpanan tanaman anggrek
sebelum dipindahkan ke dalam media
kultur

Pinset panjang Alat untuk memindahkan explan ke media


dan pendek kultur

Scalpel Alat penjepit untuk memindahkan bahan-


bahan dalam proses penanaman eksplan

Botol Kultur Wadah pertumbuhan kalus tanaman


Anggrek
Sarung tangan Menghindari kontaminasi pada tangan
praktikan

Spatula Memindahkan bahan bubuk ke tempat


lain

Kertas saring Sebagai alas bahan saat ditimbang di atas


neraca analitik

3.2 Bahan

Nama Fungsi Gambar


Media kultur Media tumbuh eksplan yang ditanamkan
Murashige and
Skoog

Agar Bahan pembuat media menjadi solid

Gula Bahan nutrisi ubtuk pertumbuhan kalus

Tanaman Anggrek Bahan yang dikulturkan salah satu bagian


(Dendrobium Sp.) jarungannya
Akuades Pelarut bahan -bahan pembuatan media kultur

Alkohol 70% Bahan sterilisasi alat, tempat, dan bahan praktikum

3.3 Prosedur

3.3.1 Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan untuk menghindari adanya kontaminan dalam alat maupun bahan yang akan
digunakan dalam praktikum. Sterilisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu basah dan kering.

a. Sterilisasi Basah : Alat yang digunakan adalah autoklaf. Autoklaf memanfaatkan kenaikan suhu dan
uap air untuk mensterilisasi alat dan bahan.

- Langkah 1 : Keranjang dikeluarkan dari autoklaf lalu masukan alat dan bahan dengan rapih. Setelah itu
masukan kembali keranjang dan tutup autoklaf dengan rapat. Kemudian Isi air pada tangki secukupnya,
yaitu tidak lebih dari batas maksimal dan tidak juga kurang dari batas minimum.

- Langkah 2 : Sambungkan autoklaf dengan stabiliser yang sudah terhubung dengan listrik. Nyalakan
autoklaf dengan menekan tombol power lalu atur suhu menjadi 121° C 1 ATM dan atur waktu menjadi 2
jam.
- Langkah 3 : Setelah 2 jam, tunggu suhu hingga turun lalu buka autoklaf dan keluarkan keranjang. Ambil
alat dan bahan lalu masukan kembali keranjang dan tutup autoklaf kemudian matikan.

b. Sterilisasi kering : menggunakan oven yang memanfaatkan keniakan suhu untuk mensterilisasi alat.
Oven hanya dapat mensterilisasi alat yang terbuat dari logam dan kaca sedangkan bahan yang basah
tidak bisa.

- Langkah 1 : Hubungkan oven dengan listrik lalu buka oven kemudian masukan alat-alat dengan rapih.
Tutup oven kemudian nyalakan tombol on lalu tekan set : atur suhu menjadi 150° C dan waktu menjadi
1 jam.

- Langkah 2 : Setelah 1 jam, oven akan memberi tanda "END", saat itulah alat dapat dikeluarkan dari
oven lalu oven dimatikan.

3.3.2 Pembuatan Media Kultur Jaringan

- Langkah 1 : Disiapkan neraca analitik beserta bahan-bahan media yang diperlukan. kemudian ditimbang
media Murashige-Skoog sebanyak 2,25 g yang dialasi dengan alumunium foil atau kertas saring pada
neraca analitik yang sebelumnya telah dikalibrasi sehingga meunjukan angka nol.

- Langkah 2 : Dtimbang gula sebanyak 7,51 gr, kemudian agar sebanyak 4,5 gr

- Langkah 3 : Dimasukan akuades ke dalam gelas kimia 100 ml, lalu dipindahkan ke erlen meyer. Masukan
guka 7,51 gr lalu aduk hingga homogen.

- Langkah 4 : Masukan Murashige-Skoog 2,25 gr ke erlen meyer lalu campurkan dengan suspensi
didalamnya dengan diaduk sampaik homogen

- Langkah 5 : Masukan akuades , agar 4,5 gr dan aduk sampai homogen. kemudian tambahkan akuades
hingga mencapai 500 ml.

- Langkah 6 : Panskan suspensi dalam erlen meyer di atas heater selama 2 jam sambil diaduk.

- Langkah 7 : Setelah 2 jam, tuangkan suspensi ke dalam gelas ukur 10 ml lalu tuangkan ke botol kaca
media sebanyak 2 ml. Tutup botol dengan alumunium foil lalu simoan dalam temoat steril biarkan
membeku.

3.3.3 Pembuatan Subkultu Tanaman Anggrek ( Dendrobium Sp.)


- Langkah 1 : Mencuci tangan sampai siku dengan sabun sampai sangat bersih lalu semprotkan
alkohol ke rangan sampai siku

- Langkah 2 : Pengerjaan subkultur di laminar air flow agar tetap steril. Meja kerja disemprotkan
dengan alkohol kemudian tata alat bahan yang akan digunakan saat pembuatan subkultur. Nyalakan
bunsen

- Langkah 3 : Ambil botol berisi eksplan kemudian ambil sebagian organnya menggunakan pinset steril
ke dalam petridish steril. Lalu pisahkan bagian meristem apikal dengan akar eksplan menggunakan pniset
dan scalpel steril.

- Langkah 4 : Ambil bagian meristem apikal eksplan lalu pindahkan ke dalam botol berisi media kultur
menggunakan pinset steril hingga ekslpan tersebut tertancap dalam media dengab posisi vertikal. Tutup
botol dengan alumunium foil.

- Langkah 5 : keluarkan botol kultur yang sudah ditanam eksplan dari Laminar Air Flow lalu pasangkan
plastik wrap pada bagian alumunium foil yang menutup botol agar lebih tertutup dengan rapat.
kemudian simpan botol di ruang kuktur jaringan yang suhu nya shdah diatur sesuai dengan kebutuhan
kultur jaringan tumbuhan.

- Langkah 6 : Amati dan catat pertumbuhan dan perkembangan Kultur tersebut seminggu sekali.

BAB IV

HASIL

4.1 Tabel Hasil

No. Hari Tanggal Gambar Keterangan


1. Jum'at, 27 Eksplan tanaman Anggrek pertama kali
September 2019 dimasukan dakam media kultur

2. Jum'at, 11 Minggu kedua pengamatan. Kalus belum


Oktober 2019 berdiferensiasi menjadi tunas maupun akar

BAB V

PEMBAHASAN

Setelah dilakakukan pengamatan seminggu sekali selama dua minggu, didapati bahwa kalus tidak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara signifikan. Pada tabel hasil 4.1, pembentukan akar
dan tunas belum terlihat jelas pada kalus. Hal ini kemungkinan terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
5.1 Pemilihan eksplan yang tepat

Masing -masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-


masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan
beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk
masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.

Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk


tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang
masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan
jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang
aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah
dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur
biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda,
hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman
dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat
membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih berhasil.

Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran


kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak,
namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media
yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar
eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit
untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran
eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan
tujuan pengkulturannya (Kartiman, 2004).

5.2 Lingkungan Aseptis

Kultur jaringan harus dilakukan secara aseptis pada lingkungan yang aseptis karena
jika tidak dilakukan secara aseptis maka banyak mikroorganisme yang masuk kedalam
media kultur jaringan. Hal ini mengakibatkan eksplan akan berkompetisi dengan
mikroorganisme untuk mendapatkan media sehingga pertumbuhan eksplan akan
terhambat dan pada media tersebut ditumbuhi mikroorganisme seperti bakteri. (Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2004).

5.3 Nutrisi Media

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat
pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang
sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur


jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur
jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan
serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan
telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak (Widiastoety, 1997).

5.4 Masalah dan Gangguan dalam Kultur Jaringan

Gangguan kultur jaringan dapat menyebabkan kematian eksplan. Gangguan kultur


jaringan secara umum dapat muncul dari bahan yang ditanam, lingkungan kultur maupun
manusia yang melakukannya. Masalah yang muncul antara lain Kontaminasi oleh bakteri, jamur,
virus, dll. Agar terhindar dari kontaminasi maka langkah-langkah pelaksanaannya harus
mengikuti prosedur yang benar serta selama proses pengerjaan dalam keadaan aseptik dan steril.
Selain kontaminasi, Browning (pencokelatan), untuk mengatasinya dengan cara mengabsorbsi.
BAB VI

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah

6.1 Pembuatan media kultur jaringan dilakukan secara aseptis dalam laboraturium. Alat dan Bahan
telah disterilkan secara basah oleh autoklaf dab kering oleh oven. Bahan-bahan yang digunakan sebagai
campuran media kultur adalah media Murashige-Skog, agar, dan gula.

6.2 Pembuatan subkultur dilakukan secara aseptis dalam Laminar Air Flow dengan mengambil
bagian mereistem apikal tanaman Anggrek ( Dendrobium Sp.)menggunakan pinset dan scalpel steril ke
botol media kultur steril.
DAFTAR PUSTAKA

Widiastoety. 1997. Peningkatan Produktivitas dan Mutu Bunga Anggrek. Balai Penelitian
Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta

Kartiman, R. 2004. Pengaruh Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh dan Potongan Protocorm Like
Bodies untuk Perbanyakan Anggrek Bulan Raksasa (Phalaenopsis Gigantea) dengan
Metode Kultur Jaringan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor.

Widiastoety, D. 2003. Menghasilkan Anggrek Silangan. Penebar Swadaya.Depok.

Sutiyoso dan Sarwono. 2002. Menghasilkan Anggrek Potong kualitas Prima. Penebar Swadaya.
Jakarta

Sriyanti, D. P. dan A Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.

Rukmana, H. R. 2003. Budidaya Stevia. Kanisius. Jakarta.

Suryowinoto. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In vitro. Yogyakarta: Kanisius.

Ashari, 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Buku. Penerbit Universitas Indonesia.


Jakarta. 141--146 p.

Mark ,RF. 2001. Plant biotechnology: the genetic manipulation of plants second edition. New
York (US): Oxford University Pr.

Ramdan. 2011. KULTUR DAUN DAN PANGKAL BATANG IN VITRO ANGGREK BULAN
RAKSASA (Phalaenopsis gigantea J.J.Smith) PADA BEBERAPA MEDIA KULTUR
JARINGAN. Skripsi. UIN MALANG

Gow, W.P., J.T. Chen, and W.C. Chang. 2008. Effects of Genotype, Light Regime, Explant
Position and Orientation on Direct Somatic Embryogenesis from Leaf Explants of
Phalaenopsis Orchids. Acta Physiol. Plant. p.1-7.

Sinnott. 1960. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. PT. Agromedia
Pustaka. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai