Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN DI

PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN


TANGGAL 18 NOVEMBER – 30 NOVEMBER 2019

DISUSUN OLEH :
FITRIARIANI 1648201110114
MUHAMMAD FAHRULY WAHYUDI 1648201110080
NOOR SABELLA ALFITRI 1648201110036

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2019
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Pengantar Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di
Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin ini tepat waktu dan selesai
sebagaimana mestinya. Pengantar Praktek Kerja Lapangan ini bertujuan
agar mahasiswa mampu menerapkan ilmu dan praktek yang diperolehnya
selama masa perkuliahan dan juga bermaksud untuk memenuhi
kurikulum perkuliahan sehingga mahasiswa tidak hanya mengetahui teori
selama perkuliahan tetapi juga aplikasinya di lapangan. Pada kesempatan
yang diberikan ini pula tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan
doa selama menyelesaikan Laporan Pengantar Praktek Kerja Lapangan
ini, terutama kepada :

1. Prof. Dr. H. Ahmad Khairuddin, M. Ag selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Banjarmasin.
2. Risya Mulyani M. Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin,Sekaligus Pembimbing
Akedemik
3. Andika, M. Farm., Apt selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
4. Maria Ulfah, S. Si., M. M., Apt selaku Apoteker Pengelola Apotek
dan pembimbing lapangan di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin
yang telah mendukung serta membantu dalam penulisan Laporan
Pengantar Praktek Kerja Lapangan.

5. Daipadli, A. Md., Far selaku Ketua Pelaksana Pengantar Praktek


Kerja Lapangan.
6. Seluruh karyawan Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin yang
sudah memberikan bimbingan dan pelajaran selama kami
menjalankan Pengantar Praktek Kerja Lapangan di Puskesmas
Alalak Selatan Banjarmasin.

7. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan


semangat dan motivasi beserta doanya selama ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu demi satu yang
telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan
Pengantar Praktek Kerja Lapangan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya karena


terbatasnya kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan selanjutnya.
Banjarmasin, ……….. 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) … … … . ............... 2
C. Manfaat Kuliah Kerja Lapangan (KKL)…………... ............. 2
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas merupakan kesehatan masyarakat terdepan memberi layanan
kesehatan kepada masyarakat diseluruh pelosok tanah air. Puskesmas
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta
aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah
dan masyarakat (Depkes, 2009).

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.75 tahun


2016, Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Dinas Kesehatan adalah satuan kerja pemerintahan daerah yang


bertanggungjawab menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang
kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Seiring dengan
era globalisasi maka untuk memasuki dunia kerja yang sangat konpetitif para
mahasiswa tidak hanya dituntut mempunyai kecerdasan intelektual namun
harus mempunyai kemampuan dasar. Tiga hal mengenai kemampuan dasar
yang harus dimiliki adalah Knowledge (pengetahuan), Skill (keterampilan),
Attitude (sikap). Ketiga hal tersebut tidak semua dapat dipenuhi di
perkuliahan.
2

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari


orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut,
apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung
dengan pasien.

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM,


sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang
sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.

Oleh karena itu penting bagi seorang farmasis mengasah dan memperbarui
kemampuan atau Sumber Dayanya untuk menambah keilmuan tentang
farmasi. Maka bagi instalasi pendidikan yang mengajarkan tentang ilmu
kefarmasian untuk memberikan pelatihan Kuliah Kerja Lapangan di Instalasi
Farmasi Puskesmas karena ilmu yang telah di pelajari akan berguna dan akan
berkembang pada saat melakukan Kuliah Kerja Lapangan.

B. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan


1. Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan sedian farmasi (obat
bebas, obat bebas terbatas, obat keras,narkotika, dan psikotropika di
Puskesmas yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
distribusi dan pelaporan.

2. Memberikan wawasan dan keterampilan dalam asuhan kefarmasian


(pharmaceutical care) yang meliputi Pengkajian Resep, Pelayanan
Obat dengan Resep atau tanpa Resep, Pemberian Informasi Obat
(PIO), Komunikasi, Informasi dan Edukasi, Swamedikasi, Evaluasi
3

Penggunaan Obat (EPO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

3. Mendapatkan pemahaman dan tempat untuk mengaplikasikan aspek-


aspek pelayanan kefarmasian seperti pengelolaan resep, skrining resep
(yang terdiri dari pesrsyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis), penyiapan obat, peracikan, etiket, kemasan obat
yang diberikan, penyerahan obat dan informasi obat.

C. Manfaat Kuliah Kerja Lapangan


1. Bagi Mahasiswa
a. Mampu mengaplikasikan ilmu teori kefarmasian yang telah
diperoleh pada pendidikan di perguruan tinggi sehingga dapat
meningkatkan keterampilan mahasiswa.
b. Memperoleh gambaran dan pengalaman kepada mahasiswa
mengenai apotek di puskesmas dengan segala aktifitasnya
sehingga
mahasiswa/i dapat memperoleh pemahaman mengenai pelayanan
kefarmasian di puskesmas, memperoleh bekal kemampuan
profesional, manajerial, pengalaman praktis dan keterampilan
dalam hal pengelolaan farmasi di apotek puskesmas. Mengetahui
perbekalan farmasi di puskesmas.
c. Mampu mengembangkan keterampilan berkomunikasi dengan
pasien, keluarga pasien, dan tenaga kesehatan lainnya sehingga
tercapai tujuan dari pengobatan yaitu peningkatan kualitas hidup
pasien.
d. Sebagai salah satu bentuk pendidikan yang berupa pengalaman
belajar secara nyata dan komprehensif yang sangat penting dan
bermanfaat bagi mahasiwa/i untuk mencapai suatu keberhasilan
pendidikan, sehingga nantinya mahasiwa/i dapat lebih siap dan
mandiri dalam menghadapi dunia kerja.
e. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Sarjana Farmasi
yang professional.
4
BAB II
TINJAUAN UMUM PUSKESMAS
2.1 Pengeertian Puskesmas
A. Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerja (PERMENKES, 2014).
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terhujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Penanggung jawab utama
penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan diwilayah
kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai
dengan kemampuannya (DEPKES, 2006).
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan yang
meliputi :
1. Pelayanan pengobatan (kuratif) yaitu merupakam suatu
rangkaian dari pengolahan obat yang merupakan tahapan akhir
dari sutu pelayanan kesehatan yang ikut menentukan efektivitas
upaya pengobatan oleh tenaga medis kepada pasien.
2. Upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yaitu merupakan
suatu kegiatan dalam upaya pemulihan kesehatan.
3. Upaya pencegahan (preventif) yaitu merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka pencegahan suatu penyakit dengan
memelihara kesehatan lingkungan maupun perorangan.
4. Upaya peningkatan kesehatan (promotif) yaitu suatu upaya
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat dan merupakan konsep kesatuan upaya
kesehatan .
Hal tersebut menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas
kesehatan termasuk Puskesmas yang merupakan unit pelaksana
kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat pokok
yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar termasuk didalamnya
pelayanan kefarmasian di Puskesmas ditujukan kepada semua
penduduk dan tidak membedakan jenis kelamin, golongan dan
umur.
Secara Nasional standart wilayah kerja Puskesmas adalah satu
kecamatan, dengan beberapa faktor yaitu: kepadatan penduduk,
luas daerah, keadaan geografi, dan keadaan infrastruktur lainnya
yang merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah
kerja Puskesmas. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu
Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antara
Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu
desa atau kelurahan, dusun atau rukun warga.
Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas
perlu ditunjang dengan unit pelayanan yanglebih sederhana
diantaranya, yaitu :
1. Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan tempat pelayanan
pengobatan di bawah Puskesmas yang bertempat di suatu
desanjauh dari Puskesmas induk.
2. Puskesmas keliling (Pusling) kegiatannya dilakukan sama
seperti di dalam Puskesmas, hanya saja Puskesmas keliling
dilakukan oleh seorang dokter, bidan, perawat, tenaga apoteker,
gizi, dan tenaga teknis kefarmasian (TTK).
3. Posyandu, terbagi 2 yaitu :
a. Posyandu untuk kesehatan ibu dan balita, terutama
pelayanan imunisasi dan gizi terhadap ibu hamil, bayi, dan
balita.
b. Posyandu lansia (lanjut usia) untuk pelayanan pengobatan
bagi usia lanjut.
4. Posyandu Kesehatan Desa (Poskesdes) atau Posyandu
Kesehatan Kelurahan (Poskeskel) disediakan untuk pelayanan
kesehatan yang sifatnya mendasar.
5. Pondok Bersalin Desa (Polindes) yaitu suatu pelayanan yang
dilakukan oleh seorang bidan yang ditempatkan di suatu desa
jauh dari Puskesmas induk (PERMENKES,2014).

B. Tugas & Fungsi Puskesmas


1. Tugas Puskesmas
Tugas Puskesmas tergambar dari visi dan misi nya, yaitu sebagai
berikut:
a. Visi pembangunan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat
mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku
sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat
kesehatan penduduk. Unutuk mencapai visi tersebut
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,
Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian
yang bermutu.
b. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan
Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan
kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat
mandiri dalam hidup sehat. Misi tersebut adalah:
1) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan
diwilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu menggerakkan
pembangunan sector lain yang diselenggarakan diwilayah
kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yaitu
pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan,setidak-tidaknya terhadap lingkungan
dan perilaku sehat masyarakat.
2) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan
masyarakat diwilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu
berupaya agar setiap keluarga dan masnyarakat yang
bertempat tinggal diwilayah kerjanya makin berdaya
dibidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan
kemandirian untuk hidup sehat.
3) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan. Puskesmas akan
selalu berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar dan memuaskan masyarakat,
mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta
meningkatkan efisiensi pengolahan dana sehingga dapat
terjangkau oleh seluruh anggota masyarakat.
4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan,
keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan
menigkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga
dan masyarakat yang berkunjung dan bertempat tinggal
diwilayah kerjanya tanpa disriminasi, dengan menerapkan
kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai
termasuk aspek lingkungan nya (DEPKES, 2006).

2. Fungsi Puskesmas
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan oleh sektor lain, masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya, serta secara aktif
melaporkan dampak dari penyelanggaraan pembangunan
diwilayah kerjanya terhadap kesehatan. Upaya yang dilakukan
Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan
mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan keshatan.
b. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan, keluarga dan
masyarakat termasuk dunia usaha untuk memiliki kesadaran,
kemauan dan kemampuan untuk melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam
memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan
dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan ini diselenggarakan dengan memperhatikan
kondisi dan situasi, khusunya sosial budaya masyarakat
setempat.
c. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambunagan, meliputi:
1) Pelayanan kesehatan perorangan (private goods) adalah
pelayanan yang bersifat pribadi, dengan tujuan utama
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan perorangan
mencakup rawat jalan dan rawat inap.
2) Pelayanan kesehatan masyarakat (public goods) adalah
pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama
memelihara dan meningkatkan kesehatan publik, mencegah
penyakit tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan
pemulihan kesehatan. Contohnya adalah promosi
kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan
lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan
keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat
serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
3. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan
nasional.Yakni, meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat setiap orang yang bertempat tinggal di
wilayah kerja Puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan
setinggi-tingginya (DEPKES, 2006).
C. Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan
dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga tesehatan dan
tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja,
dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang
diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya,
karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah
kerja, dan pembagian waktu kerja. Jenis tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud paling sedikit terdiri atas:
a. Dokter atau dokter layanan primer;
b. Dokter gigi;
c. Perawat;
d. Bidan;
e. Tenaga kesehatan masyarakat;
f. Tenaga kesehatan lingkungan;
g. Ahli teknologi laboraturium medik;
h. Tenaga gizi;
i. Apoteker dan
j. Tenaga kefarmasian

Puskesmas dikategorikan menjadi 2 yakni Puskesmas non rawat


inap dan Puskesmas rawat inap.Puskesmas non rawat inap adalah
Puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap,
kecuali pertolongan persalinan normal.Puskesmas rawat inap
adalah Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya untuk
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan
kebutuhan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah Obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama
yang berorientasi kepada produk (drug
oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
(patient oriented) dengan filosofi Pelayanan efarmasian
(pharmaceutical care).
Pengelolaan Sumber Daya
a. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di Puskesmas adalah Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian (TTK) (DEPKES, 2009).
Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan
kewenangan di bidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit,
industri, pendidikan, dan bidang lain yang masih berkaitan
dengan bidang kefarmasian. Kompetensi Apoteker di
Puskesmas menurut PERMENKES RI No.30 Tahun 2014
adalah sebagai berikut:
1) Sebagai Penanggung Jawab
a) Mempunyai kemampuan untuk memimpin.
b) Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk
mengelola dan mengembangkan pelayanan
kefarmasian.
c) Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri.
d) Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak
lain.
e) Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, men
cegah, menganalisis dan memecahkan masalah.
2) Sebagai Tenaga Fungsional
a) Mampu memberikan pelayanan kefarmasian
b) Mampu melakukan akun tabilitas praktek kefarmasian
c) Mampu mengelola manajemen praktis farmasi
d) Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian
e) Mampumelaksanakan pendidikan dan pelatihan
f) Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan
(DEPKES, 2014).
Kompetensi seorang tenaga teknis kefarmasian (TTK) di
Puskesmas adalah sebagai berikut:
1) Pelayanan resep, meliputi:
a) Mampu mengidentifikasi resep.
b) Mampu melakukan konsultasi.
c) Mampu memastikan resep dapat dilayani.
d) Mampu menyiapkan dan meracik sediaan farmasi.
e) Mampu memeriksa hasil akhir.
f) Mampu menyerahkan sediaan farmasi kepada pasien
sesuai resep disertai informasi yang diperlukan.
2) Pengelolaan sediaanfarmasi, meliputi:
a) Mampu menyusun perencanaan pemesanan dan
menerima sediaan obat di Puskesmas.
b) Mampu memeriksa stok sediaan farmasi yang hamper
habis atau menipis.
c) Mampu memeriksa dan mengendalikan sediaan farmasi
yang mendekati waktu kadaluarsa.
d) Mampu menyimpan sediaan farmasi sesuai dengan
golongannya.
3) Pengelolaandokumen, meliputi:
a) Mampu melaksanakan tata cara menyimpan resep.
b) Mampu melakukan pencatatan sediaan farmasi.
c) Mengerti cara pembuatan LPLPO.
d) Mampu ikut serta dalam pencatatan dan penyimpanan
laporan Narkotika dan psikotropika serta obat generik
berlogo.
Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas melaksanakan
Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang dibuat secara tertulis, disusun oleh
Kepala Ruang Farmasi, dan ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.Jenis
SPO dibuat sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang dilakukan
pada Puskesmas yang bersangkutan.

2.2 Pengelolaan Puskesmas

Pengelolaan Sediaan Farmasi merupakan salah satu kegiatan pelayanan


kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta
pemantauan dan evaluasi.

Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan


keterjangkauan Sediaan Farmasi dan Kesehatan lain nya ,Pakai yang efisien,
efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga
kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan.

Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab


untuk menjamin terlaksananya pengelolaan Sediaan Farmasi dan Kesehatan
lain nya yang baik (Permenkes RI No 74, 2016).

Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap


ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota
(Jica, 2010).

2.2.1 Perencanaan
Perencanaan kebutuhan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat
dan menentukan jumlah dan jenis obat dalam rangka pengadaan.
Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan:
1) Jenis dan jumlah obat yang sesuai kebutuhan

2) Menghindari terjadinya kekosongan obat

3) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional

4) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat


Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun dilakukan
secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data
pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO).

Proses seleksi Sediaan Farmasi dengan mempertimbangkan pola


penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode sebelumnya, data
mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan. Proses seleksi
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional.
Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta
pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.

Kegiatan pokok dalam perencanaan kebutuhan obat adalah sebagai


berikut, seleksi atau perkiraan kebutuhan terdiri dari:
1) Memilih jenis obat yang dibutuhkan

Jenis obat yang dibutuhkan disusun berdasarkan usulan Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mengacu kepada Keppres
No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, dan Kepmenkes RI No 676/Menkes/SK/V/2005
tentang Pedoman Umum Pengadaan Obat Essensial Pelayanan
Kesehatan Dasar (Depkes RI, 2005).

Kriteria pemilihan obat idealnya dilakukan setelah mengetahui


gambaran pola penyakit di wilayah kerja masing-masing dan
karakteristik pasien yang dilayani. Selanjutnya informasi yang
perlu diperhatikan dalam memilih obat antara lain:
a. Obat atau daftar obat yang tersedia
b. Masalah logistic
c. Harga obat
d. Pola penggunaan obat
2) Menentukan jumlah obat yang dibutuhkan

Menentukan jumlah obat, diperlukan data dan informasi lengkap,


akurat dan dapat dipercaya. Dalam penyusunan perkiraan
kebutuhan obat di unit pelayanan kesehatan lazimnya
menggunakan metode konsumsi dan metode epidemiologi.
(Permenkes RI No 74, 2016)

Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat


adalah:
1. Tahap Pemilihan Obat Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah
untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai
dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah, untuk
mendapatkan pengadaan obat yang baik, sebaiknya diawali
dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yaitu meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik
yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan
resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara
menghindari duplikasi dan kesamaan jenis.
c. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek
terapi yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat
kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat
tunggal.
e. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan
obat pilihan (drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya
tinggi.
2. Tahap Kompilasi
Pemakaian Obat Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk
mengetahui pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit
pelayanan kesehatan/ Puskesmas selama setahun dan sebagai data
pembanding bagi stok optimum.
Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah :
a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit
pelayanan kesehatan/ Puskesmas.
b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian
setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/ Puskesmas.
c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat
Kabupaten/ Kota.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat.
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat
yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di IF
Kabupaten/Kota maupun unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD).
Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila
informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis
kebutuhan pengobatan. Dengan koordinasi dan proses
perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui
tahapan seperti diatas, maka diharapkan obat yang direncanakan
dapat tepat jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia
pada saat dibutuhkan.

Adapaun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui


beberapa metoda :
a. Metoda Konsumsi Didasarkan atas analisa data konsumsi obat
tahun sebelumnya, dimana untuk menghitung jumlah obat yang
dibutuhkan berdasarkan metoda konsumsi perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan pengolahan data
2. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
b. Metoda Morbiditas Metoda morbiditas adalah perhitungan
kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan
kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam
metoda ini adalah:
1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekwensi
penyakit.
3. Menyediakan standar/ pedoman pengobatan yang digunakan.
4. Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
5. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
(Depekes, RI., 2007)
Sisa Stok Adalah sisa obat yang masih tersedia
di Puskesmas pada akhir periode
distribusi.
Stok Optimum Adalah stok ideal yang harus tersedia
dalam waktu periode tertentu.
(Jica, 2010).

2.2.2 Permintaan
Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Kesehatan lain nya adalah
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Kesehatan lain nya di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.
Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan pemerintah daerah setempat (Permenkes RI No 74, 2010).

Setiap penyerahan obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota


kepada Puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi
wewenang untuk itu. Petugas penerima obat bertanggung jawab atas
pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada Puskesmas
Pembantu dan sub unit pelayanan kesehatan lainnya merupakan
tanggung jawab Kepala Puskesmas. Petugas penerima obat wajib
melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan,
meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai
dengan isi dokumen (LPLPO), dan ditanda tangani oleh petugas
penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima
dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat.
Setiap penambahan obat, dicatat dan dibukukan pada buku
penerimaan obat dan kartu stok (Jica,2010).

1.2.3 Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas
secara mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.

Tujuannya adalah agar Sediaan Farmasi yang diterima sesuai dengan


kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas, dan
memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.

Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas


ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang
menyertainya.
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah
kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi
sesuai dengan isi dokumen LPLPO,
ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan diketahui oleh Kepala
Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka Tenaga Kefarmasian dapat
mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi
yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas
ditambah satu bulan. (Permenkes RI No 74, 2010).

Setiap penyerahan obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota


kepada Puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi
wewenang untuk itu. Petugas penerima obat bertanggung jawab atas
pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.

Pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada Puskesmas


Pembantu dan sub unit pelayanan kesehatan lainnya merupakan
tanggung jawab Kepala Puskesmas. Petugas penerima obat wajib
melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan,
meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk

Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas sediaan


obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), dan ditanda tangani oleh
petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas
penerima dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan
obat. Setiap penambahan obat, dicatat dan dibukukan pada buku
penerimaan obat dan kartu stok (Jica,2010).

1.2.4 Penyimpanan
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Kesehatan lain nya merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman
(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas
dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Kesehatan lain nya dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. bentuk dan jenis sediaan
2. kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan Sediaan
Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban
3. mudah atau tidaknya meledak/terbakar
4. narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
5. tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.

Penyimpanan obat di Puskesmas segera dilakukan setelah menerima


dropping dari Dinkes (Gudang Farmasi). Obat-obatan yang sering
digunakan (fast moving) disimpan di tempat terbuka yang mudah
dijangkau sehingga pada saat pengemasan obat lebih cepat dan
mudah.

Secara keseluruhan, penyimpanan obat disusun secara alfabet atau


pengelompokkan kelas terapi. Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan
FEFO, obat disusun di atas rak, obat-obat yang disimpan diatas
lantai harus diletakkan diatas pelet, tumpukan dus sebaiknya harus
sesuai dengan petunjuk, cairan harus dipisah dari padatan,
serum/vaksin/suppositoria disimpan dilemari pendingin
(Permenkes RI No 74, 2010).

Kegiatan Penyimpanan:

1. Persyaratan gudang

a. Luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan dengan jumlah


obat yang disimpan.

b. Ruangan kering dan tidak lembab.

c. Memiliki ventilasi yang cukup.

d. Memiliki cahaya yang cukup, namun jendela harus


mempunyai pelindung untuk menghindarkan adanya
cahaya langsung dan berteralis.

e. Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain)


yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran
lain. Harus diberi alas papan (palet).

f. Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.

g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.

h. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.


i. Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.

j. Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan


psikotropika yang selalu terkunci dan terjamin
keamanannya.

k. Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.

2. Pengaturan penyimpanan obat

a. Obat di susun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan.

b. Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO.

c. Obat disimpan pada rak.

d. Obat yang disimpan pada lantai harus di letakan diatas palet.

e. Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk.

f. Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.

g. Sera, vaksin dan supositoria disimpan dalam lemari


pendingin.

h. Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya.

Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan kondisi penyimpanan


sebagai berikut :

a. Kelembaban Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan


sehingga mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara
lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya berikut
:Ventilasi harus baik, jendela dibuka. Simpan obat ditempat
yang kering. Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan
dibiarkan terbuka.

Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin


panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab.
Biarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah tablet dan
kapsul. Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki.
b. Sinar Matahari Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat
rusak karena pengaruh sinar matahari. Sebagai contoh, Injeksi
Klorpromazin yang terkena sinar matahari akan berubah warna
menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara
mencegah kerusakan karena sinar matahari antara lain:

 Jendela-jendela diberi gorden.

 Kaca jendela dicat putih.

c. Temperatur/Panas Obat seperti salep, krim dan supositoria


sangat sensitif terhadap pengaruh panas, dapat meleleh. Oleh
karena itu hindarkan obat dari udara panas. Sebagai contoh,
Salep Oksitetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi
dan akan mempengaruhi kualitas salep tersebut. Ruangan obat
harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari
pendingin pada suhu 4 – 8 oC, seperti:

 Vaksin

 Sera dan produk darah

 Antitoksin

 Insulin

 Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa)

 Injeksi oksitosin

 Injeksi Metil Ergometrin

Untuk DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan


dibekukan karena akan menjadi rusak. Cara mencegah
kerusakan karena panas antara lain :

 Bangunan harus memiliki ventilasi/sirkulasi udara


yang memadai.

 Hindari atap gedung dari bahan metal.


 Jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau AC.

d. Kerusakan Fisik Untuk menghindari kerusakan fisik dapat


dilakukan antara lain: Penumpukan dus obat harus sesuai
dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis pada karton
maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus, karena obat
yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan
rusak, selain itu akan menyulitkan pengambilan obat. Hindari
kontak dengan benda - benda yang tajam

e. Kontaminasi Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila


wadah terbuka, maka obat mudah tercemar oleh bakteri atau
jamur.

f. Pengotoran Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan


serangga lain yang kemudian merusak obat. Etiket dapat
menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu bersihkan
ruangan setiap hari. Lantai disapu dan dipel, dinding dan rak
dibersihkan.

Bila ruang penyimpanan kecil :

Dapat digunakan sistem dua rak. Bagi obat menjadi dua bagian.
Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan
sisanya di bagian rak B.

saat obat di rak A hampir habis maka pesanan mulai dikirimkan ke


gudang farmasi, sementara itu obat di rak B digunakan. Pada saat
obat di rak B hampir habis diharapkan obat yang dipesan sudah
datang. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung
dari berapa lama waktu yang diperlukan saat mulai memesan
sampai obat diterima (waktu tunggu). Misalnya permintaan
dilakukan setiap satu bulan dan waktu yang diperlukan saat mulai
memesan sampai obat tiba adalah dua minggu.

Maka jumlah pemakaian satu bulan dibagi sama rata untuk rak A
dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan hanya satu
minggu maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian di rak
B.

3. Tata Cara Penyusunan Obat

a. Penerapan sistem FEFO dan FIFO

Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out


(FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal
kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang
kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out (FIFO) untuk
masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus
dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian. Hal
ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya
kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa obat seperti
antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas
waktu dimana obat mulai berkurang efektivitasnya.

b. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.

c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,


terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.

d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat,


terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin
(suhu 4 – 8° C). Kartu temperatur yang ada harus selalu diisi
setiap pagi dan sore.

e. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya


matahari langsung.

f. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat


dan pengambilannya menggunakan sendok.

g. Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya


diberi tanda khusus, misalnya dengan menuliskan waktu
kadaluarsa pada dus luar dengan mengunakan spidol.

h. Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup


rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.

i. Cairan diletakkan di rak bagian bawah.

j. Kondisi penyimpanan beberapa obat.

 Beri tanda/kode pada wadah obat.

 Beri tanda semua wadah obat dengan jelas.

 Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket,


jangan digunakan. ¾ Apabila obat disimpan di dalam dus
besar maka pada dus harus tercantum:

 Jumlah isi dus, misalnya : 20 kaleng @ 500 tablet.

 Kode lokasi.

 Tanggal diterima.

 Tanggal kadaluwarsa.

 Nama produk/obat.

Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya
pada tahun tersebut. Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu
bulan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas).

4. Pengamatan mutu Setiap pengelola obat, perlu melakukan


pengamatan mutu obat secara berkala, setiap bulan.
Pengamatan mutu obat dilakukan secara visual (Depkes
RI,2007).

1.2.5 Pendistribusian

Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Kesehatan lain nya merupakan


kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi dan Kesehatan
lain nya secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub
unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan kesehatan
yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan
waktu yang tepat.

Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:

1. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas

2. Puskesmas Pembantu;

3. Puskesmas Keliling;

4. Posyandu; dan

5. Polindes.

Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)


dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor
stock), pemberian Obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau
kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan
dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock)
(permenkes RI No 74, 2016).

1. Menentukan frekuensi distribusi.

Dalam menentukan frekuensi distribusi perlu dipertimbangkan :

a. Jarak sub unit pelayanan.

b. Biaya distribusi yang tersedia.

2. Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan.

Dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan :

a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat.

b. Sisa stok.

c. Pola penyakit.

d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan


kesehatan.

3. Melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari subsub


unit. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara :
a. Puskesmas menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di sub
unit pelayanan.

b. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat


diserahkan bersama-sama dengan formulir LPLPO sub unit yang
ditandatangani oleh penanggung jawab sub unit pelayanan
puskesmas dan kepala puskesmas sebagai penanggung jawab
pemberi obat dan lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti
penerimaan obat (Jica,2010).

1.2.6 Pengendalian

Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah


suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan
sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan
kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian
Sediaan Farmasi terdiri dari:

1. Pengendalian persediaan;

2. Pengendalian penggunaan; dan

3. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

( Permenkes RI No 74,
2010).

1.2.7 Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan

Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh


rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas
atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:

1. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis


Pakai telah dilakukan
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan

3. Sumber data untuk pembuatan laporan.

(Permenkes RI No 74, 2016).

Pencatatan dan pelaporan data obat di Puskesmas merupakan rangkaian


kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik
obatobatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
Puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung
jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan
lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh
pengelolaan obat.

Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah :

1. Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan.

2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.

3. Sumber data untuk perencanaan kebutuhan.

4. Sumber data untuk pembuatan laporan.

1) Sarana Pencatatan Dan Pelaporan Sarana yang digunakan untuk


pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas adalah Laporan Pemakaian
dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang
dibuat oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat
waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga
dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat,
pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.

Di dalam gedung Puskesmas

 (gudang puskesmas, kamar obat, kamar suntik, UGD puskesmas, poli)


: Kartu stok obat LPLPO LPLPO sub unit Catatan harian penggunaan
obat

Di luar gedung Puskesmas

 (Puskesmas keliling, Posyandu, Pustu, Polindes, Klinik Rutan) :


LPLPO sub unit Kartu stok

a. Penyelenggaraan Pencatatan

1. Di gudang Puskesmas

a) Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang


dicatat di dalam Buku penerimaan dan Kartu Stok.

b) Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat


berdasarkan : Kartu Stok Obat. Catatan harian penggunaan
obat. Data yang ada pada LPLPO merupakan laporan
Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2. Di kamar obat

a) Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien


dicatat pada buku catatan pemakaian obat harian.

b) Laporan pemakaian dan per mintaan obat ke gudang obat


dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.

3. Di kamar suntik Obat yang akan digunakan dimintakan ke gudang


obat. Pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan
menjadi sumber data untuk permintaan obat.

4. Di Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu dan Poskesdes


Pencatatan diselenggarakan seperti pada kamar obat.

5. Klinik Rumah Tahanan Pencatatan menggunakan LPLPO Sub Unit.

b. Alur Pelaporan Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub
unit. LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes
Kabupaten/Kota melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi
jumlah yang diserahkan. Setelah ditanda tangani oleh kepala Dinas
Kesehatan Kab/Kota, satu rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu
rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap
dikembalikan ke puskesmas.

c. Periode Pelaporan LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi


Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.

(Jica,2010)

1.2.8 Pemantauan dan evaluasi Pengelolaan

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Kesehatan lain


nya dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
1. mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga
kualitas maupun pemerataan pelayanan;
2. memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai; dan
3. memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.

Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai, harus
dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO)
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.
Contoh standar prosedur operasional sebagaimana terlampir (Permenkes RI No 74,2016).

2.2.2 Pengelolaan Obat Rusak, Kadaluarsa, Pemusnahan obat dan Resep


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
1. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
2. telah kadaluwarsa;
3. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
4. dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai terdiri
dari:
1. membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
akan dimusnahkan;
2. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
3. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait;
4. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
5. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku.

(Permenkes RI No 74, 2016).

Penghapusan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi dalam


rangka pembebasan barang milik/kekayaan negara dari tanggung jawab
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Tujuan penghapusan sediaan farmasi adalah sebagai berikut :
1. Penghapusan merupakan bentuk pertanggung jawaban petugas terhadap
sediaan farmasi/ obat-obatan yang diurusinya, yang sudah ditetapkan untuk
dihapuskan/ dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan
dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara
3. Menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran lingkungan

Kegiatan Penghapusan Sediaan Farmasi


a. Membuat daftar sediaan farmasi/ obat-obatan yang akan di hapuskan beserta
alasan-alasannya
b. Pisahkan sediaan farmasi/ obat-obatan yang kadaluwarsa/ rusak pada
tempat tertentu sampai pelaksanaan pemusnahan
c. Pisahkan narkotika dan psykotropika dari obat lainnya
d. Melaporkan kepada atasan mengenai sediaan farmasi/ obatobatan yang akan
dihapuskan
e. Membentuk panitia pemeriksaan sediaan farmasi/ obatobatan melalui Surat
Keputusan Bupati/Walikota
f. Membuat Berita Acara Hasil Pemeriksaan sediaan farmasi/ obat-obatan
oleh Panitia Pemeriksaan dan Penghapusan sediaan farmasi/ obat-obatan
g. Melaporkan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang/ pemilik obat
h. Melaksanakan penghapusan setelah ada keputusan dari yang berwenang

(Depkes RI, 2007).

2.3 ASPEK ASUHAN KEFARMASIAN (PHARMACEUTICAL CARE)


Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian yang
berorientasi kepada pasien. Meliputi semua aktifitas apoteker yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah terapi pasien terkait dengan obat. Praktek kefarmasian ini
memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien, yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien Peran apoteker dalam asuhan kefarmasian di awal
proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, memeriksa
kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug Related
Problem) pasien. Di akhir proses terapi, menilai hasil intervensi sehingga didapatkan
hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan (keberhasilan
terapi) (Rover et al, 2003).

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang


langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik bertujuan
untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan Obat secara rasional.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:


1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Evaluasi Penggunaan Obat

2.3.1 KONSELING PROMOSI DAN EDUKASI


Konseling Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan
dan rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah
memberikan pemahaman yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga
pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan
dan penggunaan Obat. Kegiatan:
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question),
misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
4. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
Obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kriteria pasien:
a. Pasien rujukan dokter.
b. Pasien dengan penyakit kronis.
c. Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli
farmasi.
d. Pasien geriatrik.
e. Pasien pediatrik.
f. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
2. Sarana dan prasarana:
a. Ruangan khusus.
b. Kartu pasien/catatan konseling. Setelah dilakukan konseling, pasien
yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah terkait Obat
misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik
Obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan Obat,
kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang
bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan perlu
dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi Obat (Permenkes RI
No 74, 2016).

Konseling diberikan atas permintaan pasien atau hasil penilaian tenaga


kefarmasian atas kebutuhan pasien akan informasi berkaitan dengan
penggunaan obat yang lebih detail. Konseling dapat dilakukan pada :
1. Pasien dengan penyakit kronik seperti diabetes, tuberkulosis, asma dan
lain-lain.
2. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan.
3. Pasien dengan multirejimen obat/polifarmasi.
4. Pasien lanjut usia.
5. Pasien anak melalui orang tua.
6. Pasien yang mengalami masalah terkait penggunaan obatnya.

Tahapan Konseling Obat


1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien.
2. Membuka komunikasi antara tenaga kefarmasian dengan pasien/keluarga
pasien.
3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang diberikan oleh
pasien, yaitu :
a. Apa yang telah dijelaskan dokter mengenai obat Anda ?
b. Bagaimana cara pemakaian obat yang telah dijelaskan oleh dokter ?
c. Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini ?
4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obatan
tertentu (inhaler, supositoria, dan lain-lain).
5. Melakukan verifikasi akhir meliputi :
a. Mengecek pemahaman pasien.
b. Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
6. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan
(Jica,2010).

2.3.2 PENGOBATAN SENDIRI (SELF MEDICATION)


Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh
seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum swamedikasi adalah
peraturan Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Secara sederhana, dapat
dijelaskan bahwa swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan
oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya
tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter. Namun penting untuk
dipahami bahwa swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional tidak dengan cara
mengobati tanpa terlebih dahulu mencari informasi umum yang bisa diperoleh tanpa
harus melakukan konsultasi dengan pihak dokter. Adapun informasi umum dalam hal
ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh
dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang
termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Depkes RI., 2006; Zeenot, 2013).

Apabila dilakukan dengan benar, maka swamedikasi merupakan sumbangan yang


sangat besar bagi pemerintah, terutama dalam pemeliharaan kesehatan secara nasional
(Depkes RI., 2008).
1. Faktor Penyebab Swamedikasi Ada beberapa faktor penyebab swamedikasi yang
keberadaannya hingga saat ini semakin mengalami peningkatan.
Beberapa faktor penyebab tersebut berdasarkan hasil penelitian WHO; antara lain
sebagai berikut :
a. Faktor sosial ekonomi
Seiring dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, yang berdampak
pada semakin meningkatnya tingkat pendidikan, sekaligus semakin
mudahnya akses untuk memperoleh informasi, maka semakin tinggi pula
tingkat ketertarikan masyarakat terhadap kesehatan. Sehingga hal itu
kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan dalam upaya untuk
berpartisipasi langsung terhadap pengambilan keputusan kesehatan oleh
masing-masing individu tersebut.
b. Gaya hidup
Kesadaran tentang adanya dampak beberapa gaya hidup yang bisa
berpengaruh terhadap kesehatan, mengakibatkan banyak orang memiliki
kepedulian lebih untuk senantiasa menjaga kesehatannya daripada harus
mengobati ketika sedang mengalami sakit pada waktu-waktu mendatang.
c. Kemudahan memperoleh produk obat
Saat ini, tidak sedikit dari pasien atau pengguna obat lebih memilih
kenyamanan untuk membeli obat dimana saja bisa diperoleh dibandingkan
dengan harus mengantri lama di Rumah Sakit maupun klinik.
d. Faktor kesehatan lingkungan
Dengan adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang benar
sekaligus lingkungan perumahan yang sehat, berdampak pada semakin
meningkatnya kemampuan masyarakat untuk senantiasa menjaga dan
mempertahankan kesehatannya sekaligus mencegah terkena penyakit.
e. Ketersediaan produk baru Semakin meningkatnya produk baru yang sesuai
dengan pengobatan sendiri dan terdapat pula produk lama yang
keberadaannya juga sudah cukup populer dan 9 semenjak lama sudah
memiliki indeks keamanan yang baik. Hal tersebut langsung membuat
pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri semakin banyak tersedia
(Zeenot, 2013).

2. Obat dan Penggolongannya Dalam Swamedikasi Obat merupakan zat yang


dapat bersifat sebagai obat atau racun. Sebagaimana terurai dalam definisi obat
bahwa obat dapat bermanfaat untuk diagnosa, pencegahan penyakit,
menyembuhkan atau memelihara kesehatan, yang hanya didapatkan pada dosis
dan waktu yang tepat, namun dapat bersifat sebagai racun bagi manusia apabila
digunakan salah dalam pengobatan dengan dosis yang berlebih atau tidak sesuai
aturan yang telah ditetapkan, dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Pada
dosis yang lebih kecil, efek pengobatan untuk penyembuhan penyakit tidak
akan didapatkan (Anief, 1997; Ditjen POM, 1997).

Obat tanpa resep adalah obat untuk jenis penyakit yang pengobatannya
dianggap dan ditetapkan sendiri oleh masyarakat dan tidak begitu
membahayakan jika mengikuti aturan memakainya (Anief, 1997). Golongan
obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri adalah golongan obat bebas
dan obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (SK Menkes NO. 2380/1983)..

Berikut beberapa ketentuan yang harus dipatuhi apoteker dalam memberikan


obat wajib apotek kepada pasien.
a. Apoteker berkewajiban untuk melakukan pencatatan yang benar
mengenai data pasien, mencakup nama, alamat, umur, dan penyakit
yang sedang dideritanya.
b. Apoteker berkewajiban untuk memenuhi ketentuan jenis sekaligus
jumlah yang bisa diserahkan kepada pasien, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, yang diatur oleh Keputusan Pemerintah Kesehatan
tentang daftar obat wajib apotek (OWA).
c. Apoteker berkewajiban memberikan informasi yang benar tentang
obat yang diserahkan, mencakup indikasi, kontra-indikasi, cara
pemakaian, cara penyimpanan, dan efek samping yang tidak
diinginkan yang paling dimungkinkan akan timbul sekaligus tindakan
yang disarankan apabila hal itu memang benar-benar terjadi.
Sesuai Permenkes NO. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat
diserahkan tanpa resep adalah:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat wajib apotek (OWA) tidak memberikan
risiko pada kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
melibatkan tenaga kesehatan, semisal dokter atau perawat.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Zeenot, 2013).

3. Penyakit dan Pilihan Obat pada Swamedikasi Berdasarkan beberapa


penelitian, penyakit-penyakit yang paling sering diobati secara swamedikasi,
antara lain demam, batuk, flu, nyeri, diare, dan gastritis (Supardi dan Raharni,
2006; Abay dan Amelo, 2010).

2.4 ASPEK PELAYANAN KEFARMASIAN


2.4.1 PENGELOLAAN RESEP
2.4.1.2 SKRINING RESEP
A. Pengkajian dan pelayanan Resep
Pelayanan resep merupakan suatu proses pelayanan terhadap
permintaan tertulis dokter kepada tenaga kefarmasian untuk
menyediakan dan menyerahkan obat yang diminta untuk pasien
sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelayanan resep
meliputi skrining resep, penyiapan dan penyerahan obat.
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
a. Persyaratan administrasi meliputi:
1. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2. Nama, dan paraf dokter.
3. Tanggal resep.
4. Ruangan/unit asal resep.
b. Persyaratan farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Dosis dan jumlah Obat.
3. Stabilitas dan ketersediaan.
4. Aturan dan cara penggunaan.
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).
c. Persyaratan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
2. Duplikasi pengobatan.
3. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
4. Kontra indikasi.
5. Efek adiktif.

Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat


merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik Obat, memberikan label/etiket, menyerahan
sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian. Tujuan:
1. Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan
klinis/pengobatan.
2. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi
pengobatan (Permenkes RI No 74, 2016).
3.
3.4.1.1 PENYIAPAN OBAT
Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep :
1. Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep.
2. Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan.
c. Memberikan etiket :
1. Warna putih untuk obat dalam/oral.
2. Warna biru untuk obat luar dan suntik, dan
3. Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang
berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.

3.4.1.2 . Penyerahan Obat


Setelah penyiapan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali
mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan
jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait
dengan obat tersebut, antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang
harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat, dll.
f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik
dan sopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya
kurang stabil.
g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker
(apabila diperlukan).
i. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan yang
memudahkan untuk pelaporan.

3.4.1.3 Pelayanan informasi Obat


Pelayanan informasi Obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, lengkap,
terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga
kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan. Informasi umum
tentang nama obat, cara pemakaian dan lama penggunaan dapat disampaikan
oleh tenaga kefarmasian atau tenaga kesehatan lain yang terlatih.
Pelayanan Informasi Obat (PIO) ini bertujuan untuk menyediakan dan
memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain
untuk menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional. Sasaran
Informasi Obat :
1. Pasien dan/atau keluarga pasien.
2. Tenaga Kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker, dan lain-lain.
3. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.

Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan kondisi


sarana pelayanan kesehatan. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi
tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan
pelayanan informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat
sebaiknya disediakan, antara lain :
a. Ruang pelayanan.
b. Kepustakaan.
c. Komputer.
d. Telepon dan faksimili.
e. Jaringan internet.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat Kegiatan pelayanan informasi obat yang


dapat dilaksanakan di Puskesmas, meliputi :
1. Menjawab pertanyaan.
2. Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan.
3. Menyiapkan materi dan membuat buletin, brosur, leaflet, dll.

Informasi obat yang lazim diperlukan pasien :


a. Waktu penggunaan obat; misalnya berapa kali obat digunakan dalam
sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal ini
termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Contoh : antibiotika harus
dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai
cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu
seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat
semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet
vagina.
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat, misalnya berkeringat,
mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah
warna, dan sebagainya.
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya interaksi obat dengan obat
lain atau makanan tertentu dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet
rendah kalori, kehamilan dan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek
obat yang tidak dikehendaki.

Sumber Informasi Obat Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini dalam upaya
penggunaan obat yang rasional oleh pasien dan tenaga kesehatan. Semua
sumber informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan
tingkat dan tipe pelayanan.
Pustaka digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
1. Pustaka Primer. Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti,
informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang
diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer : laporan hasil
penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan laporan deskriptif.
2. Pustaka Sekunder. Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan
abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder
sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam
sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data
base.
3. Pustaka Tersier. Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian
artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa
buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah
dipahami, seperti IONI, ISO, DOEN, DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan
Kefarmasian, dll.

Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang
berisi :
a. Nama dagang obat jadi.
b. Komposisi.
c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah.
d. Dosis pemakaian.
e. Cara pemakaian.
f. Indikasi atau khasiat atau kegunaan.
g. Kontra indikasi (bila ada).
h. Tanggal kadaluarsa.
i. Nomor ijin edar/nomor registrasi.
j. Nomor kode produksi. k. Nama dan alamat industri.

(Jica,2010).

Pelayanan Informasi Obat (PIO) Merupakan kegiatan pelayanan yang


dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
1. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang
memadai).
3. Menunjang penggunaan Obat yang rasional :
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
pro aktif dan pasif.
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-
lain.
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap, serta masyarakat.
5. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian
dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai.
6. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan
Kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:


1. Sumber informasi Obat.
2. Tempat.
3. Tenaga.
4. Perlengkapan.

(Permenkes RI No 74, 2010)


BAB III
TINJAUAN KHUSUS PUSKESMAS
3.1 Profil Puskesmas Alalak Selatan
A. Tugas dan Fungsi Puskesmas Alalak Selatan
1. Visi dan Misi :
a. Visi :
Mewujudkan pelayanan kesehatan berkualitas menuju
masyarakat Banjarmasin sehat, mandiri, dan berkeadilan.
b. Misi :
1) Mendorong kemandirian perilaku sehat bagi
masyarakat diwilayah kerja Pusksesmas Alalak
Selatan.
2) Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata, terjangkau dan berkeadilan.
3) Menggerakkan peran aktif masyarakat mewujudkan
lingkungan sehat.
4) Membangun profesional dengan memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal baik individu,
keluarga dan masyarakat.

2. Motto
24 jam tetap bersemangat memberikan pelayanan yang terbaik.

3. Fungsi Puskesmas
a. Pusat Pergerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
b. Pusat pemberdayaan masyarakat
c. Pusat kesehatan strata pertama, yaitu :
1) Pelayanan kesehatan perorangan yaitu pelayanan yang
bersifat pribadi (private goods). Termasuk dalam
pelayanan ini adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas
tertentu ditambah dengan rawat inap.
2) Pelayanan kesehatan masyarakat yaitu pelayanan yang
bersifat publik (public goods). Dimana termasuk dalam
pelayanan ini adalah promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, KB,
kesehatan jiwa masyarakat dan berbagai program
kesehatan masyarakat lainnya.

4. Struktur organisasi puskes

B. Manajemen SDM di Puskesmas Alalak Selatan


Sumber Daya Manusia Puskesmas Alalak Selatan Tahun 2018/2019
Tabel 1 Sumber Daya Manusia di PuskesmaS Alalak Selatan

No Tenaga Kesehatan Jumlah Keterangan


1. Kepala Puskesmas 1 Dokter Umum
2. Dokter Umum 6
3. Dokter Gigi 1
4. Bidan 13
5. Tata Usaha 1 Ka. TU
6. Perawat Kesehatan 12
7. Perawat Gigi 3
8. Apoteker 1
9. TTK 3 1 orang pegawai
kontrak
10. Radiograper 1 Pegawai kontrak
11. Ahli Gizi 3
12. Laboratorium 2
13. Loket 4
14. Verifikator Keuangan 1
15. Sanitarian 2
16. Cleaning Service 1 TKS
17. Satpam 1 TKS
Jumlah 56
(Sumber : data primer Tata Usaha Puskesmas Alalak Selatan 2018/2019)

1. Apotek
Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasiaan di Apotek Puskesmas
Alalak Selatan diperlukan sejumlah sumber daya manusia kompeten
dan berkualitas di bidangnya. Adapun sumber daya manusia tersebut
sampai saat ini meliputi Apoteker (1 orang) dan Asisten Apoteker (3
orang). Struktur Farmasi Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin dapat
dilihat sebagai berikut :
Berikut adalah nama dan rincian tugas Apoteker dan tenaga Teknis
Kefarmasian yang bertugas di Apotek Puskesmas Alalak Selatan :
a. Maria Ulfah, S.Si.M.M., Apt
NIP : 19790212 201001 2 011
Jabatan : Apoteker
Tugas :
1. Melakukan pelayanan resep mulai dari menerima resep,
meracik, mempersiapkan obat sesuai kebutuhan,
menyerahkan obt sesuai resep dan menjelaskan kepada
pasien tentang pemakaian obat.
2. Merencanakan kebutuhan obat dan perbekalan kefarmasian
baik bulanan dan tahunan.
3. Mengelola pemasukan obat dan alat kesehatan baik dari
Gudang Farmasi maupun Jamkesmas.
4. Mengelola pengeluaran/pendistribusian obat kepada
puskesmas pembantu, Pos Kesehatan Desa, Polindes,
Posyandu maupun kegiatan Puskesmas Keliling.
5. Menyusun dan menyimpan arsip resep.
6. Melaksanakan pencatatan, pelaporandan evaluasi.
7. Membantu pelaksanaan kegiatan Posyandu Lansia.
8. Mengkoordinasi pelaporan obat dan perbekalan kefarmasian
APBD dan JKN.
9. Memastikan kegiatan kefarmasian di puskesmas berjalan
dengan baik agar tidak mengganggu pelaksanaan kegiatan
operasional puskesmas.
10. Memberikan penyuluhan tentang pemakaian obat yang benar
di lingkungan puskesmas, puskesmas pembantu, poned dan
jaringannya.
11. Koordinator laporan bulanan obat, BMHP, Reagen, Alkes
JKN
12. Melakukan kegiatan KIE yang terdokumentasi ke dalam
bentuk laporan bulanan.
b. Hairun Fitmi
NIP :19671220 198903 2 004
Jabatan : Tenaga Teknis Kefarmasian I
Tugas :
1. Menerima resep, mempersiapkan obat sesuai kebutuhan
untuk kelancaran kegiatan.
2. Memberikan penjeasan kepada pasien tentang pemakaian
obat sesuai petunjuk (PIO).
3. Mencatat pemakaian obat kedalam buku Register harian
serta Register obat APBD dan JKN dari sub jaringan
Apotek.
4. Menerima da menyusun obat yang datang dari Gudang
Farmasi kota setiap bulan.
5. Menulis dan mencatat serta mengelola stok obat serta kartu
stok obat APBD dan JKN di gudang obat serta ruang
pelayanan Apotek.
6. Menyusun dan menyimpan arsip Resep APBD dan JKN baik
dari dalam puskesmas atau jaringan serta kegiatan diluar
gudang.
7. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan
untuk kelancaraan pelaksanaan kegiatan puskesmas.
8. Mengkordinir dan mendistribusikan obat APBD dan JKN
serta perbekalan kefarmasian pada sub Pustu beserta
kelengkapannya.
9. Melaporkan hasil kegiatan bulanan kepada Apoteker dalam
rangka penyusunan laporan bulanan puskesmas.
c. Siti Bulkis
NIP : 19670103 199003 2 009
Jabatan : Tenaga Teknis Kefarmasian II
Tugas :
1. Menerima resep, mempersiapkan obat sesuai kebutuhan
untuk kelancaran kegiatan.
2. Memberikan penjeasan kepada pasien tentang pemakaian
obat sesuai petunjuk (PIO).
3. Mencatat pemakaian obat kedalam buku Register harian
serta Register obat APBD dan JKN dari sub jaringan Apotek.
4. Menerima da menyusun obat yang datang dari Gudang
Farmasi kota setiap bulan.
5. Menulis dan mencatat serta mengelola stok obat serta kartu
stok obat APBD dan JKN di gudang obat serta ruang
pelayanan Apotek. 30
6. Menyusun dan menyimpan arsip Resep APBD dan JKN baik
dari dalam puskesmas atau jaringan serta kegiatan diluar
gudang.
7. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan
untuk kelancaraan pelaksanaan kegiatan puskesmas.
8. Mengkordinir dan mendistribusikan obat APBD dan JKN
serta perbekalan kefarmasian pada sub Pustu beserta
kelengkapannya.
9. Melaporkan hasil kegiatan bulanan kepada Apoteker dalam
rangka penyusunan laporan bulanan puskesmas.
d. Mussalaliah
Jabatan : Tenaga Teknis Kefarmasian III
Tugas :
1. Menerima resep, mempersiapkan obat sesuai kebutuhan untuk
kelancaran kegiatan.
2. Memberikan penjeasan kepada pasien tentang pemakaian obat
sesuai petunjuk (PIO).
3. Mencatat pemakaian obat kedalam buku Register harian serta
Register obat APBD dan JKN dari sub jaringan Apotek.
4. Menerima da menyusun obat yang datang dari Gudang
Farmasi kota setiap bulan.
5. Menulis dan mencatat serta mengelola stok obat serta kartu
stok obat APBD dan JKN di gudang obat serta ruang
pelayanan Apotek.
6. Menyusun dan menyimpan arsip Resep APBD dan JKN baik
dari dalam puskesmas atau jaringan serta kegiatan diluar
gudang.
7. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan untuk
kelancaraan pelaksanaan kegiatan puskesmas.
8. Mengkordinir dan mendistribusikan obat APBD dan JKN serta
perbekalan kefarmasian pada sub Pustu beserta
kelengkapannya.
9. Melaporkan hasil kegiatan bulanan kepada Apoteker dalam
rangka penyusunan laporan bulanan puskesmas.
2. Sarana dan Prasarana di Apotek Puskesmas Alalak Selatan
Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Terminal Banjarmasin diperlukan sarana dan prasarana yang
memadai dan disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Sarana
adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung
mendukung pelayanan kefarmasian. Sedangkan prasarana adalah
tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsung
mendukung pelayanan kefarmasian.
Tabel 2 Sarana dan Prasarana di Apotek Puskesmas Alalak Selatan

3.2 Sejarah Puskesmas Alalak Selatan


Puskesmas Alalak Selatan yang berlokasi di Alalak Selatan RT 04 No. 2
Banjarmasin Utara didirikan pada tahun 1991 dengan luas tanah sebagai
halaman 80m² dan luas bangunan 135m². Pada awalnya di daerah Alalak
Selatan tidak terdapat puskesmas. Puskesmas Alalak Selatan ini didirikan
setelah terdapat kasus diare mewabah di daerah tersebut dan banyak
penduduk yang meninggal karena wabah ini maka didirikanlah puskesmas,
yang dulunya adalah sekolah madrasah yang disumbangkan masyarakat
untuk dialihfungsikan sebagai puskesmas hingga sekarang. Puskesmas ini
diresmikan pada tanggal 24 Mei 1991 oleh Walikota Banjarmasin saat itu,
H.Sadjoko.

Kemudian sejak awal tahun 2009 dipindahkan ke komplek Dasamaya II Blok


K RT. 16. Bangunan Puskesmas baru ini terdiri dari 2 tingkat dengan 15
ruangan sebagai tempat pelayanan kepada masyarakat. Ruangan-ruangan
tersebut terdiri dari : Ruangan-ruangan pada lantai 1 :
1. Loket.
2. Poli Umum.
3. Poli Anak.
4. Poli Gigi.
5. Poli KIA-KB.
6. Laboratorium.
7. Ruang radiologi.
8. Apotek.
9. Toilet

Ruangan-ruangan pada lantai 2 :


1. Ruang Kepala Puskesmas.
2. Tata Usaha
3. Ruang Bag. Keuangan.
4. Ruang Imunisasi / kesling.
5. Poli Gizi.
6. Ruang Pemeriksaan KIR sehat, Ket Sakit, tidak buta warna, dll.
7. Aula.
8. Toilet.

Selain bangunan Puskesmas, terdapat juga bangunan Pelayanan Obsterik Neonatal


Emergensi Dasar (PONED) dan Pusat Pemulihan Gizi (PPG), yang terletak tepat di
sebelah bangunan Puskesmas Alalak Selatan. PONED mempunyai fasilitas Unit
Gawat Darurat (UGD) dan untuk proses persalinan ibu hamil dan PPG untuk
penanganan kasus gizi buruk. Selain bangunan Puskesmas, terdapat juga bangunan
Pelayanan Obsterik Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan Pusat Pemulihan Gizi
(PPG), yang terletak tepat di sebelah bangunan Puskesmas Alalak Selatan. PONED
mempunyai fasilitas Unit Gawat Darurat (UGD) dan untuk proses persalinan ibu
hamil dan PPG untuk penanganan kasus gizi buruk.

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Alalak Selatan pada tahun 2019 yaitu
sebanyak ……….. jiwa.
Tabel 3 Luas wilayah per Kelurahan di Wilayah puskesmas Alalak Selatan tahun
2019.

No Kelurahan Luas wilayah (km2) Jumlah Rt Jumlah Rw


Alalak
1 158,80 Ha (1,75 Km2) 24 2
Selatan
2 Kuin Utara 24 22
104,52 Ha (1,5 Km2)
3 Pangeran 190 Ha (0,74 Km2) 23 2
Total 453,32 Ha (3,99 Km2) 71 6
Tabel 4 Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Alalak Selatan tahun
2019.

Jumlah
Jumlah
No Kelurahan Jumlah Penduduk (jiwa) keluarga
keluarga
Miskin
1 Alalak Selatan 13.490 3939 542
2 Kuin Utara 12.497 3489 280
3 Pangeran 6.590
Total 32.577
Luas wilayah kerja Puskesmas Alalak Selatan terdiri dari 3 kelurahan
yaitu kelurahan Alalak Selatan, Kelurahan Kuin Utara, dan Kelurahan
Pangeran. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Alalak Selatan yaitu
sebagai berikut:
1. Kelurahan Alalak Selatan
a. Sebelah Utara : Kelurahan Alalak Utara
b. Sebelah Barat : Kabupaten Batola
c. Sebelah Selatan : Kelurahan Kuin Cerucuk
d. Sebelah Timur : Kelurahan Kuin Utara

2. Kelurahan Kuin Utara


a. Sebelah Utara : Kelurahan Alalak Utara
b. Sebelah Barat : Kelurahan Alalak Selatan
c. Sebelah Selatan : Kelurahan Kuin Selatan
d. Sebelah Timur : Kelurahan Pangeran

3. Kelurahan Pangeran
a. Sebelah Utara : Keluarahan Alalak Utara
b. Sebelah Barat : Kelurahan Kuin Utara
c. Sebelah Selatan : Kelurahan Kuin Selatan
d. Sebelah Timur : Kelurahan Kuin Raya

Anda mungkin juga menyukai