Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radang konjuntiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling


umum di dunia. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan
mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak secret purulen kental.
penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa endogen. karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme. Beberapa mekanisme
melindungi permukaan mata dari substansi luar; Pada film air mata,
komponen aqous mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris,
dan aktivitas pompa palpebra membilas air mata ke duktus air mata secara
konstan; air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan
antibody (IgG dan IgA) (11).
Pathogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah
streptococcus aureus, neisseria meningitides, sebagian besar strain
adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, dan picornavirus.
Dua agen yang ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan
konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan Neisseria Gonorrhoeae (11).
Beberapa gejala konjungtivitis yang penting adalah sensasi benda
asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata,
gatal dan fotofobia. sensasi benda asing dan sensasi tergores atau terbakar
sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papilla yang biasanya
menyertai hyperemia konjungtiva. Tanda- tanda penting konjuntivitis adalah
hyperemia, mata berair, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis,
pseudomembran dan membrane, dan adenopati pre-aurikular (11).
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakteri : akut (termasuk hiperakut
dan subakut) dan kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat
sembuh sendiri, berlangung kurang dari 14 hari. Sebaliknya, konjungtivitis
hiperakut (purulen) yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoeae dapat
menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini (11).

1
Konjuntivitis hiperakut yang disebabkan Neisseria gonorrhoeae
ditandai oleh eksudat purulen yang banyak. penyakit ini menyebar dari
genital ke mata baik dari diri sendiri, orang lain ataupun melalui jalan lahir.
Gonokok merupakan kuman yang sangat pathogen, virulen dan bersifat
invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Pada
konjungtivitis gonore dapat dijumpa nyeri pada mata serta nyeri pada
perabaan, kemosis konjungtiva dan berwarna merah terang, palpebra
bengkak dan tegang sehingga sulit untuk dibuka, pseudomembran pada
konjungtiva tarsal, sekret berair dan purulen, pembesaran kelenjar limfe pre-
aurikular. Penyulit yang dapat dijumpai pada penyakit ini yaitu ulkus hingga
perforasi kornea (4).

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membrane mukosa yang transparan dan tipis


yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris).
konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu
sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus (11).

Gambar 2.1 Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris(11).
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks
dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola
mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.
(ductus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior).
Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tendon dan sclera di

3
bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva
menyatu sepanjang 3 mm) (11).
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah
bergerak (plika semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan
selaput pembentuk kelopak mata dalam pada beberapa hewan kelas
rendah. Struktur epidermoid kecil semacam daging (curuncula) menempel
secara superficial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona
transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membrane
mukosa(11).

Gambar 2.2 Bagian-bagian Konjungtiva

2.2 Histologi
Lapisan epitel konjuntiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel
epitel silindris bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva
di dekat limbus, diatas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan
pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-
sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mucus. Mucus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke

4
tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara
merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel
superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen (11).
Stroma konjuntiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid
tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa konjungtivits inklusi pada neonates bersifat papilar
bukan folikular dan mengapa kemudian menjadi folikular. Lapisan fibrosa
tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal
ini menjelaskan gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata (11).
Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan wolfring), yang
struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma.
Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, sisanya ada di
forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi atas tarsus atas (11).

Gambar 2.3 Struktur Mikroskopis Konjungtiva

5
2.3 Fisiologi Mata
Sel goblet pada epitel konjungtiva memproduksi musin yang
membentuk lapisan air mata bersama akuos dan lipid yang penting untuk
stabilitas lapisan air mata bersama dan transparansi kornea sebagai
prasyarat untuk penglihatan yang baik dan lubrikasi permukaan bola mata.
Pada defisiensi nutrisi, respons konjungtiva meningkatkan sekresi mucus.
Konjungtiva mempunyai potensi yang sangat besar untuk melawan infeksi
karena(2) :
1. Merupakan lapisan yang kaya vaskuler,
2. Memiliki berbagai tipe sel yang berperan dalam reaksi pertahanan
terhadap peradangan,
3. Memiliki banyak sel imunokompeten yang menghasilkan
imunoglobulin,
4. Memiliki aktivitas mikrovili dan enzimatis untuk menetralisasi
organisme termasuk virus.

Pada keadaan defisiensi nutrisi atau pada peradangan ringan,


konjungtiva merespons dengan meningkatkan sekresi mukus,
sedangkan pada peradangan kronis, konjungtiva mengalami proses
skuamous metaplasia yang ditandai dengan keratinisasi yang
menyebabkan jejas pada permukaan mata dan hilangnya sel goblet yang
memproduksi mukus sehingga lapisan air mata tidak stabil. Keduanya
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada konjungtiva dan sel goblet.
Pada peradangan yang parah konjungtiva menjadi ireversibel
selanjutnya terjadi jaringan parut yang menyebabkan pemendekan
forniks, simblefaron, hambatan pergerakan bola mata, lagoftalmus (2).

6
2.4 Definisi Konjuntivitis Gonore
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan
hebat yang disertai dengan secret purulent. Gonokok merupakan kuman
yang sangat pathogen, virulen dan bersifat invasive sehingga reaksi
radang terhadap kuman ini sangat berat (4).
Konjungtivitis merupakan inflamasi pada jaringan konjungtiva
yang dapat terjadi secara akut maupun kronis, akibat invasi
mikroorganisme dan atau reaksi imunologi (4)..
Konjungtivitis hiperakut (purulen) yang disebabkan oleh Neisseria
Gonorrhoeae dapat menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak
diobati sejak dini. Konjuntivitis hiperakut yang disebabkan Neisseria
gonorrhoeae ditandai oleh eksudat purulen yang banyak (11).
Konjungtivitis gonore termasuk dalam konjungtivitis akut purulen,
infeksi gonokokal merupakan penyebaran langsung dari genital ke mata
(4)
.

2.5 Etiologi
Konjungtivitis Gonore kebanyakan mengenai orang dewasa
terutama laki-laki organisme utama yang menyebabkan penyakit ini adalah
Neisseria Gonorrhoeae. Konjungtivitis Gonore menular melalui genital ke
mata (8,9)..

2.6 Patologi
Kelainan yang tampak pada konjungtivitis bakteri adalah:
a) Vascular respone. Hal ini dicirikan dengan adanya kongesti dan
peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah konjungtiva yang
berhubungan dengan adanya proliferasi dari kapiler
b) Cellular response. Terdapat bentukan eksudat dari PMN dan sel-
sel inflamasi lain kedalam substantia propia dari konjungtiva
c) Conjuctival tissue response. Konjungtiva menjadi edema terdapat
degenerasi epitel superfisial) menjadi mudah lepas dan deskuamasi.

7
Selain itu terdapat proliferasi lapisan basal dari konjungtiva dan
peningkatan mucin yang dihasilkan oleh sel-sel sekresi goblet
d) Conjunctival discharge. Hal ini terdiri dari air mata, mucus, sel-sel
inflamasi, deskuamasi epitel fibrin dan bakteri. Jika inflamasinya
sangat parah, diaphedesis dari sel darah merah dapat terjadi dan
discharge dapat diwarnai oleh darah (7).

2.7 Klasifikasi
Ada 2 bentukkan manifestasi :
a) Konjungtivitis purulen dewasa
b) Ophthalmia neonatorum
Penularan vertikal dari ibu merupakan rute penularan ke bayi.
Kedua orang tua bagaimanapun harus diskrining untuk infeksi (8)..

2.8 Patofisiologi dan Patogenesis


Permukaan ocular dilengkapi dengan fitur anatomi dan fungsional
unik yang mencegah infeksi bakteri di mata sehat baik pada bayi dan
orang dewasa. Imunoglobulin, lisozim , complement dan beberapa enzim
antibakteri dapat ditemukan di air mata “Tear film’ yang terus menerus
didaur ulang menciptakan lingkungan yang membuatnya sangat sulit untuk
bakteri dapat berkembang. Pada dasarnya sulit untuk teradinya invasi oleh
N.gonorrhea. Sayangnya bakteri dapat invasi ada saat fungsi barrier rusak.
Selain itu exotoxin bakteri seperti yang ditemukan di streptococcus dan
spesies staphylococcus dapat menyebabkan nekrosis .
Patologi konjungtivitis neonatal juga dipengaruhi oleh anatomi
jaringan konjungtiva pada bayi baru lahir. Peradangan konjungtiva dapat
menyebabkan pelebaran pembuluh darah, khemosis dan sekresi
berlebihan. Reaksi ini cenderung lebih serius karena sebagai berikut:
kurangnya kekebalan, tidak adanya jaringan limfoid di konjungtiva dan
tidak adanya air mata saat lahir.
Sel-sel fimbriated melekat pada epitel membran mukosa yang
intact. Berkapasitas untuk menyerang mukosa membran atau kulit yang

8
mengalami abrasi. Perlekatan terhadap epitel mukosa diikuti dengan
penetrasi ke dalam dan multiplikasi sebelum melewati sel epitel mukosa.
Setelah invasi infeksi terjadi Pada lapisan sub epitel. Hal tersebut diatas
dimungkinkan oleh karena N. Gonorhea memiliki kapsul antiphagocytic
seperti permukaan dengan muatan negative, dan hanya fimbriated
(piliated) sel (yang dikenal sebagai jenis koloni T1 dan T2) yang virulen.
Sifat antiphagocytic disebabkan oleh protein membrane luar
(sebelumnya Protein I,II,III), Por (Protein Porin) mencegah fusi
phagolysosome atau fagositosis dan dengan demikian mempertahankan
kelangsungan hidup intraseluler. Opa (protein opacity) memediasi
penempelan kuat ke sel epitel dan invasi selanjutnya ke dalam sel, dan
RMP (reduction-modifiable protein) melindungi antigen permukaan dari
antibody bakterisidal (10).

2.9 Manifestasi klinis


Terdapat 3 stadium pada konjuntivitis akut purulen, yaitu :
1. Stadium infiltratif
Stadium berlangsung sekitar 4-5 hari, dan di tandai dengan:
 Nyeri pada mata serta nyeri pada perabaan
 Kemosis konjungtiva dan berwarna merah terang/hiperemis
 Palpebra bengkak dan tegang sehingga sulit untuk dibuka
 Pseudomembran pada konjungtiva tarsal
 Sekret berair dan purulent
 Pembesaran kelenjar limfe pre-aurikular.
2. Stadium blenorrhoea / supuratif
Stadium ini berlangsung dari hari ke 5 dan bertahan beberapa hari,
ditandai oleh:
 Purulen semakin kental (hiperpurulen), discharge yang
tebal dan sangat banyak
 Gejala lain semakin meningkat tetapi tegangan pada
palpebra menurun

9
3. Stadium penyembuhan
Selama stadium ini, nyeri mulai berkurang dan
pembengkakkan pada palpebral mulai menurun. Konjungtiva masih
dapat dijumpai merah, menebal dan lunak. Discharge berkurang
secara perlahan hingga mengilang pada akhir perjalanan penyakit (8).
Pada orang dewasa penyakit imi berlangsung selama 6
minggu. Konjungtivitis gonore biasanya berhubungan juga dengan
(4,8)
urethritis .
Pada oftalmia neonatorum yang merupakan konjungtivitis
purulen hiperakut yang terjadi pada bayi dibawah 1 bulan,
disebabkan penularan dijalan lahir dari sekret vagina. Penyakit ini
dapat disebabkam oleh beberapa mikroorganisme salah satunya N.
Gonorrrhoea. Masa inkubasi sekitar 2-5 hari. Dapat memburuk
dengan cepat. Ditandai dengan dengan secret yang sangat
purulen/kuning kental, konjungtiva hiperemik dan kemotik,
palpebra sangat bengkak sehingga sulit dibuka, bola mata nyeri dan
nyeri pada perabaan, dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva
(4,7,8)
.

Gambar 2.4 Konjungtivitis Gonore

10
2.10 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui gejala klinis dan pemeriksaan
bakteriologis.
Anamnesis :
 Palpebra sangat bengkak dan tegang sehingga kelopak sulit dibuka
 Bola mata nyeri
 Konjungtiva hiperemis
 Sekret yang sangat purulent
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi
 Injeksi konjungtiva dan kemosis / konjungtiva bengkak dan
menonjol
 Sekret yang sangat purulent
 Pseudomembran (+)

Palpasi
 Pembengkakan kelenjar limfe pre-aurikular
 Bola mata nyeri pada perabaan

Pemeriksaan penunjang
Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan
bakteriologi. Diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva, yang diulaskan
ke gelas objek dan diperiksa menggunakan mikroskop.
1) Laboratorium
 Pemeriksaan sediaan langsung
Dilakukan dengan pewarnaan dengan metilen blue atau giemsa
tampak diplokokus di dalam sel leukosit “kidney shaped”.
Dengan pewarnaan gram akan terdapat sel intraseluler atau
ekstraseluler dengan sifat gram negatif.
 Kultur
Dilakukan pada agar darah dan media coklat atau Thayer-
Martin medium, sekaligus untuk pemeriksaan sensitivitas.

11
Pada bayi didapatkan gonokok (+) , maka kedua orangtua juga
harus diperiksa (4,7)..

2.11 Diagnosis banding


 Konjungtivitis bakteri lain
 Konjungtivitis Inklusi
 Konjungtivitis viral
 Konjungtivitis alergi
 Keratitis

2.12 Penatalaksanaan
 Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih ( direbus)
atau dengan garam fisiologik setiap 1/4 jam.
 Berikan terapi sistemik
Terapi sistemik segera sangat penting. Karena makin banyaknya
resisten penisilin dan tetrasiklin maka kurang adekuat untuk menjadi
terapi first line lagi. Obat lain yang dapat diberikan :
a. Norfloxacin 4 × 1,2 gram oral selama 5 hari
b. Cefoxitim 4 × 1 gram dan cefotaxime 4 × 500 mg IV selama
5 hari
c. Ceftriaxone 4 × 1 gram IM selama 5 hari
d. Spectinomycin 2 gram IM selama 3 hari (6,8).
 Berikan terapi topical
a. Ofloxacin eye drop
b. Ciprofloxacin eye drop
c. Tobramicin eye drop
d. Bacitracin dan eritromicin salep
Diberikan setiap 2 jam pada 2-3 hari pertama dan 5 kali
perhari untuk 7 hari berikutnya. Penambahan atropin topikal 1%
jika mengenai kornea (8).

12
Pada oftalmia konjungtivitis, terapi di bagi atas :
1. Terapi profilaksis
 Evaluasi antenatal
Pemeriksaan menyeluruh pada ibu dan dilakukan pengobatan jika
dicurigai adanya infeksi genital
 Evaluasi natal
Merupakan evaluasi yang paling penting, karena infeksi konjungtivitis
gonore terjadi saat proses melahirkan
a) Proses persalinan harus dilakukan dalam keadaan yang steril
atau aseptic.
b) Kelopak mata bayi baru lahir yang dalam kondisi tertutup
harus selalu dibersihkan dengan steril dan dalam kondisi
kering.
 Evaluasi postnatal
a) Berikan salep mata tetrasiklin 1% atau eritromisin 0,5 % atau
solutio silver nitrate 1% (crede’s method) pada kedua mata
bayi segera setelah persalinan
b) Berikan injeksi ceftriaxon 50 mg/kg IM atau IV (maksimal
125 mg ) pada bayi lahir dari ibu penderita gonorrhoea yang
tidak di terapi.

2. Terapi kuratif
Sebelum dilakukan terapi harus dikonfirmasi infeksi yang terjadi
dengan pemeriksaan sitologi dan kultur swab dengan uji
sensitivitas. Jika hasilnya didapatkan adanya infeksi gonococcal
maka dilakukan :
a) Terapi topical
 Irigasi dengan menggunakan larutan salin hingga bersih
dari sekret
 Berikan salep mata bacitracin 4 kali sehari, karena pada
banyak kasus terjadi resistensi terhadap topikal dengan
menggunakan Penicillin.

13
 Jika infeksi mengenai bagian kornea maka diberikan salep
mata atropin sulfate.
b) Terapi sistemik
Diterapi selama 7 hari :
 Ceftrixone 75-100 mg/kg/hari IV atau IM 4 kali/hari
 Cefotaxime 100-150 mg/kg/hari IV atau IM, setiap 12 jam
 Ciprofloxacin 10-20 mg/kg/hari atau norfloxacin 10
mg/kg/hari
Jika dari hasil uji sensitivitas didapatkan sensitive terhadap Penicillin
maka dapat diberikan crystalline benzyl penicillin G 50000 unit
untuk neonatus aterm dan dengan berat normal. Untuk neonatus preterm
atau BBLR diberikan 20000 unit secara IM 2 kali/hari selama 3 hari (8)..

Gmbar 2.5 Oftalmia Neonatorum

2.13 Pencegahan
Konjungtivitis gonore dewasa dapat ditularkan dari genital ke
mata. Menjaga kebersihan dan tidak melakukan seks bebas dapat
mencegah penyakit ini.
Pada bayi penyakit ini dapat dicegah dengan skrining pada ibu
hamil, proses persalinan yang steril dan aseptik, membersihkan mata bayi

14
segera setelah dilahirkan dan memberikan salep antibiotik seperti salep
kloramfenikol (4).

2.14 Komplikasi
 Ulkus kornea. Ulkus kornea marginal terutama dibagian atas.
Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman
gonokok ini. Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak
kornea sehingga sering terjadi perforasi kornea. Pada orang dewasa
tukak yang terjadi sering terletak dimarginal dan sering berbentuk
cincin.
 Endoftalmitis dan panoftalmitis. Akibat dari perforasi kornea yang
dapat menyababkan kebutaan total.
 Dakrioadenitis
 Sepsis
 Delayed complication. Terjadi akibat sikatriks berupa symblefaron,
trikiasis, entropion dan xerosis konjungtiva (4,8)..

2.15 Prognosis
Bila pengobagan diberikan secepatnya dengan dosis yang cukup,
gonore akan sembuh tanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan
terlambat atau kurang intensif maka kesembuhan mungkin dapat disertai
dengan sikatriks kornea dan penurunan taham penglihatan yang menetap
atau bahkan menjadi kebutaan

15
BAB III
KESIMPULAN

Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang


disertai dengan secret purulent. Gonokok merupakan kuman yang sangat
pathogen, virulen dan bersifat invasive sehingga reaksi radang terhadap kuman
ini sangat berat. Konjungtivitis Gonore kebanyakan mengenai orang dewasa
terutama laki-laki organisme utama yang menyebabkan penyakit ini adalah
Neisseria Gonorrhoeae.
Kelainan yang tampak pada konjungtivitis bakteri adalah: Vascular
respone, Cellular response, Conjuctival tissue response, Conjunctival discharge.
Terdapat 3 stadium pada konjuntivitis akut purulen, yaitu : stadium infiltrated,
stadium supuratif/blenorrhoea, stadium penyembuhan.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui gejala klinis dan pemeriksaan
bakteriologis. Gejala klinis berupa Palpebra sangat bengkak dan tegang sehingga
sulit dibuka, bola mata nyeri, konjungtiva hiperemis, sekret yang sangat purulent,
konjungtiva hiperemia dan kemosis / konjungtiva bengkak dan menonjol, sekret
yang sangat purulent, pseudomembran (+). Pada pewarnaan gram dijumpai
bakteri diplokokus gram negatif. Terapi berupa irigasi, antibiotik sistemik dan
antiobiotik topikal mata.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology (AAO). 2013. Preferred Practice


Pattern, Conjungtivitis Limited Revision. The Eye MD Association.
2. Budiono, S. et al. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata.Surabaya :
Airlangga University Press
3. Feder RS, McLeod ST, Dunn SP, et al. 2013. Conjunctivitis. In. American
Academy Of Ophtalmology.
4. Ilyas, S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
5. Hammscherlang, M., 2017. Clamidial and Gonoccocal Infection In Infant
Children.
6. Lee, S.J et al. 2002. Gonococcal Keratoconjunctivitis In Adults. In Research
Gate Pulblication
7. Kanski, J. 2007. Clinical Ophthalmology a Systemic Approach 6th ed.
Elsevier Ltd.
8. Khurana, AK. 2007. Diseases Of the Conjungtiva In : Comprehensive
Opthamology Fourth Edition. New Delhi : New Age International Publisher
9. Sitorus, S.R, et al. 2017. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
10. Surasiati, Ayu., N. Konjungtivitis Gonore Pada Bayi. Denpasar : SMF Mata
FK Udayana
11. Vaughan, DG et al. 2003. Vaughan & Asbury’s General Ophthamology
Sixteenth Edition, Mc Graw-Hill

17

Anda mungkin juga menyukai