Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGKAJIAN SISEM IMUN DAN INTEGUMEN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah Lanjut

Oleh:
Senja Paramita
1906428013

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
2019/2020
Pengkajian Sistem Imun

A. Riwayat
1. Data Biografi dan Demografi
Data biografi meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat lahir, status pernikahan,
pekerjaan, latar belakang ras/etnis. Repson imun berkurang pada orang yang sangat
muda dan sangat tua. Beberapa kelainan imun sering terjadi pada kelompok umut
tersebut pada pria maupun wanita, pada kelompok rasa tau etnis tertentu (Black &
Hawks, 2009).
2. Kondisi Kesehatan Saat Ini
Gangguan system pertahanan sering berdampak pada seluruh organ dan jaringan yang
ada di dalam tubuh, yang mengakibatkan menyebarnya manifestasi patofisiologis.
Manifestasi tersebut dapat samar-samar atau tidak spesifik, seperti kelelahan, rasa tidak
enak, demam, anoreksia, menurunnya berat badan, dan diare kronis.
a. Keluhan utama
Penting untuk mengetahui waktu, kualitas, kuantitas, tingkat keparahan dan lokasi,
presipitasi, factor pengganggu dan factor yang meringankan terkait manifestasi.
Keluhan utama klien dapat berupa demam, kelelahan, atau perdarahan.
b. Manifestasi klinis
Demam, klien dengan imunosupresan mungkin tidak dapat memberikan respons
inflamasi pada demam, kemerahan, dan pembentukan nanah. Lakukan pemeriksaan
untuk peradangan local (kemerahan, panas, bengkak, rasa sakit). Imunodefisiensi
dapat terjadi saat kelahiran atau berkembang kemudian, dapat pula sebagai
latrogenik (hasil perlakukan agen sitotoksik, kortikosteroid atau imunosupresan
lain atau radiasi). Imunodefisiensi juga dapat menyebabkan malnutrisi kekurangan
protein, kehilangan protein enteropati, sindrom nefrotik atau kondisi hiperkatabolik
(trauma besar, luka parah akibat panas).
(Black & Hawks, 2009).
3. Tinjauan Sistem
Manifestasi klinis dapat bervariasi jika kelianan berhubungan dengan imunodefisiensi.
a. Riwayat medis dahulu
Klien dengan imunodefisiensi memiliki riwayat infeksi, terutama pada membrane
mucus (seperti mukosa mulut, area anorectal, saluran urogenital, dan pernapasan).
Riwayat buruknya penyembuhan luka, diare, atau peradangan sistemik (demam,
rasa tidak enak badan, kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan, sakit kepala,
dan mudah marah).
Tanyakan apakah klien pernah mengalami cacar, penyakit gondong, atau penyakit
infeksisu kanak-kanak lainnya? Apakah pernah terjadi repson yang parah pasca
vaksinasi, terutama imunisasi dengan vaksin dari virus, seperti cacar atau penyakit
gondong?
Tanyakan pada klien mengenai penyakit berat seperti kanker, gangguan proliferasi
limfoid (limfoma, leukemia, myeloma multiple, infeksi [terutama HIV-1, HIV-2,
rubella, sitomegalovirus, influaneza, varisela zoster], penyakit peradangan sistemik
[arthritis rheumatoid, sistemik lupus eritematosus, sarkodosis, vasculitis], diabetes
mellitus, penyakit ginjal atau hati dan aemia sel sabit.
b. Riwayat pembedahan
Riwayat operasi sebelumnya perlu dikaji dalam kaitannya dengan gangguan sistem
imun karena prosedur operasi dapat mempengaruhi terjadinya imunodefisiensi.
Sebagai contoh, splenectomy dapat meningkatkan risiko infeksi oleh encapsulated
bacteria seperti Streptococcus pneumoniae. Instrumen bedah dan hilangnya
anatomic integrity meningkatkan risiko infeksi pada pasien.
c. Alergi
Tanyakan mengenai alergi obat atau makanan. Tanyakan apakah tanda-tanda alergi
telah muncul sejak kanak-kanak? Dapatkah kline mengetahui penyebabknya?
Apakah perlu dilakukan tindakan gawat darurat terkait dengan reaksi alergi?
d. Pengobatan
Catat mengenai penggunaan obat klien, baik yang menggunakan resep dokter
maupun yang tidak. Apakah klien mengkonsumsi kortikosteroid, agen sitotoksik,
dan imunisupresan lain, atau terapi radiasi untu pengobatan kanker atau penyakit
autoimun. Obat-obat tersebut dapat menekan produksi produk sumsum tulang
belakang, seperti sel darah dan respons imun. Pastikan apakah klien menenerima
imunoglobulin intravena atau immunoglobulin intramuscular untuk mengatasi
kekurangan immunoglobulin atau kondisi lain.
e. Kebiasaan makan
System imun bergantung pada asupan protein, kalori, vitamin (A, B12, asam folat),
mineral, dan zat-zat penting yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti zat besi
dan zink. Kekurangan asupan pada subtansi tersebut berdampak pada
imunidefisiensi.
f. Riwayat Sosial
Ajak klien untuk mendiskuiskan stress terkini dan perhatikan jika kondisi tersebut
berhubungan dengan tanda-tanda alergi. Beberapa klien mengalami gatal-gatal
ketika dalam kondisi stress. Lokasi geografis dapat berhubungan dengan resiko
paparan penyakit.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Kumpulkan informasi keluarga mengenai penyakit kuning, infeksi yang sering
terjadi, atau penyakit yang tidak kunjung sembuh. Mungkin juga riwayat kanker
atau autoimun.
(Black & Hawks, 2009).

B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Periksa nodus limfa permukaan untuk adanya massa, jaringan parut, bengkak, dan
kemerahan. Perhatikan bengkak ekstremitas. Perhatikan kesimetrisan dan bandingkan
dengan sisi kontralateral.
2. Palpasi
Gunakan pendekatan metodologi untuk memeriksa nodus limfa, jangan mengabaikan
nodus tunggal atau rantai nodus. Raba nodus untuk mengetahui lokasi, ukuran, bentuk,
konsistensi, kesimetrisan, perbedaan, mobilitas, kelembutan, suhu, edema, dan garis
merah.
(Black & Hawks, 2009).
Daftar Pustaka

Black, J. and Hawks, J. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive Outcomes 8th edition. Singapore: Elsevier.
Pengkajian Sistem Integumen

A. Riwayat
1. Keluhan Utama
Masalah yang sering terkait dengan system integument adalah gatal (pruritus),
kering, ruam, lesi, dan ekimosis (bercak hemoragi kecil), benjolan, massa, dan
penampakan kosmetik. Onset, durasi, dan pencetus yang dicuragi pada setiap
manifestasi seharusnya didiskusikan. Tanyakan tentang perubahan warna kulit,
rambut, dan kuku yang akan berhubungan dengan keluhan utama.
2. Manifestasi klinis
Lakukan analisis manifestasi klinis termasuk pertanyaan yang tertuju pada
Pengkajian Dermatologi. Riwayat seksual dapat menjadi penting jika terdapat
diagnosis diferensial termasuk infeksi menular seksual.
a. Pruritus
Gatal yang persisten, manifestasi yang sering membawa klien mendatangi
tenaga kesehatan. Catat apakah gatal berhubungan dengan lesi kulit apakah
local atau merata.
b. Lesi
Ketika mengkaji berbagai lesi penting untuk mencari tentang waktu kapan
munculnya lesi, adanya perubahan warna, adanya eksudat, dan perubahan lain
yang terjadi.
c. Infeksi
Sama halnya dengan infeksi lain, penegakkan dilakukan jika ada demam,
menggigil, tipe dan jumlah eksudat, serta adanya nyeri pada daerah infeksi.
(Black & Hawks, 2009).

B. Tinjauan Sistem
a. Riwayat Medis Sebelumnya
Tanyakan tentang penyakit masa kanak-kanak dan temukan tentang status
vaksinasi. Riwayat kelainan sistemik yang terkait dengan kulit (imunologis,
endokrin, kolagen, vascular, ginjal, atau kondisi hati).
b. Riwayat Pembedahan
Evaluasi trauma sebelumnya, daerah prosedur, dan intervensi bedah dapat
menjelaskan lesi yang tidak biasa dana tau jaringan parut atau lokasi mereka.
c. Alergi
Alergi adalah respons imunologis yang terjadi secara konsisten dengan adanya
paparan. Cari tahu mengenai subtansi yang dapat menyebabkan iritasi local
padakulit atau lesi pada kontak langsung. Tanyakan pada klien tentang alergi
terhadap medikasi, makanan, inhalan, latkes, dan bahan kimia lain. Jenis makanan
yang menyebabkan gatal, rasa terbakar, atau erupsi kemerahan. Kaji gatal yang
disebabkan bila kontak dengan polen, inhalan, atau binatang.
d. Medikasi
Catat resep dan obat terakhir yang telah dipakai klien atau yang telah klien
habiskan. Komplikasi dari bahan obat-oabatan dapat bervariasi, dari gangguan
kemerahan pada kulit hingga kejadian jarang atau yang mengancam nyawa. Reaksi
medikasi dapat terbatas pada kulit atau dapat menjadi bagian dari proses sistemik.
e. Kebiasaan Makan
Makanan yang menyebabkan alergi harus dievaluasi dan ditetapkan untuk
menghindari eliminasi yang tidak diperlukan dari tipe atau kelompok makanan
tertentu. Turgor kulit seseorang juga dipengaruhi pada kondisi cairan di dalan tubuh
seseorang. Keadaan dehidrasi berat inilah yang nantinya akan mempengaruhi
turgor kulit.
f. Factor Sosial
Penyakit kulit berpengaruh besar pada gaya hidup seseorang dan citra diri. Budaya
dan keluarga berpengaruh dapat mempengaruhi pada proses pengobatan yang
dilakukan oleh tenaga medis. Penyakit kulit kronis yang mengakibatkan
ketidakmampuan secara visual dan fisik berhubungan dengan penggangguran yang
lama, kesehatan mental yang buruk, dan bahkan bunuh diri. Kaji riwayat seksual
klien yang dapat membantu menjelaskan adanya trauma jaringan atau lesi yang
disebabkan oleh IMS.
Faktor Sosiekonomi dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang dengan terapi yang
telah ditetapkan dan perawatan selanjutnya. Sejarah pekerjaan juga penting karena
sebagian besar masalh kulit disebabkan atau diperburuk oleh paparan terhadap
iritan dan zat kimia dalam rumah serta lingkungan kerja. Gali informasi mengenai
kebiasaan praktik kebersihan, produk tubuh yang digunakan klien. Kaji pula
mengenai aktivitas rekreasi yang melibatkan paparan terhadap sinar matahari yang
lama, dingin yang tidak biasa, atau kondisi lain yang dapat merusak integument.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat pribadi atau kesehatan keluarga akan membanu menentukan predisposisi
genetic terhadap gangguan kulit seperti halnya predisposisi terhadap kondisi
parasite atau kondisi lain terkait gaya hidup keluarga dan lingkungan sekitar.
Kondisi dermatologis yang ditransmisikan secara genetic termasuk alopesia
(hilangnya sejumput rambut), iktiosis (penebalan kulit dan berskuamusa),
dermatitis atopic, dan psoriasis.
(Black & Hawks, 2009).

C. Pemeriksaan Fisik
Lakukan inspeksi, palpasi, dan olfaksi untuk mengkaji rambut, kuku, dan kulit.
Pengkajian efektif membutuhkan pengetahuan, ketelitian, dan praktik untuk
mendeskripsikan kulit pada orang segala usia, etnis, dan gaya hidup yang berbeda serta
mengenali perubahan kulit normal dan tidak normal.
a. Inspeksi
Kaji secara keseluruhan warna kulit saat anamnesis riwayat kesehatan. Observasi
apakah ditemukan kepucatan, sianosis, jaundice, atau kulit memerah. Kepucatan
dapat dilihat pada mukosa bukal (mulut) terutama pada pasien yang berkulit gelap.
Sianosis dapat mudah dilihat pada daerah dengan pigmentasi rendah seperti bibir,
telapak tangan atau bantalan kuku. Jaundice mudah di inspeksi pada sklera klien
atau palatum durum. Berikut merupakan gambaran normal pada inspeksi
integument. Warna kulit merata, lebih gelap padadaerah yang terpapar yaitu wajah,
leher, lengan, dan tungkai bawah. Kulit lebih terang pada tubuh dan punggung.
Rambut secara merata terdistribusi padakulit kepala. Bersih tanpa adanya tingsa
(telur kutu) atau kutu. Tidak ada ketombe, skuama, atau lesi kulit kepala. Aksila
dan tungkai bias saja dicukur, rambur pubis terdistribusi seperti segitiga terbalik
dari simfisis pubis hingga perineum (wanita). Rambut pubis terdistribusi seperti
bentuk wajik dari bawah umbilicus menuju perineum (pria).

Inspeksi kuku plien pada warna, bentuk, tekstur, integritas, dan ketebalan. Kuku
bertekstur halus, regular, dan bentuk oval. Bantalan kuku berwarna merah jambu.
Kutikel dirawat, bersih, sudut bantalan kuku 160 derajat (tidak ada clubbing finger).
Jaringan sekitar kuku seharusnya tampak utuh tanpa tanda inflamasi, ujung yang
terpotong-potong (kuku gantung) atau kering.
b. Palpasi
Pada kulit sehat akan ditemukan kulit teraba hangat, terhidrasi dengan baik, halus,
elastis, tidak ada nyeri tekan. Tidak ditemukan lesi, massa, atau bengakak. Pada
rambut dan kulit kepala, rambut tidak berminyak, tekstur halus, elastis. Kulit kepala
halus, utuh, tidak ada nyeri tekan. Kuku tanpa ada nyeri tekan dan celah. Respons
pemutihan juga cepat.
Kelembaban kulit merujuk pada hidrasi kulit. Hidrasi kulit biasanya merefleksikan
suhu lingkungan dan kadar lembap. Kaji suhu pada dorsum manus. Kulit harusnya
dirasakan hangat karena mereflkesikan sirkulasi. Palpasi tekstur dengan meraba
kulit secara ringan dengan ujung jari. Cek turgor dengan mencubit kulit secara
ringan pada lengan bawah antara ibu jari dan jari telunjuk dan kemudian lepaskan.
Kulit dengan turgor yang normal akan bergerak elastis dan seharusnya kembali ke
kontur dasar dalam waktu 3 detik.
Palpasi adanya edema (rtensi cairan) teruatama pada daerah tegang. Catat pula
keadaan kulit yang licin. Edema merujuk pada penumpukan cairan pada jaringan
yang memisahkan permukaan kulit antara lapisan berpigmen dengan lapisan
vascular, sehingga menghasilkan daerah yang tampak pucat. Nyeri tekan
ditentukan dengan palpasi. Tidak ada area nyeri tekan pada seluruh permukaan
tubuh manusia normal. Kulit seharusnya bebas bau yang menusuk, jikapun
ditemukan biasanya terdapat di aksila dan lipatan kulit atau biasanya pada luka
terbuka yang brehubungan dengan adanya bakteri pada luka. Inspeksi lesi untuk
adanya lesi yang dapat dideteksi. Kaji dan deksripsikan lesi dengan berurutan pada
lokasi, distribusi, ukuran, susunan, warna, konfigurasi, perubahan sekunder, dan
adanya drainase.palpasi lesi untuk menentukan karakteristik kontur (datar,
menarik, atau cekung), ukuran, konsistensi (keras, lunak), gerakan, dan nyeri tekan.
Pada bagian kuku, kalus adalah penebalan datar, tidak nyeri pada area sirkumskrip
kulit. Kuku merefleksikan keadaan kesehatan klien secara keseluruhan,
mengindikasikan status nutrisi dan respirasi.
(Black & Hawks, 2009).

Daftar Pustaka

Black, J. and Hawks, J. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive Outcomes 8th edition. Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai