Mengenai kewajiban zakat pada tiga jenis hewan ini dijelaskan dalam hadits
Anas bin Malik mengenai surat Abu Bakr tentang zakat.[1]
َت أ َ ْربَعِينَ إِلَى ِع ْش ِرينَ َو ِمائ َ ٍة شَاة َ ص َدقَ ِة ْالغَن َِم فِى
ْ سائِ َمتِ َها إِذَا كَان َ َوفِى
إِلَى ْاليَ َم ِن فَأ َ َم َرنِى أ َ ْن آ ُخذَ ِم ْن ُك ِِّل ثَالَثِينَ بَقَ َرة ً تَبِيعًا أ َ ْو تَبِيعَةً َو ِم ْن ُك ِِّل-صلى هللا عليه وسلم- ى
ُّ ِبَعَثَنِى النَّب
ًأ َ ْربَعِينَ ُم ِسنَّة
Contoh: Si A memiliki Rp.5 juta dan si B memiliki Rp.5 juta lalu keduanya
membeli beberapa kambing. Bentuk serikat semacam ini dikenai zakat
terhadap harta yang mereka miliki, seakan-akan harta mereka adalah milik
satu orang.
Jenis khulthoh yang kedua ini dianggap seperti satu harta padahal
sebenarnya bisa dipisah karena berlandaskan hadits,
“Tidak digabungkan dua harta yang berbeda dan tidak dipisah dua harta
yang menyatu karena khawatir ada kewajiban zakat. Jika ada dua harta
yang bercampur, maka hitungan keduanya dikembalikan dalam jumlah yang
sama. ”[13]
Catatan Kaki
[5] Jika ada hewan yang baru lahir di pertangahan haul, maka maka ia
mengikuti haul induknya dan tidak dihitung haul tersendiri. Karena yang
namanya tabi’ (pengikut) mengikuti induknya (Lihat Al Fiqhu Al Manhaji, hal.
299).
[11] HR. Tirmidzi no. 623. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih.
[12] Lihat Syarhul Mumti’, 6: 63-64, At Tadzhib, hal. 102, dan Al Wajiz Al
Muqorin, hal. 51-53.
[13] HR. Abu Daud no. 1567. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih.