DOSEN PEMBIMBING:
DRS. R. BAMBANG GATOT SOEBROTO M.T.
OLEH:
MURTANTIO TIRTAWAN 08111640000005
LEDY FITRA RAMADHANI 08111640000006
SHOFIA KHAIRUNNISA 08111640000008
LUSIA LINDA ANGGRAINI 08111640000029
DAMAYANTI TRI WAHYUNI 08111640000038
DEBORA VIANNE 08111640000057
BAIQ NADHIRA K. 08111640000098
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS ARSITEKTUR DESAIN DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2018
1. GEDUNG BALAIKOTA SURABAYA
Sejarah.
Gedung ini berada pada Jalan Walikota Mustajab di daerah Ketabang dan dibangun
pada tahun 1923 pada masa pemerintahan G.J. Dijkerman dengan arsiteknya C. Citroen
dan pelaksanaanya H.V. Hollandche Beton Mij. Ukuran Gedung Balaikota adalah 102
m untuk panjangnya dan 19 m untuk lebarnya, dengan menggunakan struktur tiang
pancang beton bertulang dan dinding – dindingnya dari bata dan semen serta rangka
atap yang ditutupi sirap.
Tektonika.
Gedung Balaikota termasuk arsitektur Vernakuler dimana gedung ini merupakan salah
satu bangunan kolonial di Surabaya yang tetap memperhatikan iklim lokal yakni iklim
tropis di Indonesia. Gedung ini memiliki banyak tektonika yang dapat dicermati dan
diulas. Berikut beberapa tektonika yang ada dalam bangunan ini:
a. KOLOM
Pada bangunan ini memiliki tektonika pada kolom, dimana bentuk kolom ini
memiliki sisi ekterior dan interior yang berbeda
Dapat dilihat dari kolom interior A dan eksterior A yang terdapat pada lorong TU
ini, dimana interior dan eksterior kolom ini memiliki bentuk sisi yang berbeda.
Interior A memiliki irisan pada sisi kiri dan kanannya sehingga bagian tengah lebih
menonjol, sedangkan pada eksteriornya terdapat tambahan struktur (berwarna abu
– abu) untuk drainase air hujan sehingga sisi depan kolom ini menonjol dan
berbentuk silindris. Kolom interior B juga demikian,dari segi warna dan bentuk
memiliki perbedaan dengan ekteriornya. Kolom interior B memiliki warna yang
sama dengan kusen dan bersudut (berbentuk balok yang vertikal) sedgangkan
eksteriornya berwarna putih dan silindris.
b. BALOK
Tektonika pada balok gedung ini terlihat dari bentuknya yang didesain tidak seperti
balok yang polos begitu saja. Namun lebih diolah lagi.
Balok pada lorong TU ini didesain 2 macam, balok induk yang searah dengan
lorong didesain polos dan lurus,sedangkan balok anak yang tegak lurus dengan
balok induk didesain seperti ada pengikat antara kolom dan balok sehingga
bentuknya menonjol. Pada interior lantai atas, balok anak seolah olah sebagai
penyekat setiap grid bidang plafond.
c. ATAP
Atap gedung Balaikota sangat unik, dimana masih mempertahankan unsur lokal
yang ada.
Struktur pada atap ini menggunakan kayu yang disusup menyerupai sirap guna
mengalirkan udara segar kedalam ruangan melalui celah – celahnya. Kayu kayu
tersebut disusun secara horizontal pada bagian bawah (lingkar merah) dan vertikal
(lingkar kuning) pada bagian atas dengan memiliki kemiringan tertentu sesuai
kemiringan genteng. Jika dilihat dari tampak depan, sirap kayu ini dipisahkan oleh
grid – grid vertikal kayu, akan tetapi jika dilihat dari perspektif, grid kayu tersebut
disusun dengan memliki kemiringan juga. Desain atap sirap ini merupakan respon
bangunan terhadap iklim lokal Surabaya.
d. INTERIOR – Lobby
Berbeda dengan kolom kolom pada ruang lain, kolom pada lobby ini lebih menarik.
Tanda Panah Merah: menunjukkan jika kolom dengan sengaja dikurangi di
bagian tengah sedangkan pada bagian atas dan bawah diolah kembali dengan diberi
coakan disetiap sudutnya dan dibedakan warna catnya sehingga seperti tanda garis
biru yang menunjukkan terjadi pembagian kolom menjadi 3 bagian yakni
atas,tengah dan bawah.
Tanda Lingkar Kuning: menunjukkan tektonika kolom ini juga ada semacam
pasak guna mengikat kolom dan balok induk
Tanda Lingkar Hijau: menunjukkan tektonika balok induk yang dicoak sedikit
pada bagian bawah untuk memberikan batasan pasak harus dimasukkan.
Tanda Garis Biru: menunjukkan terjadi pembagian kolom
Terlihat jelas bahwa railing utama tangga yang berwarna putih terbuat dari bahan
dasar bata, lalu disusun sebagaimana bentuknya sebuah tangga sehingga
memberikan kesan leveling yang berbeda. Railing tersebut juga dibentuk seolah-
olah menyatu dengan struktur utama bangunan yaitu pada kolom. Karena dimensi
tangga yang tidak terlalu besar dan bukaan yang tergolong kecil namun banyak,
oleh karena itu diberi warna dasar putih agar berkesan cerah dan tidak gelap untuk
ukuran ruang yang kecil dengan bukaan yang minim.
Dapat dilihat pada gambar bahwa mayoritas dari pintu dan jendela menggunakan
bahan utama kayu dan kaca yang diberi warna hitam (black tinted glass).
Macam Jendela
g. EXTERIOR
Exterior bangunan diberi banyak percantikan. Mayoritas dari percantikan tersebut
memiliki desain yang sama, sehingga memberi kesan yang seragam dan berirama.
Percantikan pada shaft untuk pipa saluran.
Percantikan pada exterior mayoritas menggunakan warna putih, agar dapat terlihat
kontras dari warna utama bangunan, yang merupakan warna abu-abu. Lalu
percantikan pada tampak luar bukaan dan jendela dibuat vertical agar memberi
kesan bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan yang tinggi.
2. GEDUNG GUBERNUR
Konon gedung ini menjadi salah satu symbol bangunan gedung-gedung berarsitektur modern
Surabaya.
Kantor Gubernur Jawa Timur mulai dibangun pada 1929 dan selesai pada 1931, menelan biaya
F 805.000, dengan arsitek seorang Belanda bernama Ir. W. Lemci. Pada jaman kolonial,
gedung ini digunakan sebagai Gouverneurs Kantoor (Kantor Gubernur), Residensi Kantoor
(Kantor Residen), dan CKC. Kantor Gubernur Belanda di Surabaya sebelumnya berada di
sebuah gedung di Jalan Jembatan Merah.
Informasi Umum
Tektonika
Keterangan :
3
1. Elemen utama dari menara
2
jam tentunya adalah jam dinding
itu sendiri. Pada menara jam
gedung mandiri ini, bentuk jam
1
dinding memengaruhi coakan
pada atap menjadi berbentuk setengah lingkaran. Karena letaknya
dekat dengan atap, maka pertemuan jam dengan atap digabungkan
dengan bentuk profil list yang melingkar pula. Profil list ini
difinishing berundak sebagai bentuk transisi, menonjolkan perbedaan
antara kedua elemen (jam dinding dan atap) baik dari segi fungsi,
material, maupun warna. Bentuk yang senada ini membuat kesan kesatuan dan
keselarasan.
2. Bentuk atap menara ini menerus mengikuti bentuk kotak/kubis dari menara. Dengan
prinsip ujung bertemu di titik tengah bentuk, maka atap menara ini dapat dikategorikan
sebagai atap perisai, dengan sedikit kombinasi pertemuan kubus di bawahnya. Usaha
arsiteknya untuk mempertemukan kedua bentuk ini menjadi bentuk kombinasi baru lah
yang bisa kita lihat sebagai tektonika atapnya.
3. Aksesoris yang bersifat aksen bagi menara ini terbuat dari benda metal dilihat dari
teksturnya. Aksesoris ini merupakan terusan dari
ujung atap. Finishing aksesoris ini sangat menarik
karena bentuknya yang tubular dan menggelembung
di atas. Hal ini senada dengan bidang lingkar di
4
bawahnya.
4. Struktur Penahan balkon mini pada menara ini
dikemas dalam bentuk kerucut terbalik dengan ada
penekanan pola simetris menara di tengah-tengannya
dibedakan warnanya menjadi putih.
5. Cerukan jendela ujung melingkar dengan teknik
batu ditata setengah lingkaran dengan kunci di tengah,
5 dipercantik profil list yang berundak serta off set
berupa setengah lingkaran juga mempercantik jendela
pada menara ini.
6
Gambar ini sengaja kami ambil dari intenet karena kamera kami tidak dapat menjangkau gambar sejelas ini
sebab terhalang jalan, bangunan dan pepohonan.