Bab 2 Tinjauan Pustaka PDF
Bab 2 Tinjauan Pustaka PDF
2 TINJAUAN PUSTAKA
Genjer (L. flava) merupakan tumbuhan rawa yang berakar dalam tanah,
bergetah dan menghasilkan tanaman baru dengan membengkokkan tangkai
4
epidermis terdapat korteks yang tersusun tidak beraturan. Jaringan korteks terletak
di bagian dalam epidermis yang tersusun dari beberapa lapis sel berkloroplas serta
jaringan pembuluh pengangkut yang tersebar. Jaringan korteks ke arah tengah
daun berkembang dan membentuk ruang antar sel yang besar sebagai tempat
untuk pertukaran dan penyimpanan udara.
Daun tanaman genjer tersusun atas jaringan epidermis, jaringan dasar
(mesofil), jaringan pengangkut, dan jaringan penguat. Permukaan atas dan bawah
daun genjer dilapisi oleh jaringan epidermis. Sel penyusun epidermis tanaman
genjer memiliki bentuk tidak beraturan dan memanjang serta tersusun dengan
rapat. Permukaan epidermis sering dilapisi oleh kutikula atau rambut halus (pilus),
untuk melindungi daun dari serangan pemangsa, spora jamur atau tetesan air
hujan (Wardana 2012).
2.2.1 Protein
Protein adalah molekul makro yang memiliki berat molekul antara lima
ribu hingga beberapa juta dalton. Protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia
yaitu asam amino yang terdiri dari unsur-unsur organik yaitu karbon, hidrogen,
oksigen dan nitrogen. Beberapa asam amino mengandung unsur-unsur mineral
diantaranya fosfor, besi, iodium, dan kobalt (Almatsier 2004). Protein berfungsi
sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Protein juga berperan
dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang
mengalami kerusakan. Sayuran yang mengandung protein tinggi biasanya berasal
dari biji-bijian, seperti kacang panjang, buncis, dan kecambah
(Wirakusumah 2007).
Kandungan protein pada bahan pangan dapat dianalisis menggunakan uji
berdasarkan kandungan nitrogen (metode Kjeldahl). Metode ini pada prinsipnya
adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk
karbondioksida dan air serta pelepasan nitrogen dalam bentuk amonia. Jumlah
gram protein dalam bahan pangan (makanan) biasanya dihitung dalam hasil
perkalian jumlah gram nitrogen dengan 6,25. Konstanta ini diperoleh dari asumsi
bahwa protein mengandung 16% nitrogen dan 100/16 = 6,25 (Muchtadi 2001).
2.2.2 Lemak
Lemak merupakan persenyawaan yang terbentuk dari asam lemak dan
gliserol, tersusun oleh unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O).
Lemak mempunyai sifat dapat larut dalam pelarut organik seperti petrolium
benzene, eter, dan sebagainya, tetapi tidak larut dalam air. Bentuk lemak ada dua
yaitu lemak (fat) yang berupa padatan pada suhu kamar misalnya lemak hewan
dan minyak (oil) yang berbentuk cairan dalam suhu kamar misalnya minyak
jagung, minyak kedelai, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun. Secara umum
formulasi kimia suatu asam lemak adalah CH3(CH2)nCOOH (Muchtadi 2001).
Kandungan lemak pada buah dan sayuran umumnya sedikit, lemak yang
terkandung dalam pangan nabati biasanya berupa asam lemak tidak jenuh
(Wirakusumah 2007).
Lemak secara umum memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah
penghasil energi, pembangun atau pembentuk struktur tubuh, penghasil asam
7
lemak essensial yang penting bagi tubuh, pembawa vitamin larut lemak, pelumas
diantara persendian, membantu pengeluaran sisa makanan serta pemberi kepuasan
cita rasa dan agen pengemulsi (Suhardjo dan Kusharto 1988). Lemak yang
terdapat pada bahan pangan nabati umumnya berupa asam lemak tidak jenuh.
Fungsi dari asam lemak tak jenuh yaitu sebagai komponen dari sel-sel saraf,
membran selular, dan senyawa yang menyerupai hormon. Asam lemak tidak
jenuh juga berfungsi sebagai proteksi dan terapi untuk penyakit jantung serta
kanker (Wirakusumah 2007).
2.2.3 Serat
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak
tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran
pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri dari berbagai
substansi yang kebanyakan diantaranya adalah karbohidrat kompleks. Serat
makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble fiber) dan serat
tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya
dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat yang larut di dalam
air antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa.
Contoh serat tidak larut adalah lignin dan selulosa (Hermaningsih 2008).
Kandungan serat kasar dalam bahan pangan dapat dihitung setelah sampel
kering didestruksi dengan H2SO4 dan NaOH. Kandungan serat kasar dapat
diketahui setelah beberapa kandungan utama seperti protein, lemak, karbohidrat,
dan pati dihilangkan (AOAC 2005). Berdasarkan jenis kelarutannya, serat dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut
dalam air. Sifat kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada
proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi. Selulosa,
hemiselulosa dan lignin tergolong serat tidak larut air. Selulosa merupakan serat-
serat panjang yang terbentuk dari homopolimer glukosa rantai linier. Rantai
molekul pembentuk selulosa akan semakin panjang seiring dengan meningkatnya
umur tanaman. Di dalam tanaman, selulosa berfungsi memperkuat dinding sel.
Hemiselulosa mempunyai rantai molekul lebih pendek dibanding selulosa. Unit
ini terdiri dari heksosa dan pentosa. Hemiselulosa berfungsi sebagai penguat
dinding sel dan cadangan makanan bagi tanaman. Lignin termasuk senyawa
8
aromatik yang tersusun dari polimer fenil propan. Lignin bersama-sama dengan
holoselulosa (gabungan selulosa dan hemiselulosa) berfungsi membentuk jaringan
tanaman (Soelistijani 2005).
2.3 Vitamin
Vitamin adalah komponen tambahan makanan yang berperan sangat
penting dalam gizi manusia, banyak vitamin tidak stabil pada kondisi pemrosesan
tertentu dan penyimpanan, karena itu kandungan vitamin dalam makanan yang
diproses dapat sangat menurun bahkan hilang. Vitamin merupakan zat-zat organik
kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil. Vitamin berperan
sebagai zat pengatur yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu vitamin larut dalam
lemak ( vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut dalam air (B1, B2, B3, B4, B5,
B6, B12, asam folat, biotin, dan vitamin C) (Wirakusumah 2007). Kandungan
vitamin pada berbagai golongan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.
vitamin. Provitamin adalah senyawa yang tidak termasuk vitamin tetapi dapat
diubah menjadi vitamin. Beta karoten dapat diubah menjadi vitamin A pada
dinding usus, 7-dehidrokolesterol dapat diubah menjadi vitamin D3 oleh sinar
ultraviolet. Iradiasi pada tanaman dapat mengubah ergosterol menjadi vitamin D2.
Asam amino triptofan bisa diubah menjadi niasin (60 mg triptofan menghasilkan
1 mg niasin) (Nasoetion 1987).
Kekurangan vitamin telah lama dikenal mengakibatkan penyakit defisiensi
yang serius. Kelebihan dosis vitamin tertentu, terutama vitamin yang larut dalam
lemak, dapat mengakibatkan keracunan yang serius, karena alasan ini
penambahan vitamin ke dalam makanan harus dikendalikan secara hati-hati
(deMan 1989). Vitamin walaupun sifatnya mikro namun memiliki peran yang
penting. Untuk menguji kandungan vitamin dalam bahan pangan dapat digunakan
metode kromatografi (Huyghebaert et al 2003).
2.3.1 Vitamin C
Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling
sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia.
Struktur kimianya terdiri dari 6 rantai atom C (C6H8O6), karena mudah bereaksi
dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat. Vitamin ini merupakan fresh
food vitamin karena sumber utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar.
Sumber-sumbernya diantaranya adalah jeruk, brokoli, brussel sprout, kubis, lobak
dan stroberi (Kamiensky dan Keogh 2006).
Vitamin C diproduksi oleh tumbuhan dalam jumlah yang besar. Fungsi
vitamin C bagi tumbuhan adalah sebagai agen antioksidan yang dapat
menetralkan singlet oksigen yang sangat reaktif, berperan dalam pertumbuhan sel,
berfungsi seperti hormon, dan ikut berperan dalam proses fotosintesis
(Davey 2006). Vitamin C hanya dapat dibentuk oleh tumbuhan dan terdapat pada
sayuran serta buah-buahan dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan karena
tumbuhan memiliki enzim mikrosomal L-gulonolakton oksidase, sebagai
komponen dalam pembentukan asam askorbat (Nasoetion & Karyadi 1987 dan
Padayatty et al. 2003).
Vitamin C pada tumbuhan merupakan metabolit sekunder. Vitamin ini
dapat ditemukan pada buah citrus, tomat, sayuran berwarna hijau, dan kentang.
10
2.4 Mineral
Mineral yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan,
kalsium, dan fosfor. Mineral tersebut memiliki nilai kegunaan yang berbeda-beda
pada manusia (Huyghebaert et al. 2003). Mineral memegang peranan penting
dalam memelihara fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan sebagai katalis dan
kofaktor aktivitas berbagai enzim dalam setiap tahap metabolisme. Mineral
digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro
dibutuhkan dalam jumlah besar (lebih dari 100 mg/hari), sedangkan mineral
mikro dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil (kurang dari 15 mg/hari)
(Wirakusumah 1997).
12
gangguan kalsifikasi pada tulang. Apabila kadar kalsium dalam darah menurun,
maka keseimbangan diperoleh dengan mengambil cadangan dari tulang-tulang
dan gigi. Keadaan ini menyebabkan keropos tulang (osteoporosis) dan gigi geligi
tanggal (Nasoetion et al. 1994).
b. Kalium (K)
Kalium merupakan kation utama dalam sebagian besar sel (cairan
intraseluler) dan otot (Harjono et al. 1996). Kalium berperan dalam pengaturan
kandungan cairan sel. Kalium bersama dengan klorida membantu menjaga
tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium juga membantu dalam
mengaktivasi reaksi enzim yaitu piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam
piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008). Kalium juga
berperan dalam pengaturan fungsi otot. Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah
besar akan menurunkan tekanan darah, sehingga dapat mencegah penyakit darah
tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000).
Angka kecukupan gizi kalium pada orang dewasa adalah sebesar
2.000 mg/hari. Kekurangan kalium pada manusia akan mengakibatkan lemah,
lesu, kehilangan nafsu makan dan kelumpuhan, sedangkan kelebihan akan
menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian serta gangguan fungsi ginjal
(Almatsier 2004).
c. Natrium (Na)
Natrium merupakan bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan
klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga
keseimbangan asam basa (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi rata-rata
natrium orang dewasa adalah sebesar 500-2400 mg/hari. Kekurangan natrium
disebabkan oleh berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga tekanan osmotik
dalam tubuh menurun. Natrium dalam jumlah banyak akan menyebabkan orang
muntah-muntah atau diare, kejang dan kehilangan nafsu makan. Pada saat kadar
natrium dalam darah turun, maka perlu diberikan natrium dan air untuk
mengembalikan keseimbangan (Almatsier 2004). Kelebihan kadar natrium akan
menyebabkan hipertensi yang banyak ditemukan pada masyarakat yang
mengkonsumsi natrium dalam jumlah besar seperti pada masyarakat Asia. Hal ini
14
disebabkan oleh pola konsumsi dengan kandungan natrium yang tinggi yaitu 7,6-
8,2 g/hari (Winarno 2008).
bulan adalah sebesar 1,3-7,5 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 8,2-11,2
mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 12,6-17,4 mg/hari serta usia
19-65 tahun ke atas sebesar 9,3-13,4 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi 2004). Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan yaitu anak-anak,
ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat menyebabkan
terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan kematangan seksual,
gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan
(Almatsier 2004).
2.5 Pengukusan
Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan suhu air 66-82 oC.
Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah
dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan. Pengolahan panas juga
16
mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi, karena degradasi panas dapat
terjadi pada zat gizi (Harris dan Karmas 1989).
Pengolahan yang biasa dilakukan terhadap sayuran seperti semanggi
sebelum dikonsumsi adalah pengukusan. Pengukusan termasuk perlakuan
pemasakan menggunakan panas basah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan
yaitu aman, bergizi dan dapat diterima secara sensori maupun kimia
(Harris dan Karmas 1989). Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat
gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan
yang dikukus. Keragaman susut zat gizi di antara berbagai cara pengukusan
terutama terjadi akibat degradasi oksidatif (Harris dan Karmas 1989).
Alat yang digunakan untuk proses pengukusan berupa dandang yang
terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian
berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan
sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan.
Untuk sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat.
Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak
banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah, dan harum, serta kemungkinan
sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999).