Anda di halaman 1dari 21

NYERI MUSKULOSKELETAL

Pembimbing
dr. Risma Karlina Pranawati, Sp.S., M.Biomed

Disusun Oleh :
Rizqi Dwi Admaja

201820401011111

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,

Laporan Elektif yang berjudul “Nyeri Muskuloskeletal” dapat saya selesaikan. Laporan ini

disusun sebagai bagian dari proses belajar selama kepaniteraan klinik di stase elktif. Saya

menyadari bahwa laporan ini tidaklah sempurna, untuk itu saya mohon maaf atas segala

kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan laporan ini.

Saya berterima kasih kepada dokter pembimbing dr. Risma Karlina Pranawati, Sp.S.,
M.Biomed atas bimbingan dalam penyusunan laporan ini. Saya sangat menghargai segala
kritik dan saran sehingga laporan ini bisa menjadi lebih baik dan dapat lebih berguna bagi
pihak-pihak yang membacanya di kemudian hari.

Pamekasan, 20 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................................i

Kata Pengantar...........................................................................................................................ii

Daftar Isi ............................................................................................................................................... iii

Pendahuluan...............................................................................................................................4

Definisi Nyeri ....................................................................................................................................... 6

Klasifikasi Nyeri................................................................................................................................... 6

Patofisiologi Nyeri ............................................................................................................................... 8

Diagnosis Klinis Nyeri ...................................................................................................................... 14

Penatalaksanaan Nyeri ....................................................................................................................... 15

Komplikasi .......................................................................................................................................... 17

Prognosis..................................................................................................................................17

Kesimpulan...............................................................................................................................19

Daftar Pustaka ..................................................................................................................................... 21

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri merupakan keluhan tersering yang membawa seseorang datang

mencari pertolongan dokter. Nyeri merupakan gejala utama berbagai penyakit dan

gejala tambahan banyak keadaan atau kelainan lain serta sangat mempengaruhi

kualitas hidup dan status fungsional seseorang. Akhir-akhir ini penelitian terhadap

nyeri menarik minaat banyak bidang kesehatan. Di Amerika Serikat saat ini, Pain

Medicine merupakan subspesialisasi dari beberapa bidang ilmu kedokteran seperti

neurologi, anestesi, rehabilitasi medik dan psikiatri.

Nyeri adalah fenomena kompleks yang mencakup baik komponen

sensoris-diskriminatif dan motivasional-afektif. Komponen sensoris-diskriminatif

nyeri bergantung pada proyeksi traktus ke atas (termasuk traktus spinotalamikus

dan trigeminotalamikus) menuju korteks serebral. Pemrosesan sensoris pada

tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi ini menghasilkan persepsi kualitas nyeri

(tusukan, terbakar, sakit), lokasi rangsangan nyeri, dan intensitas nyeri. Respon

motivasional-afektif terhadap rangsangan nyeri mencakup perhatian dan

bangkitan, refleks somatik dan otonom, respon endokrin, dan perubahan

emosional. Hal ini menjelaskan secara kolektif untuk sifat tidak menyenangkan

dari rangsangan yang menyakitkan.

Definisi nyeri seperti yang diajukan oleh Perhimpunan Internasional dalam

mempelajari nyeri menekankan sifat kompleks nyeri sebagai suatu keadaan fisik,

emosional, dan psikologis. Hal ini dikenali bahwa nyeri tidak harus berkorelasi

dengan derajat kerusakan jaringan yang hadir. Kegagalan untuk menghargai

4
faktor-faktor kompleks yang mempengaruhi pengalaman nyeri maupun

ketergantungan sepenuhnya pada temuan pemeriksaan fisik dan uji laboratorium

mungkin mengarahkan pada kesalahpahaman maupun pengobatan yang tidak

adekuat terhadap nyeri. Konsep anatomis yang terlalu disederhanakan merupakan

predisposisi terhadap intervensi terapeutik sederhana, seperti neurektomi atau

rhizotomi, yang mungkin mengintensifkan nyeri atau membuat nyeri baru dan

kerap kali sangat mengganggu.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut batasan yang digunakan oleh International Association for the Study

of Pain (IASP), nyeri adalah "an unpleasant sensory and emotional experience

associated with actual or potential tissue damage, or described in terms of such

damage".

2.2. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu :

1. Menurut Jenisnya : nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, dan nyeri

psikogenik.

2. Menurut timbulnya nyeri : nyeri akut dan nyeri kronis.

3. Menurut penyebabnya : nyeri onkologik dan nyeri non onkologik.

4. Menurut derajat nyerinya : nyeri ringan, sedang dan berat.

Menurut timbulnya nyeri

 Nyeri akut

Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera atau intervensi bedah

dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai

ringan. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis,

setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul,

biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri.

Misalnya nyeri pasca bedah.

6
 Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang

suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya

berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang

tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan

progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri

kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang

mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang

sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini

biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada

penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik

dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien

menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu

yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena ia

tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari. Misalnya nyeri

post-herpetic, nyeri phantom atau nyeri karena kanker.

Menurut derajat nyerinya.

Berdasarkan derajat nyerinya diklasifikasikan menjadi 3 kriteria, yaitu :

1. Nyeri ringan : adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu

melakukan aktifitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.

2. Nyeri sedang : adalah nyeri yang terus menerus, aktifitas terganggu, yang

hanya hilang jika penderita tidur.

7
3. Nyeri berat : adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari,

penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu

tidur.

Nyeri akut Nyeri kronik


- Lamanya dalam hitungan menit - Lamannya sampai hitungan
- Sensasi tajam menusuk bulan
- Dibawa oleh serat A-delta - Sensasi terbakar, tumpul, pegal
- Ditandai peningkatan BP, nadi, - Dibawa oleh serat C
dan respirasi - Fungsi fisiologi bersifat normal
- Kausanya spesifik, dapat - Kausanya mungkin jelas
diidentifikasi secara biologis mungkin tidak
- Respon pasien : Fokus pada - Tidak ada keluhan nyeri, depresi
nyeri, menangis dan mengerang, dan kelelahan
cemas - Tidak ada aktifitas fisik sebagai
- Tingkah laku menggosok respon terhadap nyeri
bagian yang nyeri - Respon terhadap analgesik :
- Respon terhadap analgesik : sering kurang meredakan nyeri
meredakan nyeri secara efektif

2.3 Patofisiologi

Nyeri terjadi apabila terdapat adanya rangsangan mekanikal, termal atau

kimiawi yang melewati ambang rangsang tertentu. Rangsangan ini terdeteksi oleh

nosiseptor yang merupakan ujung-ujung saraf bebas. Rangsangan akan dibawa

sebagai impuls saraf melalui serabut A delta yang bermielin, berkecepatan hantar

yang cepat dan bertanggung jawab terhadap nyeri yang cepat, tajam, terlokalisasi

serta serabut C yang tidak bermielin berkecepatan hantar saraf lambat dan

bertanggung jawab atas nyeri yang tumpul dan tidak terlokalisasi dengan jelas.

8
Berdasarkan mekanisme terjadinya, nyeri terbagi menjadi nyeri nosiseptif dan

nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif disebabkan adanya kerusakan jaringan yang

mengakibatkan dilepaskannya bahan kimiawi yang disebut excitatory

neurotransmitter seperti histamin dan bradikinin, yang bertanggung jawab

terhadap timbulnya rekasi inflamasi. Selanjutnya bradikinin melepaskan

prostaglandin dan substansi P, yang merupakan neurotransmitter kuat. Nyeri

nosiseptif dibagi menjadi nyeri viseral dan nyeri somatik. Nyeri viseral terjadi

akibat stimulasi nosiseptor yang berada di rongga abdominal dan rongga thoraks.

Nyeri somatik terbagi menjadi nyeri somatik dalam dan nyeri kutaneus. Nyeri

somatik dalam berasal dari tulang, tendon, saraf dan pembuluh darah, sedang

nyeri kutaneus berasal dari kulit dan jaringan bawah kulit.

Nyeri neuropatik berasal dari kerusakan jaringan saraf akibat penyakit atau

trauma, disebut nyeri neuropatik perifer apabila disebabkan oleh lesi saraf tepi,

dan nyeri sentral apabila disebabkan lesi pada otak, batang otak atau medula

spinalis.

Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang

berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.

Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

a. Serabut A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)

yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila

penyebab nyeri dihilangkan

b. Serabut C

9
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)

yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul

dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik (deep somatic) dalam meliputi reseptor

nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan

penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul

merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi

organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri

yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan

organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

Seperti halnya berbagai stimulus yang disadari lainnya, persepsi nyeri

dihantarkan oleh neuron khusus yang bertindak sebagai reseptor, pendeteksi

stimulus, penguat dan penghantar menuju sistem saraf pusat. Sensasi tersebut

sering didekripsikan sebagai protopatik (noxious) dan epikritik (non-noxious).

Sensasi epiritik (sentuhan ringan, tekanan, propriosepsi, dan perbedaan

temperatur) ditandai dengan reseptor ambang rendah yang secara umum

dihantarkan oleh serabut saraf besar bermielin. Sebaliknya, sensasi protopatik

(nyeri) ditandai dengan reseptor ambang tinggi yang dihantarkan oleh serabut

saraf bermielin yang lebih kecil (A delta) serta serabut saraf tak bermielin

(serabut C).

Stimulus ini melalui empat proses tersendiri yaitu :

1. Transduksi

10
Proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik

di reseptor nyeri. Terjadi karena pelepasan mediator kimia seperti

prostaglandin dari sel rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast,

serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf. Stimuli ini dapat

berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).

2. Transmisi

Proses penerusan impuls nyeri dari tempat transduksi melalui nosiseptor saraf

perifer. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C

sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls

tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus

sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls

disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga,

dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

3. Modulasi

Melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desenden dari otak yang

dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi ini

juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan

aktifitas di reseptor nyeri.

4. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari

proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan

suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.

11
Respons tubuh terhadap trauma atau nyeri adalah terjadinya reaksi endokrin

berupa mobilisasi hormon-hormon katabolik dan terjadinya reaksi imunologik,

yang secara umum disebut sebagai respons stres. Respons stres ini sangat

merugikan pasien, karena selain akan menurunkan cadangan dan daya tahan

tubuh, juga meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, mengganggu fungsi

respirasi dengan segala konsekuensinya, serta akan mengundang resiko

terjadinya tromboemboli, yang pada gilirannya meningkatkan morbiditas dan

mortalitas.

Respon endokrin.

Rangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya

terjadi pelepasan hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, angiotensin

II, ADH, ACTH, GH dan glukagon, sebaliknya terjadi penekanan sekresi

hormon anabolik seperti insulin. Hormon katabolik akan menyebabkan

hiperglikemia melalui mekanisme resistensi terhadap insulin dan proses

glukoneogenesis, selanjutnya terjadi katabolisme protein dan lipolisis.

Kejadian ini akan menimbulkan balans nitrogen negatif. Aldosteron, kortisol,

ADH menyebabkan terjadinya retensi Na dan air. Katekolamin merangsang

reseptor nyeri sehingga intensitas nyeri bertambah. Dengan demikian

terjadilah siklus vitriosus.

Efek Nyeri Terhadap Kardiovaskular dan Respirasi.

Pelepasan Katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan aktifasi

Angiotensin II akan menimbulkan efek pada kardiovaskular. Hormon-hormon

ini mempunyai efek langsung pada miokardium atau pembuluh darah dan

meningkatkan retensi Na dan air. Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi.

12
Katekolamin menimbulkan takikardia, meningkatkan kontraktilitas otot

jantung dan resistensi vaskular perifer, sehingga terjadilah hipertensi.

Takikardia serta disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard. Ditambah

dengan retensi Na dan air, maka timbullah resiko gagal jantung kongesti.

Bertambahnya cairan ekstraselluler di paru-paru akan menimbulkan

kelainan ventilasi perfusi. Nyeri di daerah dada atau abdomen akan

menimbulkan peningkatan tonus otot di daerah tersebut sehingga dapat

muncul resiko hipoventilasi, kesulitan bernafas dalam dan mengeluarkan

sputum, sehingga penderita mudah mengalami penyulit atelektasis dan

hipoksemia.

Efek Nyeri Terhadap sistem Organ Yang Lain.

Peningkatan aktivitas simpatis akibat nyeri menimbulkan inhibisi fungsi

saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada penderita nyeri.

Terhadap fungsi immunlogik, nyeri akan menimbulkan limfopenia,

leukositosis, dan depresi RES. Akibatnya resistensi terhadap kuman patogen

menurun, Kemudian, terhadap fungsi koagulasi, nyeri akan menimbulkan

perubahan viskositas darah, fungsi platelet. Terjadi peningkatan adesivitas

trombosit. Ditambah dengan efek katekolamin yang menimbulkan

vasokonstriksi dan immobilisasi akibat nyeri, maka akan mudah terjadi

komplikasi trombosis.

13
2.4. Diagnosis Nyeri Neuropati

Diagnosis nyeri neuropati meliputi :

Anamnesis.

Hal-hal yang perlu dilakukan adalah sbb. :

1. Menentukan jenis nyeri :nyeri neuropati atau bukan ? ini dapat diketahui

dengan melihat symptom/kualitas nyeri dan mekanisme timbulnya (infeksi,

kelainan metabolik, kompresi, iskemia dll.)

2. Asesmen

i. Apakah nyeri timbula spontan atau dicetuskan

ii. Sifat nyeri : menusuk, panas, hiperalgesia, alodinia ?

iii. Perjalanan penyakit (awal, hilang timbul atau tidak, paroksismal)

iv. Adakah faktor yang memperberat dan memperingan nyeri ?

v. Intensitas nyeri (dengan menggunakan skala Numeric pain intensity scale

(NPIS), Visual analog scale (VAS), Faces pain rating scale (FPRS).

vi. Rasa nyeri seperti tersengat listrik.

Pemeriksaan Fisik Umum

 Keadaan umum

 Tanda vital

 Ada tidaknya kelainan sistemik

 Ekspresi wajah.

Pemeriksaan Fisik Neurologik

 Pemeriksaan saraf kranialis

 Pemeriksaan motorik (kekuatan , postur, cara berjalan, range of movement

 (ROM).

14
 Pemeriksaan sensorik : defisit sensorik disamping nyeri,suhu, getar, posisi

 dan raba

 Fungsi otonom : keringat, vasomotor

Status lokalis perlu juga diperiksa untuk menetukan ada tidaknya luka, massa,

nyeri tekan dan nyeri gerak.

Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan untuk menentukan alodinia dan hiperalgesia

Pemeriksaan Penunjang

Tidak rutin dilakukan tergantung kasus yang dihadapi. Peperiksaan penunjang

yang umumnya diperlukan adalah :

 Radiologi : foto polos, Ct scan, MRI, Sken tulang

 Neurofisiologik : EMG, NCV, evoked potensials, EEG

 Laboratorium :darah, petanda tumor (tumor marker)

2.5 Penatalaksnaan Nyeri Neuropatik Berdasarkan Mekanisme

Modalitas terapi pada nyeri neuropatik mencakup :

a. Terapi farmakologik : Analgetik, adjuvan dan topikal

b. Blok saraf dan neurolitik

c. Neuromodulasi menggunakan TENS, stimulasi medula spinalis, lemniscus

medialis, dll

d. Bedah : Rhizotomi, Simpatektomi, DREZ, Kordotomi, hipofrektomi,

dekompresi mikrovaskular

15
e. Rehabilitasi : meliputi terapi fisik dan psikologik

Setiap nyeri neuropatik memiliki berbagai karakteristik, di antaranya etiologi

(penyakit penyebab), mekanisme penyebab, berdasarkan penyakit

(disease-based) dan merupakan pendekatan terapi yang paling umum

digunakan. Belakangan ini, banyak diteliti pendekatan lain terapi nyeri

neuropatik, yaitu berdasarkan mekanisme (mechanism-based) dan

simptom (symptom-based)

Agar dapat efektif, terapi nyeri neuropatik idealnya dapat :

a. Menghilangkan nyeri lewat terapi efektif yang ditujukan ke simptom

b. Meningkatkan kualitas hidup hidup pasien

Dari beragam jenis obat-obatan yang digunakan dalam terapi saat ini,

belum ditemukan obat pilihan unggulan (drug of choise) untuk terapi nyeri

neuropatik. Dokter umumnya dihadapkan pada berbagai pilihan antara analgesik

non-opioid (OAINS) (opioid ) maupun adjuvant seperti antikonvulsan ,

antidepresan dan golongan neuroleptik serta antiritmik, anastesi lokal. Analgesik

adjuvan adalah obat-obat yang indikasi primernya bukan untuk mengobati nyeri,

namun digunakan untuk meningkatkan analgesia dalam kondisi tertentu.

Secara konvensional, terapi farmaka nyeri neuropatik dapat diurutkan

mulai dari yang paling tidak invasif hingga yang paling invasif (terapi psikologik,

topikal, oral, injeksi dan intervensi). Terapi tidak harus mengikuti urutan ini,

namun dapat disesuaikan dengan kondisi penyakit masing-masing (bahkan jika

perlu dapat dilakukan beberapa terapi bersamaan). Salah satu modalitas terapi

yang paling banyak digunakan adalah analgesik, mencakup analgetik non opioid

16
(OAINS/obat anti inflamasi non steroid, parasetamol dan tramadol) dan opioid

(kodein, hidrokodein, morfin, hidromorfin, metadon, levorvanol).

2.6 Komplikasi

Nyeri akut dapat berubah menjadi nyeri kronik, dimana insidensi nyeri

kronik pasca amputasi tungkai sekita 35-85%, pasca thorakotomi 22-67%, pasca

operasi payudara 31-80%, dan pasca operasi hernia 4-37%. Nyeri yang persisten

selalu mengganggu kehidupan sehari-hari penderita. Gangguan tersebut pada

gilirannya dapat menyebabkan krisis identitas. Krisis identitas dialami sebagai

penderitaan, misalnya seorang yang menderita nyeri punggung dan membutuhkan

bantuan orang lain untuk buang air kecil dan buang air besar. Disamping dampak

psikologis di atas, nyeri dapat juga menyebabkan kenaikan tekanan darah,

palpitasi, penurunan aktivitas, sampai disabilitas.

Secara ekonomi, nyeri sangat membebani penderita dan keluarganya.

Sebagian besar kerugian disebabkan oleh hilangnya jam kerja dan biaya

pengobatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nyeri dapat mengubah

individu secara menyeluruh, fisiologis, psikologis, maupun social ekonomi.

2.7 Prognosis

Pasien dengan nyeri yang multiple menunjukkan penurunan kualitas

fungsi atau mengalami gangguan fungsional dan memiliki prognosis yang lebih

buruk untuk bias bekerja di masa yang akan datang (Miro J. et al,2012). Untuk

penderita nyeri neuropatik, dari berbagai penelitian yang sistematis dengan

berbagai pengobatan, ternyata penyembuhan dengan kategori sedang sampai baik

hanya pada 1/3 dari seluruh pasien. Oleh karena itu, penanganan nyeri sebaiknya

17
dilakukan sedini mungkin dengan optimal dan rasional dengan tujuan mengurangi

dampak nyeri tersebut.

18
BAB 3

KESIMPULAN

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau suatu

keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan.

Berdasarkan batasan tersebut di atas, terdapat dua asumsi perihal nyeri,

yaitu :

 Pertama, bahwa persepsi nyeri merupakan sensasi yang tidak

menyenangkan, berkaitan dengan pengalaman emosional menyusul adanya

kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception). Keadaan nyeri

seperti ini disebut sebagai nyeri akut.

 Kedua, bahwa perasaan yang sama dapat juga terjadi tanpa disertai dengan

kerusakan jaringan yang nyata (pain without nociception). Keadaan nyeri

seperti ini disebut sebagai nyeri kronis.

Nyeri, selain menimbulkan penderitaan, juga berfungsi sebagai

mekanisme proteksi, defensif dan penunjang diagnostik. Sebagai mekanisme

proteksi, sensibel nyeri memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu

trauma atau penyebab nyeri sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan

jaringan tubuh. Sebagai mekanisme defensif, memungkinkan untuk immobilsasi

organ tubuh yang mengalami inflamasi atau patah sehingga sensibel yang

dirasakan akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan.

Nyeri juga dapat berperan sebagai penuntun diagnostik, karena dengan

adanya nyeri pada daerah tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat

19
diketahui, misalnya, nyeri yang dirasakan oleh seorang pada daerah perut kanan

bawah, kemungkinan pasien tersebut menderita radang usus buntu. Contoh lain,

misalnya seorang ibu hamil cukup bulan, mengalami rasa nyeri di daerah perut,

kemungkinan merupakan tanda bahwa proses persalinan sudah dimulai.

Penatalaksanaan terhadap nyeri yang hebat dan berkepanjangan yang

mengakibatkan penderitaan yang sangat berat bagi pasien pada hakikatnya tidak

saja tertuju pada usaha untuk mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu,

melainkan bermaksud menjangkau mutu kehidupan pasien, sehingga ia dapat

menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga maupun lingkungannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adam, R.D., & Victor, M., 2018. Principles of Neurology 10th ed. Mc Graw Hill.

NewYork, pp. 204-3.

Kuntono, Heru P., 2011. Nyeri Neuropatik pada Kondisi Nyeri

Neuromuskuloskeletal. Seminar dan Pelatihan Nasional Nyeri

Muskuloskeletal Alumnus DIV Fisioterapi.

Lucas Meliala,Nyeri : keluhan yang terabaikan , UGM : Yogyakarta; 2004

Miro, Jordi, Kevin J. , Gregory T. et al, Chronic Pain in Neuromuscular Disease,

Phys Med Rehabil Clin; 2012

Priguna, S., 2010. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. PT. Dian Rakyat,

Jakarta.

Purba, J.S., 2010. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Tamsuri, A. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. 2007. Jakarta: EGC, 1-63

Treede, RD. International Association for Study of Pain. Pain Rep. 2018 Mar;

3(2): e643 Published online 2018

Mar doi: 10.1097/PR9.0000000000000643

21

Anda mungkin juga menyukai