Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

OTOMIKOSIS
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi
Otomikosis adalah peradangan pada kanalis auditorius eksternus yang
disebabkan oleh jamur yang terbatas pada lapisan terluar kulit, rambut dan kuku serta
membran mukosa. (Herniawati.2010).
Otomikosis (dikenal juga dengan Singapore Ear ), adalah infeksi telinga yang
disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis auditorius
eksternus. (Mansjoer dkk, 2014).
Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat
akut dan subakut, dan khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan
ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan
epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi,
dan nyeri. (Kahar, Abdul, 2011).

1.1.2 Etiologi
Otomikosis dapat disebabkan oleh berbagai jenis jamur, namun yang paling
umum adalah jenis Candida dan Aspergillus. Infeksi terjadi ketika jamur masuk ke
dalam telinga. Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder
dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang
diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.
Selain adanya agen penyebab yaitu jamur, kejadian otomikosis juga
berhubungan dengan berbagai macam faktor predisposisi. Faktor lingkungan terdiri
dari suhu dan kelembaban. Faktor lokal termasuk infeksi kronik pada telinga,
penggunaan tetes telinga, penggunaan steroid, adanya infeksi jamur pada bagian tubuh
lainnya seperti dermatomikosis atau vaginitis, gangguan fungsi imunitas, malnutrisi
dan perubahan hormonal tubuh yang dapat memicu timbulnya infeksi seperti pada
keadaan menstruasi ataupun pada wanita hamil. Otomikosis meningkat pada iklim
panas dan lembab karena kondisi ini sangat sesuai untuk proses pertumbuhan jamur.
Kondisi panas dan lembab juga berpengaruh pada permukaan epitel liang telinga
karena dalam kondisi ini liang telinga lebih banyak menyerap air sehingga sangat
rentan terhadap infeksi. (Rusmarjono, Kartosoediro S, 2011).
1.1.3 Klasifikasi
Menurut Alfarisi secara klinik Otomikosis terbagi:
a. Otomikosis Ringan: kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga
menyempit.
b. Otomikosis Sedang: liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat
positif.
c. Otomikosis Komplikasi: Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak.
d. Otomikosis Kronik: Kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif.

1.1.4 Patofisiologi
Pada kondisi normal, terdapat berbagai mikroorganisme pada liang telinga yang
merupakan organisme komensal. Organisme ini bersifat non patogen selama terdapat
keseimbangan antara sistem pertahanan tubuh dengan berbagai organisme tersebut.
Kelembaban dan lingkungan tropis memberikan kondisi yang dibutuhkan jamur untuk
berproliferasi. Kanalis auditorius yang intak mempunyai kemampuan untuk
membersihkan dirinya sendiri dengan migrasi sel epitel yang terkelupas keluar
bersama dengan serumen. Serumen menjaga kanalis auditorius eksternus dalam
kondisi asam. pH kanalis auditorius eksternus mempunyai rentang antara 4,2 hingga
5,6. Kondisi asam tersebut mempunyai efek anti-mikotik dan bakteriostatik.
Kerusakan dari setiap pelindung KAE dapat menyebabkan kolonisasi dan invasi oleh
Meningkatnya insidensi otomikosis mungkin berhubungan dengan
meningkatnya pengeluaran keringat dan berubahnya kelembaban udara di permukaan
epitel liang telinga. Epitel di liang telinga banyak menyerap air pada keadaan tersebut
ehingga lebih mudah terkena infeksi. Pada pasien-pasien dengan penyakit gangguan
imun berat otomikosis yang invasif juga banyak ditemukan. Adanya pertumbuhan
jamur yang berlebihan tampak pada pasien yang menggunakan antibiotik hal tersebut
terjadi karena terganggunya flora normal yang terdapat dalam tubuhorganisme
patogen. (Pracy, R. 2013)
.
1.1.5 Manifestasi Klinis
a. Nyeri
b. Gangguan pendengaran
c. Rasa penuh pada telinga
d. Gatal
e. Terdapat secret yang berbau
f. Liang telinga tampak bengkak
g. Hiperemis
h. Adanya edema

1.1.6 Komplikasi
Komplikasinya meliputi :
a. Kondritis
b. Parotitis
c. Penyempitan saluran telinga
d. Otitis kronik
e. Defisit pendengaran
f. Osteomielitis tulang temporal dan basis kranii
g. Kelumpuhan syaraf fasial serta syaraf otak lain
h. Kematian

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis adalah swab
telinga dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH. Akan tampak hifa dan spora pada
pemeriksaan mikroskopis. Sedangkan untuk menentukan spesies yang menginveksi
dapat dilakukan kultur.

1.1.8 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan
lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang
yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga
harus sering dibersihkan.
Pengobatan yang dapat diberikan seperti :
1. Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga
biasanya dapat menyembuhkan.
2. Tetes telinga siap beli seperti VoSol (asam asetat nonakueus 2 %), Cresylate (m-
kresil asetat) dan Otic Domeboro (asam asetat 2 %) bermanfaat bagi banyak
kasus.
3. Larutan timol 2 % dalam spiritus dilutes (alkohol 70 %) atau meneteskan larutan
burrowi 5 % satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan desinfektan
biasanya memberi hasil pengobatan yang memuaskan.
4. Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %.
5. Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti
preparat yang mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur
yang diberikan secara sistemik.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara
komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak
menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini
menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur topikal, juga
harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan
tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan dengan
air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat ketika
menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah
homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan membawa
kepada resolusi komplit dari penyakit ini.

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan


2.1.1 Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien merasakan nyeri pada telinga kanan, perasaan tidak enak pada
telinga, pendengaran berkurang, ketika membersihkan telinga keluar cairan
berbau busuk
b. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan, apakah tiba-tiba atau perlahan-lahan,
sejauh mana keluhan dirasakan, apa yang memperberat dan memperingan
keluhan dan apa usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi keluhan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien dan keluarganya: apakah klien dahulu pernah menderita
sakit seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti
panas tinggi, kejang, apakah klien sering mengorek-ngorek telinga dengan jepit
rambut atau cutton buds sehingga terjadi trauma, apakah klien sering berenang.
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti
klien saat ini dan apakah keluarga pernah menderita penyakit DM.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Inspeksi liang telinga, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan
pada MAE, warna kulit telinga, apakah terdapat benda asing, peradangan,
tumor.
2) Inspeksi dapat menggunakan alat otoskopik (untuk melihat MAE sampai
ke membran timpany). Apakah suhu tubuh klien meningkat.
b. Palpasi
Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon nyeri dari
klien, maka dapat dipastikan klien menderita Otomikosis

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri b/d respon inflamasi
2. Gangguan persepsi sensori : pendengaran b/d sumbatan liang telinga
3. Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan pemahaman suara
4. Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh
5. Resti infeksi b/d peningkatan produksi panas

2.1.3 Intervensi Keperawatan


1. Nyeri b/d respon inflamasi
Dalam waktu 3 x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang
Kriteria hasil :
1. Skala nyeri berkurang yaitu 0-1
2. Pasien dapat beristirahat
3. Ekspresi meringis (-)
4. TTV dalam batas normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100, RR : 16-
24 x/menit, T : 36,5-37,5°C)
5. Kanalis tetap terbuka
INTERVENSI RASIONAL
1. BHSP 1. Meningkatkan kepercayaan
pasien
2. Berikan lingkungan tenang dan 2. Membantu pasien untuk dapat
nyaman beristirahat
3. Memasang sumbu bila kanalis 3. untuk menjaga kanalis tetap
auditorius mengalami edema terbuka
4. Ajarkan teknik ditraksi dan relaksasi 4. Mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
5. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai 5. Mengurangi rasa sakit yang
indikasi dirasakan pasien
6. Kaji skala nyeri 6. Mengetahui skala nyeri pasien
7. Pantau TTV pasien 7. Untuk mengetahui status
kesehatan pasien

2. Gangguan persepsi sensori : pendengaran b/d sumbatan liang telinga


Tujuan : dalam waktu 2x24 jam Setelah dilakukan tindakan keperawatan gagguan
persepsi sensoridapat teratasi
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat berinteraksi
INTERVENSI RASIONAL
1. Berbicara dengan suara yang jelas 1. Memudahkan pasien untuk
berinteraksi
2. Menggunakan kalimat atau bahasa 2. Memudahkan pasien untuk
yang mudah dimengerti berinteraksi
3. Berdiri dihadapan klien saat berbicara 3. Memudahkan pasien untuk
berinteraksi

3. Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan pemahaman suara


Tujuan : dalam waktu 2x24 jam Setelah dilakukan tindakan keperawatan gagguan
persepsi sensoridapat teratasi
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat berinteraksi
INTERVENSI RASIONAL
1. Dapatkan apa metode komunikasi 1. Dengan mengetahui metode
yang dinginkan dan catat pada rencana komunikasi yang diinginkan oleh
perawatan metode yang digunakan klien maka metode yang akan
oleh staf dan klien, seperti : digunakan dapat disesuaikan
a. Tulisan dengan kemampuan dan
b. Berbicara keterbatasan klien.
c. Bahasa isyarat.
2. Gunakan faktor-faktor yang 2. Memungkinkan komunikasi dua
meningkatkan pendengaran dan arah anatara perawat dengan klien
pemahaman. dapat berjalan dnegan baik dan
a. Bicara dengan jelas, menghadap klien dapat menerima pesan
individu. perawat secara tepat.
b. Ulangi jika klien tidak memahami
seluruh isi pembicaraan.
c. Gunakan rabaan dan isyarat untuk
meningkatkan komunikasi.
3. Kaji kemampuan untuk menerima 3. Pesan yang ingin disampaikan
pesan secara verbal. oleh perawat kepada klien dapat
diterima dengan baik oleh klien

4. Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh


Tujuan : dalam waktu 1 x 24jam setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu
tubuh pasien normal (36,5-37,5°C)
Kriteria Hasil:
1. Pasien tidak berkeringat lagi
2. Kulit tidak merah
3. Pasien tidak mengeluh panas
4. Pasien tidak dehidrasi
5. Suhu tubuh normal (36,5-37,5°C)
INTERVENSI RASIONAL
1. Beri kompres hangat pada pasien 1. mengurangi panas dengan cara
konveksi
2. Anjurkan klien untuk banyak minum 2. menghindari dehidrasi klien
3. Buka pakaian pasien 3. mengurangi panas dengan cara
evaporasi
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai 4. mengurangi panas yang dirasakan
indikasi : antrain klien
5. Observasi suhu tubuh pasien 5. mengevaluasi/mengetahui suhu
tubuh klien

5. Resti infeksi b/d peningkatan produksi panas


Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
tidak mengalami infeksi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi kontaminasi silang
2. Suhu tubuh normal (36,5-37,5°C)
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi/batasi pengunjung, bila perlu.
1. mencegah kontaminasi silang dari
Jelaskan prosedur isolasi terhadap
pengunjung
pengunjung bila perlu
2. Tekankan tentang pentingnya teknik 2. mencegah kontaminasi silang :
mencuci tangan yang baik untuk menurunkan risiko infeksi
semua individu yang datang kontak
dengan pasien
3. Implementasikan teknik isolasi yang 3. tergantung tipe pustula ; untuk
tepat sesuai indikasi menurunkan risiko kontaminasi
silang/terpajannya pada flora
bakteri multiple
4. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai 4. Mengurangi risiko infeksi
indikasi (antipseudomonas)
5. Observasi suhu tubuh pasien 5. Untuk mengetahui status suhu
tubuh pasien

2.1.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi Keperawatan merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat.
Implementasi Keperawatan adalah merupakan pemberian asuhan keperawatan yang
nyata serta merupakan penyelesaian dari tindakan keperawatan untuk mencapai
sasaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan yaitu dengan terpenuhinya
kebutuhan klien secara optimal (Gaffar, 2015).

2.1.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan, ditulis dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk
mendokumentasikan keadaan klien berupa keberhasilan maupun ketidakberhasilan
yang dilihat dari masalah yang ada (Gaffar, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi.2011. Apa itu Otomikosis dan Apa Penyebabnya http://doc-
alfarisi./2011/06/apa-itu-Otomikosis-apa-penyebabnya.html diakses Pada
tanggal 16 Juni 2019 pukul 20:00
Gaffar, 2015. Teori dan Manajemen Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Herniawati.2010. Otitis Eksterna.http://harnawatiaj.wordpress.com/2010/03/09/otitis-
eksterna/ diakses tanggal 16 Juni 2019 pukul 20:00
Kahar, Abdul. 2010. Penyakit-penyakit Telinga Luar. http://chaharkudo.
Fdf.com/2010/12/penyakit-akut-celah-telinga-tengah.html diakses tanggal 16
Juni 2019 pukul 20:00
Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, dkk. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Pracy, R. 2013. Buku Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung dan Tenggorok. Gramedia :
Jakarta
Rusmarjono, Kartosoediro S. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung –
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai