Suku Tengger kaya akan kepercayaan dan upacara adat, diantaranya ialah:
1. Upacara Adat Karo : Dilakukan pada bulan Puso, yang merupakan hari raya
terbesar masyarakat Tengger, tujuan penyelenggaraan upacara karo adalah
Mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widi Wasa dan menghormati
leluhurnya, memperingati asal usul manusia, untuk kembali pada kesucian.
2. Upacara Pujan Kapat : Jatuh pada bulan keempat menurut tahun saka,
bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu
pemujaan terhadap arah mata angin.
3. Upacara Pujan Kawolu : Jatuh pada bulan kedelapan tahun saka. Masyarakat
mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air,
api, angin, matahari, bulan dan bintang.
4. Upacara Pujan Kasanga : Jatuh pada bulan sembilan tahun saka. Masyarakat
berkeliling desa dengan membunyikan kentongan dengan membawa obor.
1
Tujuan upacara ini adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk
keselamatan Masyarakat Tengger.
5. Upacara Pujan Kasada : Upacara ini disebut juga sebagai Hari Raya Kurban.
Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya Kasada.
6. Upacara Bari’an : Upacara ini dilakukan setelah terjadi bencana alam,
dilaksanakan 5-7 hari setelah bencana itu terjadi. Upacara Bari’an juga
dilaksanakan sebagai wujud ungkapan syukur kepada Sang Hyang Widi.
7. Upacara Unan-unan : Diadakan hanya setiap lima tahun sekali. Tujuannya
untuk melalukakan penghormatan terhadap Roh Leluhur. Dalam upacara ini
selalu diadakan penyembelihan binatang ternak yaitu Kerbau. Kepala Kerbau
dan kulitnya diletakkan diatas ancak besar yang terbuat dari bambu, diarak ke
sanggar pamujan.
8. Upacara Entas-entas : Dimaksudkan untuk menyucikan arwah (roh) orang
yang telah meninggal dunia supaya orang tersebut masuk surga, dilakukan pada
hari ke 1000 setelah orang tersebut meninggal.
A. KEADAAN GEOGRAFIS
Luas daerah Tengger kurang lebih 40km dan utara ke selatan; 20-30 km dan timur
ke barat, di atas ketinggian antara 1000m - 3675 m. Daerah Tengger teletak pada bagian
dari empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang. Tipe
permukaan tanahnya bergunung-gunung dengan tebing-tebing yang curam. Kaldera
Tengger adalah lautan pasir yang terluas, terletak pada ketinggian 2300 m, dengan panjang
5-10 km. Kawah Gunung Bromo, dengan ketinggian 2392 m, dan masih aktif .Di sebelah
selatan menjulang puncak Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m.
B. WILAYAH ADAT
Wilayah Adat Suku Tengger terbagi menjadi dua wilayah yaitu Sabrang Kulon
(Brang Kulon diwakili oleh Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan )dan
Sabrang Wetan ( Brang Wetan diwakili oleh Desa Ngadisari,Wanantara,Jetak Kecamatan
Sukapura Kabupaten Probolinggo ). Perwakilan oleh Desa T osari dan tiga Desa tersebut
mengacu pada Prosesi Pembukaan Upacara Karo yang sekaligus membukla Jhodang
Wasiat / Jimat Klontong.
2
Adapun Desa – Desa yang merupakan Komunitas Suku Tengger adalah Sebagai
Berikut:
Desa Ngadas, Wanatara, Jetak, dan Ngadisari ( Kecamatan Sukapura Kabupaten
Probolinggo ), Desa Wanakersa, Ledokombo, Pandansari ( Kecamatan Sumber Kabupaten
Probolinggo ), Desa Tosari, Baledono, Sedaeng, Wonokitri, Ngadiwono, Kandangan,
Mororejo ( Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan ), Desa Keduwung ( kecamatan Puspo
Kabupaten Pasuruan ), Desa Ngadirejo, Ledok Pring ( Kecamatan Tutur Kabupaten
Pasuruan ), Desa Ngadas ( Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang),dan Desa
Ranupani ( Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang).
D. JENIS HEWAN
Jenis hewan piaraan yang ada antara lain lembu, kambing, babi dan ayam
kampung. Jenis binatang yang hidup secara liar di hutan-hutan adalah babi hutan (sus
scrofa) rusa timur (cervus timorensis), serigala atau (muncak muntiacus), dan berkembang
pula jenis macam tutul (panthera pardus), terdapat pula species burung-burungan,
misalnya burung air.
I. KESENIAN
Tari sodor dan tari ujung,peralatan musik:gamelan ,musik ketepung & terompet
J. MAKANAN KHAS
Nasi ARON ( nasi yang terbuat dar jagung tengger dengan masa tanam kurang
lebih 8 bulan ).dan sambal Krangean bahannya terbuat dari bahan sambal terasi seperti
biasanya,hanya saja di tambah buah Krangean ( hanya tumbuh di Tengger) bentuknya
kecil seperti buah merica dan baunya harum seperti daun kemangi,wananya hijau masih
segar (baru petik) dan hitam (klau sudah layu atau kering).
6
L. SIFAT DAN SIKAP SUKU TENGGER
Konsep tentang Manusia Menurut Falsafah TenggerSifat Umum Di dalam
kehidupan sehari-hari orang Tengger mempunyai kebiasaan hidup sederhana, rajin dan
damai. Mereka adalah petani. Ladang mereka di lereng-lereng gunung dan puncak-puncak
yang berbukit-bukit. Alat pertanian yang mereka pakai sangat sederhana, terdiri dari
cangkul,sabit dan semacamnya. Hasil pertaniannya itu terutama adalah jagung, kopi,
kentang, kubis, bawang prei, Wortel dsb. Kebanyakan mereka bertempat tinggal jauh dari
ladangnya, sehingga harus membuat gubuh-gubuk sederhana di ladangnya untuk berteduh
sementara waktu siang hari. Mereka bekerja sangat rajin dan pagi hingga petang hari di
ladangnya.
Pada umumnya masyarakat Tengger hidup sangat sederhana dan hemat. Kelebihan
penjualan hasil ladang ditabung untuk perbaikan rumah serta keperluan memenuhi
kebutuhan rumah tangga lainnya. Kehidupan masyarakat Tengger sangat dekat dengan
adat- istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya secara turun-temurun. Dukun
berperan penting dalam melaksanakan upacara Adat. Dukun berperan dalam segala
pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan, kematian atau kegiatan-kegiatan lainnya.
Dukun sebagai tempat bertanya untuk mengatasi kesulitan ataupun berbagai masalah
kehidupan.
Kehidupan pada masyarakat Tengger penuh dengan kedamaian dan kondisi
masyarakatnya sangat aman. Segala masalah dapat diselesaikan dengan mudah atas
peranan orang yang berpengaruh pada masyarakat tersebut dengan sistem musyawarah.
Pelanggaran yang dilakukan cukup diselesaikan oleh Petinggi ( Kepala Desa) dan biasanya
mereka patuh. Apabila cara ini tidak juga menolong, maka si pelaku pelanggaran itu cukup
disatru (tidak diajak bicara) oleh seluruh penduduk. Mereka juga sangat patuh dengan
segala peraturan pemerintah yang ada, seperti kewajiban membayak pajak, kerja bakti dan
sebagainya.
M. Bahasa Tengger
Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Jawa yang masih berbau Jawa Kuno.
Mereka menggunakan dua tingkatan bahasa yaitu ngoko, bahasa sehari-hari terhadap
sesamanya, dan krama untuk komunikasi terhadap orang yang lebih tua atau orang tua
yang dihormati. Pada masyarakat Tengger tidak terdapat adanya perbedaan kasta, dalam
arti mereka berkedudukan sama.
7
Contoh: Aku ( Laki-laki) = Reang , Aku ( wanita ) = Isun , Kamu ( untuk seusia)= Sira ,
Kamu ( untuk yang lebih tua) = Rika, Bapak/Ayah= Pak , Ibu = Mak , Kakek=Wek ,
Kakak= Kang , Mbak= Yuk
8
O. Hubungan Badan dan Roh Menurut Falsafah Tengger
Masyarakat Tengger beranggapan bahwa badan manusia itu hanya merupakan
pembungkus sukma (roh). Sukma adalah badan halus yang bersifat abadi. Jika orang
meninggal, badannya pulang ke pertiwi (bumi), sedangkan sukmanya terbebas dari
mengalami suatu proses penyucian di dalam neraka, dan selama itu mereka mengembara
tidak mempunyai tempat berhenti. Cahaya, api dan air dari arah timur akan melenyapkan
semua kejahatan yang dialami sukma sewaktu berada di dalam badan.
Masyarakat Tengger percaya bahwa neraka itu terdiri dari beberapa bagian. Bagian
terakhir ialah bagian timur yang disebut juga kawah candradimuka, yang akan
menyucikan sukma sehingga menjadi bersih dan suci serta masuk surga. Hal ini terjadi
pada hari ke-1000 sesudah kematian dan melalui upacara Entas-entas.
10
sekalipun. Namun dalam hal melaksanakan adat, pada umumnya para generasi muda
masih tetap melakukannya sesuai dengan adat kebiasaan orang tuanya.
Sikap hidup masyarakat Tengger yang penting adalah tata tentrem (tidak banyak
risiko), aja jowal-jawil (jangan suka mengganggu orang lain), kerja keras, dan tetap
mempertahankan tanah milik secara turun-temurun. Sikap terhadap kerja adalah positif
dengan titi luri-nya, yaitu meneruskan sikap nenek moyangnya sebagai penghormatan
kepada leluhur.
Sikap terhadap hasil kerja bukanlah semata-mata hidup untuk mengumpulkan harta
demi kepentingan pribadi, akan tetapi untuk menolong sesamanya. Dengan demikian,
dalam masyarakat Tengger tidak pernah terjadi kelaparan. Untuk mencapai keberhasilan
dalam hidup semata-marta diutamakan pada hasil kerja sendiri, dan mereka menjauhkan
diri dari sikap nyadhang (menengadahkan telapak tangan ke atas).
Masyarakat Tengger mengharapkan generasi mudanya mampu mandiri seperti ksatria
Tengger. Orang tua tidak ingin mempunyai anak yang memalukan, dengan harapan agar
anak mampu untuk mikul dhuwur mendhem jero, yaitu memuliakan orangtuanya.
Sikap mereka terhadap perubahan cukup baik, terbukti mereka dapat menerima pengaruh
model pakaian, dan teknologi, serta perubahan lain yang berkaitan dengan cara mereka
mengharapkan masa depan yang lebih baik dan berkeyakinan akan datangnya kejayaan
dan kesejahteraan masyarakatnya.
11
S. Pertunangan dan Perkawinan
Pada umumnya masyarakat Tengger mempunyai pendirian yang cukup bermoral
atas perkawinan. Poligami dan perceraian boleh dikatakan tidak pernah terjadi.
Perkawinan di bawah umur juga jarang terjadi. Dalam pertunangan (pacangan), lamaran
dilakukan oleh orangtua pria. Sebelumnya didahului dengan pertemuan antara kedua
calon, atas dasar rasa senang kedua belah pihak. Apabila kedua belah pihak telah sepakat,
maka orangtua pihak wanita (sebagai calon) berkunjung ke orangtua pihak pria untuk
menanyakan persetujuannya atau notok. Selanjutnya apabila orangtua pihak pria telah
menyetujui, diteruskan dengan kunjungan dari pihak orangtua pria untuk menyampaikan
ikatan (peningset) dan menentukan hari perkawinan yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Sesudah itu barulah upacara perkawinan dilakukan.
Sebelum acara perkawinan biasanya telah dimintakan nasihat kepada dukun
mengenai kapan sebaiknya hari perkawinan itu dilaksanakan. Dukun akan memberikan
saran (menetapkan) hari yang baik dan tepat, ‘papan’ tempat pelaksanaan perkawinan, dan
sebagainya. Setelah hari untuk upacara perkawinan ditentukan, maka diawali selamatan
kecil (dengan sajian bubur merah dan bubur putih). Sebagai kelengkapan upacara
perkawinan, maka pasangan pengantin diarak (upacara ngarak) keliling, diikuti oleh empat
gadis dan empat jejaka dengan diiringi gamelan. Pada upacara perkawinan pengantin
wanita memberikan hadiah bokor tembaga berisi sirih lengkap dengan tembakau, rokok
dan lain, sedangkan pengantin pria memberikan hadiah berupa sebuah keranjang berisi
buah-buahan, beras dan mas kawin.
Pada upacara asrah pengantin, masing-masing pihak diwakili oleh seorang utusan.
Para wakil mengadakan pembicaraan mengenai kewajiban dalam perkawinan dengan
disaksikan oleh seoran dukun. Pada upacara pernikahan dibuatkan petra (petara: boneka
sebagai tempat roh nenek moyang) supaya roh nenek moyangnya bisa hadir menyaksikan.
Biasanya setelah melakukan perkawinan kemanten pria harus tinggal dirumah (mengikuti)
kemanten wanita.
Hak Waris
Pada dasarnya masyarakat Tengger mempertahankan hak waris tanah untuk anak
keturunan mereka saja. Apabila ada keluarga yang terpaksa menjual hak tanah, diusahakan
untuk dibeli oleh keluarga yang terdekat. Pewarisan kepada anak-turunannya ditentukan
oleh kerelaan pihak orang tua, bukan atas dasar aturan ketat yang dibakukan.
12
T. Tata Rumah
Rumah penduduk Tengger dibangun di atas tanah, yang sedapat mungkin dipilih
pada daerah datar, dekat air, atau kalau terpaksa dipilih tanah yang dapat dibuat teras, dan
jauh dan gangguan angiñ. Rumah-rumah letaknya berdekatan atau menggerombol pada
suatu tempat yang dapat dimasuki dan berbagaf jurusany yang dihubungkan dengan jalan
sempit atau gak lebar antara satu desa dengan desa lain. Desa induk yang disebut Jcrajan
biasa-nya terletak di tengah dengan jaringan jalan-jalan yang menghubungkan dengan
desa lain.
Pembangunan sebuah rumah selalu diawali dengan selamatan, demikiah pula
apabila bangunan telah selesai diadakan selamatan lagi. Pada setiap bangunan yang sedang
dikejakan selalu terdapat sesajen, yang digantungkan pada tiang-tiang, berupa makanan,
ketupat, lepet, pisang raja dan lain-lain. Bangunan rumah orang Tengger biasanya luas
sebab pada umumnya dihuni oleh beberapa keluarga bersama-sama, Ada kebiasaan bahwa
seorang pria yang baru saja kawin akan tinggal bersama mertuanya.
Tiang dan dinding rumahnya terbuat dan kayu dan atapnya terbuat dan bambu yang
dibelah. Setelah bahan itu sulit diperoleh, dewasa ini masyarakat telah mengubah
kebiasaan itu dengan menggunakan atap dan seng, papan atau genteng.
Alat rumah tangga tradisional yang hingga sekarang pada umumnya masih tetap
ada adalah balai-balai, semacam dipan yang ditaruh di depan rumah. Di dalam ruangan
rumah itu disediakan pula tungku perapian (pra pen) yang terbuat dan batu atau semen.
Perapian ini kurang lebih panjangnya 1/4 dari panjang ruangan yang ada. Di dekat
perapian terdapat tempat duduk pendek terbuat dari kayu (dingklik bhs jawa) yang
meliputi kurang lebih separuh dan seluruh ruangan. Apabila seorang tamu di terima dan
dipersilakan duduk di tempat ini menunjukkan bahwa tamu tersebut diterima dengan
hormat.
Selain digunakan untuk penghangat tubuh bagi penghuni rumah, perapian juga
dimanfaatkan untuk mengeringkan jagung, atau bahan makan lainnya yang memerlukan
pengawetan dan ditaruh di atas paga. Dekat tempat perapian itu terdapat pula alat-alat
dapur, lesung, dan tangga. Halaman rumah mereka pada umumnya sempit (kecil) dan
tidak ditanami pohon-pohonan. Di halaman itu pula terdapat sigiran, tempat untuk
menggantungkan jagung yang belum dikupas. Selain itu, sigiran dimanfaatkan untuk
menyimpan jagung, sehingga juga berfungsi sebagai lumbung untuk menyimpan sampai
panen mendatang.
13
PUSAKA YANGDI MILIKI OLEH SUKU TENGGER
Jimat Klonthongan / Jodang Wasiat
Jimat Klonthong / Jodang wasiat jumlahnya ada dua, yang pertama disimpan oleh
masyarakat Suku Tengger Brang Wetan tepatnya di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura
Kabupaten Probolinggo.bentuknya berupa kotak terbuat dari kayu.Sedang Jimat
Klonthong / Jodang Wasiat yang kedua disimpan di wilayah Brang Kulon yaitu di Desa
Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan dan bentuknya berbeda dengan yang ada di
wilayah brang wetan yaitu berbentuk bumbung terbuat dari kayu.
Kedua Jimat Klonthong / Jodang Wasiat tersebut merupakan benda warisan nenek moyang
( Joko Seger dan Loro Anteng ) berisi gayung, sarak, sodar, tumbu, cepel, Ontokusumo
sejenis pakaian nenek moyang, dan sejumlah uang satak (uang logam kuno). Termasuk
mantra-mantra yaitu mantra Purwobumi dan mantra Mandala Giri.
Lontar (keropak)
Di Tengger masih terdapat lontar (keropak) sebanyak 21 ikat, berisi tulisan Jawa
lama, yang orang Tengger sendiri tidak bisa membacanya.
Pusaka TRISULA yaitu berbentuk Tombak yang mempunyai ujung mata tiga.
U. PERALATAN UPACARA
Baju Adat Tengger Hitam, sehelai kain baju tanpa jahitan,Udeng dan kain
Selempang berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan yang diperoleh sebagai warisan dari
nenek moyang Suku Tengger. Prasen, berasal dari kata rasi atau praci (Sansekerta) yang
berarti zodiak. Prasen ini berupa mangkuk bergambar binatang dan zodiak. Beberapa
prasen yang dimiliki oleh para dukun berangka tahun Saka: 1249, 1251, 1253, 1261; dan
pada dua prasen lainnya terdapat tanda tahun Saka 1275. Tanda tahun ini menunjukkan
masa berkuasanya pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi di Majapahit.
Tali sampet, terbuat dari kain batik, atau kain berwarna kuning yang dipakai oleh Dukun
Tengger. Genta, keropak dan prapen, sebagai pelengkap upacara.
V. LAIN – LAIN
Masyarakat Suku Tengger tidak mengenal nama Marga ( keluarga ) karena di
dalam Suku Tengger tidak mengenal Kasta,namun biasanya cara memanggil nama orang
yang sudah berkeluarga dan mempunyai keturunan ,mereka memanggil nama yang
bersangkutan dengan nama anak pertamanya.
14
SUMBER :
Suara Kebebasan http://capsulx368.blogspot.com/2010/11/suku-tengger-dan-kehidupan-
sosialnya.html#ixzz1u4BkUFi5
http://capsulx368.blogspot.com/2010/11/suku-tengger-dan-kehidupan-sosialnya.html
http://d16do.blogdetik.com/about-suku-tengger/
15