Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
Puji Wahyuningsih 2820173119
Putri Ayu Lestari 2820173120
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikiran.
Dengan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan,pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah makalah ini dibuat semoga bermanfaat untuk pembaca.
Waalaikumsallam Wr.Wb
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bacterial Vaginosis ( BV ) adalah suatu kondisi perubahan ekologi
vagina yang ditandai dengan pergeseran keseimbangan flora vagina dimana
dominasi Lactobacilius digantikan oleh bakteri-bakteri anaerob. Bacterial
vaginosis merupakan kondisi yang umum dijumpai pada wanita usia
reproduktif. Prevalensi kejadian bacterial vaginosis diseluruh dunia terbilang
cukup tinggi. Prevalensi dari Bacterial Vaginosis (BV) dan distribusi bentuk
tipenya bervariasi diantara populasi dunia. Beberapa penelelitian melaporkan
bahwa prevalensi Bacterial Vaginosis (BV) tinggi di antara populasi penduduk
Afrika, Afro-Amerika dan Afro-karibia. Penelitian pada wanita Asia di India
dan Indonesia melaporkan bahwa prevalensi vaginosis bakteri sekitar 32%
(Ocviyanti D, et al. 2010).
Penatalaksanaan Bacterial Vaginosis (BV) diberikan pada semua pasien
yang merasakan keluhan. Pada wanita tidak hami Bacterial Vaginosis (BV)
diobati dengan tujuan menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina dan
mengurangi risiko komplikasi infeksi. pada wanita hamil tujuannya untuk
menurunkan risiko komplikasi infeksi yang menyertai Bacterial Vaginosis
(BV) selama kehamilan baik kepada ibu maupun janin. Hingga saat ini masih
belum diketahui dengan pasti yang menyebabkan terjadinya Bacterial
Vaginosis. Rekurensi pada Bacterial Vaginosis (BV) sering ditemukan,
sehingga perlu dilakukan kontrol ulang apabila keluhan muncul kembali
(Pujiastuti, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
bakterial vaginosis
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu mengetahui definisi bakterial vaginosis
b) Mahasiswa mampu mengetahui etiologi bakterial vaginosis
c) Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi bakterial vaginosis
d) Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis bakterial vaginosis
e) Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi bakterial vaginosis
f) Mahasiswa mampu mengetahui pathway bakterial vaginosis
g) Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi bakterial vaginosis
h) Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik bakterial
vaginosis
i) Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan bakterial vaginosis
j) Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan bakterial
vaginosis
k) Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan bakterial vaginosis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Bakterial vaginosis (BV) didefinisikan sebagai suatu keadaan abnormal
pada ekosistem vagina yang ditandai oleh konsentrasi tinggi Lactobacillus,
penghasil H2O2 sebagai flora normal vagina digantikan oleh konsentrasi tinggi
bakteri anaerob (Bacteroides, Mobiluncus, Prevotella, Porphyromonas),
Gordnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis. Bacterial vaginosis bukan
suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul dikarenakan
pertumbuhan yang berlebihan dari bakteri yang mengadakan kolonisasi di
vagina (Muliawan, 2011).
B. Etiologi
Bakterial vaginosis paling umum terjadi pada wanita usia subur.
Tingkat faktor insiden BV sulit untuk ditentukan karena sering tanpa adanya
gejala dan kurangnya metode skrining (Rosen, 2012).
Faktor resiko berupa hubungan seksual usia dini, pasangan seksual baru
atau multi patner seksual, kurangnya penggunaan kondom dan douching.
Beberapa penelitian telah menunjukkan prevalensi meningkat pada perempuan
yang berhubungan seks dengan perempuan, mungkin berdasarkan transfer flora
vagina pathogen terkait dengan seringnya penggunaan pelumas dan berbagi
mainan seks vaginal. Perempuan yang belum pernah melakukan hubungan
seksual sangat jarang terkena BV.
C. Klasifikasi
1. Leukorea Fisiologis
Bacterial vaginosis leukorea fisiologis merupakan cairan atau sekret tidak
berwarna, tidak gatal dan tidak berbau yang keluar dari vagina. Cairan /
sekret ini mengandung banyak epitel dan sedikit leukosit. Normalnya, hanya
ditemukan di daerah posio vagina, disebabkan oleh pengaruh hormonal.
Leukorea fisiologis dapat ditemukan pada bayi baru lahir sampai umur kura-
kira 10 hari, saat menarse, saat ovulasi, saat rangsangan sebelum dan pada
waktu koitus, saat kehamilan, saat stress / kelelahan dan pemakaian
kontrasepsi hormona.
2. Leukorea patologis
Bacterial vaginosis leukorea patologis merupakan cairan atau sekret yang
keluar dari vagina dengan jumlah, bau dan konsistensi yang bervariasi
berdasarkan penyebabnya. Selain itu, dapat disertai oleh rasa gatal, rasa
terbakar, disekitar kemaluan serta rasa nyeri baik saat berkemih maupun
bersenggama. Cairan atau sekret ini mengandung banyak keukosit. Leukorea
patologis dapat disebabkan oleh infeksi (jamu, bakteri, dan parasit) iritasi
benda asing, tumor / jaringan abnormal lain.
D. Manifestasi Klinis
Menurut (Muliawan, 2011) Penegakan diagnosis BV berdasarkan
kriteria Amsel atau pewarnaan Gram. Diagnosis BV ditegakkan jika terdapat
tanda-tanda sebagai berikut :
1. Adanya duh tubuh vagina berwarna keabu-abuan, homogen, tipis yang
melekat pada dinding vagina .
2. Ditemukan clue cell dengan pemeriksaan sediaan basah atau pewarnaan
Gram. Jumlah clue cell meningkat ≥ 20% dari jumlah sel epitel pada
pemeriksaan mikroskopik.
3. pH cairan vagina >4.5.
Bau amis (fishy odor) sebelum atau setelah penambahan 10% KOH pada
duh tubuh vagina (tes whiff atau tes sniff positif).
E. Patofisiologi
Bakterial vaginosis terjadi ketika keseimbangan normal dari bakteri
pada vagina berubah sehingga jumlah Lactobacillus (flora normal pada vagina)
berkurang dan pertumbuhan berlebih bakteri terutama anaerob dalam
konsentrasi tinggi yang terdiri dari Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis
dan batang Gram negative anaerob yang termasuk di dalamnya adalah
Prevotella, Porphyromonas, Bacteroides dan Mobiluncus (Ervianti, 2011).
Lactobacillus merupakan flora normal yang penting untuk menjaga
keasaman vagina dalam keadaan normal. Selain itu Lactobacillus
membutuhkan lingkungan yang asam agar tumbuh optimal. Semakin banyak
bakteri anaerob tumbuh, maka semakin tidak kondusif untuk pertumbuhan
Lactobacillus (Ervianti, 2011).
F. Pathway
G. Komplikasi
Vaginosis bakterialis biasanya tidak menyebabkan komplikasi. Namun jika
dibiarkan tanpa pengobatan, vaginosis bakterialis dapat menyebabkan
komplikasi serius yang meliputi:
1. Komplikasi dalam kehamilan.
Wanita hamil yang menderita vaginosis bakterialis memiliki risikokelahiran
prematur dan meningkatkan risiko tinggi munculnya infeksi setelah proses
persalinan.
2. Penyakit radang panggul.
Radang panggul (PID) merupakan jenis penyakit peradangan pada rahim dan
saluran indung telur yang dapat menurunkan tingkat kesuburan.
3. Infeksi menular seksual.
Vaginosis bakterialis meningkatkan risiko terkena penyakit menular seksual,
seperti virus herpes simplex, chlamydia, dan HIV.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboraturium
Pengecatan Gram dari duh tubuh vagina lebih dianjurkan daripada
pemeriksaan sediaan basah dengan menggunakan NaCl 0,9% dimana nilai
sensitivitasnya 93% dan spesivitasnya 70%. Pengecatan Gram dianggap
mempunyai nilai baku untuk mendiagnosis BV (Ervianti, 2011).
Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram digunakan untuk menentukan
Lactobacillus (Batang Gram positif), batang atau kokus Gram negatif
seperti Gardnerella vaginalis, Prevotella, Porphyromonas dan
Peptostreptococus yang merupakan mikroorganisme penyebab BV
(Ervianti, 2011).
2. Pemeriksaan Kultur
Kultur Gardnerella vaginalis tidak direkomendasikan sebagai alat
diagnostik karena tidak spesifik (Rosen, 2012)
I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Topikal:
a) Clindamycin (krim vagina) 5 gram waktu tidur, selama 7 hari
b) Metronidazol gel 5 gram bid waktu tidur selama 7 hari.
c) Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
d) Triple sulfonamide cream (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7%
dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini
dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %.
2. Pengobatan Oral :
a) Metronidazol 500 mg selama 7 hari atau 2 gram dosis tunggal,
keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%. Metronidazol dapat
menyebabkan mual dan urin menjadi gelap. Jika pengobatan ini gagal,
maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan
pilihan kedua dari pengobatan,keberhasilan penyembuhan sekitar 66%.
b) Clindamycin 300 mg bid selama 7 hari, kaberhasilan penyembuhan
sekitar 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil
klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya
menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui.
c) Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari
selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi
terhadap metronidazol.
d) Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
e) Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
f) Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
g) Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari (Bobak, 2009).
3. Terapi Non-Farmaklogi
a) Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan organ
kewanitaan dengan cara membiasakan menyiram toilet sebelum
menggunakannya untuk meminimalkan kontaminasi mikroorganisme
b) Menggunakan air yang mengalir untuk membersihkan organ
kewanitaan
c) Membersihkan vagina dengan membersihkan bagian depan terlebih
dahulu setelah itu bagian belakang
d) Tidak menyemprotkan sabun kedalam vagina
e) Menggunakan celana dalam berbahan katun tidak berbahan jeans tanpa
memakai celana dalam
f) Mengganti pakaian dalam setiap hari
g) Menghindari pemakaian pembalut (panty liner) dapat menyebabkan
jumlah lendir yang dihasilkan lebih banyak
h) Hanya memakai panty liner ketika lendir keluar berlebihan
i) Saat menstruasi sebaiknya mnggnti pembalut setiap 3-4 jam sekali (Sari,
2012).
J. Diagnosa Keperawatan
Menurut Ratnawati. A (2018), dari data pengkajian diatas didapatkan diagnosis
yang akurat bahwa apa yang dialami pasien mengakibatkan hal-hal berikut:
1. Gangguan rasa nyaman dan adanya rasa gatal berhubungan dengan
banyaknya cairan keputihan yang keluar dari vagina.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan banyaknya bakteri yang berkembang
dalam vagina.
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Ratnawati. A (2018)
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama (Nyeri , Luka , Perubahan fungsi seksual)
3. Riwayat Penyakit
a. Sekarang
Keluhan Klien menderita infeksi alat kelamin.
b. Dahulu
Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan reproduksi
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Bagian Luar
1) Inspeksi
a) Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia
perkembangan klien
b) Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia
dan eksoria
c) Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap
pemebengkakan ulkus, keluaran dan nodul
b. Pemeriksaan Bagian Dalam
1) Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan
warnanya
2) Palpasi
a) Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula,
b) Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan
nyeri tekan
c) Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas
d) Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri
tekan