Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KIMIA FISIKA “KOLOID”

Disusun oleh :
Andiko Belia
1806199474

Universitas Indonesia
Depok
2019
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai mahluk hidup mempunyai rasa ingin tahu yang tak
pernah habis selama hidupnya. Manusia selalu ingin mempelajari segala macam
hal yang tidak diketahui karena menemukan banyak masalah yang harus
dipecahkan.Ilmu Kimia adalah ilmu yang mempelajari atau mencakup sejumlah
aspek mengenai bahan-bahan kimia yakni komposisi dan struktur zat kimia,
serta hubungan keduanya dengan sifat zat tersebut. Kebanyakan zat yang
ditemukan berada dalam keadaan koloid. Semua jaringan hidup bersifat
kolodial. Banyak reaksi kimia yang kompleks yang perlu dipelajari untuk
menjawab masalah dan akhirnya ditafsirkan secara ilmu, yakni koloid yang
dipelajari pada matakuliah Kimia Fisika. Untuk itulah, Penyusun terdorong
untuk menyusun makalah ini yang membahas mengenai “Koloid”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah sebagai berikut.

1. Pengertian dan klasifiklasi koloid


2. Sifat koloid
3. Pembuatan koloid
4. Sifat optis koloid
5. Peristiwa elektrokinetik
6. Manfaat koloid dalam kehidupan sehari - hari

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan ini
sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pengertian dan klasifiklasi koloid.


2. Mendeskripsikan sifat-sifat koloid.
3. Mendeskripsikan pembuatan koloid.
4. Mendeskripsikan sifat optis koloid.
5. Mendeskripsikan peristiwa elektrokinetik.
6. Mendeskripsikan kegunaan koloid dalam kedidupan sehari-hari.
PEMBAHASAN

A. KEADAAN KOLOID
1. Sistem Koloid

1.1 Pengertian Koloid

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih dimana
partikel – partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah)
tersebar merata di dalam zat lain (medium pedispersi/ pemecah). Ukuran partikel
koloid bekisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa Panjang,
diameter, lebar, maupun tebal. Contoh dari sistem koloid adalah tinta yang terdiri
dari serbuk warna (padat) dan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak
sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, dll.

Massa ada hubungannya dengan ukuran partikel, yang massanya besar akan besar
pula ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel, campuran dapat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu larutan sejati (misalnya larutan gula), koloid (misalnya
larutan susu), dan suspensi kasar (misalnya larutan pasir).

Tabel 1. Perbedaan Larutan, Koloid, dan Suspensi Kasar.

Dari segi bentuknya, partikel koloid dapat berupa lembaran (laminar), serat
(febrilar), dan butiran (korpuskular). Bentuk itu ditentukan oleh jenis dan cara
terbentuknya koloid. Koloid yang terbentuk dengan cara rekristalisasi mempunyai
bentuk sesuai dengan struktur kristalnya tetapi bila dibuat dengan memecah atau
menggerus partikel besar akan berbentuk acak atau beraneka ragam. Pengertian
koloid secara singkat adalah suatu suspensi partikel-partikel yang mempunyai
ukuran tertentu dalam suatu medium kontinyu.
1.2 Klasifikasi Koloid

Bedasarkan kelarutannya, koloid dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Dispersi

Koloid dispersi adalah koloid yang partikelnya tidak dapat larut secara individu
dalam medium. Yang terjadi hanyalah penyebaran (dispersi) partikel tersebut. Yang
ternasuk kelompok ini adalah koloid mikromolekul ( protein dan plastik), agregat
molekul ( koloid belerang), dan agregat atom (sol emas dan platina).

2. Koloid asosiasi

Koloid asosiasi adalah koloid yang terbentuk dari gabungan (asosiasi) partikel kecil
yang larut dalam medium, contohnya koloid Fe(OH)3. Senyawa ini larut menjadi
ion Fe3+ dan OH-. Jika larutan Fe3+ dan OH- dicampur sedemikian rupa sehungga
berasosiasi membentuk kristal kecil yang melayang-layang dalam air sebagai
koloid.

Suatu koloid selalu mengandung dua fasa yang berbeda, mungkin berupa gas, cair,
atau padat. Pengertian fasa di sini tidak sama dengan wujud, karena ada wujud sama
tetapi fasanya berbeda, contohnnya campuran air dan minyak bila dikocok akan
terlihat butiran minyak dalam air. Butiran ini mempunyai fasa berbeda dengan air
walaupun keduanya cair. Oleh sebab itu, suatu koloid selalu mempunyai fasa
terdispersi dan fasa pendispersi. Fasa terdispersi mirip dengan zat terlarut (dispers
fase) dan fasa pendispersi mirip dengan pelarut (dispers medium) pada suatu
larutan. Berdasarkan fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, koloid disebut juga
dispersi koloid yang dapat dibagi atas delapan jenis.

Tabel 2. Dispersi koloid bedasarkan fasa terdispersi dan pendispersi


A. Sol (fase terdispersi padat)
 Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat

Contoh: paduan logam, gelas warna, intan hitam

 Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair

Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat

 Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas

Contoh: debu di udara, asap pembakaran

B. Emulsi (fase terdispersi cair)

Emulsi adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersinya dapat berupa zat padat,
cair, dan gas, tapi kebanyakan adalah zat cair (contohnya: air dengan minyak). Pada
umumnya emulsi kurang mantap, kemantapan emulsi dapat terlihat pada
keadaannya yang selalu keruh seperti; susu, santan, dsb. Untuk memantapkan
emulsi diperlukan zat pemantap yang disebut emulgator.

 Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat

Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi

 Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair

Contoh: susu, mayones, krim tangan

 Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas

Contoh: hairspray dan obat nyamuk

C. BUIH (fase terdispersi gas)

Buih adalah koolid dengan fase terdisperasi gas dan medium pendisperasi zat cair
atau zat padat. Baerdasarkan medium pendisperasinya

 Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat

Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam


 Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair

Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun

3. Koloid Makromolekul

Koloid Makromolekuler adlah koloid yang terbentuk dari molekul tunggal yang
sangat besar (makromolekul). Contoh : protein dan polimer tinggi seperti karet dan
plastk.

Bedasarkan interaksi fasa terdispersi dengan fasa pendisperasi (medium),


koloid dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Liofil

Koloid liofil adalah koloid yang suka berikatan dengan mediumnya


sehingga sulit dipisahkan atau sangat stabil. Liofil berarti suka cairan
(Yunani: lio = cairan, philia = suka). Contohnya agar-agar, tepung kanji,
gelatin dalam air panas , lem karet, protein, sabun, detergen, dan cat.

2. Koloid Liofob

Koloid liofob adalah koloid yang tidak menyukai mediumnya sehingga


cenderung memisah, dan akibatnya tidak stabil. Liofob berarti takut cairan
(Yunani = phobia = takut/benci). Koloid liofob biasanya terdiri atas zat
anorganik semula. Contoh koloid liofob adalah sol emas.

Koloid dapat berubah menjadi tidak koloid atau sebaliknya. Berdasarkan


perubahan itu, koloid dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Reversibel

Koloid reversibel adalah suatu koloid yang dapat berubah jadi tak koloid,
dan kemudian menjadi koloid kembali. Contohnya air susu (koloid) bila
dibiarkan akan mengendap (tidak koloid) dan airnya terpisah, tetapi bila
dikocok akan bercampur seperti semula (koloid).

2. Koloid Irreversibel

Koloid irreversibel adalah koloid yang setelah berubah menjadi bukan


koloid tidak dapat menjadi koloid lagi, contohnya sol emas.
2. Preparasi (penyiapan) Koloid.

Koloid dapat dibuat baik dari larutan sejati ataupun dari suspensi.
Koloid dari larutan sejati dibuat dengan cara menggabungkan (agregasi)
partikel-partikel dalam larutan sejati sedangkan koloid yang dibuat dari
suspensi dibuat dengan cara menghaluskan partikel-partikel kasar dalam
suspensi kemudian mendispersikannya dalam medium pendispersi.
Pembuatan koloid dari larutan sejati disebut dengan cara kondensasi
sedangkan pembuatan koloid dari suspensi disebut cara dispersi.

a. Cara Kondensasi

Pembuatan koloid dengan cara kondensasi yaitu suatu cara


pembuatan koloid dengan mengubah partikel-partikel larutan sejati
yang terdiri atas molekul-molekul atau ion-ion menjadi partikel koloid.
Cara kondensasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kimia dan
cara fisika. Cara kimia maupun cara fisiska banyak digunakan untuk
membuat koloid, misalnya sol belerang, sol emas.

1. Cara Kimia

Merupakan pembentukan partikel koloid dari partikel larutan


sejati melalui reaksi kimia, seperti reaksi pengendapan, reaksi
hidrolisis, reaksi resdoks, dan reaksi pemindahan.

Reaksi Pengendapan

Caranya dua buah larutan elektrolit encer dicampurkan sehingga


menghasilkan endapan yang berukuran koloid.

Contoh:

Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampur larutan AgNO3 encer


dengan larutan HCl encer atau NaCl encer.

Reaksinya: AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(s) + HNO3(aq)


AgNO3(aq) +NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)

Sol As2S3 yang berwarna kuning dapat dibuat dengan mengalirkan


gas H2S ke dalam larutan encer H3AsO3.

Reaksinya : 2H3AsO3(aq) + 3H2S(g) → As2S3(s) + 6H2O(l)

Reaksi Hidrolisis

Hidrolisis adalah peristiwa terjadinya reaksi antara garam


dengan air, misalnya pada pembuatan sol Fe(OH)3. Sol
Fe(OH)3 dibuat dengan menambahkan larutan FeCl3 ke dalam air
mendidih. Fe3+ akan mengalami reaksi hidrolisis menjadi Fe(OH)3.

Reaksinya : FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)

Reaksi Redoks

Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan


oksidasi.

Contoh:

1. Cara Reduksi, yaitu mereduksi logam dari senyawa sehingga


terbentuk agregat atom logam. Contohnya membuat koloid emas
dengan mereduksi emas klorida dengan stanni klorida.

2AuCl3 + 3SnCl2 → 2Au + 3SnCl4

2. Cara oksidasi, yaitu mengoksidasi unsur dalam senyawa sehingga


terbentuk unsur bebas. Contohnya dalam membuat koloid
belerang dengan mengoksidasi hidrogen sulfida dengan SO2.

2H2S + SO2 → 2S + H2O

Reaksi pemindahan

Contoh :

Apabila ke dalam larutan Na2S2O3 ditambahklan larutan


HCl, ke dalam larutan tersebut akan terbentuk partikel-partikel
yang berukuran koloid. Belerang yang terbentuk akan membesar
sampai mencapai ukuran partikel koloid.

Reaksinya : Na2S2O3(aq) + 2HCl(aq) → 2NaCl(aq) + H2SO3(aq) +


S(s)

Selain itu, sol As2S3 juga dapat dibuat dengan reaksi


pemindahan. Sol As2S3 terbentuk bila larutan arsen(III) oksida
dialiri dengan gas asam sulfida.

Reaksinya : As2O3(aq) + 3H2S(g) → As2S3(s) + 3H2O(l)

2. Cara Fisika

Cara fisika yang dilakukan untuk mengkondensasikan partikel


sebagai berikut

Pendinginan

Kelarutan suatu zat sebanding dengan suhu sehingga


pendinginan dapat menggumpalkan menjadi koloid. Contohnya
dalam membuat koloid belerang, dengan menambahkan air ke dalam
larutan belerang dalam alkohol.

Pengembunan Uap

Uap raksa yang dialirkan melalui air dingin dapat membentuk sol
raksa Penggantian pelarut

Sol belerang dalam air, dapat dibuat dengan melarutkan belerang


ke dalam alkohol. Kemudian larutan jenuh yang terjadi, diteteskan
ke dalam air sedikit demi sedikit. Contohnya membuat koloid es
dengan mendinginkan campuran eter atau kloroform dengan air.

b. Cara Dispersi

Koloid yang berasal dari suspensi kasar dapat dibuat dengan cara
dispersi. Pembuatan koloid secara dispersi dapat dilakukan sebagai
berikut.

1. Cara Mekanik
Pembuatan koloid dengan cara penggerusan zat padat hingga halus
kemudian didispersikan ke dalam medium pendispersi. Bila
perluditambahkan zat pemantap (stabilizer) untuk mencegah
penggumpalan kembali.

Contoh :

Sol belerang dapat dibuat dengan menumbukan dan menggerus


butir-butir belerang yang dicampur dengan kristal gula pasir.
Serbuk belerang dan serbuk gula hasil penggerusan kemudian
dicampur dengan air sebagai medium pendispersi.

2. Cara Peptisasi

Pembuatan koloid dengan memecah molekul besar menjadi


molekul yang lebih kecil dengan menambahkan zat kimia dengan
zat elektrolit yang mengandung ion sejenis dengan menghilangkan
ion-ion elektrolit yang menyebabkan pengendapan.

Contoh :

- Endapan Al(OH)3 yang terdapat dalam air jika ditambahkan


larutan AlCl3 akan berubah menjadi sol Al(OH)3

- Pembuatan sol perak iodida (Agl) diawali dengan mencampur


larutan AgNO3 dengan larutan KI berlebihan. Agl yang
diendapkan jika dicuci, akan mengalami peptisasi yaitu
timbulnya partikel AgI. Perak iodida mengendap karena
konsentrasi elektrolit yang tinggi. Pada saat pencucian,
kelebihan elektrolit akan hilang sehingga memungkinkan
terdispersinya perak iodida kembali.

3. Cara Busur Bredig ( cara elektrodispersi)

Pembuatan partikel koloid dengan cara busur bredig, yaitu


partikel-partikel fase terdispersi dibuat dengan menggunakan
loncatan bunga api listrik. Cara ini biasanya digunakan dalam
pembuatan sol logam. Logam yang didispersikan dipasang sebagai
elektroda-elektroda yang dihubungkan dengan sumber arus listrik
bertegangan tinggi dan suatu interuptor. Loncatan bunga api
listrik di antara kedua elektroda akan menguapkan sebagian
logam. Uap logam yang terjadi di dalam medium dispersi (air yang
mengandung sedikit larutan KCl 0,001 atau elektrolit lain) akan
menyublim berupa partikel halus.

Contoh: Pembuatan sol emas dan sol platina.

Gambar 1. Pembuatan koloid dengan cara busur bredig

4. Cara Homogenisasi

Pembuatan koloid jenis emulsi dapat dilakukan dengan cara


homogenisasi, yaitu suatu cara yang digunakan untuk membuat
suatu zat menjadi homogen dan berukuran koloid. Contoh cara
homogeniosasi adalah pada pembuatan susu. Partikel lemak dari
susu diperkecil sampai berukuran koloid dengan cara melewatkan
zat tersebut melalui lubang berpori dengan tekanan tinggi. Apabila
ukuran partikel sudah berukuran koloid, zat tersebut didispersikan
ke dalam medium pendispersinya.

3. Pemurnian Dispersi Koloid

Suatu koloid biasanya mengandung senyawa lain yang terlarut, yang dapat
dimurnikan dengan cara dialisis, penyaring ultra, atau elekroforensis.

a) Cara Dialisis

Dialisis adalah cara mengurangi ion-ion pengganggu yang terdapat


dalam sistem koloid dengan menggunakan
semipermeabel atau pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan
yang menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini
digunakan selaput semipermeabel. Pergerakan ion-ion dan molekul –
molekul kecil melalui selaput semipermiabel disebut dialysis. Suatu
koloid biasanya bercampur dengan ion-ion pengganggu, karena
pertikel koloid memiliki sifat mengadsorbsi. Pemisahan ion penggangu
dapat dilakukan dengan memasukkan koloid ke dalam kertas/membran
semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir.
Karena diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada kolid, ion
pengganggu akan merembes melewati pori-pori kertas selofan,
sedangkan partikel kolid akan tertinggal. Proses dialisis untuk
pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut dijadikan dasar bagi
pengembangan dialisator. Salah satu aplikasi dialisator adalah sebagai
mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal
bersifat semipermiabel, selaput ginjal hanya dapat dilewati oleh air dan
molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel kolid
seperti sel-sel darah merah.

Prinsip kerja dalam prosese dialisis sebagai berikut. Dispersi


kolid dimasukan ke dalam kantong yang terbuat dari membran
semipermeabel, seperti perkamen, selofan, dsb. Karena ion-ion atau
molekul larutan memiliki ukuran lebih kecil dari partikel koloid, ion-
ion atau molekul tersebut dapat melalui membran lebih cepat daripada
partikel koloid. Sehingga partikel koloid akan tetap berada dalam
kantong membran. Untuk mempercepat proses dialisis dapat
digunakan cara elektrodialisis. Pada elektrodialisis keluarnya ion-ion
kantong semipermeabel dapat dipercepat dengan adanya elektroda-
elektroda di dekatnya yang menarik ion-ion tersebut. Proses dialisis
digunakan untuk memurnikan protein dari partikel-partkel lain yang
ukurannya lebih kecil dari protein. Dalam industri, teknik dialisis
digunakan untuk memisahkan tepung tapioka dari ion-ion sianida yang
terkandung dalam sianida.

Prinsip dialisis saat ini digunakan sebagai proses cuci darah bagi
penderita gagal ginjal, yang dikenal dengan blood dialisis.

b) Penyaring Ultra

Partikel-partikel kolid tidak dapat disaring biasa seperti kertas saring,


karena pori-pori kertas saring terlalu besar dibandingkan ukuran
partikel-partikel tersebut. Tetapi, bila kertas saring tersebut diresapi
dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori kertas akan
sering berkurang. Kertas saring yang dimodifikasi tersebut disebut
penyaring ultra. Proses pemurnian dengan menggunakan penyaring
ultra ini termasuklambat, jadi tekanan harus dinaikkan untuk
mempercepat proses ini. Terakhir, partikel-pertikel koloid akan
teringgal di kertas saring. Partikel-partikel kolid akan dapat dipisahkan
berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan penyaring ultra
bertahap.

c) Elekroforensis

Campuran beberapa koloid yang bermuatan listrik dapat dipisahkan


dengan cara elekrtoforesis karna koloid akan tertarik ke elektroda yang
berlawanan muatannya. Tabung U yang berisi dua macam koloid atau
lebih. Kemudian masing-masing kakinya diberi elektroda. Setelah
dialiri arus searah koloid bermuatan positif akan tertarik ke katoda dan
bermuatan negative ke anoda sehingga keduanya dapat dipisahkan
koloid yang sama muatanya dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan
difusinya. Koloid yang cepat berdifusi akan sampai dielektroda lebih
dahulu. Cara in biasa dipakai dalam analisis protein, asam nukleat, dan
polisakarida dalam biokimia dan biologi.

B. SIFAT – SIFAT KOLOID

1. Sifat Optis

Ukuran partikel koloid lebih besar dari larutan sejati, sehingga bla
seberkas cahaya melewatinya akan dipantulkan. Arah pantulan ini tidak
teratur, karena partikel-partikel koloid terbesar secara acak, sehingga
pantulan cahaya itu berhamburan (diserahkan) ke segala arah. Peristiwa
penghamburan cahaya oleh partikel – partikel koloid ini disebut “Efek
Tyndall”

Efek Tyndall

Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya)


oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran
molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan
oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris.
Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall. Efek tyndall adalah
efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat
larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak
akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid,
cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel
koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk
dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan
sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang
terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengamati efek


Tyndall ini antara lain:

1. Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.

2. Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang


berasap/berdebu.

3. Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon


pada pagi hari yang berkabut. Hal ini karena adanya debu
dan polusi udara yang dapat digolongkan sebagai dispersi
koloid (padat yang terdispersi dalam gas). Partikel-partikel
koloid yang mempunyai ukuran kecil, cenderung untuk
menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang pendek
yaitu bagian biru dari spektrum cahaya. Sebaliknya, yang
berukuran besar cenderung untuk menghamburkan cahaya
yang lebih panjang yaitu bagian jingga dan merah dari
spektrum cahaya. Partikel-partikel debu yang besar
cenderung terletak dekat permukaan bumi sedangkan
partikel debu yang kecil cenderung terletak pada ketinggian
yang lebih besar. Pada tengah hari, cahaya yang
dihamburkan oleh partikel-partikel kecil lebih memegang
peranan karena sinar matahari tegak lurus jatuh ke
permukaan bumi. Karena itu, langit tampak biru. Tapi pada
waktu matahari terbit atau terbenam, sinar matahari hampir
sejajar dengan permukaan bumi dan karenanya partikel-
partikel koloid besar yang terletak dekat permukaan bumi
akan lebih memegang peranan dan langit akan tampak
berwarna jingga atau merah.

𝑉𝑚 = 𝑚⁄𝑛𝑑

Karena bentuk partikel adalah bola maka rumusnya menjadi


𝟒⁄ 𝛑𝒓𝟑 = 𝒎⁄
𝟑 𝒏𝒅

Dimana Vm = Volume partikel

m = Massa partikel

n = mol

d = rapat partikel / densitas

2. Sifat Fisik

Sifat-sifat fisik koloid berbeda-beda tergantung jenisnya. Pada koloid


hidrofob sifat-sifat seperti rapatan tegangan muka dan viskositas
hampir sama dengan medium pendispersinya. Sedangkan koloid
hidrofil karena terjadi hidrasi, sifat-sifat fisiknya sangat berbeda
dengan mediumnya. Viskositasnya lebh besar dan tegangan mukanya
lebih kecil.

Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan
medium pendispersinya cairan.

Tabel 3. Perbedaan sol hidrofil dan sol hidrofob

3. Sifat Koligatif

Suatu kolid dalam medium cair juga mempunyai sifat koligatif. Sifat ini hanya
bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada sifatnya. Sifat-sifat
koligatif koloid umumnya lebh rendah daripada larutan sejati dengan jumlah
partikel yang sama. Sifat koligatif larutan berguna untuk menghitung
konsentrasi atau jumlah partikel koloid. Kecuali pengukuran tekanan
Osmosa, dipakai untuk menetapkan berat molekul rata-rata koloid
makromolekul.
4. Sifat Listrik

Sifat listrik atau Elektrik pada koloid atau Partikel-partikel koloid


bermuatan listrik. Ada yang bermuatan positif dan ada yang bermuatan
negatif. Adanya muatan listrik pada koloid dapat dijelaskan dengan
elektoforesis, dan adsorpsi.

Elektoforesis

Permukaan partikel koloid mempunyai muatan listrik disebabkan terjadinya


ionisasi atau penyerapan ion-ion dalam larutan. Akibatnya partikel koloid
dapat bergerak dalam medan listrik. Bila ke dalam sistem koloid dimasukan
sepasang elektroda yang dialiri arus listrik searah maka partikel-partikel
koloid yang bermuatan negatif akan bergerak menuju elektroda positif
(anoda). Sebaliknya yang bermuatan negatif (katoda). Bergeraknya partikel-
partikel koloid oleh pengaruh medan listrik ini disebut elektroforesis. selain
karena adanya gerakan Brown. Pada peristiwa elektroforesis, partikel koloid
akan dinetralkan muatannya dan digumpalkan pada elektroda. Kegunaan
dari sifat ini adalah untuk menentukan muatan yang dimiliki oleh suatu
partikel koloid. Hal ini dilakukan dengan cara memasukan dua batang
elektroda ke dalam sistem koloid dan menghubungkannya dengan sumber
arus searah. Kondisi ini memungkinkan partikel koloid bergerak ke salah
satu elektroda yang sesuai dengan jenis muatannya. Koloid yang bermuatan
negatif bergerak ke elektroda positif (anoda) dan koloid yang bermuatan
positif akan bergerak ke elektrode negatif (katoda).

Adsorbsi

Adsorbsi adalah proses penyerapan suatu zat di permukaan zat lain. Zat
yang diserap disebut fase terserap dan zat yang menyerap disebut adsorpen.
Adsorpen dapat berupa zat padat dan zat cair. Adsorpsi dapat terjadi antara
zat padat dan zat cair, zat padat dan zat gas, zat cair dan zat cair, atau zat
gas dan zat cair.

Contoh pemanfaatan adsorpsi koloid sebagai berikut.

1. Penyembuhan sakit perut yang disebabkan oleh bakteri patogen


dengan serbuk karbon atau norit. Di dalam usus, norit akan menjadi
koloid yang dapat mengadsorpsi zat racun (bakteri patogen)
2. Penjernihan air keruh dengan tawas (Al2(SO4)3). Di dalam air tawas
terhidrolisis menjadi Al(OH)3 yang berbentuk koloid yang mampu
mengadsorpsi kotoran dalam air khususnya zat warna.

3. Pencelupan serat wol, kapas, atau sutra. Serat yang akan diwarnai
dicelupkan Al2(SO4)3 atau larutan basa.

Sumber muatan koloid sol

Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu :

Proses adsorpsi

Partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel bermuatan dari fase


pendispersinya. Jenis muatan tergantung dari jenis partikel yang
bermuatan. Partikel sol Fel (OH)3 kemampuan untuk mengadsorpsi
kation dari medium pendisperinya sehingga bermuatan positif,
sedangkanl partikel sol As2S3 mengadsorpsi anion dari medium
pendispersinya sehingga bermuatan negatif. Sol AgCI dalam medium
pendispersi dengan kation Ag+ berlebihan akan mengadsorpsi Ag+
sehingga bermuatan positif. Jika anion CI- berlebih, maka sol AgCI akan
mengadsorpsi ion CI- sehingga bermuatan positif.

Proses ionisasi gugus permukaan partikel

Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi


gugus-gugus yang ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya
adalah koloid protein dan koloid sabun/ deterjen. Berikut penjelasannya:

1. Koloid protein

Koloid protein adalah jenis koloid sol yang mempunyai gugus


yang bersifat asam (-COOH) dan biasa (-NH2). Kedua gugus ini
dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul protein.
Pada ph rendah , gugus basa –NH2 akan menerima proton dan
membentuk gugus –NH3. pH tinggi, gugus –COOH akan
mendonorkan proton dan membentuk gugus – COO-. Pada pH
intermediet partikel protein bermuatan netral karena muatan –
NH3+ dan COO- saling meniadakan.

2. Koloid sabun dan deterjen


Pada konsentrasi relatif pekat, molekul ini dapat bergabung
membentuk partikel berukuran koloid yang disebut misel. Zat
yang molekulnya bergabung secara spontan dalam suatu fase
pendispersi dan membentuk partikel berukuran koloid
disebut koloid terasosiasi. Sabun adalah garam karboksilat dengan
rumus R-COO-Na+. Anion R-COO- terdiri dari gugus R- yang
bersifat non pola. Gugus R- atau ekor non-polar tidak larut dalam
air sehingga akan terorientasi ke pusat.

5. Koagulasi

Koagulasi atau penggumpalan adalah peristiwa pengendapan partikel-


partikel koloid sehingga fase terdispersi dari medium pendispersinya.
Koagulasi disebabkan oleh hilangnya kestabilan untuk mempertahankan
partikel-partikel agar tetap tersebar di dalam medium pendispersinya. Dalam
koagulasi terjadi hal-hal sebagai berikut.

1. Kestabilan koloid disebabkan oleh adanya muatan listrik pada permukaan


partikel koloid dan adanya fase terdispersi yang afinitasnya lebih tinggi
daripada medium pendispersi. Hal ini dapat terjadi di dalam sel
elektroforesis dan juga apabila sistem koloid ditambah dengan elektrolit.
Sedangkan apabila sistem koloid ditambah dengan elektrolit maka koloid
yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation) dan sebaliknya
koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion).
Selanjutnya ion-ion tersebut akan membentuk selubung yang melapisi
partikel koloid. Jika selubung tersebut terlalu dekat dengan partikel
koloid maka akan menetralkan muatan koloid sehingga akan terjadi
koagulasi. Semakin besar muatan ion menyebabkan gaya tarik-menarik
antara ion dan partikel koloid semakin besar sehingga koagulasi semakin
cepat terjadi.

2. Koagulasi koloid dapat dilakukan dengan cara mekanik dan


kimiawi. Cara mekanik, misalnya pemanasan, pendinginan, dan
pengadukan. Cara kimiawi, misalnya penetralan siang atau
menghilangkan muatan elektrolisis, penambahan elektrolit.
Proses-proses yang memanfaatkan sifat koagulasi koloid, sebagai
berikut.

1. Proses pengolahan karet dari bahan mentahnya (lateks), dengan


koagulan berupa asam format

2. Proses penjernihan air dengan menggunakan tawas. Tawas dapat


digunakan untuk menggumpalkan lumpur koloid atau sol tanah liar
dalam air, karena penggotor tersebut umumnya bermuatan negatif
sedangkan tawas mengandung ion Al3+ sehingga penggotor tersebut
dapat digumpalkan oleh tawas.

3. Proses yang dilakukan ion Al3+ atau Fe3+pada penetralan partikel


albuminoid yang terkandung dalam darah sehingga terjadi
penggumpalan yang dapat menutupi luka.

6. Kestabilan Koloid

Terdapat beberapa gaya pada sistem koloid yang menentukan kestabilan


koloid, yaitu sebagai berikut : Gaya pertama ialah gaya tarik – menarik yang
dikenal dengan gaya London – Van der Waals. Gaya ini menyebabkan
partikel – partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan akhirnya
mengendap. Gaya kedua ialah gaya tolak menolak. Gaya ini terjadi karena
pertumpangtindihan lapisan ganda listrik yang bermuatan sama. Gaya tolak
– menolak tersebut akan membuat dispersi koloid menjadi stabil. Gaya ketiga
ialah gaya tarik – menarik antara partikel koloid dengan medium
pendispersinya. Terkadang, gaya ini dapat menyebabkan terjadinya agregasi
partikel koloid dan gaya ini juga dapat meningkatkan kestabilan sistem
koloid secara keseluruhan. Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas
koloid ialah muatan permukaan koloid. Besarnya muatan pada permukaan
partikel dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit dalam medium pendispersi.
Penambahan kation pada permukaan partikel koloid yang bermuatan negatif
akan menetralkan muatan tersebut dan menyebabkan koloid menjadi tidak
stabil. Banyak koloid yang harus dipertahankan dalam bentuk koloid untuk
penggunaannya. Contoh: es krim, tinta, cat. Untuk itu digunakan koloid lain
yang dapat membentuk lapisan di sekeliling koloid tersebut. Koloid lain ini
disebut koloid pelindung. Contoh: gelatin pada sol Fe(OH)3.

Untuk koloid yang berupa emulsi dapat digunakan emulgator yaitu zat yang
dapat tertarik pada kedua cairan yang membentuk emulsi. Contoh: sabun
deterjen sebagai emulgator dari emulsi minyak dan air.
C. Peristiwa Elektrokinetik

Kebanyakan senyawa, termasuk koloid akan membentuk suatu permukaan


bermuatan listrik bila berhubungan dengan medium polar seperti air misalnya.
Sumber muatan ini bermacam-macam. Untuk sol hidrofilik seperti larutan
protein, muatan diperoleh terutama karena ionisasi gugus COO- dan gugus
amino . Karena ionisasi dari gugus tersebut bergantung pada pH, maka
muatan bersih larutan protein akan bergantung pada pH. Pada pH tinggi,
protein akan bermuatan negatif, sedangkan pada pH rendah protein akan
bermuatan positif.

Partikel-partikel koloid mempunyai sifat kinetik

Sifat Kinetik

Sifat kinetik dipengaruhi dua hal.

1. Pertama, adalah gerak termal. Gerakan ini pada skala mikroskopik


pertama kali ditemukan oleh seorang ahli biologi bernama Brown.

Gerak Brown

Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang


senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak
beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita
akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak
membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown.
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak.

Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau
hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk koloid dengan
medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan
menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri.
Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran
partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak
seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak
zigzag atau gerak Brown. Semakin kecil ukuran partikel koloid,
semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar
ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal
ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan
tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi). Gerak Brown juga
dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka
semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium
pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase
terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin
rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

2. Kedua, adalah gravitasi yang dapat berupa gravitasi alami yang


disebabkan gravitasi bumi yang menyebabkan pengendapan partikel-
partikel besar, atau dapat juga berupa gravitasi buatan yang dapat
dicapai dengan jalan memusing larutan koloidal dengan menggunakan
sentrifusa sehingga mengakibatkan terjadinya pengendapan fasa
terdispersi. Sentrifusa juga dapat digunakan untuk menentukan berat
molekul.

Gerak nisbi antara suatu zat padat dan suatu zat cair serta beda potensial
listrik, sangkut menyangkut dalam gejala elektrokinetik yang terdiri dari 4 efek
yaitu, elektroforesa, elektroosmosa, potensial endapan dan potensial aliran. Ke-
empat efek dapat digolongkan

A. Beda potensial yang diadakan pada sistem zat padat-zat cair


menimbulkan gerak yaitu :

1. Gerak zat padat pada elektroforesa


2. Gerak zat cair pada elektroosmosa

B. Beda potensial yang diadakan pada sistem zat padat-zat cair


menimbulkan beda potensial, yaitu :

1. Potensial endapan pada gerak zat padat


2. Potensial aliran pada gerak zat cair.

Pada efek elektroforesa, maka butir-butir ataupun butir-butir yang lebih


kasar bergerak oleh beda potensial terpasang. Butir positif bergerak dari katoda
ke anoda, butir negative sebaliknya. Butir-butir ini selain padat juga cair atau
gas. Efek elektroosmosa ditemukan Reuss dalam tahun 1809. Serupa pada
osmosa, maka zat cair bergerak dari pori-pori zat padat, misalnya membrane
atau lempeng tembikar, tetapi disini dengan pengaruh potensial antara elektroda
di sebelah-menyebelahnya.
Potensial sendimentasi diseldiki oleh Dorn dalam tahun 1880 dan
dinamakan efek Dorn. Butir-butir kecil jatuh oleh gaya berat dalam air, maka
dapat diamati suatu beda potensial antara dua elektroda yang ditempatkan pada
tinggi yang berbeda dalam arus butr-butir yang mengendap itu.

Potensial aliran ditemukan Quincke dalam tahun 1859. Ditekan zat cair
melalui suatu pipa kapiler atau melalui pori-pori suatu lempeng tembikar. Maka
akan terjadi beda potensal antara dua titik sepanjang arah gerak. Beda potensial
itu timbul oleh pergeseran lapisan kembar bermuatan terhadap sesamanya. Efek
potensial aliran dapat dianggap kebalikan dari efek elektroosmosa dan efek
potensal sedimentas kebalikan dari efek elektroforesa.

Aplikasi dari peristiwa elektrokinetik adalah metode perbaikan tanah


dengan cara memberikan tegangan pada elektroda yang ditanam di tanah untuk
memperbaiki karakteristik geoteknik dari tanah lunak. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh J. Q. Shang dan K. L. Masterson , perbaikan
karakteristik tanah ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai kuat geser
sebesar 69 persen, modulus geser sebesar 151 persen, dan tegangan pra-
konsolidasi sebesar 700 persen. Pada hasil penelitian selanjutnya, dengan
pengaturan penempatan elektroda yang lebih baik, kapasitas daya dukung dari
suatu model pondasi meningkat sampai 4 kali lipat dan kuat
geser undrained meningkat sampai 3 kali lipat setelah diberi tegangan DC
sebesar 5.2 Volt secara terus menerus selama 14 hari.

Pada saat dua kutub elektroda (anoda dan katoda) ditanam di dalam tanah
dan dialiri dengan arus listrik, maka akan terjadi proses elektrolisis di elektroda
dengan persamaan sebagai berikut :

Anoda : O2 + 4H+ è 2H2O – 4e- (1)

Katoda : 2H2O + 2e- è H2 + 2OH- (2)

Proses elektrolisis di atas diikuti dengan perpindahan H+ ke kutub katoda


dan OH- ke kutub anoda (electromigration) serta perpindahan air pori tanah dari
area di sekitar anoda menuju ke katoda (electroosmosis). Perpindahan air pori
tanah ini mempunyai pengaruh yang besar dalam peningkatan daya dukung
tanah di sekitar kutub anoda.

Metode elektrokinetik sebagai alternatif perbaikan tanah memiliki beberapa


kelebihan, seperti: dapat diterapkan pada tanah yang memiliki permeabilitas
rendah, efektif untuk tanah yang memiliki butiran sangat halus, dan derajat
kontrol arah aliran air pori tinggi. Beberapa faktor yang berpengaruh pada
proses elektrokinetik yaitu : Ukuran butiran tanah dan tipe mineral, Kadar
garam, pH, current density, dan macam elektroda.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada penulisan di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil


sebagai berikut.

 Campuran yang terletak antara medium dispersi disebut koloid.


 Sifat-sifat koloid dapat ditemukan dilingkungan sekitar kita.
 Koloid dapat dibuat dengan cara kondensasi dan dispersi.
 Dalam koloid terdapat peristiwa elektrokinetik.
 Dengan mengetahui tentang koloid, dapat dihindari hal yang merugikan dan
menciptakan keuntungan dalam kehidupan.

B. Referensi
1. Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia
2. Eisten Yazid. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta :
Penerbeit Andi
3. Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Yogyakarta

C. Lampiran

Gambar 2. Foto diskusi FG


Gambar 3. Foto diskusi HG

D. Pertanyaan dan Jawaban

Proses apa saja yang terjadi pada penjernihan air bersih ? dan apa hubungannya
dengan koloid ?

Jawab

1. Proses penampungan air dalam bak


2. Proses oksidasi atau penambahan oksigen ke dalam air agar kadar – kadar
logam berat serta zat berbahaya lainnnya mudah terurai
3. Proses pengendapan atau koagulasi, proses ini bisa dilakukan dengan
menambahkan bahan koagulan seperti hipoklorit
4. Proses filtrasi menggunakan Al(OH)3 untuk menghilangkan / mengikat
(adsorbsi) kotoran yang masih terkandung dalam air dan meningkatkan
kualitas air agar tidak mengandung rasa serta bakteri
5. Proses disenfeksi yakni air yang sudah cukup bersih akan ditambahkan
kapur untuk menaikan ph dan gas klorin guna mematikan kuman. Gas
klorin menimbulkan bau yang kurang sedap maka dari itu digunakan
karbon aktif untuk menyerap bau tersebut

Jadi pengolahan air bersih didasarkan pada sifat – sifat koloid yakni koagulasi
dan adsorpsi.

Anda mungkin juga menyukai