Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Definisi Manajemen
Menurut Terry yang dikutip oleh Hasibuan (2011:2) manajemen adalah proses
khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran
yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya. Menurut Robbins dan Coulter (2012:7) manajemen adalah proses
pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan, sehingga pekerjaan tersebut
terselesaikan secara efektif dan efisien melalui orang lain.
Menurut Koontz dan O'donnel yang dikutip oleh Hasibuan (2011:3) manajemen
adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan
pengendalian.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen adalah suatu proses perencanaa, pengarahan, pengendalian,
pendayagunaan baik pada sumber daya manusia dan sumber daya organisasi yang ada
secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan organisasi.

2.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen


Robbins dan Coulter (2012:9) fungsi manajemen terdiri dari empat aktivitas dasar,
yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian yang
penjelasanya adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi, dan
mengembangkan rencana kerja untuk mengelola aktivitas-aktivitas.

11
12

2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasi adalah menentukan apa yang harus diselesaikan, bagaimana
caranya dan siapa yang akan mengerjakannya.
3. Kepemimpinan (Leading)
Kepemimpinan adalah memotivasi, memimpin dan tindakan tindakan lainya yang
melibatkan interaksi dengan orang-orang lain.
4. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian adalah mengawasi aktivitas-aktivitas demi memastikan segala
sesuatunya terselesaikan sesuai dengan rencana.

2.1.3 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Marwansyah (2010:3), manajemen sumber daya manusia dapat
didefinisikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi,
melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi,
pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir,
pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan
hubungan industrial. Menurut Mangkunegara (2013:2) manajemen Sumber Daya
Manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pemberian
balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka
mencapai tujuan organisasi
Menurut Rivai (2008:2) manajemen sumber daya manusia adalah sebagai ilmu
dan seni mengatur proses pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya secara efisien, efektif dan produktif dalam mencapai tujuan tertentu. Menurut
Simamora (2015:4) manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan,
pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota
organisasi atau kelompok pekerja. Menurut Bangun (2012:6) manajemen sumber
daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisaian,
penyusunan staf, pergerakan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan,
pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja
untuk mencapai tujuan organisasi.
13

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa


Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu proses pengelolaan
sumber daya manusia dalam sebuah instansi atau perusahaan yang diharapkan untuk
mampu memberikan kontribusi secara efisien, efektif dan produktif guna tercapainya
tujuan perusahaan.

2.1.4 Peran Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Hasibuan (2014:14-15) MSDM memiliki peran dalam mengatur dan
menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut:
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai
dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job
requirement, dan job evaluation.
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas the
right man in the right place and the right man in the right job.
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang
akan datang.
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijakan pemberian
balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaiaan prestasi karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangon.

2.1.5 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Hasibuan (2014:21-23) terdapat beberapa fungsi dari manajemen
sumber daya manusia. Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut
antara lain sebagai berikut:
14

1. Fungsi manajerial
a. Perencanaan (planning) yaitu merencanakan tenaga kerja secara efektif dan
efisien agar sesuai dengan kebutuhan dalam membantu terwujudnya tujuan.
b. Pengorganisasian (organizing) yaitu kegiatan untuk mengorganisasikan
semua pegawai untuk menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi
wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi.
c. Pengarahan (directing) yaitu kegiatan mengarahkan semua karyawan agar
mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu
tercapainya tujuan.
d. Pengendalian (controlling) yaitu kegiatan mengendalikan semua karyawan,
agar mentaati kebijakan-kebijakan dan bekerja sesuai dengan rencana.

2. Fungsi operasional
a. Pengadaan (procurement) merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan,
orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya
tujuan.
b. Pengembangan (development) merupakan proses peningkatan keterampilan
teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan
pelatihan yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini
maupun masa depan.
c. Kompensasi (compensation) merupakan pemberian balas jasa langsung
(direct) dan tidak langsung (indirect), berupa uang atau barang kepada
karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan atas pencapaian hasil kerja.
d. Pengintegrasian (integration) merupakan kegiatan untuk meningkatkan
hubungan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta
kerja sama yang baik dan saling menguntungkan.
e. Pemeliharaan (maintenance) merupakan kegiatan untuk memelihara atau
meningkatkan kodisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar mereka tetap
mau bekerja di perusahaan.
15

f. Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci


terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit dalam mencapai
tujuan yang diharapkan. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk
mentaati kebijakan-kebijakan perusahaan dan norma-norma sosial.
g. Pemberhentian (separation) Merupakan putusnya hubungan kerja seseorang
dari suatu perusahaan. Pemutusan hubungan kerja ini harus sesuai dengan
prosedur kebijakan undang-undang yang berlaku.

2.1.6 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia


Tujuan dari manajemen sumber daya manusia, menurut Hasibuan, (2014 :250)
sebagai berikut:
1. Untuk menentukan kualitas dan kuantitas karyawan yang akan mengisi semua
jabatan dalam perusahaan.
2. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan,
sehingga setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya.
3. Untuk menghindari terjadinya mismanajemen dan tumpang tindih dalam
pelaksanaan tugas.
4. Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS), sehingga
produktivitas kerja meningkat.
5. Untuk menghindari kekurangan dan atau kelebihan karyawan.
6. Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan seleksi,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian karyawan.
7. Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi (vertical atau horizontal) dan
pensiun karyawan.
8. Menjadi dasar dalam melakukan penilaian karyawan.

2.2 Motivasi
2.2.1 Definisi Motivasi
Menurut Mathis dan Jackson dalam buku manajemen sumber daya manusia
oleh Bangun (2012:312) motivasi adalah hasrat di dalam seseorang yang
menyebabkan orang tersebut melakukan suatu tindakan dalam mencapai suatu tujuan.
16

Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:213) motivasi adalah kumpulan proses


psikologis yang menyebabkan pergerakan (arousal), mengarahan (direction), dan
kegigihan (persistence) dari sikap sukarela yang mengarah pada tujuan
Menurut McShane dan Von Glinow (2010:132) motivasi adalah kekuatan dalam
diri orang yang memengaruhi arah (direction), intensitas (intensity), dan ketekunan
(presistence) perilaku sukarela. Karyawan yang termotivasi berkeinginan
menggunakan tingkat usaha tertentu (intensity), untuk sejumlah waktu tertentu
(presistence), terhadap tujuan tertentu (direction). Menurut Colquitt, LePine, dan
Wesson pada buku perilaku dalam organisasi oleh Wibowo (2015:110) motivasi
merupakan sekumpulan kekuatan energetik yang dimulai baik dari dalam maupun
diluar pekerja, dimulai dari usaha yang berkaitan dengan pekerjaan, dan
mempertimbahkan arah, intensitas dan ketekunannya.
Menurut Robbins dan Coulter (2012:459) motivasi adalah proses dimana usaha
seseorang diberi energi, diarahkan dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu
tujuan. Menurut Hasibuan (2011:219) motivasi adalah pemberian daya penggerak
yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama,
bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan.
Berdasarkan pada beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan dorongan untuk bertindak terhadap serangkaian proses perilaku manusia
dengan mempertimbangkan arah, intensitas, dan ketekunan pada pencapai tujuan.

2.2.2 Jenis-jenis Motivasi


Menurut Hasibuan (2011:222), Mengatakan bawah jenis-jenis motivasi adalah
sebagai berikut:
1. Motivasi Positif
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan memberikan
reward kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini
semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang
menerima yang baik-baik saja.
17

2. Motivasi Negatif
Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahannya dengan
memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi
rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka
waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka
waktu panjang dapat berdampak kurang baik.

2.2.3 Teori Motivasi


1. Teori Hierarki Kebutuhan
Menurut Robbins dan Coulter (2012:459) teori hierarki kebutuhan ini
dikemukakan oleh Abraham Maslow, dengan lima tingkatan kebutuhan berikut:
a. Kebutuhan fisiologis (physiological), yaitu kebutuhan untuk
mempertahankan hidup. Seperti : makan, minum, pakaian, dan lain-lain.
b. Kebutuhan rasa aman (safety), yaitu kebutuhan akan rasa aman dan
keselamatan. Keamanan dan perlindungan atau keselamatan dari bahaya
fisik dan emosional.
c. Kebutuhan hubungan sosial (affiliation), yaitu kebutuhan untuk hidup
bersama dengan orang lain. Seperti: kasih sayang, rasa memiliki,
penerimaan.
d. Kebutuhan pengakuan (esteem), kebutuhan akan adanya penghargaan
diri dan penghargaan prestise (posisi) diri dari lingkungannya. Kebutuhan
pengakuan meliputi: faktor internal (otonomi, dan prestasi) dan faktor
eksternal (pengakuan, dan perhatian).
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), merupakan tingkat
kebutuhan yang paling tinggi, karena biasanya seseorang bertindak bukan
atas dorongan orang lain, tetapi karena atas kesadaran dan keinginan diri
sendiri.

2. Teori Dua Faktor


Menurut Bangun dalam buku manajemen sumber daya manusia (2012:318)
teori dua faktor dikemukakan oleh Frederick Herzberg. Teori dua faktor
18

membagi dua faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi.


pada umumnya para karyawan baru cenderung untuk memusatkan perhatiannya
pada pemuasan kebutuhan lebih rendah dalam pekerjaan pertama mereka dan
akan berusahaan untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian Frederick Herzberg membagi dua faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang dalam organisasi, antara lain:
a. Faktor ketidakpuasan (hygiene factor) adalah faktor-faktor yang bukan
menimbulkan kepuasan, tetapi bila ditingkatkan dapat mengurangi
ketidakpuasan. faktor ini bersumber dari ketidakpuasan kerja. Seperti:
lingkungan kerja, kebijakan organisasi, kualitas pengawasan, dan gaji.
b. Faktor kepuasan (motivator factor) adalah faktor-faktor pendorong bagi
prestasi dan semangat kerja, dikatakan sebagai faktor pemuas karena dapat
memberikan kepuasan kerja seseorang dan juga dapat meningkatkan prestasi
para pekerja. Seperti: prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan potensi
untuk berkembang.

3. Teori X dan Teori Y


Menurut Bangun (2012:320) dalam buku manajemen sumber daya manusia.
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para
manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulannya adalah pandangan
manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi
tertentu dan cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan
berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X, yaitu:
a. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, bilamana
dimungkinkan, akan mencoba menghindarinya.
b. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa,
diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
c. Karyawan mengindari tanggung jawab dan mencari pengarahan
formal.
19

d. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor


lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia
dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y,
yaitu:
a. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan.
b. Karyawan akan melakukan pengarahan dan pengawasan diri jika
mereka komit pada sasaran.
c. Kebanyakan karyawan dapat belajar untuk menerima, bahkan
mengusahakan tanggung jawab.
d. Karyawan mampu mengambil berbagai keputusan inovatif menyebar
luas kesemua orang dan tidak hanya milik mereka yang menduduki posisi
manajemen.
Dari uraian diatas dapat di jelaskan bahwa, teori X mengasumsikan bahwa
kebutuhan order rendah mendominasi individu. Teori Y mengandaikan bahwa
kebutuhan order tinggi mendominasi individu.

4. Teori Tiga Kebutuhan McClelland (McClelland’s Theory of


Needs)
Menurut Robbin dan Coulter (2012:462) Teori ini memfokuskan kepada
tiga kebutuhan yaitu: kebutuhan akan prestasi (achievement need), kebutuhan
akan kekuasaan (power need), dan kebutuhan akan afiliasi (affiliation need).
Tingkat kepuasan seseorang bergantung kepada kebutuhan yang dominan di
dalam dirinya.
a. Need for achievement, yaitu kebutuhan untuk mencapai sukses yang diukur
berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. adanya keinginan
untuk mencapai tujuan yang lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dapat
dicapai dengan cara merumuskan tujuan, mendapatkan umpan balik,
memberikan tanggung jawab pribadi, dan bekerja keras. Need for
achievement berhubungan dengan kesulitan orang untuk memilih tugas yang
dijalankan. Mereka yang memiliki need for achievement rendah akan
20

memilih tugas yang mudah, untuk meminimalisasi risiko kegagalan, atau


tugas dengan kesulitan tinggi.
b. Need for power, yaitu kebutuhan untuk menguasai dan memengaruhi
terhadap orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara
kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. kebutuhan
kekuasaan mendorong seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam
pekerjaannya. Cara bertindak dengan kekuasaan tergantung kepada
pengalaman masa kanak-kanak, kepribadian, pengalaman kerja, dan tipe
organisasi. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau
kurang memperdulikan perasaan orang lain.
c. Need for affiliation, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Hal ini dapat dicapai dengan cara bekerja sama dengan orang lain, dan
sosialisasi. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan
yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain.
Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil
dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
Ketiga kebutuhan tersebut dapat berkembang tergantung dari pengalaman
setiap individu oleh karena itu para manajer dapat mengenali kekuatan dari tiap
macam kebutuhan tersebut pada tiap karyawan.

2.2.4 Tujuan Motivasi


Hasibuan (2014:146) menyatakan bahwa tujuan dari motivasi adalah:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
3. Mempertahankan kestabilan karyawan.
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
6. Meningkatkan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7. Meningkatkan loyalitas, Kreatifitas, dan partisipasi karyawan.
8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

2.2.5 Meningkatkan Motivasi Kerja


21

Adapun beberapa cara untuk meningkatkan motivasi kerja menurut Munandar


(2008:342) antara lain:
1. Peran pemimpin
Ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu bersikap keras (dengan
memaksakan tenaga kerja untuk bekerja keras atau dengan memberikan
ancaman) dan memberikan tujuan yang bermakna (bersama-sama dengan tenaga
kerja yang bersangkutan ditemukan tujuan-tujuan yang bermakna, sesuai dengan
kemampuannya, yang dapat dicapai melalui prestasi kerja yang tinggi).
2. Peran diri sendiri
Dari dalam diri sendiri perlu mengubah diri menjadi tenaga kerja dengan
motivasi kerja yang proaktif.
3. Peran organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan yang dapat mendorong motivasi
kerja seorang karyawan. Seperti memberi gaji atau upah tambahan apabila
kinerja karyawan tersebut meningkat.

2.2.6 Dimensi Motivasi


Dimensi motivasi menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Bangun
dalam buku manajemen (2012:318) terdiri dari dua faktor sebagai berikut:
1. Hygiene Factor
Hygiene factor Merupakan faktor-faktor yang bukan menimbulkan kepuasan,
tetapi bila ditingkatkan dapat mengurangi ketidakpuasan. Hygiene factor adalah
faktor pekerjaan yang penting untuk adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini
tidak mengarah pada kepuasan positif untuk jangka panjang. Tetapi jika faktor-
faktor ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan.
2. Motivator Factor
Motivator factor merupakan faktor-faktor yang melekat dalam karyawan dan
memotivasi karyawan serta mendorong kepuasan bagi karyawan. Motivator factor
berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan
dengan pekerjaan.
22

2.2.7 Indikator Motivasi


Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Bangun dalam buku manajemen
(2012:318) indikator motivasi terdiri atas:
1. Hygiene Factor yang terdiri dari:
a. Kondisi kerja fisik.
b. Kebijakan organisasi.
c. Pengawasan.
d. Gaji.
2. Motivator Factor yang terbagi atas:
a. Prestasi kerja.
b. Pengakuan orang lain.
c. Tanggung jawab.
d. Potensi Perkembangan.

2.3 Budaya Organisasi


2.3.1 Definisi Budaya Organisasi
Riani (2011:7) mengemukakan, budaya organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan
dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi sistem dan praktek-praktek
manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan memperkuatkan prinsip-prinsip
tersebut. Menurut Rivai dan Mulyadi (2012:374), menyatakan bahwa budaya
organisasi adalah suatu kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-
hari dan membuat keputusan untuk karyawan dan mengarahkan tindakan mereka
untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Robbins dan Coulter (2012:80) budaya organisasi sebagai nilai–nilai,
prinsip-prinsip, tradisi, dan cara cara bekerja yang dianut bersama oleh para anggota
organisasi dan memengaruhi cara mereka bertindak. Menurut Schein (2009:27),
budaya organisasi sebagai pola asumsi bersama yang dipelajari oleh suatu kelompok
dalam memecahkan masalah melalui adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang
telah bekerja cukup baik untuk dipertimbangkan kebenarannya. Menurut Kreitner
23

dan Kinicki (2014:62), budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan bersama yang
mendasari identitas perusahaan.
Dari pandangan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi adalah nilai-nilai, kebijakan-kebijakan dan peraturan yang diterapkan di
dalam sebuah organisasi dijalankan dan ditaati oleh semua anggota organisasi dalam
mencapai tujuan bersama.

2.3.2 Tipe Budaya Organisasi


Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:68) terdapat 4 tipe budaya organisasi
yaitu:
1. Kebudayaan Klan (Clan Culture) satu kebudayaan yang memiliki internal fokus
dan lebih menghargai fleksibilitas daripada stabilitas dan kontrol. Kebudayaan
klan mirip dengan organisasi tipe keluarga dimana efektivitas dicapai dengan
mendorong kerja sama antar pegawai. Tipe kebudayaan klan ini sangat berpusat
pada pegawai dan berusahaan untuk memenuhi kepaduan melalui mufakat dan
kepuasan pekerjaan serta komitmen melalui keterlibatan karyawan.
2. Kebudayaan Adhokrasi (adhocracy culture) satu kebudayaan yang memiliki nilai
eksternal dan menghargai fleksibilitas. Tipe kebudayaan ini membantu
perkembangan penciptaan produk-produk dan layanan yang inovatif dengan
menyesuaikan diri, kreatif, dan cepat menanggapi perubahan pasar. Kebudayaan
adhokrasi tidak tergantung pada tipe kekuatan terpusat dan hubungan kekuasaan
yang merupakan bagian dari pasar dan kebudayaan hierarkis. Kebudayaan
adhokasi juga mendorong para pegawai untuk mengambil resiko apapun,
berpikiran diluar kebiasaan, dan bereksperimen dengan cara baru dalam
penyelesaian sesuatu.
3. Kebudayaan Pasar (Market Culture) sebuah kebudayaan yang memiliki fokus
eksternal yang kuat serta menghargai stabilitas dan kontrol. Organisasi-organisasi
dengan kebudayaan pasar dikendalikan atas kompetisi dan hasrat yang kuat untuk
mengantarkan hasil dan mencapai tujuan.
24

4. Kebudayaan hierarkis (Hierarchy Culture) sebuah kebudayaan yang memiliki


fokus intenal yang menghasilkan keuntungan kerja yang lebih formal dan
terstruktur, serta menghargai stabilitas dan kontrol lebih dari fleksibilitas.

2.3.3 Elemen Dasar Budaya Organisasi


Budaya organisasi yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di dalam
perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup dominan.
Adapun elemen-elemen dari budaya perusahaan menurut Deal dan Kennedy yang
dikutip oleh Tika (2014:16) adalah:
1. Lingkungan Usaha
Kelangsungan hidup organisasi di tentukan oleh kemampuan perusahaan
memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan.
Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus
dilakukan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh
antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi,
pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.
2. Nilai-nilai
Elemen nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu organisasi.
Nilai-nilai tersebut menitik beratkan kepada suatu keyakinan untuk mencapai
kesuksesan. Nilai-nilai atau keyakinan agar dapat mendorong karyawan untuk
mencapai kinerja yang baik, hendaknya harus disampaikan secara terbuka oleh
para manajer kepada seluruh lapisan sumber daya manusia (SDM) yang ada, hal
ini dimaksudkan agar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari standar
yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
3. Pahlawan
Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya
dalam kehidupan nyata.Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para
manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-
nilai organisasi, mereka bisa menumbuhkan idealisme, semangat dan tempat
mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah dalam organisasi.
4. Ritual
25

Kegiatan upacara di suatu perusahaan pada umumnya bentuk penghargaan


terhadap kinerja sumber daya manusianya atau dapat berupa laporan aktivitas-
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Dengan
seringnya frekuensi kegiatan tersebut di perusahaan diharapkan akan
menciptakan budaya secara tidak sadar.
5. Jaringan Budaya
Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di
dalam perusahaan, dapat dijadikan sebagai pembawa atau penyebaran nilai-nilai
budaya perusahaan. Elemen ini merupakan hierarki dari kekuatan yang
tersembunyi di dalam organisasi, oleh karena itulah efektivitas jaringan ini hanya
sebagai cara untuk mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di
perusahaan, dapat dikatakan juga bentuk jaringan kultural adalah informal.

2.3.4 Fungsi Budaya Organisasi


Budaya organisasi memiliki fungsi atau peran di dalam perusahaan. Menurut
Robbin dan Coulter (2012:79) budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam
organisasi. Adapun lima fungsi budaya organisasi tersebut adalah:
1. Budaya mempunyai peran dalam menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang
lainnya.
2. Budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari
pada kepentingan diri sendiri pribadi seseorang.
4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial, artinya budaya menjadi perekat
sosial yang dapat mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-
standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para
karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

2.3.5 Faktor-Faktor Yang Menentukan Kekuatan Budaya Organisasi


26

Menurut Luthas yang dikutip oleh Tika (2014:109-110), faktor-faktor utama


yang menentukan kekuatan budaya organisasi adalah

1. Kebersamaan
Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai inti yang
dianut secara bersama. Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi
dan imbalan. Orientasi dimaksudkan pembinaan kepada anggota-anggota
organisasi khususnya anggota baru baik yang dilakukan melalui bimbingan
seorang anggota senior terhadap anggota baru maupun melalui program-program
latihan. Melalui program orientasi, anggota-anggota baru organisasi diberi nilai-
nilai budaya yang perlu dianut secara bersama oleh anggota-anggota organisasi.
Di samping orientasi kebersamaan, juga dipengaruhi oleh imbalan. Imbalan
dapat berupa kenaikkan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah dan tindakan-
tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen nilai-nilai inti budaya
organisasi.
2. Intensitas
Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota organisasi kepada nilai-
nilai inti budaya organisasi. Derajat intensitas bisa merupakan suatu hasil dari
struktur imbalan. Keinginan karyawan untuk melaksanakan nilai-nilai budaya
dan bekerja semakin meningkat apabila mereka diberi imbalan. Oleh karena itu,
pemimpin organisasi atau perusahaan perlu memperhatikan dan menaati struktur
imbalan yang diberikan kepada anggota-anggota organisasi guna menanamkan
nilai-nilai inti budaya organisasi.

2.3.6 Peran Budaya Organisasi


Menurut Wirawan (2007:35) peran budaya organisasi terhadap organisasi,
anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan dengan organisasi, yaitu:
1. Identitas organisasi
27

Budaya organisasi berisi satu karakteristik yang melukiskan organisasi dan


membedakannya dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi menunjukan
identitas organisasi kepada orang di luar organisasi.

2. Menyatukan organisasi
Budaya organisasi menyediakan alat kontrol bagi aktifitas organisasi dan
perilaku anggota organisasi. Norma, nilai, dan kode etik budaya organisasi
menyatukan pola pikir dan perilaku anggota organisasi.
3. Reduksi konflik
Pola pikir, asumsi, dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan dan
terjadinya konflik di antara anggota organisasi.
4. Komitmen kepada organisasi dan kelompok
Budaya organisasi buakn saja menyatukan, tetapi juga memfasilitasi komitmen
anggota organisasi kepada oragnisasi dan kelompok kerja.
5. Reduksi ketidakpastian
Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepastian.
Dalam mencapai tujuanya, organisasi menghadapi ketidakpastian dan
kompleksitas lingkungan.
6. Menciptakan konsistensi
Budaya organisasi menciptakan konsisten berpikir, berperilaku, dan merespon
lingkungan organisasi. Budaya organisasi memberikan peraturan, paduan,
prosedur serta pola memproduksi dan melayani konsumen.
7. Motivasi
Budaya merupakan energi sosial yang membuat anggota organisasi untuk
bertindak. Budaya memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi.
8. Kinerja organisasi
Budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan
motivasi kerja karyawan.
28

9. Keselamatan kerja
Untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja perlu
dikembangkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.

10. Sumber keunggulan kompetitif


Budaya organisasi yang kuat mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektifitas,
dan efesiensi serta menurunkan ketidakpastian kesuksesan organisasi dalam
pasar persaingan.

2.3.7 Dimensi Budaya Organisasi


Menurut Robbins dan Coulter (2012:80) Tujuh karakteristik primer berikut
yang bersama-sama menangkap hakikat budaya organisasi, yaitu:
1. Inovasi dan pengambilan resiko.
2. Memperhatikan detil.
3. Orientasi pada hasil.
4. Orientasi individu.
5. Orientasi pada tim.
6. Keagresifan.
7. Stabilitas.

2.3.8 Indikator Budaya Organisasi


Indikator budaya organisasi Menurut Robbins dan Coulter (2012:80) terdiri
dari:
1. Inovasi dan pengambilan resiko diartikan bahwa sikap inovatif dan berani
mengambil risiko harus ada didalam organisasi.
2. Memperhatikan detil diartikan bahwa didalam organisasi harus memperhatikan
segala ketetapan, analisis, dan memperhatikan lebih detail terhadap hal-hal di
sekitar.
3. Orientasi pada hasil diartikan fokus kepada hasil atau pendapatan daripada
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
29

4. Orientasi individu diartikan untuk memperhitungkan pengaruh hasil-hasil


terhadap karyawan dalam organisasi.
5. Orientasi pada tim diartikan kemampuan bekerjasama dalam tim.
6. Keagresifan bahwa individu atau orang-orang yang berada didalam organisasi
memiliki sifat kompetitif.
7. Stabilitas diartikan bahwa aktifitas organisasi ditekankan untuk mempertahankan
status quo untuk terus tumbuh dan berkembang.

2.3.9 Pengukuran Budaya Organisasi


Menurut Taliziduhu yang dikutip oleh Tika (2011:114) ada beberapa kriteria
dalam mengukur budaya organisasi yang kuat, yaitu:
1. Kejelasan nilai-nilai dan keyakinan (clarity of ordering)
Nilai-nilai dan keyakinan yang disepakati oleh anggota organisasi dapat
ditentukan secara jelas. Kejelasan nilai-nilai ini ditentukan dalam bentuk filosofi
usaha, slogan atau moto perusahaan, asumsi dasar, tujuan umum perusahaan, dan
prinsip-prinsip yang menjelaskan usaha. Perusahaan yang mempunyai nilai- nilai
budaya yang jelas dapat memberikan pengaruh nyata dan jelas kepada perilaku
anggota organisasi.
2. Penyebarluasan nilai-nilai dan keyakinan (extent of ordering)
Penyebarluasan nilai-nilai ini terkait dengan beberapa banyak orang atau anggota
organisasi yang menganut nilai-nilai dan keyakinan budaya organisasi.
Penyebarluasan nilai-nilai sangat tergantung dari sistem sosialisasi atau
pewarisan yang di berikan oleh pimpinan organisasi kepada anggota-anggota
organisasi khususnya anggota-anggota baru. Sistem sosialisasi atau pewarisan
dapat dilakukan melalui orientasi yang menyangkut pemberian bimbingan
anggota-anggota organisasi khususnya kepada anggota-anggota baru oleh
pejabat-pejabat organisasi secara berjenjang atau anggota anggota senior
organisasi kepada anggota baru. Di samping itu, orientasi juga dapat dilakukan
melalui pelatihan-pelatihan kepada anggota organisasi secara berkesinambungan.
Keberhasilan orientasi (sosialisasi) ini sangat tergantung kepada berapa banyak
30

anggota organisasi yang menganut dan sekaligus mempraktikkan budaya


organisasi dalam perilaku sehari-hari.
3. Intensitas pelaksanaan nilai-nilai inti (core values being intensely held)
Intensitas dimaksudkan seberapa jauh nilai-nilai budaya organisasi dihayati,
dianut, dan dilaksanakan secara konsisten oleh anggota-anggota organisasi.
Adakah nilai-nilai dan keyakinan budaya organisasi, dianut sepenuhnya oleh
anggota organisasi atau hanya sebagian atau bahkan tidak dilaksanakan sama
sekali. Disamping itu, intensitas juga dimaksudkan bagaimana cara organisasi
atau perusahaan memperlakukan anggota-anggota organisasi (karyawan) yang
secara konsekuen menjalankan nilai-nilai budaya organisasi dan anggota
organisasi yang hanya separuh atau sama sekali tidak menjalankan nilai-nilai
budaya.

2.4 Komitmen Organisasi


2.4.1 Definisi Komitmen Organisasi
Menurut Colquitt, Lepine, dan wesson yang dikutip oleh Wibowo pada buku
perilaku dalam organisasi (2014:188) adalah sebagai keinginan pada sebagian
pekerja untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen organisasi memengaruhi
apakah seseorang pekerja tetap tinggal sebagai anggota organisasi (is retained) atau
meninggalkan untuk mengejar pekerjaan (turns over). Menurut Newstrom
(2011:233). Komitmen organisasi merupakan suatu tingkatan dimana pekerja
mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif berpartisipasi
di dalamnya
Menurut Robbins dan Judge (2011:111) komitmen organisasi adalah “the
degree to which an employee identifies with a particular organization and its goals
and wishes to maintain membership in the organization”, Menurut definisi diatas
komitmen organisasi dapat dijelaskan sebagai suatu keadaan dimana seorang
karyawan bersedia melaksanakan tujuan-tujuan organisasi dan ingin
mempertahankan kedudukannya di dalam organisasi tersebut. keadaan dimana
seorang karyawan bersedia melaksanakan tujuan-tujuan organisasi dan ingin
mempertahankan kedudukannya di dalam organisasi tersebut. Komitmen
31

organisasional menurut Ivancevich (2012:182) adalah perasaan identifikasi,


keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah
kesediaan anggota organisasi untuk mengikat diri dan menujukkan loyalitas pada
organisasi karena merasakan dirinya terlibat dalam kegiatan organisasi.

2.4.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Komitmen Organisasi


Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui
proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen karyawan pada organisasi
ditentukan oleh sejumlah faktor. Menurut Steers dan Porter dalam Sopiah
(2008:164) ada sejumlah faktor yang memengaruhi komitmen pada perusahaan,
yaitu:
1. Faktor personal yang meliputi job expectations, psychological contract, job
choice factors, dan karakteristik personal.
2. Faktor perusahaan, meliputi initial works experiences, job scope, supervision,
dan goal consistency organizational.
3. Non-organizational factors, meliputi availability of alternative jobs. Jika ada
pekerjaan alternatif yang lebih baik, tentu karyawan akan meninggalkannya.

2.4.3 Dimensi komitmen organisasi


Menurut Luthans, Colquitt, Lepine, dan Wesson yang dikutip oleh Wibowo
pada buku perilaku dalam organisasi (2014:189) membagi komitmen organisasi
menjadi tiga macam atas dasar sumbernya:
1. Komitmen afektif (affective commitment) adalah sebagai keinginan untuk tetap
menjadi anggota organisasi karena keterikatan emosional pekerja pada
identifikasi dengan pelibatan dalam organisasi dimana seseorang karyawan akan
berfikir mengenai hubungan mereka dengan organisasi dalam hal nilai dan
kesatuan tujuan.
2. Komitmen kelanjutan (continuance commitment), adalah sebagai keinginan
untuk tetap menjadi anggota organisasi karena kepedulian atas biaya yang
32

berkaitan apabila meninggalkan organisasi didasari kerugian yang berhubungan


dengan keluarnya karyawan dari organisasi.
3. Komitmen normatif (Normative Commitment), adalah sebagai keinginan untuk
tetap menjadi anggota organisasi karena merasa sebagai kewajiban yang
menyangkut perasaan pekerja atas kewajiban untuk tetap tinggal dengan
organisasi karena itu merupakan yang terbaik untuk dilakukan.

2.4.4 Indikator Komitmen Organisasi


Menurut Luthans, Colquitt, Lepine, dan Wesson yang dikutip oleh Wibowo
pada buku perilaku dalam organisasi (2014:189) indikator komitmen organisasi
terdiri dari:
1. Komitmen afektif (affective commitment) yang terdiri atas beberapa bagian
seperti: keterikatan emosional karyawan, identifikasi sikap, dan keterlibatan
dalam organisasi.
2. Komitmen kelanjutan (continuance commitment) yang terdiri atas: promosi,
kesadaran akan biaya-biaya yang akan ditanggung secara pribadi, tidak adanya
alternatif pekerjaan lain, membutuhkan pekerjaan tersebut.
3. Komitmen normatif (Normative Commitment) yang terdiri dari: loyalitas,
Kewajiban dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan serta memikirkan
pendapat orang lain jika keluar dari organisasi yang mendasari komitmen
normatif memengaruhi individu untuk tetap tinggal dalam organisasi.

2.4.5 Meningkatkan Komitmen Organisasi


Menurut luthans (2011:148) yang dikutip oleh Wibowo pada buku perilaku
dalam organisasi memberikan beberapa pedoman untuk meningkatkan komitmen
organisasi:
1. Berkomitmen pada nilai utama seseorang (commit to people-first values):
membuat dan membangun aturan tertulis, memilih manajer yang baik dan tepat,
dan mempertahankan komunikasi.
33

2. Memperjelas dan mengkomunikasikan misi anda (clarify and communicate your


mission): memperjelas misi dan ideologi, menggunakan praktik perekrutan
berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan,
membentuk tradisi.
3. Menjamin keadilan organisasi (guarantee organizational justice): memiliki
prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyelenggarakan
komunikasi dua arah secara ekstensif.
4. Menciptakan rasa komunitas (create a sense of community): membangun perasaan
sebagai komunitas dengan membangun homogenitas berdasarkan nilai, keadilan,
menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama.
5. Mendukung perkembangan karyawan (support employee development):
melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama,
memajukan dan memberdayakan, mempromosikan dari dalam, menyediakan
aktivitas perkembangan, menyediakan keamanan kepada karyawan.

2.5 Kinerja
2.5.1 Definisi Kinerja
Menurut Mangkunegara (2014:9) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Bangun
(2012:231) kinerja (peformance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai karyawan
berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan. Menurut Rahadi (2010:5) kinerja
merupakan tingkat keberhasilan yang diraih oleh seorang karyawan dalam
melakukan suatu aktivitas kerja dengan merujuk kepada tugas yang harus dilakukan.
Menurut Rivai (2008:14-15) Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau
sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama.
Dari beberapa pengertian di atas kinerja bisa dikatakan sebagai hasil dari proses
kerja yang sudah dilewati dan menjadi gambaran bagaimana proses kerja yang
34

dilakukan, bila proses kerja sesuai dengan standar atau aturan kerja yang sudah
dilakukan maka kinerja atau hasil kerja akan sesuai target.

2.5.2 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kinerja


Menurut Mangkunegara (2014:16), faktor yang memengaruhi pencapaian
kinerja yang baik faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi, yaitu:

1. Faktor Individu
Secara psikologis, individu yang normal yang memiliki integritas yang tinggi
antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas
yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka inidividu tersebut memiliki
konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama
individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya
secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari
dalam mencapai tujuan organisasi. Dimana jika diuraikan, faktor individu dapat
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Pengetahuan (Knowledge)
Kemampuan yang dimilki karyawan yang lebih berorientasi pada intelegensi
dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan.
Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media
dan informasi yang diterima.
b. Keterampilan (Skill)
Kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang
dimiliki karyawan. Seperti keterampilan konseptual (Conseptual Skill),
keterampilan manusia (Human Skill), dan keterampilan teknik (Technical
Skill).
c. Faktor motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap
situasi kerja di lingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif
terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang tinggi,
sebaliknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan
35

menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud


mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan
pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

2. Faktor Lingkungan Organisasi


Faktor lingkungan organisasi yang memengaruhi prestasi kerja individu yang
dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target
kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis,
iklim kerja dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

2.5.3 Dimensi Kinerja Karyawan


Menurut Bangun (2012:233) standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu
pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan. untuk
memudahkan penilaian kinerja karyawan, standard pekerjaan harus dapat diukur dan
dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat diukur melalui:
1. Kuantitas pekerjaan
Dimensi ini menunjukan setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda
sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik
pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai.
2. Kualitas pekerjaan
Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai
persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.
3. Ketepatan waktu
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda untuk jenis pekerjaan
tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas
pekerjaan lainya.
4. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menunjuk kehadiran karyawan dalam
mengerjakanya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut
kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu.
5. Kemampuan Bekerja Sama
36

Kemampuan bekerja sama dapat menciptakan kekompakan sehingga dapat


meningkatkan rasa kerja sama antar karyawan. Karena tidak semua pekerjaan
dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan.

2.5.4 Indikator Kinerja Karyawan


Menurut Bangun (2012:233) indikator kinerja karyawan adalah sebagai
berikut:
1. Kuantitas pekerjaan yang terdiri atas: jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan
atau dicapai.
2. Kualitas pekerjaan yang terdiri atas: standar kualitas pekerjaan yang harus
disesuaikan untuk dapat mengerjakanya sesuai ketentuan.
3. Ketepatan waktu yang terdiri atas: tidak menunda pekerjaan yang diberikan dan
menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu.
4. Kehadiran yang terdiri dari: tingkat kehadiran karyawan dan tingkat
keterlambatan karyawan dalam organisasi.
5. Kemampuan bekerja sama yang terdiri dari: mampu bekerja sama dengan baik
antar karyawan dan menghargai rekan kerja satu sama lain.

2.5.5 Tujuan Penilaian Kinerja Karyawan


Tujuan penilaian kinerja menurut Rivai (2008:312) dapat dibedakan atas dua
yaitu:
1. Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa lalu praktiknya masih banyak
perusahaan yang menerapkan penilaian kinerja yang berorientasi pada masa
lampau, hal ini disebabkan kurangnya pengertian tentang manfaat penilaian
kinerja sebagai sarana untuk mengetahui potensi karyawan. Tujuan penilaian
kinerja yang berorientasi pada masa lalu ini adalah:
a. Mengendalikan perilaku karyawan dengan menggunakannya sebagai
instrument untuk memberikan ganjaran, hukuman, dan ancaman.
b. Mengambil keputusan mengenai kenaikan gaji dan promosi.
c. Menempatkan karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan tertentu.
37

2. Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa depan apabila dirancang secara
tepat sistem penilaian ini dapat:
a. Membantu tiap karyawan untuk semakin banyak mengerti tentang perannya
dan mengetahui secara jelas fungsi-fungsinya.
b. Merupakan instrumen dalam membantu tiap karyawan mengerti kekuatan-
kekuatan dan kelemahan-kelemahan sendiri yang dikaitkan dengan peran dan
fungsi dalam perusahaan.
c. Menambah adanya kebersamaan antara masing-masing karyawan dengan
penyelia sehingga tiap karyawan memiliki motivasi kerja dan merasa senang
bekerja dan sekaligus mau memberikan kontribusi sebanyak-banyaknya pada
perusahaan.
d. Merupakan instrumen untuk memberikan peluang bagi karyawan untuk
evaluasi diri serta menetapkan sasaran pribadi sehingga terjadi
pengembangan yang direncanakan dan di monitor sendiri.

2.6 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan penjelasan di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran mengenai
hubungan antara X1 mewakili motivasi, X2 yang mewakili budaya organisasi, X3
mewakili komitmen organisasi dan Y mewakili kinerja karyawan. X1, X2, X3 sebagai
variabel independen. Maka dapat dirumuskan uji hipotesis sebagai berikut:
38

Motivasi

(X1)

Budaya Kinerja Karyawan

Organisasi (Y)

(X2)

Komitmen
Organisasi
(X3)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


Sumber: Penulis (2015)

2.7 Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diajukan
empat hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1
Ho: Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan PT. Mensana Aneka
Satwa.
Ha: Ada pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan PT. Mensana Aneka Satwa.
Hipotesis 2
Ho: Tidak ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Mensana
Aneka Satwa.
Ha: Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Mensana Aneka
Satwa.
Hipotesis 3
Ho: Tidak ada pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Mensana
Aneka Satwa.
39

Ha: Ada pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan PT. Mensana Aneka
Satwa.
Hipotesis 4
Ho: Tidak ada pengaruh motivasi, budaya organisasi, dan komitmen organisasi
terhadap kinerja karyawan PT. Mensana Aneka Satwa.
Ha: Ada pengaruh motivasi, budaya organisasi, dan komitmen organisasi terhadap
kinerja karyawan PT. Mensana Aneka Satwa.
40
41

Anda mungkin juga menyukai