Anda di halaman 1dari 3

1.

Kestabilan enzim
Pembahasan tentang kestabilan enzim akan lebih mudah dipahami jika terlebih
dulu membahas tentang denaturasi. Denaturasi adalah perubahan konformasi
atau struktur alamiah menjadi suatu konformasi yang tidak menentu dan
fungsi dan berkurang. Proses denaturasi kadang-kadang dapat berlangsung
secara reversible, kadang-kadang tidak.
A. Pengaruh agen-agen pendenaturasi :
a) pH : tinggi rendahnya pH dapat menyebabkan denaturasi yang dapat
menurunkan aktifitas enzim, sehingga diperlukan suatu pH optimum
yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi enzim yang paling tinggi.
b) Pelarut organic : Banyak pelarut organik juga mendenaturasi
enzim. Contohnya alkohol. Jika enzim dalam keadaan kering,
enzim itu kurang peka terhadap denaturasi panas dari pada juga
enzim itu terhidrasi. larutan organik terintegrasi sedemikian
sehingga membantu fungsi katalisis enzimnya misal FAD, FMN,
dan biotin.
c) Larutan detergen(sabun) : larutan deterjen atau sabun dapat
menyebabkan denaturasi karena senyawa pada deterjen dapat
membentuk jembatan antara gugus hidrofobik(lemak) dengan
hidrofilik (air).sabun dapat menyatukan minyak dan air karena
sabun memiliki sifat polar pada bagian kepala dan sifat non polar
pada ekor sehingga sabun memiliki dual polaritas maka sabun
berperan sebagai surfaktan yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan.
B. Ikatan disulfide : Oksigen dan zat-zat pengoksidasi lain juga
mendenaturasi banyak enzim yang sering disebabkan terbentuknya
jembatan disulfide, jika dalam rantai terdapat gugus SH sistein. Zat zat
pereduksi menyebabkan terputusnya jembatan disulfide dan terbentuk
dua gugus SH. Logam berat seperti Ag+, Hg2+, Hg+, atau Pb2+ dapat
mendenaturasi enzim.
C. Enzim terimobilisasi : suatu enzim yang dilekatkan pada suatu
bahan yang inert dan tidak larut seperti sodium alginate. Dengan
sistem ini, enzim dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi
seperti pH atau temperatur. Sistem ini juga membantu enzim
berada di tempat tertentu selama berlangsungnya reaksi sehingga
memudahkan proses pemisahan dan memungkinkan untuk
dipakai lagi di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalam
hal efisiensi sehingga di industri banyak digunakan dalam reaksi
yang dikatalisis oleh enzim.
2. Pengaruh lingkungan terhadap aksi enzim:
a) Aktivitas air
b) Efek larutan
c) pH ekstrim : pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada
umumnya efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang
lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel
karena menjadi denaturasi protein. Kondisi pH dapat mempengaruhi
aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau pengubahan muatan
pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis. Pada
pH yang terlampau rendah, Enzim mengalami protonasi dan enzim
dinetralisir. Sedangkan pada pH yang terlalu tinggi, SH+ mengalami
ionisasi dan substrat dinetralisir. nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun
rendah) akan menurunkan kecepatan reaksi.
d) suhu lingkungan : pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat,
sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat.
Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan
suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi, sehingga bagian
aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif
enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun menurun.
Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan
kecepatan reaksi. Namun kenaikan suhu pada saat terjadinya
denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua
pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum,
yaitu suhu yang paling tepat bagi suatu proses reaksi yang
menggunakan enzim tersebut.
3. Enzim dan pengendalian seluler
Dalam sel-sel tubuh, supaya kerja enzim tidak tumpang tindih maka
diperlukan pengaturan kerja enzim dan pengendalian selularnya. Pengaturan
ini dilakukan dengan tujuan menjamin supaya enzim hanya bekerja ketika
dibutuhkan. Ada empat mekanisme pengendalian aktivitas enzim, yaitu
sebagai berikut.
a) Pengaturan alosterik : enzim yang aktivitasnya diatur oleh senyawa
yang berikatan secara reversible pada bagian yang bukan sisi aktif
enzim. Karena berikatan pada permukaan yang bukan sisi aktif.
struktur senyawa tidak harus mirip dengan substrat.
b) modifikasi kovaIen : menambahkan gugus fosfat pada suatu enzim
atau biasa disebut fosforilasi. Adanya fosforilasi enzim ini
akan mengubah konformasi (bentuk) dan permukaan sisi akitif enzim
sehingga mampu berfungsi dalam proses katalisis. Pengaturan ini
bersifat reversible. artinya ketika enzim sudah tidak dibutuhkan, fosfat
pada enzim dapat dihilangkan sehingga menyebabkan enzim tersebut
inakitif. Contohnya, enzim glikogen fosforilase.
c) Proteolisis terbatas : dengan jalan pemotongan rantai polipeptidanya.
Enzim-enzim ini biasanya disintesis oleh sel dalam keadaan yan tidak
aktif. contohnya pepsinogen, kemotripsinogen, dan tripsinogen atau
biasa disebut dengan zimogen atau praenzim. Setelah disekresi.
Enzim-enzim ini diaktifkan dengan jalan memotong beberapa asam
amino pada ujung enzim itu sendiri. Pemotongan ini menyebabkan
enzim menjadi aktif.
d) Pengaturan pembentukan dan turnover enzim : dengan jalan
peningkatan atau pengurangan kecepatan sintesis atau penguraiannya.
Ketika sel-sel tubuh aktif melakukan metabolisme enzim akan
dibentuk untuk mengimbangi aktvitas tersebut. Sebaliknya, jumlah
enzim akan berkurang pada saat sel dalam keadaan tidak aktif.

4. Aplikasi
1.Pemberian Enzim untuk Mengobati Gangguan Medis
 Enzim di dalam membantu pncernaan
 Aplikasi enzim di dalam penyembuhan luka
 Enzim di dalm menguraikan gumpalan darah
 Pemberian enzim pada gangguan tumor
 Pemberian enzim di dalm gangguan lisosom
2.Enzim di dalm penyembuhan Luka
 Pengguaan tripsin dengan senyawa antibiotika dalam bentuk salep pada
bekas luka bakar
 Fungsi enzim:
Menghindarkan kemungkinan pertumbuhan bakteri pada jaringan mati
Mempercepat proses penyembuhan
 Campuran tripsin dan khimotripsin dalam bentuk larutan maupun
serbuk digunakan untuk mengkatalisis proses lisis protein fibrin pada
jaringan luka
 Enzim-enzim protase dapat menguraikan gumpalan darah di dalam
tubuh,misalnya pada penderita trombosis
 Plasmin digunakan untuk proses fibrinolitik
 Streptokinase merupakan enzim lain yang efektif di dalam
menguraikan gumpalan darah dalam tubuh manusia.

Anda mungkin juga menyukai