Anda di halaman 1dari 6

PENANGANAN KEDARURATAN PSIKIATRI DI LUAR RUMAH SAKIT

Oleh : Tri Andri Pujiyanti

Upaya-upaya kesehatan jiwa dilakukan melalui kegiatan promotif,


preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terintegrasi,
komprehensif, dan juga berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan
manusia. Koordinasi perlu dilakukan demi menjamin pelaksanaan upaya-
upaya kesehatan jiwa yang terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinambungan(Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Koordinasi dilakukan antar petugas kesehatan, lembaga
pemerintahan, masyarakat dan keluarga. Salah satu peran dan tugas
kesehatan keluarga adalah merawat anggota keluarga yang sakit,
keluarga berperan penting sebagai pendukung selama masa pemulihan
serta rehabilitasi pasien, dukungan yang diberikan keluarga akan
mencegah kekambuhan pada pasien skizofrenia. Kekambuhan pada
penderita gangguan jiwa terjadi karena keluarga yang tidak tahu cara
menangani perilaku pasien dirumah(Dewi, 2015).
Seseorang yang mengalami gangguan jiwa di masyarakat disebut pula
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ. Apabila
mengalami kekambuhan menjadi sulit diarahkan, daya tiliknya buruk,
merasa tidak sakit, dan lebih banyak menunjukkan gejala positif yang
membahayakan orang lain dan lingkungan dan dapat mengarah pada
kedaruratan psikiatri. Kedaruratan psikiatri adalah gangguan yang bersifat
akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial yang
membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga
pasien, atau masyarakat (Trent, 2013). Tujuan pelayanan kedaruratan
psikiatri adalah untuk memberikan perawatan tepat waktu atas
kedaruratan psikiatri, adanya akses perawatan yang bersifat lokal dan
berbasis masyarakat, menyingkirkan etiologi perilaku pasien yang
mungkin mengancam nyawa atau meningkatkan morbiditas medis, dan
berjalannya kesinambungan perawatan (Sadock and Kaplan, 2009).
Keluarga tidak mampu membawa anggota keluarga yang menderita
gangguan jiwa dan mengalami kedaruratan psikiatri tersebut ke rumah
sakit atau pusat pelayanan kesehatan lainnya, karena tidak tahu cara
penanganan krisis dan merasa takut bila ODGJ menjadi dendam
kemudian mengancam mereka saat keluar dari rumah sakit.
Ketidakmampuan Keluarga dalam membawa ODGJ ke rumah sakit
menggerakkan warga masyarakat untuk membantu membawa ODGJ ke
rumah sakit. Berbagai upaya dilakukan keluarga dan masyarakat untuk
melumpuhkan ODGJ yang memberontak atau mengamuk. Pengikatan
dan pengamanan yang tidak sesuai karena ketidaktahuan keluarga dan
masyarakat mengakibatkan ODGJ cedera, contohnya pengikatan
menggunakan tambang / tali jemuran atau stagen. Sebagian Keluarga
meminta bantuan aparat keamanan untuk membawa ODGJ ini ke rumah
sakit.
Program pemerintah Jawa Tengah; “Rumah Sakit Tanpa Dinding”
menyatakan rumah sakit bukan hanya melaksanakan pengobatan dan
perawatan (upaya kuratif) saja melainkan diharapkan mampu pro aktif
dalam memberikan pelayanan di luar gedung. Salah satu layanan di luar
gedung adalah rumah sakit harus mampu jemput bola melalui pelayanan
penjemputan ODGJ dengan petugas penjemputan yang kompeten dalam
penanganan kedaruratan psikiatri. Pelayanan penjemputan ODGJ dapat
membantu keluarga membawa ODGJ ke rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan dan perawatan.

Penjemputan ODGJ
Penjemputan ODGJ dapat diartikan suatu proses menjemput ODGJ
dari tempat ODGJ tersebut tinggal menuju pusat layanan kesehatan
(rumah sakit jiwa) oleh tim penjemputan, dengan tujuan menjaga
keamanan dan keselamatan ODGJ dalam perjalanan menuju RS untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan.
Tim Penjemputan minimal terdiri dari dua Perawat, atau bisa disertai
satu dokter beserta sopir dan seorang satpam. Prosedur penjemputan
pasien meliputi; keluarga OGDJ menghubungi rumah sakit, keluarga
ODGJ mengajukan permohonan tertulis untuk penjemputan, rumah sakit
menunjuk tim penjemputan, tim penjemputan berkoordinasi dengan
keluarga ODGJ, kemudian tim penjemputan menjemput ODGJ dan
bersama keluarga medampingi ODGJ menuju RS. Harapan ke depan,
layanan penjemputan ini dapat terintegrasi dengan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

Dampak bila tidak ada penjemputan ODGJ


ODGJ harus mendapatkan pengobatan dan perawatan. ODGJ tidak
boleh putus obat. Selama di rumah harus tetap mengkonsumsi obat untuk
membantu menjaga kestabilan jiwanya. Keluarga mempunyai kewajiban
mendampingi dan mengawasi OGDJ patuh minum obat. Putus obat dapat
menyebabkan kekambuhan. ODGJ menjadi lebih sulit mengkonsumsi
obatnya, OGDJ menjadi tidak terkontrol dan dapat membahayakan diri
dan lingkungan. Keluarga akan mengalami kesulitan mengarahkan OGDJ
dan kesulitan membawa OGDJ ke rumah sakit dan akhirnya ODGJ
dibiarkan tanpa pengobatan, yang bisa dikategorikan pemasungan.

Upaya peningkatan Kompetensi perawat


Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang
dapat terobservasi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja
(performance) yang ditetapkan(PPNI, 2013). Kompetensi perawat jiwa
dapat diperoleh melalui proses pendidikan formal maupun pelatihan dalam
lingkup kesehatan jiwa. Kompetensi yang dimiliki seorang perawat dapat
menjadi sebuah kemampuan yang maksimal apabila didukung dengan
persepsi perawat yang positif tentang kompetensi itu sendiri(Yusuf,
Fitryasari, Nihayati, & Tristiana, 2016).
Pendidikan dan pelatihan memproses SDM menjadi kompeten, dimana
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dibangun dan dikembangkan
secara simultan menjadi SDM yang menguasai aspek pengetahuan,
keterampilan sekaligus sikap kerja sesuai tuntutan standar
kompetensi(Shabrina, 2016).
Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh perawat yang bertugas
melakukan penjemputan pasien / ODGJ di masyarakat pun mencakup
pengetahuan/pendidikan minimal D3 Keperawatan, memiliki ketrampilan
komunikasi efektif, kemampuan persuasif, dan manajemen krisis pasien
jiwa serta memiliki sikap yang menjunjung tinggi kode etik perawat.

Kompensasi bagi Tim Penjemputan


Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang
langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan kepada instansi.
Menurut Sutrisno (2009), kompensasi dibedakan menjadi dua macam,
yaitu: 1) Kompensasi Langsung (Financial) adalah kompensasi yang
langsung dirasakan oleh penerimanya, yakni berupa gaji, tunjangan, dan
insentif merupakan hak karyawan dan kewajiban perusahaan untuk
membayarnya. Insentif adalah kompensasi yang diberikan perusahaan
kepada karyawan tertentu, karena keberhasilan prestasinya di atas
standar atau mencapai target, dan 2) Kompensasi Tidak Langsung (Non
Financial) adalah kompensasi yang tidak dapat dirasakan secara
langsung oleh karyawan, yakni benefit dan service adalah kompensasi
tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahan terhadap
semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan mereka
seperti uang pensiun, dan olah raga.
Kompensasi yang dapat diberikan pada petugas penjemputan, dapat
berupa pemberian bobot angka kredit pada item pengabdian masyarakat
yang disesuaikan dengan nilai yang ditetapkan. Setiap penjemputan
ODGJ masuk dalam 1 kegiatan pengabdian, dengan melampirkan copy
surat permohonan, copy surat tugas, dan copy laporan hasil penjemputan
yang diketahui oleh perangkat Desa dan atasan langsung.

Kesimpulan
Penjemputan ODGJ sebagai salah satu jenis pelayanan kedaruratan
psikiatrik dilakukan oleh tim penjemputan yang berkompeten. Kompetensi
perawat yang harus dimiliki adalah pengetahuan, ketrampilan manajemen
krisis dan sikap dalam melaksanakan tugas penjemputan tersebut.
Kompensasi diberikan sebagai bentuk penghargaan dan untuk
meningkatkan motivasi perawat dalam melaksanakan tugas penjemputan.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, E. (2015). Pengalaman keluarga dalam merawat pasien skizofrenia


tak terorganisir di rumah sakit jiwa daerah surakarta.
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa, 1–42.
PPNI. (2013). Standar Kompetensi Perawat Indonesia, 1–5.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Shabrina, D. (2016). Pembelajaran Dengan Pendekatan Competency
Based Training (CBT). Pembelajaran Dengan Pendekatan Inquiry.
Retrieved from https://femilliaelsa.wordpress.com/2016/10/18/80/
Yusuf, A., Fitryasari, R., Nihayati, H. E., & Tristiana, D. (2016). Kompetensi
Perawat Dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa, 230–239.

Anda mungkin juga menyukai