Anda di halaman 1dari 23

PETUNJUK TEKNIS Pt T-16-2002-C

Tata cara pengelolaan air limbah non kakus


(Grey Water)

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
KATA PENGANTAR

Petunjuk Teknis Tata Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air
Limbah Rumah Tangga Non Kakus ini disusun sebagai acuan/pedoman dalam
pengoperasian dan pemeIiharaan instalasi pengolahan air limbah rurnah tangga non kakus.

Kami menyadari bahwa petunjuk teknis ini masih ada kekurangan dalam penyajiannya untuk
itu kami mohon saran dan masukan kepada para pembaca sekalian bagi penyempurnaan
petunjuk teknis ini.

Dengan tersusunnya petunjuk teknis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat bagi masyarakat luas dalam penerapan teknologi air
limbah khusunya limbah rumah tangga non kakus.

Bandung, November 2001


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1 Ruang lingkup
2 Acuan
3 Istilah dan definisi
4 Persyaratan- persyaratan
4.1 Persyaratan umum
4.2 Persyaratan teknis
4.2.1 Diagram alir instalasi
4.2.2 Cara kerja instalasi
4.2.3 Pemeliharaan instalasi
4.2.3.1 Peralatan
4.2.3.2 Tenaga pelaksana
4.2.3.3 Tata cara pemeliharaan
4.2.4 Pemanfaatan effluent
Pendahuluan
Tata Cara Pengoperasian dan Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah
Tangga Non Kakus ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan operasional dan
pemeliharaan instalasi.
Tata cara ini bertujuan untuk memberikan persyaratan dan ketentuan teknis dalam
Pengoperasian dan Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Non
Kakus sehingga effluen yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

1 Ruang lingkup
Tata cara ini memuat persyaratan umum dan persyaratan teknis mengenai tata cara
pengoperasian dan pemeliharaan instalasi pengolahan air lirnbah non kakus model hybrid
yang berkapasilas 2 m3/hari atau cakupan pelayanan 4 Kepala Keluarga (16 — 20 jiwa).

2 Acuan normatif
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2000 : “Pengembangan Model
Pengendalian Air Limbah Rumah Tangga Non Kakus di Perkotaam sebelum ke Badan Air
Penerima”, Balitbang PU, Bandung.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 1998 : “Pengkajian Baku Mutu Air
Limbah Rumah Tangga”, Balitbang PU, Bandung.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 1996 : “Pengkajian Model Pengendalian


Pencemaran Air Limbah Rumah Tangga Non Kakus dengan Sistem Bio Filter”, Balitbang
PU.

3 Istilah dan Definisi


3.1
air limbah
bahan buangan hasil sampingan dari proses/aktifitas rumah tangga yang berbentuk cair
yang dapat menimbulkan pencemaran.

3.2
pencemaran
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan dan/atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau
proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukkannya.

3.3
air limbah non kakus
air limbah cair yang dihasilkan dari aktifitas mandi, cuci dan masak.

3.4
effluen
aliran air keluar dari suatu sistem pengolahan air limbah rumah tangga.

3.5
media adsorpsi
tempat terjadinya proses penyerapan pada bagian permukaan.

4 Persyaratan-persyaratan
4.1 Persyaratan umum
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengoperasian dan pemeliharaan instalasi
pengolahan air limbah rumah tangga non kakus adalah sebagai berikut:
1) instalasi sudah terpasang dan berfungsi dengan baik;
2) tersedianya tenaga pelaksana;
3) tersedianya biaya operasional dan pemeliharaan;
4) memiliki jadual pemeriksaan rutin, dan
5) tersedianya perlengkapan yang diperlukan.

4.2 Persyaratan teknis


4.2.1 Diagram alir instalasi

SKEMA 1
Cara kerja instalasi pengolahan air limbah rumah tangga non kakus

4.2.2 Cara kerja instalasi


Cara kerja unit instalasi dapat dilihat pada Skema 1, dengan penjelasan sebagai berikut:
1) air limbah non kakus disalurkan melalui pipa inlet menuju unit pra pengolahan;
2) pada unit pra pengolahan terdapat saringan sampah kasar, perangkap pasir dan
perangkap lemak;
3) sampah kasar akan tersaring pada bagian atas penangkap sampah, pasir akan lolos
dari perangkap sampah lalu mengendap di bagian bawah penangkap pasir, lemak yang
ada akan mengambang pada bak penangkap lemak;
4) air yang keluar dari unit pra pengolahan akan masuk ke instalasi non kakus, melalui pipa
yang terdapat pada bagian poros, mengalir dari atas ke bawah;
5) air tersebut selanjutnya melalui saringan kasar berupa kerikil dan arang batok sebagai
media adsorbsi;
6) air yang telah melewati media tersebut melimpah ke bagian sisi tabung selanjutnya
menuju saluran pembawa menuju pipa outlet;
7) air yang berasal dari pipa outlet akan mengalir ke badan air penerima.
Gambar 1
Instalasi pengolahan air limbah rumah tangga non kakus

4.2.3 Pemeliharaan instalasi


4.2.3.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan instalasi pengolahan air
limbah rumah tangga non kakus, antara lain:
1) sekop;
2) garu;
3) sikat;
4) kuas;
5) selang;
6) ember;
7) sapu lidi;
8) pompa.

4.2.3.2 Tenaga pelaksana


Tenaga pelaksana untuk perawatan dan pemeliharaan instalasi berjumlah 2 (dua) orang
dengan kualifikasi telah mendapat pengetahuan tentang tata cara perawatan dan
pemeliharaan instalasi pengolahan air limbah rumah tangga non kakus.
4.2.3.3 Tata cara pemeliharaan

Tabel 1
Tata cara perawatan dan pemeliharaan
instalasi pengolahan air limbah rumah tangga non kakus

No Unit Instalasi Cara Pemeliharaan Waktu


1 Unit pra pengolahan 1) lakukan pemeliharaan pada saat jam
aktivitas minimum;
2) lakukan pemeriksaan terhadap pipa Tiap 1 minggu
inlet untuk mengetahui apakah terjadi
penyumbatan atau tidak;
3) apabila terjadi penyumbatan, lakukan
penggelontoran hingga aliran kembali
menjadi lancar;
4) selanjutnya tutup pipa inlet dengan dop
PVC;
5) bersihkan sampah yang berada di atas Tiap 1 minggu
kain kasa dengan menggunakan sapu
lidi, selanjutnya buang sampah tersebut
ke tempat sampah yang telah
disediakan;
6) bersihkan pasir yang berada di dalam Tiap 1 bulan
bak penangkap pasir dengan cara
mengambil pasir tersebut dengan
menggunakan ember;
7) bersihkan lemak dan kotoran yang Tiap 1 bulan
mengambang yang berada pada bak
perangkap lemak;
8) bersihkan dinding bagian dalam dengan Tiap 1 bulan
menggunakan sikat dan sapu lidi;
9) bilas dinding bagian dalam dengan
melakukan penyemprotan.

2 Unit pengolahan 1) lakukan pemeliharaan pada saat jam


aktivitas minimum;
2) lakukan pemeriksaan terhadap pipa Tiap 1 minggu
inlet vertikal dan horizontal untuk
mengetahui apakah terjadi
penyumbatan atau tidak;
3) apabila terjadi penyumbatan, bersihkan
pipa inlet dengan melakukan
penggelontoran hingga aliran menjadi
lancar;
4) lakukan pemeriksaan terhadap pipa Tiap 1 minggu
outlet dengan cara memeriksa kondisi
aliran pada bak kontrol;
5) lakukan pula pemeriksaan terhadap Tiap 1 – 2 tahun
pipa penguras untuk megetahui apakah
terjadi penyumbatan;
6) apabila terjadi penyumbatan, bersihkan
dengan cara mendorong kotoran yang
menyumbat dengan kayu, dan
selanjutnya lakukan dengan kayu, dan
selanjutnya lakukan penyemprotan
dengan air;
7) kuras lumpur pada bagian dalam Tiap 1 – 2 tahun
instalasi;
8) bila memungkinkan, pengurasan lumpur
ini dapat pula dilakukan dengan
menggunakan mobil penyedot lumpur/
tinja;
9) lakukan pengecatan pada bagian luar Bila cat sudah pudar
tabung;
10) bersihkan tumbuhan yang berada di Apabila sudah banyak
sekitar instalasi. terdapat tumbuhan liar

3 Media filter 1) periksa aliran keluar dari unit instalasi


pada bak kontrol;
2) apabila ailran yag keluar mengecil, 12 – 18 bulan
periksa media saringan karena ada
kemungkinan telah terjadi
penyumbatan;
3) bila terjadi penyumbatan, lakukan
pembersihan media penyaring dengan
cara mengambil media penyaring, lalu
lakukan pencucian dengan melakukan
penyemprotan;
4) ganti media absorpsi (arang batok) 12 bulan
setelah pemakaian 12 bulan.

4.2.4 Pemanfaatan effluent

1) SK SNI M–18–1989–F, tentang Metoda Perhitungan Debit Banjir;


2) Puslitbang Permukiman, 1997, Penelitian Bahan dan Konstruksi Sistem Drainase di
Kawasan Permukiman;
3) Moh. Masduki Hardjosuprapto, 1999, Drainase Perkotaan dalam rangka diseminasi
Juknis Drainase, Bandung.
4) Sutarto Edhisono, 1990, Irigasi I, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Semarang;
5) Braja M. Das, 1993, Mekanika Tanah jilid 1 tentang prinsip-prinsip rekayasa
geoteknis, penerbit Erlangga, Jakarta.

3 Istilah dan definisi


Istilah dan definisi yang digunakan dalam pedoman ini adalah sebagai berikut :
1) Hujan adalah presipitasi yang jatuh dari atmosfir dalam bentuk air;
2) Saluran adalah prasarana untuk mengalirkan air, dari suatu tempat ke tempat lain
atau ke badan air;
3) Saluran air hujan pracetak berlubang.
Saluran air hujan yang dibuat dari bahan beton bertulang dengan pelubangan
sesuai disain dan criteria yang ditentukan yang dibuat dengan sistem pracetak;
4) Pracetak.
Proses pembuatan beton yang dilakukan dengan dicetak terlebih dahulu sebelum
dipasang/penerapan;
5) Lingkungan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luas kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung prikehidupan dan penghidupan;
6) Tinggi curah hujan adalah tinggi genangan air dlam mm yang diukur dengan alat
penakar hujan;
7) Koefisien limpasan adalah nilai perbandingan antara jumlah limpasan permukaan
dengan jumlah limpasan permukaan dengan jumlah hujan yang jatuh;
8) Intensitas hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu, dinyatakan dalam
satuan mm/jam;
9) Debit limpasan rencana adalah debit maksimum dari suatu saluran yang besarnya
didasarkan kata ulang tertentu, dinyatakan dalam satuaan L/detik atau m3/detik.
10) Debit aliran adalah volume air yang mengalir melalui penampang melintang saluran
dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam satuan L/detik atau m3/detik.

4 Persyaratan-persyaratan
4.1 Persyaratan umum
1) Saluran air hujan ini tidak boleh menerima dan mengalirkan buangan air limbah;
2) Saluran air hujan ini harus dipasang/ditempatkan di atas tanah yang stabil;
3) Saluran air hujan ini sangat cocok diterapkan pada struktur tanah yang mempunyai
nilai permeabilitias tanah > 1 x 10-3 cm/detik;
4) Air masuk kedalam tanah adalah air hujan yang tidak tercemar;
5) Di dalam penerapannya diperlukan pemeliharaan secara berkala.

4.2 Persyaratan teknis


1) Bentuk dan Ukuran
Bentuk saluran direncanakan dengan sistem saluran terbuka atau berbentuk “U” dan
ukuran lebar saluran minimum 30 cm, pada dasar saluran diberi lubang-lubang
berbentuk persegi panjang dengan ukuran 14 cm x 2,5 cm, untuk memungkinkan
meresapnya sebagian air hujan kedalam tanah;
2) Konstruksi
Saluran air hujan ini direncanakan dengan konstruksi beton bertulang dengan
sebagian dasar saluran berlubang;
3) Sistem pengaliran
Pengaliran air hujan pada saluran direncanakan sistem gravitasi dengan melihat
kondisi topografi pada lingkungan permukiman. Kemiringan saluran maksimum 1%
dengan kecepatan 0,3 – 1,0 m/detik.
4) Tinggi jagaan (free board)
Tinggi jagaan pada saluran air hujan ini minimal 5 cm dari permukaan air limpasan
maksimum sampai batas bibir atas saluran.

5 Dasar perencanaan
5.1 Analisa curah hujan
Pada perencanaan saluran air hujan data curah hujan dapat dianalisis dengan metoda
statistik diantaranya dengan metoda Iwai kadoya. Perioda hujan untuk perencanaan
saluran dapat digunakan periode ulang hujan 5 – 10 tahunan.
Menurut metoda Iwai Kadoya :
I
Log (RT + b) = y + ---- z
A
Dimana :
RT = hujan dengan return period (T)
I m
b = ---- Σ bi
m i=1

m = n/10
n = banyaknya pengamatan
__
Rb. Rk – R2
bi = --------------------------------
2R – ( Rb + Rk)

Rb.Rk = hujan terbesar, terkecil yang sama ordernya


__
R = didapat dari

__ I n
Log R = ---- Σ log Ri
n i-1

Ri = hujan maksimum peretmal


__ I n
y = ---- Σ ( log Ri + b )
n i-1

y = log ( Ri + b )

1
a
=
2n
n −1
(
⋅ y2 − y2 )
Tabel 1 : Standar variable

T (tahun) z
2 0,0000
3 0,3045
5 0,5951
10 0,9062

1) Intensitas hujan ( I )
Pada perencanaan saluran air hujan, metoda yang dapat digunakan untuk
menghitung nilai intensitas hujan diantaranya adalah :
a. Metoda Van Breen :
90 % x R24
I = ------------------
t
dimana : I = Intensitas hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan selama 24 jam (mm)
t = Durasi hujan, dapat diambil hujan maksimum selama 4 jam

b. Metoda Mononobe :

R 24
I = ---- x ( ---- ) 2/3
24 t

dimana : I = Intensitas hujan (mm/jam)


R = Curah hujan (mm)
t = time concentration

L
t = -----
V

dimana : V = kecepatan perambat limpasan


L = panjang saluran ( m )
Menurut Dr. Rziha :
H
V = 72. ( ------ ) 0,6
L
H = beda tinggi antara titik terjauh ( m )

2) Koefisien limpasan ( C )
Pada perencanaan saluran air hujan, metoda yang dapat digunakan untuk
menentukan nilai koefisien limpasan diantaranya metoda Der Weduwen atau dapat
pula menggunakan tabel 1 dengan melihat kondisi tata guna lahan.

Tabel 2 : Nilai koefisien limpasan ( C )

No Untuk daerah/permukaan Nilai koefisien


limpasan
1. Permukiman
- Perumahan dengan kerapatan bangunan :
10 rumah/ha 0,45 – 0,55
15 rumah/ha 0,50 – 0,65
20 rumah/ha 0,60 – 0,70
25 rumah/ha 0,65 – 0,75
30 rumah/ha 0,75 – 0,85
2. Jalan
- Aspal 0,70 – 0,95
- Beton 0,80 – 0,95
- Bata 0,70 – 0,85
Sumber : Drainase perkotaan dalam rangka diseminasi Juknis, Bandung, 1999

Menurut metoda Der Weduwen :

4,1
C = 1 - --------------
βq + 7

t+1
β = 120 + ( --------- ) . A
t+9

67,65
q = -------------
t + 1,45

dimana : C = keof. Limpasan


β = keof. Reduksi limpasan
t = durasi hujan dalam hari < 12 jam
A = luas bidang tadah (Km2)

5.2 Luas tadah hujan ( A )


Pada perencanaan saluran air hujan, luas tadah hujan (A) dapat direncanakan atau
ditentukan sesuai dengan luas daerah tadah hujan guna kebutuhan dimensi saluran
yang direncanakan (lihat lampiran C).
5.3 Perhitungan debit limpasan (Q limpasan)
Pada perencanaan saluran air hujan, perkiraan besarnya debit limpasan dapat dihitung
dengan metoda Rasional praktis seperti berikut :

Q = 0,00278 . C . I . A

Dimana : Q = Debit limpasan rencana (m3/detik);


C = Koefisien limpasan;
I = Intensitas hujan (mm/jam);
A = Daerah pengaliran (ha);

5.4 Perhitungan dimensi saluran :


Pada perencanaan dimensi saluran, perhitungan profil hidrolis sangat menentukan, dan
metoda yang dapat digunakan untuk menghitung pada umumnya menggunakan
persamaan Kontinuitas seperti berikut :
Q = A . V

dimana : Q = Debit saluran (m3/detik);


A = Luas penampang basah saluran (m2);
V = Kecepatan pengaliran (m/detik);

V = 1/n x R 2/3 x I 1/2 (Rumus Manning)

A
R = -------
O

O = Keliling basah (m)


R = Jari-jari hidrolis (m)
I = Kemiringan saluran (%)
N = Angka kekasaran Manning, tergantung pada nilai R

Tabel 3 : Angka kekasaran Manning (n)

Jari-jari hidrolis Koef.kekasaran dinding


(R dalam m) Manning (n)
R = < 0,75 0,043
R = 0,75 – 1,25 0,038
R = > 1,25 0,033

5.5 Koefisien rembesan (k)


Air hujan yang direncanakan dapat menyerap kedalam tanah melalui dasar saluran,
didasarkan atas luas lubang pada dasar saluran serta berdasarkan nilai koefisien
rembesan (k) yang ditentukan sesuai jenis dan struktur tanah itu sendiri. Berdasarkan
hasil penelitian bahwa angka koefisien rembesan (k) untuk berbagai jenis tanah dapat
dilihat seperti pada tabel 4.
Tabel 4 : Nilai koefisien rembesan (k)

No. Jenis tanah k


(cm/detik)
1. Kerikil bersih 1 – 100
2. Pasir kasar 1 – 0,01 = 1 x 10 -2
3. Pasir halus 0,01 – 0,001 = 1 x 10 -2 - 1 x 10 -3
4. Lanau 0,001 – 0,00001 = 1 x 10 -3 - 1 x 10 -5
5. Lempung < 0,000001 = 1 x 10 -6
Sumber : Mekanika Tanah jilid 1 tentang prinsip-prinsip rekayasa geoteknis, penerbit
Erlangga,Jakarta, 1993

6 Tahap perencanaan

Pada perencanaan saluran air hujan pentahapan yang dapat dilaksanakan adalah seperti
pada diagram berikut.
1. Badan Meteorologi
dan Geofisika Data curah hujan Data Perencanaan
(BMG) 2 Perumahan pada Saturday
2. Puslitbang Sumber lingkungan permukiman
Daya Air 3
3. Dinas Pengairan
4. Stasiun penakar
curah hujan Analisa curah hujan
1 4

Menentukan Data
Menghitung Instensitas Menentukan Koef. Luas tadah Permeabilitas
hujan (I) 5 Limpasan (C) 6 Hujan (A) 7 tanah (k) 9

Menghitung debit 8
Limpasan (Qlimpasan)

Menghitung dimensi
Saluran 10

Dimensi saluran air


hujan pracetak
berlubang 11

Gambar 1 : Diagram pentahapan perencanaan saluran air hujan


Lampiran A :

Contoh perhitungan

1. Analisis curah hujan

a. Menghitung tinggi curah hujan ( R )

Berdasarkan data dari hasil pengamatan pada stasiun penakar hujan, diperoleh data hujan
maksimum untuk periode hujan 10 tahunan seperti berikut.

Tabel 5 : Data curah hujan pada periode hujan tahunan

Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994
Curah 20 32 60 25 52 46 70 92 48 24
hujan
(R mak
mm)

Data curah hujan tersebut, kemudian disusun menurut besar kecilnya menjadi sebagai
berikut :
Tabel 6 : Data curah hujan diurutkan berdasarkan besar dan kecil

Urutan terbesar Hujan maksimum Urutan terkecil


(Ri mm)
1 92 10
2 70 9
3 60 8
4 52 7
5 48 6
6 46 5
7 32 4
8 25 3
9 24 2
10 20 1

Maka : Rb = 92 Rk = 20

Rb = 70 Rk = 24

Rb = 60 Rk = 25 dan seterusnya
Tabel 7 : Logaritma hujan maksimum

No Hujan maksimum Log Ri


(Ri mm)
1 92 1,9638
2 70 1,8451
3 60 1,7782
4 52 1,7160
5 48 1,6812
6 46 1,6628
7 32 1,5051
8 25 1,3979
9 24 1,3802
10 20 1,3010
n=10
Σ log Ri = 16,2313
i=1

__ 1 n=10
log R = ---- Σ log Ri
n i=1

__ 1
log R = ----x 16,2313 = 1,62313
10
__
R = 42

n = 10, maka m = n/10 = 1

Disini m = 1, sehingga untuk Rb dan Rk masing-masing diambil satu harga yaitu


Rb = 92 dan Rk = 20

Tabel 8 : Variabel penentuan curah hujan

__
__ __ Rb x Rk – R2
R Rb Rk Rb x Rk R2 Rb + Rk bi = -------------------
___
2R – (Rb + Rk)
42 92 20 1840 1764 112 bi = - 2,7

Dalam hal ini


1 m
b = ---- Σ bi karena m = 1, maka b = bi = -2,7
m i=1
Tabel 9 : Variabel penentuan curah hujan

No. Ri Ri + b y = log ( Ri + b ) y2
1 92 89,3 1,9508 3,8056
2 70 67,3 1,8280 3,3416
3 60 57,3 1,7581 3,0909
4 52 49,3 1,6928 2,8656
5 48 45,3 1,6561 2,7427
6 46 43,3 1,6365 2,6781
7 32 29,3 1,4669 2,1518
8 25 22,3 1,3483 1,8179
9 24 21,3 1,3284 1,7646
10 20 17,3 1,2380 1,5326

n=10 n=10
Σ y = 15,09 Σ y2 = 25,791
i=1 i=1

__ __
y = 1,5904 y2 = 2,5791
__
( y )2 = 2,5294

1 __ __
-- = √ 2 n . ((y2) – y2)
a n -1

= √20 . ((2,5791) – 2,5294


9

= √ 2,222 x 0,04797 = 0,332

Untuk hujan dengan periode ulang 10 tahunan z = 0,9062

Maka :

Log ( RT + b) = y + 1/a . z

Log ( R 10 – 2,7) = 1,5904 + ( 0,332 x 0,9062)


= 1,891
R10 = 77,8 mm ∞ 80 mm

2. Menghitung intensitas hujan (I) :

Dalam contoh perhitungan ini, nilai instensitas dihitung berdasarkan metoda Van Breen
seperti berikut :

90 % x R
I = ------------- t = durasi hujan maksimum = 4 jam
t
90 % x 80 mm
I = -------------------- = 18 mm/jam
4 jam

3. Menghitung koefisien limpasan ( C ) :

Nilai koefisien limpasan dihitung berdasarkan metoda Der Weduwen seperti berikut :

t+1
β = 120 + ( ------- ). A A = direncanakan 0,02 km2
t+9

4+1 5
β = 120 + ( -------- ). 0,02 = 120 + ( ------ ) . 0,02
4+9 13

β = 0,923

67,65 67,65
q = ---------------- = --------------- = 12,41
t + 1,45 4 + 1,45

maka
4,1 4,1
C = 1 - ----------------- = 1 - -------------------------- = 0,778
β q + 7 (0,923 x 12,41)+7

4. Menentukan luas tadah hujan (A) :

Luas tadah hujan yang direncanakan dalam contoh perhitungan perencanaan saluran air
hujan seluas 2,0 ha.

5. Menghitung debit limpasan ( Q limpasan ) :

Q = 0,0278 x C x I x A
= 0,00278 x 0,778 x 18 x 2,0
= 0,078 m3/detik

6. Menghitung dimensi saluran :

Dalam perencanaan dimensi saluran ini, perhitungan profil hidrolis menggunakan persamaan
seperti berikut :
Q
Q = A x V A = ------
V

V = diambil 0,6 m/detik


Maka :

0,078 m3/detik
A = -------------------------- = 0,130 m2
0,6 m/detik

Lebar saluran (B) diambil = 0,40 m


Tinggi saluran (h) = 0,130 / 0,40 = 0,325 m
Fre board (f) = 0,40 – 0,325 = 0,075 m
Maka tinggi saluran (h) = 0,40 m

Kontrol dimensi saluran :


Luas penampang basah (A) :
0,33 x 0,40 = 0,1320 m2
0,26 x 0,07 = 0,0182 m2
0,07 x 0,07 = 0,0049 m2
------------------------
A = 0,1551 m2

Keliling basah ( O ) :
O = 0,33 + 0,10 + 0,26 + 0,10 + 0,33
= 12 m

Jari – jari hidrolis ( R ) ;


A 0,1551
R = --- = ------------ = 0,138 m
O 1,12

V = 1/n x R 2/3 x I 1/2 n = diambil 0,043


I = 0,9 %

V = 1/0,043 x 0,138 2/3 x 0,09 1/2


= 23,26 x 0,267 x 0,071 = 0,59 m/detik

Maka :

Q saluran = A . V
= 0,1551 m2 x 0,59 m/detik = 0,092 m3/detik

Q limpasan < Q saluran

0,078 m3/detik < 0,092 m3/detik Aman

Maka :

Perencanaan dimensi saluran seperti gambar potongan di atas, dimana tinggi (h) = 0,40 m =

40 cm dan lebar saluran 40 cm dapat digunakan.


7. Menghitung debit air yang meresap :

Banyaknya air yang meresap kedalam tanah melalui dasar saluran, ditentukan atas dasar
luasan lubang dan angka permeabilitas tanah ( k ) untuk kondisi jenis dan struktur tanah itu
sendiri.

Dari hasil pengujian perlokasi tanah di lokasi uji coba saluran, diperoleh angka permeabilitas
tanah sebesar 4,1 x 10 -4 cm/detik (termasuk jenis tanah lanau).

Pada dasar saluran direncanakan lubang – lubang peresapan yang mempunyai ukuran
panjang = 14 cm, dan lebar lubang = 2,5 cm. Banyaknya lubang setiap meter adalah 10
buah lubang.

Maka luas lubang per meter = (14 cm x 2,5 cm ) = 350 cm2.

Banyaknya air yang meresap pe meter :

Q resap = ( 4,1 x 10 -4 cm/detik ) x 350 cm2

= 1,435 x 10 -3 cm/detik

= 1,435 x 10 -9 m/detik

Dengan diperolehnya debit yang meresap kedalam tanah, maka debit pada saluran akan
mengalami pengurangan sebesar 1,435 x 10 -9 m3/detik/m.
Lampiran B

Contoh perencanaan saluran air hujan


Dengan alternatif curah hujan dan luas tadah hujan (A)

1. Menghitung intensitas hujan

Dari rumus dasar di atas, maka nilai intensitas hujan dapat ditentukan seperti pada tabel 10,
dengan berbagai alternatif nilai curah hujan dan daerah pengaliran (A).

Tabel 10 : Nilai intensitas hujan ( I )

Tinggi curah hujan maks Intensitas


No. (mm) Curah hujan
(mm/jam)
1. 70 15,75
2. 80 18
3. 90 20,25
4. 100 22,5
5. 110 24,75
6. 120 27
7. 130 29,25
8.. 140 31,5
9. 150 33,75
10. 160 36
11. 170 38,25
12. 180 40,5
13. 190 42,75
14. 200 45

2. Menentukan nilai koefisien limpasan ( C )

Berdasarkan tabel 2 di atas, bahwa untuk daerah perumahan dengan kepadatan maksimum
30 rumah/ha yang mempunyai nilai koefisien limpasan 0,75 – 0,85 maka dalam perhitungan
ini digunakan nilai c rata-rata = 0,80
3. Perhitungan debit limpasan (Q limpasan)

Tabel 11 : Hasil perhitungan debit limpasan rencana


Untuk daerah pengaliran 1 ha

Intensitas Nilai koefisien Debit limpasan


No. Curah hujan limpasan rencana
(mm/jam) (m3/detik)
1. 15,75 0,80 0,035028
2. 18 0,80 0,040032
3. 20,25 0,80 0,045036
4. 22,5 0,80 0,05004
5. 24,75 0,80 0,055044
6. 27 0,80 0,060048
7. 29,25 0,80 0,065052
8.. 31,5 0,80 0,070056
9. 33,75 0,80 0,07506
10. 36 0,80 0,080064
11. 38,25 0,80 0,085068
12. 40,5 0,80 0,090072
13. 42,75 0,80 0,095076
14. 45 0,80 0,10008

4. Perhitungan dimensi saluran

Tabel 12 : Hasil perhitungan dimensi saluran untuk luas tadah hujan (A) 1 ha

Debit limpasan Kecepatan Luas Dimensi bagian dalam saluran


penampang (m)
No. rencana Pengaliran Saluran Lebar Tinggi saluran
(m3/detik) (m/detik) (m2) saluran (h)
(B)
1. 0,035028 0,6 0,05838 0,30 0,30
2. 0,040032 0,6 0,06672 0,30 0,30
3. 0,045036 0,6 0,07506 0,30 0,30
4. 0,05004 0,6 0,0834 0,30 0,30
5. 0,055044 0,6 0,09174 0,30 0,32
6. 0,060048 0,6 0,10008 0,30 0,35
7. 0,065052 0,6 0,10842 0,30 0,38
8.. 0,070056 0,6 0,11676 0,30 0,40
9. 0,07506 0,6 0,1251 0,33 0,40
10. 0,080064 0,6 0,13344 0,35 0,40
11. 0,085068 0,6 0,14178 0,37 0,40
12. 0,090072 0,6 1,15012 0,38 0,41
13. 0,095076 0,6 0,15846 0,39 0,42
14. 0,10008 0,6 0,1668 0,40 0,43
Keterangan : Kemiringan saluran pada kondisi maksimum 1 % dan tinggi saluran sudah
termasuk tinggi jagaan.

Anda mungkin juga menyukai