Anda di halaman 1dari 2

PROKAL.

CO, TARAKAN - Rumitnya permasalahan air di Kota Tarakan membuat Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Tirta Alam harus memutar otak agar persediaan air di Bumi Paguntaka bisa terpenuhi.

Direktur PDAM Usman Said Assegaf mengungkapkan, dengan kondisi minimnya sumber air, mau tidak
mau PDAM harus mencari alternatif seperti tangkapan air yang berada di Juata Kerikil.

"Saya pikir PDAM Tarakan ini aneh karena memang rumit. Saya pernah diskusi dengan profesornya
Universitas Sebelas Maret, mereka mengakui persoalan air di sini sangat rumit. Secara spesifik tidak ada
samanya dengan daerah lain dari bentuk datarannya, tanahnya, mata airnya, sampai sungainya," ujarnya,
Senin (24/12).

Ia menerangkan, rumitnya permasalahan air di Kota Tarakan, sehingga beberapa daerah mengapresiasi
upaya PDAM Tarakan karena tetap bisa menjalankan operasional dalam mencari alternatif sendiri.
Bahkan beberapa daerah meminta bimbingan kepada PDAM Tarakan untuk menyelesaikan
permasalahan krisis air yang melanda daerahnya. "DPRD Bontang pernah belajar ke sini. Karena
masalahnya mereka itu hampir mirip dengan di sini, cuma bedanya sumbernya di Bontang dari sumur
bor, sedangkan di Tarakan tadah hujan. Sekarang sungai bor mereka mulai mengering makanya mereka
panik. Makanya beberapa hari lalu ke sini belajar bagaimana cara membuat embung dan tangkapan air,"
tuturnya.

Ia melanjutkan, karena sulitnya kondisi air, secara terang-terangan pihaknya sudah tidak lagi mengikuti
standar prosedur operasional yang ada. Hal tersebut dikarenakan kondisi Tarakan yang berbeda sehingga
prosedur operasional yang ada tidak dapat diterapkan untuk kondisi alam di Kota Tarakan akibat
beberapa faktor. "Kami harus lihat jalur, kalau misalnya di sana tidak ada perpipaan kami harus pasang
pipa lagi. Terkadang tidak standar karena keadaan keadaan darurat. Kalau betul-betul mau dibuat
standar kisaran Rp 25 miliar. Belum lagi sistem penyaluran air. Tiap 6 bulan sesuai standar pipa harus
dicuci, namun karena persediaan air kita kurang kami tidak lakukan itu. Karena mencuci pipa ini butuh
persediaan air besar yang dibuang. Jangankan mau pakai cuci pipa, buat didistribusikan saja masih
kurang," bebernya.

Selain faktor alam, mahalnya budget yang diperlukan dalam mengikuti standar dinilai cukup berat.
Karena menurutnya dana yang dibutuhkan dalam setiap standar memerlukan biaya yang cukup besar.
Sehingga mau tidak mau pihaknya harus mencari cara alternatif agar persediaan air tetap terjaga.

"Itu hanya konstruksinya belum termasuk pompanya. Jadi sama kita membuat embung bengawan 3
hektare makan biaya Rp 150 miliar misalnya. Bayangkan dengan tambak udang sampai 6 hektare pasti
tidak sampai segitu. Begitula kira-kira perbandingannya," jelasnya.
Menurutnya, jika PDAM berlarut-larut menunggu bantuan APBN dan APBD setiap tahun maka untuk
menciptakan tambahan produksi kemungkinannya sangatlah kecil. Oleh karena itu, pihaknya
menciptakan wadah sederhana. "Jadi kami pakai pintu papan, kalau itu pakai konstruksi sesuai standar
dibutuhkan RP 25 miliar, karena harus membebaskan lahan, kemudian mengeruk lagi, belum lagi pompa,
listriknya, dan pengamanan. Kalau PAD Tarakan dipakai buat infrastruktur PDAM anggaran PAD bisa habis
di PDAM semua," ungkapnya. (*/zac/ash)

Anda mungkin juga menyukai