Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Efusi pleura yaitu pengumpulan cairan dirongga pleura , biasanya
merupakan dampak sekunder dari penyakit lain (mis, pneumonia, infeksi
pulmonal, sindrom nefrotik, penyakit jaringan ikat, tumor neoplastic, gagal
jantung kongestik). Efusi dapat berupa cairan yang relative jernih (transudate
dan eksudat) atau dapat berupa darah atau nanah. Cairan pleura terakumulasi
karena ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik (transudat) atau
akibat inflamasi oleh produk bakteria atau tumor (eksudat).
Pleura seringkali mengalami pathogenesis seperti terjadinya efusi
cairan, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi,
hemotoraks bila rongga pleura berisidarah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks
atau empiema thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi udara.
Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-
macam, terutama karena infeksi tuberculosis atau non tuberculosis,
keganasan, trauma dan lain-lain.
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang menganggu system pernapas
an. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya
merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah
suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan dirongga pleura, jika kondisi
ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya .
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus efusi
pleura di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah kanker
paru, sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi
pleura suatu disase entity dan merupakan suatu gejala penyakit yang serius
yang dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan pada efusi pleura
ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan
tingkat penekanan paru.
Efusi pleura menempati urutan ke empat distribus 10 penyakit terbanyak setel
ah kanker paru yaitu dengan jumlah 76 dari 808 orang dengan prevalensi
9,14% . Berdasarkan data yang dilaporkan Depatemen Kesehatan tahun 2006
menyebutkan di Indonesia kasus efusi pleura 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas dengan Case Fatality Rate (CFR) 1, sedangkan Sulawesi
Selatan dilaporkan kejadian efusi pleura 16 % perhari.

1
Tingginya kasus efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk meme
riksakan kesehatan sejak dini sehingga menghambat aktifitas sehari- hari dan
kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan.4,5. Oleh karena ada
peningkatan jumlah penderita maka menjadi masalah kusus untuk kita semua,
terutama bagi dunia keperawatan karena efusi pleura masih menjadi masalah
kesehatan yang tinggi, sehingga masalah kesehatan ini harus segera ditangani
dengan serius.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar medis efusi pleura
2. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan efusi pleura
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan efusi pleura

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFENISI
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi.
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh
cairan (terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura).
Menurut Smeltzer dan Bare
efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak dia
ntara permukaan viseral dan parietal, adalah proses penyakit primer yang
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Definisi lain dari efusi pleura merupakan suatu kelainan yang
mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis daris suatu
penyakit, melainkan hanya merupakan gejalan atau komplikasi darisuatu
penyakit. Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura
yang terletak diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit
primer yang jarang terjadi tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain.

B. FISIOLOGI
Pleura merupakan membran tipis yang terdiri atas dua lapisan yang
berbeda
yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pa
da hillus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini,
yaitu sebagai berikut.

3
1. Pleura viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang
tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm), diantara celah-celah sel ini terdapat
beberapa sellimfosit. Terdapat endopleura yang berisi fibrosit histiosit
dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan tengah memiliki jaringan kolagen
dan serat-serat elestik, sedangkan lapisan terbawah terdapat jaringan
intertisial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah
kapiler dari arteri pulmonalis dan brakialis serta kelenjer getah bening.
Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat
pada jaringan parenkim paru

2. Pleura parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan jaringan yang paling tebal dan
terdiri atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen den
serat-serat elastik).
Dalam jaringan ikat terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan
mamaria interna, kelenjer getah bening, banyak reseptor saraf sensorik
yang peka terhadap nyeri. Ditempat ini juga terdapat perbedaan
temperatur. Sistem persarafan berasal dari nervus interkostalis dinding
dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Cairan pleura
diproduksi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh pleura viseralis.
Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler dan
direabsobsi oleh pembuluh limfe dan pleura venule pleura.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga yang kosong
antarakedua pleura tersebut, karena biasanya di tempat ini hanya terdapat s
edikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara
kedua pleura tersebut bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis
rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan
atau udara. Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui
parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui
membran pleura viseralis melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan
dari pleura parietal dengan pleura viseralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid plasma. Cairan
terbanyak direabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil
direabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang

4
memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya b
anyak mikrofili disekitar sel-sel mesotelial

C. ETIOLOGI
Penyebab efusi pleura dibedakan atas:
1. Transudat
Pleuritis serosa, serofibronosa dan fibrinosa semuanya disebabkan
oleh proses yang pada hakikatnya sama. Eksudasi fibrinosa umumnya
pada fase perkembangan awal, mungkin bermanifestasi sebagai eksudat
serosa atau serofibrinosa, tetapi akhirnya akan muncul reaksi eksudativa
yang lebih parah. Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
emboli paru, sirosishati (penyakit intraabdominal ), dialisis peritoneal,
hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut,retensi garam,
atau pasca by-pass coroner.
2. Ekasudat
Penimbunan non-inflamatorik cairan serosa di dalam rongga pleura
disebut hidrotoraks. Eksudat terjadi akibat peradangan dan infiltrasi pada
pleura atau jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada
dinding kapiler darah menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang
keluar dari pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab
efusi pleura eksudatif adalah neoplasma,infeksi, penyakit jaringan
ikat, penyakit intraabdominal , dan imunologik. Bendungan pada
pembuluh limfa juga dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif.
Klitotoraks adalah penimbunan cairan seperti susu, biasanya berasal dari

5
pembuluh limfa, di rongga pleura. Kilus tampak putih susu karena
mengandung emulsi halus lemak.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan
pleuradibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Filtrasi initerjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan
interstisialsubmesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura.Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma
(eskudat),sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat
plasma (transudat).Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan
permeabilitas pleura parietalis sekunder (akibat samping )terhadap peradangan
atau adanyaneoplasma.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan
oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/
nanah,sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai
pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.Proses
terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat
pleura perietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura. Proses in
i sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang
kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefroti
k, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis k
onstriktiva, keganasan , atelektasis paru dan pneumotoraks . Efusi eksudat
terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehing
ga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan kedalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling serin
g adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti para pneumonia, parasite (amuba,
paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik(virus, mikoplasma,
fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti leuritis lupus,
pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lainseperti pancreatitis,

6
asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi. Klien dengan pleura normal
pun dapat terjadi efusi pleura ketika
terjadi payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan
darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan
tekanan
hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik d
an cairan yang berada dalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan
reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe dipleura mengakibatkan
pengumpulan cairan yang abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada
klien nefrotik sindrom, malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan
edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan
cairan pleura dan reabsorsi
yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan on
kotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk
kedalam rongga pleura. Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian
akan bergantung pada kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume
dalam batas pernafasan normal dinding dada cenderung recoil keluar
sementara paru-paru cenderung untuk recoil kedalam.

E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan
yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada
(biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau
bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama
sekali. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena

7
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
1. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
2. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
4. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
5. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300cc
tidak bisa terlihat, mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan
kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura
lebihdari 300cc, frenicocostalis tampak tumpul dan diafragma kelihatan
meninggi. Untuk memastikannya, perlu dilakukan dengan foto thoraks lateral
dari sisi yang sakit (lateral dekubitus).
1. Pemeriksaan Radiologi

8
2. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura melalui
biopsi jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk mengetahui adanya s
el- sel ganas atau kuman- kuman penyakit (biasanya kasus
pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).
3. Pengukuran Fungsi Paru (Spinometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara resudial ke kapasitas
total paru, dan penyakit pleural pada tuberculosis kronis tahap lanjut.
Kapasitas total paru adalah volume maksimal pengembangan paru- paru
dengan usaha inspirasi yang sebesar- besarnya kira- kira 5800 ml.
4. Analisa Ciran Pleura
Memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan.
Analisa cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan
penyebab dari
efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil thorakosentesis secara makro
skopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat, dan transudat.
a. Warna Ciran
1) Haemorragic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien
dengan adanya keganasan paru atau akibat infark paru
terutama disebabkan tuberculosis.
2) Yellow exudates pleural effusion, terutama terjadi pada
keadaan gagal jantung kongestif, sindrom
nefrotik, hipoalbuminemia, dan pericarditis konstriktif.
3) Clear transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien
dengan keganasan ekstrapulmoner
b. Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi
c. Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau
dominasi sel tertentu untuk melihat adanya keganasan.

Parameter Transudat Eksudat

Kadar Protein Dalam Efusi <3 >3


(g/dl)
Kadar Protein Dalam Efusi <0,5 >0,5

9
Kadar LDH Dalam Efusi (IU) <200 >200

Kadar
d. B LDh Dalam Efusi <0,6 >0,6
a Jenis Ciran Efusi
Berat <1,016 >1,016
k
Rivalta
t Nagatif Positif
e
riol
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairan purulent. Efusi
yang purulent dapat mengandung kuman-kuman yang aerob
ataupun anaerob, jenis kuman yang sering ditemukan adalah
pneumococcus, E-coli, clepsiella, pseudomonas, enterobacter.
5. Ultrasonografi dan CT Scan
Pada pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat
menentukan adanya cairan dalam rongga pleura keuntungan dari
ultrasound dapat membedakan tebalnya pleura parietal dan pleura nodul
serta bentuk vokal dari pleura pemeriksaan ini sangat membantu sebagai
penentuan waktu melakukan aspirasi cairan tersebut terutama pada efusi
yang terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada,
adanya perbedaan antara cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura, hanya saja
pemeriksaan ini tidak dilakukan karena memerlukan biaya yang mahal.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan Farmakologis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
1. Thoraksentesis
Dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen
guna keperluan analisis.
Indikasi
a. Menghilangkan sesak napas yang disebakan oleh akumulasi
cairan dalam rongga pleura

10
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal
c. Bila terjadi akumulasi cairan
Kerugian
1. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura
2. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura
3. Dapat terjadi pneumothoraks

2. Water seal drainase (wsd)


WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan,
pasca bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
Tujuan Pemasangan
a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
b. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap
sebagian
d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
Tempat pemasangan
Apikal
a. Letak selang pada interkosta III mid klavikula
b. Dimasukkan secara antero lateral
c. Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
Basal
a. Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid
aksiller
b. Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
Jenis WSD
a. Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada
pasien dengan simple pneumotoraks

11
b. Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan
botol kedua adalah botol water seal.
c. System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system
dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur
jumlah penghisapan.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan
yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat
ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu pengumpulan data,
analisis data, dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan.

1. Pengumpulan data
Tujuan :
Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada
pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus di ambil
untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik,
mental, sosial dan spiritual serta factor lingkungan yang
mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah di analisis.
Jenis data antara lain Data objektif,
yaitu data yang diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan
pengamatan, misalnya suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit.
Data subjekyif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang
dirasakan pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain misalnya,
kepala pusing, nyeri, dan mual. Adapun focus dalam pengumpulan
data meliputi:
a) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang
b) Pola koping sebelumnya dan sekarang
c) Fungsi status sebelumnya dan sekarangd
d) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
e) Resiko untuk masalah potensial
f) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien
2. Analisa Data

12
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan
berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan

B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurunkan membatasi, mencegah dan
merubah. Perumusan diagnosa keperawatan :
1) Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan dataklinik
yang ditemukan.
2) Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jikatidak di
lakukan intervensi.
3) Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
4) Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga, atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat
sejahtera yang lebih tinggi
5) Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan
actual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu
kejadian atau situasi tertentu.

Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:


a. Ketidakefektifan pola nafas.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi
makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen.

C. INTERVENSI

13
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang diuraikan
dalam hasil yang di harapkan. Merupakan pedoman tertulis
untuk perawatan klien.
Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawal dapat dengan
cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana
asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi
konyinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya.
Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan
asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana asuhan
keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam
laporan pertukaran dinas.
Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka
panjang

D. IMPLEMENTASI
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Adapun tahap-tahap dalam
tindakan keperawatan adalah sebagai berikut:

Tahap 1 :
PersiapanTahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untukm
engevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.

Tahap 2 :
IntervensiFocus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan
dan pelaksanaantindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan :
independen, dependen, dan interdependen.

Tahap 3 :

14
Dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh
pencatatan yanglengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses
keperawatan.

E. EVALUASI
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilantindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat
dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana
proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan
sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah di rumuskan sebelumnya. Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut

1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencanayang telah di


susun.
2) Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilanyang
telah di rumuskan dalam rencana evaluasi.
Hasil evaluasi terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu
a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ke
majuan sesuai dengan criteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak
tercapai secaramaksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan
cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan
perubahan / kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah
baru. dalam hal
ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apaka
h terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor
lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat melakukan seluruh
proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
kepada pasien, seluruh tindakannya harus di dokumentasikan
dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas Klien
Nama : Ny E
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan ss : IRT
Alamat : Jl. Bung, Lrg 10
No. RM : 184855
Tgl. Masuk RS :09 Februari 2019
Tgl.Pengkajian :10 Februari 2019
Diagnosa Medik : Efusi Pleura

Identitas Penanggung Jawab dan Penanggung Biaya


Penanggung biaya :BPJS
Identitas penanggung jawab
Nama : Tn “H”
Umur : 40 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Jl. Bung, Lrg 10
Hub. Dengan klien : Suami
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : sesak
Saat pengkajian : klien mengatakan sesak dan dada terasa nyeri pada
bagian kiri, sesak dan nyeri dada klien bertambah bila dibuat gerak,
skala nyari 5, klien tampak meringis.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien merasa sesak, batuk dan nyeri dada sejak , lalu klien berobat di
puskesmas dengan diagnose asma, klien pulang dan meminum obat
yang diberikan dokter di puskesmas, tetapi sesak nafas dan nyeri dada
klien tidak berkurang.

16
3) Riwayat Medis yang Pernah dialami
Klien mempunyai riwayat penyakit asma sejak 6 tahun yang lalu

4) Kebiasaan
Tidak aada riwayat ketergantungan rokok, obat-obatan atau alcohol.
5) Riwayat alergi
Klien tidak mempunyai riwayat alergi makanan, cuaca maupun obat-
obatan

3. Pola Aktivitas Sehari-Hari


1) Nutrisi : pasien minum 4-5 gelas perhari, nafsu makan tidak ada
penurunan, porsi makan dihabiskan. Makan 3x sehari.
2) Eleminasi : BAK dan BAB tidak ada perubahan
3) Tidur/Istirahat : tidur jam 21.00 s/d 05.00 pagi. Sejak sakit klien
mengeluh susah tidur karena merasa sesak dan nyeri pada dadanya.
Klien tidak pernah tidur siang.
4) Persoanal Hygiene : klien mandi dengan bantuan keluarga

4. Data Psikososial
1) Psikososial : Klien mengatakan merasa cemas tentang penyakit yang
di deritanya, apa sudah parah dan apa masih bias disembuhkan.
2) Sosial : klien mampu berinteraksi dengan baik dangan keluarga, pasien
disekitarnya dan dengan petugas kesehatan.
3) Spiritual : klien beragama islam, selama sakit klien tidak menjalankan
solat karena merasa sesak jika ibuat bergerak.

5. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
- Keadaan Umum : Lemah
- Kesadaran : Composmentis
- GCS : 456
- TTV : 120/80 mmHg, Nadi : 100x/mnt, suhu :
37 C Pernapasan : 32x/mnt
2) Pemeriksaan Body of system
a. Breathing (B1)
Inspeksi:

17
Bentuk dada asmetris, cembung pada sisi kiri,
pergerakan dada menurun pada sisi kiri, terpasang nasal
kanule O2 2 ltr/mnt, sesak nafas (+),terdapat
pernapasan cuping hidung.
Palpasi:
Pergerakan dada asimetris, fremitus dada melemah
pada sisi kiri, terdapat nyeri tekan pada dada kiri
Perkusi:
Pada dada kiri terdapat suara redup
Aukultasi:
Tidak terdapat ronchi dan wheezing, suara napas
melemah pada sisi kiri, terdapat egofoni.
b. Blood (B2)
Inspeks :
Tidak terlihat adanya Cyanosis
Palpasi :
Akral hangat, CRT <3 detik, nadi : 100x/ mnit
Perkusi :
Bunyi jantung normal
Aukultasi:
Bunyi jantung normal, TD : 120/80 mmHg
c. Brain (B3)
Kesadaran composmentis. Fungsi sensoris : penglihatan tidak
terdapat gangguan, pendengaran masih dapat mendengarkan suara
baik pelan maupun keras, penciuman, perabaan, dan pengecapan
masih pad abates normal.
d. Bladder (B4)
Tidak terdapat lesi atau benjolan, BAK 3x sehari warma kuning
jernih, bau khas urine, minum 3/4 gelas/hari
e. Bowel(B5)
Abdomen simetris, tidak ada benjolan, mukosa bibir lembab, tidak
terdapat stomatitis, gigi lengkap, BAB 1x/hari, lembek berbau
khas. Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, perkusi abdomen
tympani
f. Bone(6)

18
Ekstremitas simetris kiri kanan, tidak terdapat fraktur pada
ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot normal, akral hangat,
CRT <3 detik

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Ronsen
- Perselubungan homogeny di hemithoraks kiri, pendorongan jantung
kekanan, pendorongan trachea ke kanan, diafragma kiri sulit dinilai.
- Kesimpula : Efusi pleura kiri
7. Data Fokus
1) Sesak
2) Nyeri dada sebelah kiri
3) Skala nyeri 5
4) Klien tampak meringis
5) Klien mengatakan sudsah tidur karena sesak
6) Klien mandi dengan bantuan keluarga
7) Keadaan umum lemah
8) TTV : TD 12/80 mmHg, Nadi 100x/I, suhu 37 ° C, Pernapasan
32x/i
9) Pergerakan dada menurun
10) Terpasang O2 2 Liter
11) Pernapasan cuping hidung
12) Nyeri tekan pada dada sebelah kiri
13) Perkusi redup pada dada sebelah kiri
14) Foto ronsen: efusi pleura sebelah kiri

8. Analisa Data
No Kelompok Data Etiologi Masalah
1. DS Ekspansi paru Ketidakefektifan pola napas
Klien mengatakan sesak
DO :
pernapasan cuping hidung Sesak nafas
Nadi:100x/mnt,Pernapasan
32x/mnt
Pergerakan dada menurun Ketidakefektifan
pada sisi kiri pola nafas
Hasil Foto Ronsen : Efusi

19
Pleura Kiri
Diafragma kiri sulit dinilai

2. DS : Drainase Nyeri akut


Klien mengatakan sesak dan
dada terasa nyeri pada bagian
kiri, sesak dan nyeri dada Resiko tinggi
klien bertambah bila dibuat terhadap tindakan
gerak, skala nyari 5 drainase dada
klien mengeluh susah tidur
karena merasa sesak dan
nyeri pada dadanya Nyeri Resiko
DO : Infeksi
Klien tampak meringis

Terdapat nyeri tekan pada


dada kiri

B. DIAGNOSA
NO TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 10 Februari 2019 Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan posisi
tubuh yang menghambat ekspansi paru

2 10 Februari 2019 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

20
C. RENCANA INTERVENSI

No DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


. STANDART
1 Ketidakefektif Pasien mampu - Irama: 1. Kaji dan 1. Dengan mengkaji
an pola mempertahank Reguler identivikasi pernafasan,kita
pernafasan an fungsi paru - Frekuensi : penyebab ke dapat tahu sejauh
berhubungan secara normal. 20-24x/mnt tidak mana perubahan
dengan posisi Dalam jangka - Tidak ada efektifan kondisi pasien dan
tubuh yang waktu 3x24 dispnea pola nafas. mengidentifikasi p
menghambat jam - Pernapasan enyebab, kita dapat
ekspansi paru ritmik menentukan jenis
- effusi
Pada pemeri pleurasehingga
ksaan sinar X dapat mengambil
dadatidak tindakan.
ditemukan 2. Lakukan 2. Peningkatan RR
adanya observasi dan tachcardi
akumulasi TTV. merupakan
cairan medikasi adanya
- Bunyi nafas penurunan fungsi
terdengar jela pan.
s. 3. Menetapkan 3. .memudahkan
klien pada pertukaran gas agar
posisi tidak mengalami
semifollar. kesusahan pada
pola nafas.
4. Lakukan 4. Aukultasi dapat
aukultasi menentukan
suara nafas kelainan suara nafas
tiap 2-4 jam pada bagian paru-
paru
5. pasien mampu
5. Berikan HE berlatih tentang
tentang tehnik pengontrolan

21
tehnik nafas yang di
pengontrolan anjurkan.
nafas.
6. Baringkan 6. Penurunan
pasien dalam diafragma
posisi yang memperluas daerah
nyaman, dada sehingga
dalam posisi ekspansi pun biasa
duduk, maksimal.
dengan
kepala
tempat tidur
ditinggikan
60-90
derajat.
7. Bantu dan 7. .Menekan daerah
ajarkan yang nyeri ketika
pasien untuk batuk atau nafas
batuk dan dalam,penekanan
nafas dalam otot otot dada serta
yang efektif. abdomen membuat
batuk lebih efektif.
8. Kolaborasi 8. Pemberian oksigen
dengan tim dapat menurunkan
medis lain beban pernafasan
untuk dan mencegah
pemberian terjadinya sianosis
O2 dan obat- akibat hiponia
obatan serta dengan photo toraks
frothorax dapat di monitor
kemajuan dari
berkurangnya
cairan dan
kembalinya daya
kembang
paru.Pening katan
RR dan tachcardi

22
merupakan
medikasi adanya
penurunan fungsi
pan.
9. daya kembang paru.
2 Nyeri akut Nyeri hilang Pasien 1. Kaji nyeri. 1. Nyeri dada
berhubungan atau berkurang mengatakan biasanya ada dalam
dengan agen Dalam jangka nyeri beberapa derajat
cedera waktu 2x24 berkurang atau pada pneumonia,
biologis jam dapat juga dapat timbul
dikontrol, komplikasi
- Pasien pericarditis dan
tampak tenang 2. Ajarkan pada endocarditis.
- Wajah pasien klien tentang 2. Agar menurunkan
tampak manajement ketegangan otot
membaik nyeri dengan rangka, yang dapat
- Kondisi distraksi dan menurunkan
pasien tidak relaksasi. intensitas nyeri.
terlihat lemah. 3. Anjurkan dan
bantu pasien 3. Alat untuk
dalam mengontrol
menekan ketidaknyamanan
dada selama dada sementara
episode meningkatkan
batuk. keefektifan upaya
4. Menentukaan batuk.
karakteristik 4. Nyeri dada
nyeri biasanya ada dalam
beberapa derajat
5. kolaborasi pada efusi plura.
dengan 5. Obat dapat
dokter untuk digunakan untuk
pemberian menekan batuk
analgetik nonproduktif/parok
sesuai simal atau
indikasi. menurunkan
mukosa berlebihan,

23
meningkatkan
kenyamanan/
istirahat umum.

D. IMPLEMENTASI

No Diagnosa Keperawatan Tanggal/Jam Implementasi


1 Ketidakefektifan pola 10 Februari 1. Mengkaji dan identivikasi
pernafasan berhubungan 2019 penyebab ke tidak efektifan
dengan posisi tubuh yang pola nafas.
menghambat ekspansi paru Pukul 08:30 2. Melakukan observasi TTV.
3. Memberikan posisi
semifowlar, dan melakukan
aukultasi suara nafas tiap 2-4
jam
2. Memberikan HE tentang
tehnik pengontrolan nafas.
3. Membaringkan pasien dalam
posisi yang nyaman,dalam
posisi duduk,dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60-90
derajat.
4. Mengajarkan pasien untuk
batuk dan nafas dalam yang
efektif.
5. Kolaborasi dengan tim medis
lain untuk pemberian O2 dan
obat-obatan serta frothorax
2 Nyeri akut berhubungan 10 Februari 1. Mengkaji nyeri.
dengan agen cedera 2019 2. Mengajarkan pada klien
biologis tentang manajement nyeri
Pukul 08 :30 dengan distraksi dan relaksasi.
3. Menganjurkan dan bantu
pasien dalam menekan dada

24
selama episode batuk.
4. Menentukan karakteristik
nyeri.
5. Melakukan kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
analgetik sesuai indikas

E. EVALUASI

No Diagnosa Tanggal/Jam Evaluasi


1 Ketidakefektifan pola 10 Februari S : klien mengatakan sesak
pernafasan 2019 napas sudah berkurang.
berhubungan dengan
posisi tubuh yang Pukul 13:30 O O: Dispnea, perubahan
menghambat ekspansi frekuensi napas, pernapasan
paru mulai nyaman.
6. Nadi : 93x/menit,
pernapasan: 24x/menit.

A : Masalah terarasi

P : Intervensi dihentikan.

2 Nyeri akut 10 Februari S : - Klien mengatakan sesak


berhubungan dengan 2019 dan nyeri mulai
agen cedera biologis Pukul 13:30 berkurang.

O : - mulai kosentrasi, sesak


nafas berkurang, batuk,
- nyeri tekan pada dada
kiri berkurang.
A : Masalah teratasi

P P : Intervensi dihentikan.

25
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Efusi pleura yaitu pengumpulan cairan dirongga pleura , biasanya
merupakan dampak sekunder dari penyakit lain (mis, pneumonia, infeksi
pulmonal, sindrom nefrotik, penyakit jaringan ikat, tumor neoplastic, gagal
jantung kongestik).
Pleura seringkali mengalami pathogenesis seperti terjadinya efusi cairan,
misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila
rongga pleura berisidarah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empiema
thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi udara (Somantri, 2009).

B. SARAN
Dalam hal ini perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit
kardiomiopati karena akan menjadi fatal jika terlambat menaganinya. Selain itu
perawat juga memberi health ducation kepada klien dan keluarga agar mereka
paham dengan kardiomiopati dn bagaimana pengobatan nya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12, EGC, Jakarta

Nanda NIC NOC, 2018, Diagnosis Keperawatan NIC dan NOC, Edisi 11, EGC,
Jakarta

Soemantri, Irman, 2013. Askep Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan,
Salemba Medika: Jakarta
Muttaqin, Arif, 2014. Buku Ajar Askep Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan,
Salemba Medika: Jakarta
Donges, Marilynn E, 2012. “Rencana Asuhan Keperawatan”, EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanna C, 2013. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol. 1”,
EGC: Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai