Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA ATTACK

A.PENGERTIAN

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas


yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti
sel mast, eosinofil, dan limfosit terhadap stimulus tertentu dan
menimbulkan gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan
napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang
(Brunner & Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan
bahwa asma merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang
berbeda beda derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap
obstruksi jalan napas (Lewis et al., 2000).

B.ETIOLOGI

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang


menjadi pencetus asma yaitu Pemicu Asma (Trigger) dan Penyebab
Asma (Inducer). Sedangkan Lewis et al (2000) tidak membagi pencetus
asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

1.Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan
(seperti buah buahan dan anggur yang mengandung
sodium metabisulfide) dan obat obatan (seperti aspirin,
epinefrin, ACE inhibitor, kromolin).
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Pada
beberapa orang yang menderita asma respon terhadap
Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari
debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga
pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini
dapat. mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel
mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat
respon alergen berupa asma.
2.Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau
latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA)
yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya:
jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk
dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan
selama 2-3 menit sebelum latihan.
3.Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan
perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah
mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.
4.Stres
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah
pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
5.Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua
gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.

C.MANIFESTASI KLINIK
Menurut Jones dan Barlett (2001) ada beberapa gejala serangan asma
yaitu:
1) Batuk. Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada
saluran napas. Pada penderita asma akan membatukkan
lender untuk melonggarkan jalan napas. Batuk akan
meningkat jika berbaring.
2) Mengi. Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan
napas dan terdengar pada saat menghirup dan
menghembuskan napas. Sesak dada dan napas pendek. Ini
terutama terjadi pada latihan yang keras. Selama serangan
yang parah, cuping hidung mengembang dan otot bantu
pernapasan digunakan.
3) Peningkatan denyut nadi dan kecepatan pernapasan
4) Kulit pucat
5) Keletihan
6) Gelisah
D.KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit
dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan
jangka panjang. Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan
(Depkes RI, 2007).
Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian
terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang
dialami, maka semakin parah asma tersebut. Begitu juga dengan
kemampuan fungsi paru yang diukur
dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow
(PEF) dan Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume dalam
satu detik (FEV1) disertai dengan Force Vital Capacity (FVC).
Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma
tersebut (GINA, 2004).
Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma
bronkial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan
reaksi alergi oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan
serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
2) Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan
adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan,
emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa
pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan.
3) Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan
sering ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.

E.PATOFISIOLOGI

Kejadian patofisiologis ini mengakibatkan obstruksi jalan napas yang


memburuk saat ekspirasi. Obstruksi jalan napas menyebabkan
ketidakcocokan V/Q dan hipoksemia sejak dini. Terperangkapnya udara
menyebabkan otot-otot pernapasan berada pada posisi mekanis yang tidak
menguntungkan dengan peningkatan beban kerja pernapasan yang
kemudian mengakibatkan penurunan ventilasi dan hiperkapnia. Dengan
demikian, sebagian besar pasien dengan gejala akut mulai dengan
respirasi cepat, hipoksemia, dan alkalosis respirasi, tetapi obstruksi
jalan napas persisten mengakibatkan ventilasi dangkal yang tidak efisien
dan asidosis respirasi.
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.


2.Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2)Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3)Tes provokasi bronkial seperti :
a.Tes provokasi histamine
b.Metakolin
c.Alergen
d.Kegiatan jasmani
e.Hiperventilasi dengan udara dingin
f.Inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik
dalam tubuh.
3.Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
4.Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
5.Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
6.Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
7.Pemeriksaan sputum.

G.PENGKAJIAN

1.Identitas Klien
a.Riwayat kesehatan masa lalu : Riwayat keturunan, alergi debu, udara
dingin
b.Riwayat kesehatan sekarang :Keluhan sesak napas, keringat dingin.
c.Status mental : Lemas, takut, gelisah
d.Pernapasan : Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
e.Gastro intestinal :adanya mual, muntah.
f.Pola aktivitas :Kelemahan tubuh, cepat lelah
2.Pemeriksaan Fisik
a.Dada
1)Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2)Diameter antero posterior lebihbesar dari diameter
transversal
3)Keabnormalan struktur Thorax
4)Contour dada simetris
5)Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi
warna merata
6)RR dan ritme selama satu menit.
b.Palpasi
1)Temperatur kulit
2)Premitus : fibrasi dada
3)Pengembangan dada
4)Krepitasi
5)Massa
6)Edema
c.Auskultasi
1)Vesikuler
2)Broncho vesikuler
3)Hyper ventilasi
4)Rochi
5)Wheezing
6)Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat
terjadinya.

3. pemeriksaan penunjang
1)Spirometri
2)Tes provokasi
3)Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
4)Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
5)Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
6)Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
7)Pemeriksaan sputum.

H.Asuhan Keperawatan

a. Diagnose

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan


b. Intervensi

OBSERVASI

1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
TERAPEUTIK

1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-


thrust jika curiga trauma serviksl)
2) Posisikan semi-fowler atau fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8) Berikan oksigen, jika perlu

EDUKASI

1) Anjurksn asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi


2) Ajarkan teknik batuk efektif

KOLABORASI

1) Kolaborasi pemberian bronkodikator, ekspektoran, mukolitik, jika


perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah edisi 8, Jakarta : EGC.
Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing
fifth edition, St Louis Missouri : Mosby.
Jones and Barlett. (2001). Pertolongan Pertama Dan RJP Pada
Anak Ed. 4. Jakarta: Arcan
Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi
Pemeriksaan & Manajemen Edisi 2. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba
MedikaDoegoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai