Anda di halaman 1dari 48

30

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA PASIEN DENGAN MASALAH SISTEM PERKEMIHAN
BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia)

A. Pendahuluan
Proses penuaan mempengaruhi berbagai sistem tubuh pada lansia. Seiring masa
penuaan, berbagai fungsi sistem tubuh mengalami degenerasi, baik dari struktur
anatomis, maupun fungsi fisiologis. Salah satu sistem tubuh yang terganggu akibat
proses penuaan adalah sistem genitourinari. Pada sistem genitourinari lansia pria,
masalah yang sering terjadi akibat penuaan, yakni pembesaran kelenjar prostat Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH)(DeLaune & Ladner, 2002).
Pembesaran kelenjar prostat, atau disebut dengan BPH (Benign
ProstateHyperplasia) merupakan salah satu masalah genitouriari yang prevalensi dan
insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Parsons (2010) menjelaskan
bahwa BPH terjadi pada 70 persen pria berusia 60-69 tahun di Amerika Serikat, dan 80
persen pada pria berusia 70 tahun ke atas. Diperkirakan, pada tahun 2030 insiden BPH
akan meningkat mencapai 20 persen pada pria berusia 65 tahun ke atas, atau mencapai
20 juta pria (Parsons, 2010).
Di Indonesia sendiri, dataBadan POM (2011) menyebutkan bahwa BPH merupakan
penyakit kelenjar prostat tersering kedua, di klinik urologi di Indonesia.
Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, namun hal ini tidak diiringi dengan
kesadaran masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan maupun penanganan dini
sebelum terjadi gangguan eliminasi urin. Nies dan McEwen (2007) menjelaskan bahwa
pandangan stereotip yang mengatakan pria itu kuat, akan mengarahkan pria untuk
cenderung lebih mengabaikan gejala yang timbul di awal penyakit. Pria akan
menguatkan diri dan menghindari penyebutan “sakit” bagi diri pria itu sendiri.
Sementara, ketika wanita sakit, wanita akan cenderung membatasi kegiatan dan berusaha
mencari perawatan kesehatan. Oleh karena itu, kasus BPH yang terjadi lebih banyak
kasus yang sudah mengalami gangguan eliminasi urin, dan hanya bisa ditangani dengan
prosedur pembedahan.
31

TURP (Transurethral Resection of the Prostate) merupakan salah satu prosedur


pembedahan untuk mengatasi masalah BPH yang paling sering dilakukan. Rassweiler
(2005) menjelaskan bahwa TURP merupakan representasi gold standard manajemen
operatif pada BPH. TURP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan prosedur
bedah untuk BPH lainnya. Beberapa kelebihan TURP antara lain prosedur ini tidak
dibutuhkan insisi dan dapat digunakan untuk prostat dengan ukuran beragam, dan lebih
aman bagi pasien yang mempunyai risiko bedah yang buruk (Smeltzer & Bare, 2003).
Oleh karena itulah, prosedur TURP lebih umum digunakan mengatasi masalah
pembesaran kelenjar prostat.

B. Anatomi fisiologi

1. Anatomi
Kelenjar prostat merupakan bangunan yang pipih, kerucut dan berorientasi di
bidang koronal. Apeksnya menuju ke bawah dan terletak tepat diatas fasia profunda
dari diafragma urogenital. Permukaan anteriior mengarah pada simfisis dan
dipisahkan jaringan lemak serta vena periprostatika. Pita fibromuskuler anterior
memisahkan jaringan prostat dari ruang preprostatika dan permukaan posteriornya
dipisahkan dari rektum oleh lapisan ganda fasia denonvilliers.
Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20-25 gram dengan ukuran
rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari
5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah,
lobus lateral 2 buah. Prostat dikelilingi kapsul yang kurang lebih berdiameter 1 mm
terdiri dan serabut fibromuskular yang merupakan tempat perlekatan ligamentum
pubovesikalis. Beberapa ahli membagi prostat menjadi 5 lobus : lobus anterior,
medial, posterior, dan 2 lobus lateral yang mengelilingi uretra.
Kelenjar prostat merupakan organ yang kompleks yang terdiri dari jaringan
glandular dan non glandular, glandular terbagi menjaadi 3 zona besar: sentral
(menempati 25 %), perifeal (menempati 70 %), dan transisional (menempati 5%).
Perbedaan zona-zona ini penting secara klinis karena zona perifeal sangat sering
sebagai tempat asal keganasan, dan zona transisional sebagai tempat asal benigna
prostat hiperplasia.
32

Gambar: Pembesaran Prostat

Uretra dan verumontanium dapat dipakai sebagai patokan untuk prostat.


Bagian proksimal uretra membentang melalui 1/3 bagian depan prostat dan
bersinggungan dengan kelenjar periutheral dan sfingter preprostatik. Pada tingkat
veromontanium, urethra membentuk sudut anterior 350 dan urethra pars prostatika
distal bersinggung dengan zona perifal. Volume zona sentral adalah yang terbesar
pada individu muda, tapi dengan bertambahnya usia zona ini atrofi secara progresif.
Sebaliknya zona transisional membesar dengan membentuk benigna prostat
hiperplasia.
Mc. Neal Melakukan analisa komparatif tentang zona prostat melalui potongan
sagital, koronal dan koronal obliq yaitu :
33

a. Stroma fibromuskular anterior


Merupakan lembaran tebal yang menutupi seluruh permukaan anterior
prostat. Lembaran ini merupakan kelanjutan dari lembaran otot polos disekitar
urethra proksial pada leher buli, dimana lembaran ini bergabung dengan spinkter
interna dan otot detrusor dari tempat dimana dia berasal. Dekat apeks otot polos
ini bergabung dengan striata yang mempunyai peranan sebagai spinkter eksterna.
b. Zona perifer
Merupakan bagian terbesar dari prostat. Zona ini terdiri atas 65-67 % dari
seluruh jaringan prostat. Hampir semua karsinoma berasal dari zona ini.
c. Zona Sentral
Zona sentral mengelingi ductus ejakularis secra penuh diatas dan dibelakang
verumontanium. Mc. Neal membedakan zona ini sentral dan zona perifer
berdasarkan arsitektur sel dan sitologinya.
d. Zona transisional
Merupakan sekelompok kecil ductus yang berasal dari suatu titik pertemuan
urethra proksimal dan distal. Besarnya 5 % dari seluruh massa prostat. Pada zona
ini asiner banyak mengalami proliferasi dibandingkan ductus periurethra lainnya.

2. Fisiologi
Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang kanak-kanak dan mulai
tumbuh pada masa pubertas dibawah stimulus testesteron. Kelenjar ini mencapai
ukuran makasimal pada usia 20 tahun dan tetap dalam kuran ini sampai usia
mendekati 50 tahun. Pada waktu tersebut pada beberapa pria kelenjar tersebut mulai
berdegenerasi bersamaan dengan penurunan pembentukan testosteron oleh testis.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat
alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulasi
serta fibrinolin. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan
berkontraksi bersama dengan vas deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur
dengan segmen yang lainnya.
34

C. Pengertian

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran


kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang menghambat
aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis,
BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian
periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya
proliferasi atau gangguan pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya
akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra.

D. Klasifikasi

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan Dejong (2005)


secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas
atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

E. Etiologi

Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan bahwa
terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti usia, adanya
peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi
prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel
prostat. Selain itu, pembesaran prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya
35

proses apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar
bukan hanya karena meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga karena berkurangnya
kematian sel.
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS
(lower urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas gejala obstruksi
(voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran berkemih lemah dan sering terputus-putus
(intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi
retensi urin (IAUI, 2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan

F. Patofisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang
dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan
periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut
akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di
perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung
pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan
pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang
disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra
daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara
garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika
36

dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat
akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian
detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan
detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa
dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase
kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan
miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi
walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi
miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi
kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis
urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan
iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
37

G. Tanda dan gejala

Gambarantanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua
tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi
melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama
(hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan
waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena
overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala
antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),
perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria)
(Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :
a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
b) Stadium II
38

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine


walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
c) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa Tanda dan gejala dari
BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-
anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih,
aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine
akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
a) Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
 Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.
 Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.
 Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.
 Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.
 Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.
b) Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
 Normal : Tidak ada sisa
 Grade I : sisa 0-50 cc
 Grade II : sisa 50-150 cc
 Grade III : sisa > 150 cc
 Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

H. Pemeriksaan diagnostik
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
39

adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak
perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15,
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan
pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT,
BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi
buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai
tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis
dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari
USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu
urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat
bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi
ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum,
sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat
adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat
adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
40

I. Penatalaksanaan

1. Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung
pada stadium-stadium dari gambaran klinis
a) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam
1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi
definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH
dapat dilakukan dengan:
a) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi
kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok
dubur.
41

b) Medikamentosa
 Mengharnbat adrenoreseptor α
 Obat anti androgen
 Penghambat enzim α -2 reduktase
 Fisioterapi
c) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi
ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih,
hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
 TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat
melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
 Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada
kandung kemih.
 Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung
kemih.
 Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum.
 Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula
seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada
abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih
pada kanker prostat.
d) Terapi Invasif Minimal
 Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan
ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung
kateter.
 Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
 Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
42

2. Keperawatan
a. Pre operasi
 Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT,
BT, AL)
 Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
 Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
 Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen
puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan
masuknya udara
b. Post operasi
1. Irigasi/Spoling dengan Nacl
 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
 Hari ke 4 post operasi diklem
 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah
(urin dalam kateter bening)
2. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah
(cairan serohemoragis < 50cc)
3. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi
selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan
baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
4. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi
5. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi
dengan betadin
6. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
7. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
8. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
9. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
10. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan
untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih
43

dan perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat


melemaskan otot polos dapat membantu mengilangkan spasme.
Kompres hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
11. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan
tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan
abdomen, perdarahan
12. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
13. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah
pembedahan.
14. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena
tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan
memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan kateter
pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.

J. Pengkajian keperawatan

Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan.


Menurut Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai berikut :
1. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh
karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi sering
dijumpai pada. kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume
cairan.
2. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya
karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari
tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
3. Eliminasi
44

Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh


pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin,
aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih,
nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi
karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi
drainase kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna
urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan
dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan
bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya
konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut terjadi karena protrusi prostat ke dalam
rektum, sedangkan pada postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan
makanan.
4. Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada
postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan
maupun nutrisinya.
5. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang
utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada
pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan
kuat, nyeri punggung bawah.
6. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak
luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari
segala jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan
adalah kaji adanya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam
(pada preoperasi), sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga
adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran
perkemihannya.
7. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut
45

inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat


ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun
postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin,
urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan
pada postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas
dari perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
46

K. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH)adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
 Nyeri akut
 Cemas
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
 Kerusakan eleminasi urin
2. Post operasi
 Nyeri akut
 Resiko infeksi
 Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
 Defisit perawatan diri
47

L. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri


keperawatan selama ….x 24 Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan jam, klien dapat: kenyamanan yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional Intervensi:
yang tidak menyenangkan 1. Mengontol nyeri 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
yang timbul dari Definisi : tindakan seseorang karakteristik, waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
kerusakan jaringan aktual untuk mengontrol nyeri intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
atau potensial, muncul Indikator: 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
tiba-tiba atau lambat  Mengenal faktor-faktor khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
dengan intensitas ringan penyebab efektif

sampai berat dengan akhir Mengenal onset/waktu 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
yang bisa diantisipasi atau kejadian nyeri 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
diduga dan berlangsung  tindakan pertolongan non- mengekspresikan nyeri
kurang dari 6 bulan. analgetik 5. Kaji latar belakang budaya klien

 Menggunakan analgetik 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas


Faktor yang  melaporkan gejala-gejala hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan,
48

berhubungan : Agen kepada tim kesehatan pekerjaan, tanggungjawab peran


injuri (biologi, kimia, (dokter, perawat) 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
fisik, psikologis)  nyeri terkontrol nyeri kronis
Keterangan: 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
Batasan karakteristik : 1 = tidak pernah dilakukan yang telah digunakan
 Laporan secara verbal 2 = jarang dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
atau non verbal adanya 3 =kadang-kadang dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
nyeri 4 = sering dilakukan lama terjadi, dan tindakan pencegahan
 Fakta dari observasi 5 = selalu dilakukan 11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Posisi untuk respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh :
menghindari nyeri temperatur ruangan, penyinaran, dll)

 Gerakan melindungi 2. Menunjukkan tingkat nyeri 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri

 Tingkah laku berhati- Definisi : tingkat keparahan dari 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi, (ex: relaksasi,

hati nyeri yang dilaporkan atau guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-

 Muka topeng ditunjukan dingin, massase)


Indikator: 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
 Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek,  Melaporkan nyeri 15. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon

sulit atau gerakan  Frekuensi nyeri klien

kacau, menyeringai)  Lamanya episode nyeri 16. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup

 Ekspresi nyeri: wajah 17. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
 Terfokus pada diri
 Posisi melindungi tubuh secara tepat
sendiri
49

 Fokus menyempit  Kegelisahan 18. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
(penurunan persepsi  Perubahan Respirasirate keluhan
waktu, kerusakan  Perubahan Heart Rate 19. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota
proses berpikir,  Perubahan tekanan Darah keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk
penurunan interaksi  Perubahan ukuran Pupil pendekatan preventif
dengan orang dan  Perspirasi 20. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
lingkungan)  Kehilangan nafsu makan
 Tingkah laku distraksi, Keterangan: 2. Pemberian Analgetik
contoh : jalan-jalan, Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
1 : berat
menemui orang lain menghilangkan nyeri
2 : agak berat
dan/atau aktivitas, 3 : sedang Intervensi:
aktivitas berulang- 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
4 : sedikit
ulang) sebelum pengobatan
5 : tidak ada
 Respon autonom 2. Berikan obat dengan prinsip 12 benar
(seperti diaphoresis, 3. Cek riwayat alergi obat
perubahan tekanan 4. Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
darah, perubahan nafas, digunakan
nadi dan dilatasi pupil) 5. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu

 Perubahan autonomic analgetik jika telah diresepkan

dalam tonus otot 6. Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)

(mungkin dalam berdasarkan tipe dan keparahan nyeri.


50

rentang dari lemah ke 7. Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
kaku) analgetik
 Tingkah laku ekspresif 8. Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
(contoh : gelisah, 9. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang
merintih, menangis, tidak diinginka.
waspada, iritabel, nafas 10. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
panjang/berkeluh analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
kesah)
 Perubahan dalam nafsu 3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
makan dan minum Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan terapeutik
Intervensi :
1. Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
2. Batasi pengunjung
3. Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab
4. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
6. Sediakan lingkungan yang tenang
7. Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
8. Atur posisi pasien yang membuat nyaman.
51

2 Cemas Setelah dilakukan asuhan  Menurunkan cemas


keperawatan selama......x24 jam Definisi : meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya
Definisi : Perasaan gelisah pasien menunjukan dapat : atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui
yang tak jelas dari Intervernsi:
ketidaknyamanan atau 1. Mengontrol cemas: 1. Tenangkan pasien
ketakutan yang disertai Definisi : Tindakan seseorang 2. Jelaskan seluruh prosedurt tindakan kepada pasien dan
respon autonom (sumner untuk mengurangi perasaan perasaan yamng mungkin muncul pada saat melakukan
tidak spesifik atau tidak tertekan/terbebani dan tindakan
diketahui oleh individu); ketegangan dari sumber yang 3. Berusaha memahami keadaan pasien
perasaan keprihatinan tidak dapat diidentifikasi 4. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan
disebabkan dari antisipasi Indikator : 5. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan dan
terhadap bahaya. Sinyal  Monitor intensitas cemas meningkatkan kenyamanan
ini merupakan peringatan  Meghilangkan penyebab 6. Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya
adanya ancaman yang cemas 7. Kaji tingkat kecemasan
akan datang dan  Menurunkan stimulus 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
memungkinkan individu lingkungan ketika cemas 9. Ciptakan hubungan saling percaya
untuk mengambil langkah  Mencari informasi untuk 10. Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa menimbulkan
untuk menyetujui terhadap menurunkan cemas kecemasan
tindakan.  Gunakan strategi koping 11. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang membuat

efektif cemas
Faktor yang  Melaporkan kepada perawat 12. Ajarkan pasien teknik relaksasi
52

berhubungan : terpapar penurunan lama cemas 13. Berikan obat obat yang mengurangi cemas
racun, konflik yang tidak  Menggunakan teknik
disadari tentang nilai-nilai relaksasi untuk menurunkan
utama/tujuan hidup, cemas
berhubungan dengan  Mempertrahankan hubungan
keturunan/herediter, sosial
kebutuhan tidak terpenuhi,  Mempertahankan konsentrasi
transmisi iterpersonal,  Melaporkan kepada perawat
krisis tidur cukup
situasional/maturasional,  Melaporkan kepada perawat
ancaman kematian, bahwa cemas tidak
ancaman terhadap konsep mempengatruhi keadaan fisik
diri, stress, substans  Tidak adanya tingkahlaku
abuse, perubahan dalam: yang menunjukan cemas
status peran, status
kesehatan, pola interaksi,
fungsi peran, lingkungan, Keterangan
status ekonomi. 1 :Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
Batasan karakteristik: 3 : Kadang-kadang
Perilaku : menunjukkan
53

 Produktivitas 4 : Sering menunjukkan


berkurang 5 : Selalu menunjukkan
 Scanning dan
kewaspadaan
 Kontak mata yang 2. Kopingyang baik
buruk Definisi : Tindakan untuk

 Gelisah mengelola stressor yang

 Pandangan sekilas menggunakan sumber individu

 Pergerakan yang tidak Indikator :

berhubungan, (misal :  Mengenal koping efektif

berjalan dengan  Mengenal koping tak efektif

menyeret kaki,  Memverbalkan kemampuan


pergelangan kontrol
tangan/lengan  Melaporkan menurunnya
 Menunjukkan stress
perhatian seharusnya  Memverbalkan penerimaan
dalam kejadian hidup terhadap situasi
 Insomnia  Mencari informasi yang
 Resah berkaitan dengan penyakit
Affektive: dan pengobatannya

 Penyesalan  Modifikasi gaya hidup sesuai


54

 Irritable kebutuhan
 Kesedihan yang  Beradaptasi dengan
mendalam perubahan perkembangan
 Ketakutan  Menggunakan support sosial
 Gelisah, gugup yang memungkinkan
 Mudah tersinggung  Mengerjakan sesuatu yang
 Rasa nyeri hebat dan menurunkan stress
menetap  Mengenal strategi koping
 Ketidakberdayaan multipel
meningkat  Menggunakan strategi koping
 Membingungkan efektif

 Ketidaktentuan  Menghindari situasi penuh

 Peningkatan stress

kewaspadaan  Memverbalkan kebutuhan

 Fokus pada diri akan bantuan

 Perasaan tidak  Mencari pertolongan

adekuat professional yang sesuai

 Ketakutan  Melaporkan menurunnya

 Distress keluhan fisik

 Kekhawatiran,  Melaporkan menurunnya

prihatin perasaan negatif


55

 Cemas  Melaporkan kenyamanan


Fisiologis : psikologis yang meningkat
 Suara gemetar
 Gemetar, tangan Keterangan:
tremor 1 :Tidak pernah menunjukkan
 Goyah 2 : Jarang menunjukkan

 Respirasi meningkat 3 : Kadang-kadang

(simpatis) menunjukkan

 Keinginan kencing 4 : Sering menunjukkan

(parasimpatis) 5 : Selalu menunjukkan

 Nadi meningkat
(simpatis)
 Berkeringat banyak
 Wajah tegang
 Anorexia (simpatis)
 Jantung berdetak kuat
(simpatis)
 Diare (parasimpatis)
 Keragu-raguan dalam
berkemih
(parasimpatis)
56

 Kelelahan (Simpatis)
 Mulut kering
(simpatis)
 Kelemahan (simpatis)
 Wajah kemerahan
(simpatis)

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi


nutrisi: kurang dari keperawatan selama …. X 24 Definisi : membantu dengan atau menyediakan masukan diet
kebutuhan tubuh jam klien dapat menunjukkan seimbang dari makanan dan cairan
1. status nutrisi yang baik Intervensi :
Definisi: Intake nutrisi Definisi : Nutrisi cukup untuk 1. Catat jika klien memiliki alergi makanan
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan 2. Catat makanan kesukaan klien
keperluan metabolisme metabolisme tubuh 3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien yang dibutuhkan
tubuh Indikator : 4. Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
 Masukan nutrisi 5. Dorong asupan zat besi
 - Masukan makanan 6. Tawarkan makanan ringan
Batasan karakteristik : dan cairan 7. Berikan gula tambahan k/p
57

 Berat badan 20 % di  Tingkat energi cukup 8. Tawarkan bumbu sebagai pengganti garam
bawah ideal  Berat badan stabil 9. Berikan makanan tinggi kalori, protein dan minuman yang
 Dilaporkan adanya  Nilai laboratorium mudah dikonsumsi
intake makanan yang 10. Berikan pilihan makanan
kurang dari RDA Keterangan: 11. Sesuaikan diet dengan gaya hidup klien
(Recomended Daily 1 : Sangat bermasalah 12. Ajarkan klien cara membuat catatan makanan
Allowance) 2 : Cukup bermasalah 13. Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Membran mukosa dan 3 : Masalah sedang 14. Timbang berat badan secara teratur
konjungtiva pucat 4 : Sedikit bermasalah 15. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan

 Kelemahan otot yang 5 : Tidak ada masalah bagaimana memenuhinya

digunakan untuk 16. Ajarkan teknik penyiapan dan penyimpanan makanan

menelan/mengunyah 17. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan

 Luka, peradangan pada nutrisinya

rongga mulut
 Mudah merasa 2. Monitor nutrisi

kenyang, sesaat setelah Definisi : mengumpulkan dan menganalisa data dari pasien untuk

mengunyah makanan mencegahatau meminimalkan malnutrisi.

 Dilaporkan atau fakta Intervensi :


1. BB klien dalam interval spesifik
adanya kekurangan
2. Monitor adanya penurunan BB
makanan
3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
 Dilaporkan adanya
58

perubahan sensasi rasa 4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam situasi yang
 Perasaan mengharuskan makan.
ketidakmampuan untuk 5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
mengunyah makanan 6. Monitor lingkungan selama makan.
 Miskonsepsi 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam
 Kehilangan BB dengan makan.
makanan cukup 8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

 Keengganan untuk 9. Monitor turgor kulit

makan 10. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.

 Kram pada abdomen 11. Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan

 Tonus otot jelek perdarahan, dll.


12. Monitor mual dan muntah
 Nyeri abdominal
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
dengan atau tanpa
14. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
patologi
15. Monitor makanan kesukaan.
 Kurang berminat
16. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
terhadap makanan
17. Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
 Pembuluh darah kapiler
18. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan
mulai rapuh
konjungtiva.
 Diare dan atau
19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
steatorrhea
20. Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan
 Kehilangan rambut
59

yang cukup banyak cavitas oral.


(rontok) 21. Catat jika lidah berwarna merah keunguan.
 Suara usus hiperaktif
 Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna
makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.
60
61

Post Operasi

1.
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
keperawatan selama ….x 24 jam, Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan klien dapat: kenyamanan yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional 1. Mengontol nyeri
yang tidak menyenangkan Definisi : tindakan seseorang untuk Intervensi:
yang timbul dari mengontrol nyeri. 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
kerusakan jaringan aktual Indikator: karakteristik,waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
atau potensial, muncul  Mengenal faktor-faktor penyebab intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
tiba-tiba atau lambat  Mengenal onset/waktu kejadian 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
dengan intensitas ringan nyeri khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
sampai berat dengan akhir  Tindakan pertolongan non- efektif
yang bisa diantisipasi atau analgetik 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
diduga dan berlangsung  Menggunakan analgetik 4. Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat
kurang dari 6 bulan.  Melaporkan gejala-gejala kepada mengekspresikan nyeri
Batasan karakteristik : tim kesehatan (dokter, perawat) 5. Kaji latar belakang budaya klien
 Laporan secara verbal  Nyeri terkontrol 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup:
atau non verbal adanya pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan, pekerjaan,
nyeri Keterangan: tanggungjawab peran
62

 Fakta dari observasi 1 = tidak pernah dilakukan 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
 Posisi untuk 2 = jarang dilakukan nyeri kronis
menghindari nyeri 3 = kadang-kadang dilakukan 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
 Gerakan melindungi 4 = sering dilakukan yang telah digunakan

 Tingkah laku berhati- 5 = selalu dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga

hati 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa

 Muka topeng lama terjadi, dan tindakan pencegahan

 Gangguan tidur (mata 2. Menunjukkan tingkat nyeri 11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

sayu, tampak capek, Definisi : tingkat keparahan dari respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur

sulit atau gerakan nyeri yang dilaporkan atau ruangan, penyinaran, dll)

kacau, menyeringai) ditunjukan 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
Indikator: 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi(ex: relaksasi,
 Terfokus pada diri
sendiri  Melaporkan nyeri guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,

 Fokus menyempit  Frekuensi nyeri massase)

(penurunan persepsi  Lamanya episode nyeri 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang

waktu, kerusakan  Ekspresi nyeri: wajah telah digunakan

 Posisi melindungi tubuh 15. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
proses berpikir,
 Kegelisahan 16. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
penurunan interaksi
lama terjadi, dan tindakan pencegahan
dengan orang dan  Perubahan Respirasirate
17. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
lingkungan)  Perubahan Heart Rate
respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh : temperatur
 Tingkah laku distraksi,  Perubahan tekanan Darah
63

contoh : jalan-jalan,  Perubahan ukuran Pupil ruangan, penyinaran, dll)


menemui orang lain  Perspirasi 18. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
dan/atau aktivitas,  Kehilangan nafsu makan 19. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi(ex: relaksasi,
aktivitas berulang- guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
ulang) Keterangan: massase)
 Respon autonom 1 : berat 20. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
(seperti diaphoresis, 2 : agak berat 21. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
perubahan tekanan 3 : sedang klien
darah, perubahan nafas, 4 : sedikit 22. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
nadi dan dilatasi pupil) 5 : tidak ada 23. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
 Perubahan autonomic secara tepat
dalam tonus otot 24. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
(mungkin dalam keluhan
rentang dari lemah ke 25. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga
kaku) saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan
 Tingkah laku ekspresif preventif
(contoh : gelisah, 26. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
merintih, menangis,
2. Pemberian Analgetik
Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi
atau menghilangkan nyeri.
64

Intervensi:
 Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan
keparahan sebelum pengobatan
 Berikan obat dengan prinsip 5 benar
 Cek riwayat alergi obat
 Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
 Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
 Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik,
NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
 Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
 Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang
tidak diinginkan
 Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (konstipasi/iritasi lambung)

3. Manajemen lingkungan : kenyamanan


65

Definisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan


terapeutik

Intervensi :
 Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
 Batasi pengunjung
 Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab
 Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
 Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
 Sediakan lingkungan yang tenang
 Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
 Atur posisi pasien yang membuat nyaman.

Setelah dilakukan asuhan 1. Kontrol Infeksi


2 Resiko infeksi keperawatan selama … x 24 jam, Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
klien menunjukan infeksi
Definisi : Peningkatan 1. Pengetahuan klien tentang
resiko masuknya kontrol infeksi meningkat Intervensi :
organisme patogen Definisi : Tindakan untuk 1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh klien
66

mengurangi ancaman kesehatan 2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan


Faktor-faktor resiko : secara aktual dan potensial 3. Batasi jumlah pengunjung
 Prosedur Invasif Indikator: 4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
 Ketidakcukupan  Menerangkan cara-cara 5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
pengetahuan untuk penyebaran 6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
menghindari paparan  Menerangkan factor-faktor yang 7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
patogen berkontribusi dengan penyebaran setelah meninggalkan ruangan klien
 Trauma  Menjelaskan tanda-tanda dan 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien

 Kerusakan jaringan gejala 9. Lakukan universal precautions

dan peningkatan  Menjelaskan aktivitas yang dapat 10. Gunakan sarung tangan steril

paparan lingkungan meningkatkan resistensi terhadap 11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV

 Ruptur membran infeksi 12. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat

amnion 13. Tingkatkan asupan nutrisi

 Agen farmasi Keterangan: 14. Anjurkan asupan cairan

(imunosupresan) 1 : Tidak pernah menunjukkan 15. Anjurkan istirahat


16. Berikan terapi antibiotik
 Malnutrisi 2 : Jarang menunjukkan
17. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala
 Peningkatan paparan 3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan dari infeksi
lingkungan patogen
5 : Selalu menunjukkan 18. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah
 Imonusupresi
infeksi
 Ketidakadekuatan
imum buatan
67

 Tidak adekuat
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,
Leukopenia,
penekanan respon 2. Pengetahuan tentang deteksi
inflamasi) resiko meningkat 2. Proteksi infeksi
 Tidak adekuat Definisi : Tindakan untuk Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
pertahanan tubuh mengidentifikasi ancaman kesehatan infeksi
primer (kulit tidak Indikator :
utuh, trauma jaringan,  Mengenali tanda dan gejala Intervensi :
penurunan kerja silia, yang mengindikasikan resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
cairan tubuh statis,  Mengidentifikasi resiko 2. Pertahankan teknik isolasi
perubahan sekresi pH, kesehatan potensial 3. Batasi pengunjung bila perlu
perubahan peristaltik)  Mencari pembenaran resiko 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
 Penyakit kronik yang dirasakan berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

 Memeriksakan diri pada interval 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

waktu yang ditentukan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan

 Berpartisipasi dalam screening 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

pada interval waktu yang 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

ditentukan 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai

 Mengetahui keadaan kesehatan dengan petunjuk umum


68

keluarga saat ini 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
 Selalu mengetahui / memonitor kandung kencing
keadaan kesehatan keluarga 11. Tingktkan intake nutrisi
 Selalu mengetahui / memonitor 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
kesehatan diri
 Menggunakan sumber-sumber
informasi untuk tetap
mendapatkan informasi tentang
resiko potensial
 Menggunakan sarana pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan

Keterangan:
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan

3. Status nutrisi yang baik, 3. Manajemen Nutris


Definisi : Nutrisi cukup untuk Definisi : membantu dengan memberikan diet makanan dan cairan
69

memenuhi kebutuhan metabolisme yang seimbang.


tubuh
Indikator : Intervensi :
 Masukan nutrisi 1. Tanyakan pada klien tentang alergi terhadap makanan
 Masukan makanan dan cairan 2. Tanyakan makanan kesukaan klien
 Tingkat energi cukup 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan

 Berat badan stabil nutrisi yang dibutuhkan

 Nilai laboratorium 4. Anjurkan masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan
gaya hidup

Keterangan: 5. Anjurkan peningkatan masukan zat besi yang sesuai

1 : Sangat bermasalah 6. Anjurkan peningkatan masukan protein dan vitamin C

2 : Cukup bermasalah 7. Anjurkan untuk banyak makan buah dan minum

3 : Masalah sedang 8. Pastikan diit tidak menyebabkan konstipasi

4 : Sedikit bermasalah 9. Berikan klien diit tinggi protein, tinggi kalori

5 : Tidak ada masalah

4. Luka sembuh, dengan


Indikator:
 Kulit utuh
 Berkurangnya drainase purulen
 Drainase serousa pada luka
70

berkurang
 Drainase sanguinis pada luka
berkurang
 Drainase serosa sangunis pada
luka berkurang
 Drainase sangunis pada drain
berkurang
 Drainase serosasanguinis pada
drain berkurang
 Eritema disekitar kulit berkurang
 Edema sekitar luka berkurang
 Suhu kulit tidak meningkat
 Luka tidak berbau

3 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Pendidikan kesehatan: Proses penyakit


tentang : penyakit, diet, keperawatan selama 1 x 24 jam
pengobatan pengetahuan klien dan keluarga Intervensi :
meningkat tentang: 1. Gali pengetahuan tentang proses penyakit
Definisi : tidak adanya 1. Proses penyakitdengan 2. Jelaskan patofisiologi penyakit
atau kurangnya informasi Indikator: 3. Jelaskan tanda dan gejala penyakit
kognitif sehubungan  Mengenal nama penyakit 4. Terangkan proses penyakit
71

dengan topik spesifik  Menjelaskan proses penyakit 5. Identifikasi proses kemungkinan penyebab
 Menjelaskan penyebab/fakor 6. Berikan informasi tentang kondisi pasien
Batasan karakteristik : yang berkontribusi 7. Hindari memberi harapan palsu
memverbalisasikan  Menjelaskan factor-faktor 8. Berikan informasi kondisi pasien pada keluarga
adanya masalah, resiko 9. Diskusikan perubahan gaya hidup untuk mencegah
ketidakakuratan mengikuti  Menjelaskan efek dari komplikasi di masa depan
instruksi, perilaku tidak penyakit 10. Diskusikan pilihan terapi
sesuai.  Menjelaskan tanda-tanda dan 11. Terangkan rasional tindakan

gejala 12. Terangkan komplikasi kronik


Faktor yang  Menjelaskan tentang 13. Terangkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan
berhubungan : komplikasi dan tanda 14. Jelaskan cara mencegah atau meminimalkan efek
keterbatasan kognitif, gejalanya samping penyakit.
interpretasi terhadap  Menjelaskan tentang
informasi yang salah,
perawatan dirumah
kurangnya keinginan
untuk mencari informasi,
Keterangan:
tidak mengetahui sumber- 1 : tidak pernah
sumber informasi.
2 : terbatas
2. Ajarkan : Diet
3 : sedang
4 : Sering
Intervensi :
5 : Selalu
1. Kaji pengetahuan klien tentang diet yang dianjurkan
72

2. Tentukan sikap keluarga klien terhadap diet


2. Diet, dengan 3. Jelaskan tujuan diet
indikator: 4. Informasikan berapa lama diet harus diikuti
 Menggambarkan diet yang 5. Anjarkan klien tentang makanan yang boleh dan
dianjurkan tidak boleh dimakan
 Menyebutkan keuntungan dari 6. Bantu klien untuk mencatat makanan kesukaan
mengikuti anjuran diet dalam diet yang dianjurkan
 Menyebutkan tujuan dari diet 7. Observasi pilihan makanan klien sesuai dengan diet
yang yang dianjurkan yang dianjurkan

 Menyebutkan makanan- 8. Anjurkan membuat rencana makan

makanan yang diperbolehkan 9. Dorong untuk mengikuti informasi yang diberikan

dalam diet oleh tenaga kesehatan lain

 Menyebutkan makanan- 10. Konsul ahli gizi

makanan yang dilarang 11. Libatkan keluarga

 Memilih makanan-makanan
yang dianjurkan dalam diet
3. Ajarkan : pengobatan

Keterangan:
Intervensi :
1 : Tidak pernah
1. Jelaskan klien utk mengenal karakteristik obat
2 : Terbatas
2. Informasikan nama generik dan nama dagang
3 : Sedang
3. Jelaskan tujuan dan kerja obat
73

4 : Luas 4. Jelaskan dosis, rute dan durasi obat


5 : Sangat luas 5. Evaluasi kemampuan klien menggunakan obat
6. Ajarkan klien untuk melakukan prosedur sebelum
3. Pengobatan, dengan minum obat
indikator: 7. Informasikan apa yang dilakukan jika dosis obat
 Menggambarkan metode hilang
pengobatan yang tepat 8. Informasikan akibat tidak minum obat
 Menggambarkan tindakan- 9. Informasikan efek samping obat
tindakan dalam pengobatan 10. Jelaskan tanda dan gejala over dosis obat
 Menggambarkan efek samping 11. Jelaskan cara menyimpan obat
dalam pengobatan 12. Jelaskan interaksi obat

 Menyebutkan interakasi obat 13. Jelaskan cara mencegah atau mengurangi efek

dengan agen yang lainnya samping obat

 Menyebutkan rute pemberian 14. Berikan informasi tertulis tentang aksi, tujuan, efek

obat yang tepat samping obat, dll

Keterangan :
1 : Tidak pernah
2 : Terbatas
3 : Sedang
4 : Luas
74

5 : Sangat luas

4 Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu dalam perawatan diri (mandi, berpakaian,
(kurang perawatan diri : keperawatan selama … x 24 jam, berhias, makan, toileting)
mandi, berpakaian, klien mampu melakukan perawatan Definisi : membantu pasien untuk memenuhi ADL
makan, dan toileting) diri: Activities of Daily Living
Definisi : Gangguan (ADL), dengan indikator: Intervensi :
kemampuan untuk  makan 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
melakukan ADL pada diri  berpakaian mandiri.
 toileting 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
Batasan karakteristik :  mandi kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
ketidakmampuan untuk  berhias 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
mandi, ketidakmampuan  hygiene melakukan self-care.
untuk berpakaian, 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
 oral hygiene
ketidakmampuan untuk normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
 ambulasi: berjalan
makan, ketidakmampuan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
 ambulasi: wheelchair
untuk toileting bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 transfer performance
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
Faktor yang untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
Keterangan:
berhubungan : mampu untuk melakukannya.
1: bergantung total
75

kelemahan, kerusakan 2 : dibantu orang dan alat 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
kognitif atau perceptual, 3 ; dibantu orang 8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
kerusakan neuromuskular/ 4 : dibantu alat aktivitas sehari-hari.
otot-otot saraf. 5: mandiri
76

DAFTAR PUSTAKA

Carol A,Milerr.2012.Library Of CongressCataloging In Publication Data . ISBN :US


govermant
Ganong, Wiliam, F , 2002, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, (Ed.20), Alih Bahasa
Oleh Brahm U Panit (Et.Al), EGC : Jakarta
Nugroho ,Wahjudi, 2000, Keperawatan Gerontik, (Ed.2), EGC : Jakarta
Price , Sylvia Anderson Dan Wilson, Lorraine Mc. Carty, 2005 , Patofisiologi Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit, (Ed.4, Buku 2), Terjemahan Oleh : Peter Anugrah,
EGC :Jakrta
Stockslager, Jaime L ,2008, Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik, (Ed.2), Alih
Bahasa Oleh: Nike Budi Subekti, EGC :Jakarta
National Heart Lung & Blood Insitute. 2003. The seventh report of Joint National
Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure dalam
The JNC VII report. Disitasi dari: http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hipertensi/
JNC 7 full / htm. Diakses tanggal 2 Oktober 2009.
Carpenito, L. J., (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Corwin, E. J., (2009), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.
DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and practice. New
York: Delmar.
Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., (1999), Rencana
asuhankeperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Edisi 3. EGC: Jakarta.
IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan BPH
diIndonesia. Style sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. (Diunduh pada 17 Februari
2015).
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk lansia2009.
Komnas Lansia:Jakarta
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning ledakankaum
renta. Style sheet:
http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid =26.
(Diunduh 16 Februari 2015)
77

Mansjoer, A., dkk, (2000), Kapita selektakedokteran, Edisi Jilid 2, Media


Aesculapius, Jakarta.
Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing:Promoting
the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders Elsevier
Parsons, J.K. (2010). Benign prostatic hyperplasia and male lower urinary tract
symptoms: Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr BladderDysfunct
Rep, 5:212–218.
Purnomo, B. B., (2000), Dasar-dasar urologi. CV Info Medika: Jakarta.
Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota. Style sheet:
http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-banyakhidup-di-kota.html.
(Diunduh 16 Februari 2015).
Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic hyperplasia:etiology,
pathophysiology, epidemiology, and natural history. CampbellWalsh Urology. (10th
ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.
Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2). EGC. (Hal
782–786): Jakarta
Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s textbook of
medicalsurgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing. Missouri:
Mosby Wilkinson M
Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan.Edisi 9. EGC :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai