Disusun Oleh :
1. Muh. Iqbal Kamal (2041116107)
A. LATAR BELAKANG
Konseling individu merupakan suatu proses konseling yang terjadi diantara dua orang,
yaitu satu orang konselor dan satu orang konseli. Konseling individu juga merupakan salah
satu bentuk layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan konseli mendapatkan
langsung secara tatap muka dengan konselor, guna membahas permasalahan yang tengah
dialami oleh individu tersebut.
Sedangkan secara umum, tujuan konseling individu yaitu untuk membantu klien
dalam menstrukturkan kembali permasalahannya bersama dengan konselor secara lebih
intim. Dengan begitu konselor akan lebih mudah untuk memberikan penanganan bagi
konseli yang bermasalah, karena dengan layanan bimbingan konseling individu ini akan lebih
memungkinkan untuk konselor mendekatkan dirinya kepada konseli. Kemudian, ketika
konselor telah berhasil mengambil simpat dari konseli maka secara otomatis konselor akan
lebih mudah untuk membantu menyelesaikan permasalahannya, guna mengarahkan
tingkah lakunya serta mengembalikan minat sosialnya seperti yang diharapkan dalam proses
konseling ini.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa setiap tahapan proses konseling individu
ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya hubungan yang baik antara konselor
dengan konseli. Walaupun konselor tersebut memiliki berbagai keterampilan yang sudah
terdidik.
Maka dengan adanya hal ini sudah sangat jelas bahwa dalam pelaksanaan konseling
individu yang paling pertama dan menjadi titik keberhasilan bimbingan yaitu hubungan yang
baik antara konselor dengan konseli, baik konseling yang dilakukan oleh konselor abangan
ataupun konselor putihan. Sehingga proses bimbingan juga tidak akan terasa membosankan
bagi kedua belah pihak.1
1
Hellen, Bimbingan dan konseling (Jakarta, Quantum teaching, 2005) hal : 84
BAB II
PEMBAHASAN
2
Achmad nurihsan, Strategi layanan bimbingan dan kosneling. ( Bandung : Pt. Refika aditama)hlm.10-12
karena ditakutkan terjadi kesalahan dalam menyimpulkan masalah-
masalah yang dialami oleh klien.
Berdasarkan hal-hal ini maka dapat kita tarik kesimpulan bahw
kegiatan attending merupakan kegiatan konseling yang dilakukan
dengan aktif oleh konselor ketika mendengarkan cerahan hati konseli,
dengan memberikan perhatian yang khusus dan fokus kepada klien. Hal
ini juga dapat ditampilkan melalui sikap tubuh dan ekspresi wajah.
Secara lebih perinci, berikut ini di kemukakan sikap melayani
(attending) yang baik secara non-verbal, yakni :
1. Kepala : Melakukan anggukan jika setuju.
2. Ekspresi wajah : Tenang, ceria, senyum.
3. Tatapan mata : Untuk menyatakan bahwa konselor sedang memperhatikan
klien.
4. Intonasi suara : untuk menyesuaian pembicaraan dengan klien.
5. Posisi tubuh : Agak condong ke arah klien, jarak konselor dan klien agak
dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
6. Tangan : Variasi gerakan tangan atau lengan spontan berubah-ubah,
menggunakan tangan sebelah isyarat, menggunakan gerakan tangan untuk
menekankan ucapan.
7. Mendengar aktif : Aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai.
Diam (menanti saat kesempatan beraksi). Perhatian terarah pada lawan bicara.
8. Gerakan bibir : gerakan bibir harus dilakukan secara wajar agar tidak
menimbulkan sikap negatif bagi klien/konseli.
9. Pakaian : pakaian konselor akan sangat mendukung dalam proses
konseling karena dapa membuat konseli merasa nyaman berbicara dengan konselor.
Adapun perilaku attending yang tidak baik di tampilkan melalui sikap-sikap
berikut:
a. Kepala : Kaku.
b. Muka : Kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak
melihat klien saat berbicara, mata melotot.
c. Posisi tubuh : Tegak kaku, bersandar, miiring, jarak duduk dengan klien
menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
d. Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk
memberi kesempatan klien berpikir dan berbicara.
Perhatian : Terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.3
2. Responding :
Pemberian respons merupakan usaha mengetahui lebih lanjut tentang diri dan
permasalahan klien serta menyampaikan apa yang di dengar tentang klien. Responding
yang juga identic dengan empati, menekankan pada upaya konselor memasuki
kerangka rujukan klien dan mengkomunikasikan apa yang ditangkap oleh klien dari
ungkapan konselor. Respons dapat berfungsi sebagai stimulus dan penguat bagi klien
untuk melakukan eksplorasi. Untuk itu paling tidak terdapat dua ketrampilan yang
diperlakukan dalam merespon. Pertama ketrampilan menentukan secara tepat dimensi
masa lalu pengalaman klien dan yang kedua ketrampilan untuk mengkomunikasikan
secara tepat kepada klien tentang persepsi konselor terhadap masalalu klien.
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan keterampilan
responding, yaitu:
a. Responding to content (merespon isi atau pokok permasalahan)
Tujuan merespon disini adalah mendapatkan gambaran atau klarifikasi yang
lebih jelas tentang unsur-unsur pengalaman masa lalu klien. Begitu juga
responding disini dapat membantu konselor mengeksplorsi kesenjangan isi
pengalaman klien tersebut.
Adapun unsure pokok permasalahan responding terletak pada pertanyaan
dasar yaitu (who, what, why, when, where, and how) sedangkan bentuk kata
yang tepat untuk merespon isi ungkapan klien antara lain adalah: “anda
mengatakan” atau “dengan kata lain” dst. Cara yang bisa digunakan dalam
mengorganisaikan isi pengalaman klien melalui tiga hal yaitu secara
kronologis, berdasarkan kepentingan klien, relasi sebab akibat.
Contoh:
“Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui. Namun saya ingin
memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya
terhadap pendidikan Anda.”
b. Responding to feeling ( merespons perasaan)
3
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: PT
Kharisma Putra Utama, 2013). Hlm. 92-93
Merespon perasaan merupakan ketrampilan yang paling kriteria. Karena
responding ini berarti merefleksikan pengalaman aktif klien dalam kaitannya
dengan dunianya. Dalam prakteknya akan dijumpai klien yang mungkin
mengekspresikan secara langsung dan verbal dan mungkin mengekspresikan
secara tidak langsung melalui intonasi suara yang menggambarkan situasi
yang dialaminya. Sementara konselor juga ingin melibatkan perhatian dan
penghayatan dan pengalamannya dengan memberikan respons terhadap
ungkapan perasaan klien. Berkaitan dengan permasalahan di atas, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merespons ungkapan klien.
Pertama, konselor harus mengamati perilaku klien terutama ungkapan
perasaan yang terpancar pada wajah dan gerakan tubuh. Kedua, konselor
bertanya pada diri sendiri (seandainya saya adalah dia melakukan dan
mengalami hal itu, bagaimana perasaan saya). Ketiga konselor mengecek
ungkapan-ungkapan itu dengan pengamatan apakah ungkapan-ungkapan itu
pada realisasinya cocok untuk klien pada saat ini atau tidak. Pemahaman
terhadap apa yang diungkapkan klien merupakan basis dalam proses bantuan.
Contoh:
“bisakah Saudara jelaskan bagaimana perasaan bingung yang Anda
maksudkan?.”
“Saya kira, rasa sedih Anda begitu dalam pada peristiwa tersebut. Dapatkah
Anda mengemukakan perasaan Anda lebih lanjut?.”
c. Responding to meaning (merespon makna/arti)
Responding to meaning berarti konselor memberikan respons terhadap makna
atau arti agar dapat memberikan argument mengapa perasaan seperti yang
telah disebut bisa muncul. Penekanan dalam memberikan respon makna
adalah bagimana membuat respons tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
content dan feeling dari sebuah ungkapan klien. Dengan demikian respons
terhadap makna belum bisa dikatakan sempurna hingga menyentuh unsure isi
dan perasaan tersebut. Contoh sederhana respon makna seperti ungkapan
konselor “kamu merasa sedih karena dia pergi?”.
“Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih jauh tentang apa pendapat Anda
tentang hadirnya ibu tiri dalam rumah Anda.”
Ketrampilan responding sangat penting dimiliki oleh konselor dalam rangka
pelayanan konseling. Tujuan dalam kegiatan merespons adalah agar pada diri klien
tumbuh suatu kondisi eksplorasi diri dimana klien dapat menyadari berbagai peristiwa
yang berkaitan dengan diri dan lingkungannya, baik yang terjadi saat sekarang maupun
yang telah dialaminya pada masa lalu.
Respons konselor dapat membantu klien melakukan eksplorasi dirinya adalah
respons yang tepat dan positif. Ciri-ciri respons adalah sebagai berikut:
1. Dapat memotivasi klien untuk mengemukakan lebih banyak masalah yang
dihadapinya.
2. Dapat membantu klien menghadapi berbagai pikiran dan perasaan yang
berkenaan dengan masalah yang dikemukakan itu.
3. Dapat mengarahkan klien untuk merubah sikap, pandangan dan kebiasaan
serta tingkah lakunya yang menyebabkan timbulnya masalah.
4. Konselor dapat berkomunikasi dengan bahasa yang jelas sederhana dan
tapat.
5. Tidak membuat klien tersinggung dan mempertahankan diri.4
B. Tahapan kedua :
Dalam tahapan kedua terdapat tahapan teknik sebagai berikut :
1). Personalizing :
Personalisasi merupakan suatu upaya dalam rangkap teknik konseling yang
mana dikemas dalam bentuk ketrampilan bantuan penyeselaian suatu kasus,
yang mana ketrampilan/personalizing merupakan salah satu face bantuan
konseling yang diharap dapat memudahkan proses pemahaman.5
Teknik yang digunakan pada prilaku personalisasi/personalizing adalah
teknikinterferensi konseling. Yang mana teknik ini melingkupi
pengetahuan,pemahaman,dan pandangan baru (memberikan motifasi, klarifikasi,
intepretasi,konfrontasi, informasi,eksperentasi,modeling, bliblitherapy, dan
dukungan dari klompok).6
4
Muslim Afandi. Ketrampilan Bertanya Dan Merespons Dalam Konseling.(Riau: UIN Sultan Kasyim
Riau.2012).hlm.60-62
5
File.upi.edu (Pendahuluan Ke arah Penerapan Personalisasi. rtf). Diakses pada tanggal 3 Oktober 2019, pukul
20.00 WIB
6
http://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Muwazah. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2019, pukul
13.00 WIB
Sedangkan scara teoritis dan kontekstual, personalisasi menduduki fase kedua
dalam proses konseling. proses ini merupakan kelanjutan dari fase penaggapan
yang memudahkan,tahap pengepresian klien. Dalam fase ini merespon empati
konselor harus semakin bertambah manakala ia kearah permasalahan, hal ini
menunjukkan bahwa konselor melakukan dasar komunikasi, yang dapat
dipertukarkan tertuju dibalik ungkapan klien konselor dapat mengambil makna
dari berbagai ekpresi klien untuk mempertimbangkan dan meningkatkan
implikasi-implikasi kepribadian klien, hal ini berarti personalisasi merupakan fase
kepribadian.7
Selain itu, terdapat pula jenis-jenis teknik personalizing, yaitu antara lain:
1). Mempersonalisasi Arti
Proses ini merupakan respon konselor yang memungkinkan klien
memahami mengapa pengalaman yang ia alami penting bagi dirinya, hal ini
berarti personalisasi arti merupakan langkah pertama menuju pemahaman
pentingnya kedudukan dalam hubungan tujuan yang mereka inginkan, atau
berdasarkan kebutuhan yang harus tercapai kepada klien. Dalam proses ini
konselor menggunakan format; “ anda merasa...... karena.....” hal ini
tentunya diharapkan efektif, karena konselor seolah-olah tidak tau
pengalaman-pengalaman yang dirasakan penting bagi klien atau bermakna
bagi klien, sehingga klien merasakan adanya dukungan yang diberikan
kepadanya.
7
Abimanyu, Soli. Marinhu, M. Thayeb. Teknik dan Laboratorium Konseling. (Jakarta : Depdikbud Dirjend PT
Proyek Pendidikan Tenaga Akademi)
Mengonseptualisasikan kekurangan
Mengajukkan pertanyaan “apa yang telah tidak ada yang
memyebabkan masalah tersebut?’, format yang digunakan “anda
merasa .......karena .... tekah hilang”
Menginternalisasikan kekurangan-kekurangan
Konselor harus dapat melakukan usaha agar klien dapat
menginternalisasikan kekurangan-kekurangannya. Format yang
digunakan “anda merasa ...... karena anda tidak bisa......”
Mengkongkretkan kekurangan-kekurangan
Usaha untuk mengkongkretkan kekurangan pada klien adalah penting
sekali. Jadi konselor dapat mengkongkriktkan kekurangan itu maka ia
akan mampu mengkomgkritkan tujuan,dengan demikian tujuan
tersebut dapat dicapai. Format yang digunakan “anda
merasa....karena anda tidak bisa...sebagaimana ditumjukkan oleh....”
Mengkonfrontasikan kekurangan
Dilakukan dalam berbagai bentuk :
Antara tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang tidak
`1dikatakan
Antara bagaimana klien berkata dan merasa dengan bagai
mana ia nampak
Antara bagaimana klien sekarang dengan bagaimana
keinginannya
Antara yang dipikirkan dengan tindakan
Antara kekuatan dengan kelemahan
3). Ketrampilan Mempersonalisasikan Tujuan
dapat dilakukan oleh konselor dengan menentukan tingkahlaku yang
merupakan kebalikan dari masalah yang telah dipersonalisasikan, dengan
demikian tujuan yang bersumber dari masalah yang dihadapi klien, dalam
tahap ini jenis mempersonalisasikan tujuan meliputi empat macam:
mengonseptualisasikan aset,
menginternalisasikan aset
mengkongkritkan aset.
mengonfrontasikan aset.
4). Ketrampilan Mempersonalisasikan Perasaan
teknik yang digunakan konselor untuk membantu klien untuk memahami
kedudukan dalam hubungannya dengan keinginan-keinginannya, upya yang
dilakukan setelah konselor mempersonalisasi arti,masalah,dan tujuan.
Tujuan proses ini adalah untuk mengecek apakah konselor telah
menggunakan respon prasaan dengan tepat. Teknik yang digunakan dalam
mempersonalisasai persaan ada tiga jenis,yaitu:
Teknik mempersonalisasi prasaan yang berkaitan dengan arti
Beraitan dengan kekurangan
Berkaitan dengan tujuan.
2). Inisiating :
Proses ini menekankan pada memfasilitasi usaha konseling untuk
bertindak dalam mencapai tujuannya. Dalam proses ini, hal yang dapat
dijadikan acuan dalam proses keterampilan inisiating yaitu, mengambil
inisiatif yang dilakukan konselor kala klien kurang bersemangat untuk
berbicara, sering diam,dan kurang partisipasif. Serta konselor
mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menu
taskan masalahnya melalui serbagai aspek seperti aspek diskusi.8
Tujuan adanya teknik ini berupa;
Mengambil inisiatif kala klien kurang semangat
Kala klien lambat dalam berpikir dalam mengambil keputusan
Kala klien kehilangan arah pembicaraan (tidak fokus).
Selain beberapa tujuan diatas, hendaknya konselor juga memiliki
beberapa keterampilan, yaitu :
Keterampilan Menetapkan Tujuan
Unusr -unsur yang meliputi aspek terebut antara
lain;komponen,fungsi,proses,kondisi,dan standar.
8
File.upi.edu ( BAB II Tahap Pertengahan Konseling). Diakses pada tanggal 3 Oktober 2019, pukul 14.00 WIB
Ketrampilan Mengembangkan Program
Hendaknya jelas adanya proses pengindentifikasian berbagai
kemungkinan program, pemilihan program,dan pengaturan
langkah.
Keterampilan Mengambangkan jadwal
Hendaknya secara jelas ditetapkan waktu penyelesaian, waktu
memulai, dan memonitor rentang waktu pelaksanaan
kegiatan.
Keterampilan Pengembangan Penguatan
Menekankan penggunaan penguatan positif. Agar muncul
respon yang dikehendaki.
Keterampilan mengindividualisasikan langkah-langkah.
Dalam hal ini klien dibantu untuk mengurutkan langkah
kegiatan program yang akan dilaksanakan dimulai dari yang
mudah ataupun sederhana.9
3. Tahapan teknik yang dialami oleh klien ?
a) Involving.
Berasal dari bahasa inggris , dari kata dasar involving adalah
involve, dalam kamus bahasa inggris yang artinya adalah terlibat
atau melibatkan.10 Jadi, dapat di interpretasikan bahwa involve
adalah melibatkan atau mengikut sertakan klien agar aktif dalam
proses konseling. Sedangkan persiapan yang diperlukan konselor
untuk mewujudkan involve pada klien yaitu :
1. Perlunya diketahui apakah klien itu datang secara sukarela atau tidak.
Jika klien datang kepada konselor atas kemauannya sendiri, maka konselor dapat
memperkirakan bahwa hubungan konseling akan lebih mudah dimulai, karena klien
lebih dahulu telah mempunyai niat untuk meminta bantuan. Hal ini setidak-tidaknta
klien telah mengenal masalahnya dan berhasrat untuk memperbaiki dirinya sendiri.
9
Abimanyu, Soli. Marinhu, M. Thayeb. Teknik dan Laboratorium Konseling. (Jakarta : Depdikbud Dirjend PT
Proyek Pendidikan Tenaga Akademi)
10
S. Wojowasito dan Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, (Bandung,
Hasta, 2007), hlm 90
Sehingga kemungkinan klien "involve" secara efektif dalam proses konseling besar
kemungkinan terwujud, keterbukaan akan mewarnai proses hubungan yang sifatnya
membantu itu. Disamping itu konselor juga perlu waspada sebab ada kemungkinan
klien yang datang kepadanya hanya sekedar memanfaatkan konselor untuk kepentingan
yang bukan-bukan. Misalnya klien bermaksud mempermainkan konselor dengan
merendahkan martabat konselor, menyangsikan pengalaman, pendidikan, dan teknik
teknik yang dipakai konselor.
2. Pengenalan tentang data diri klien.
Tugas konselor dalam wawancara awal dan tahap-tahap konseling selanjutnya akan
diperlancar jika konselor mengetahui latar belakang kehidupan klien secara lebih
dalam. Jika klien pernah konsultasi maka diperlukan data latar belakang klien dari
interaksi-interaksi yang pernah filakukan itu. Informasi, kemajuan-kemajuan yang telah
dicapai, catatan-catatan formal, dan kesan-kesan informal yang ada, serta rekaman-
rekaman lainnya tentang diri klien.
3. Mengkaji tujuan konseling.
Kajian tentang tujuan konseling ini ditekankan pada tukuan yang ingin dicapai oleh
tahap awal dari interaksi yang sifatnya membantu itu.
4. Membuat diri sendiri (konselor) lebih relaks.
Untuk membuat badan relaks dapat dicapai dengab mengendorkan otot-ototnya
satu persatu.
5. Menyiapkan klien untuk konseling.
Kesedian klien "involve" dalam proses konseling akan tergantung pada seberapa
baik konselor menyiapkan kliennya.
b) Eksploring
Eksploring adalah suatu ketrampilan konselor untuk
menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Hal ini penting
karena kebanyakan klien menyimpan rahasia batin, menutup diri,
atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya dengan terus terang.
Mungkin klien hadir karena terpaksa, sehingga enggan
mengemukakan perasaan atau pikirannya. Teknik eksplorasi
memungkinkan klien berlaku bebas berbicara tanpa rasa takut,
tertekan dan terancam.11
1. Kondisi-kondisi yang diperlukan dalam eksplorasi
masalah.
2. Keterampilan dasar pendukung.
Meliputi beberapa hal, antara lain : mengajak terbuka
untuk berbicara, pertanyaan terbuka, mendengarkan
secara akurat, mrngikuti pokok pemikiran, dorongan
minimal.
3. Keterampilan dasar merespon
Meliputi : merespon isi, merespon perasaan, dan respon
arti.
4. Jenis-jenis eksplorasi.
Meliputi : eksplorasi perasaan, pengalaman, dan
pikiran.
c). Understanding
Understanding berjalan ketika konselor memberikan sebuah
pemnjelasan atas masalah masalah yang dihadapi (Personalizing).
Understanding juga meliputi dua tahap yaitu pengembangan tujuan dan
personalisasi tujuan. Pengembangan tujuan ini dapat terjadi ketika kita
sudah mampu mendiagnosis tentang permasalahan yang ada didalam diri.
Sedangkan personalisasi tujuan merupakan suatu penegasan tentang usaha
12
untk menginternalisasi dari tujuan yang sudah disepakati.
d). Acting
11
Abu Bakar M Luddin, Dasar-Dasar Konseling Tinjauan Teori dan Praktek , (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2010). Hal 177
12
Yulianto, GUIDED IMAGERY: KONSEP KONSELING KREATIF UNTUK PENANGGANAN POST TRAUMATIC STRESS
DISORDER (PTSD),Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 1, Januari 2015
Sebagaimana Understanding, Acting adalah bagaimana konseli
melaksanakan tujuan tujuan yanga di sepakati dalam konseling. Slama
praktiknya, acting adalah hasil dari proses intitiating yang diberikan
oleh konselor.
Acting merupakan tahapan ketiga yang meliputi suatu penetapan
tujuan dan pengembangan program. Penetapan tujuan menjelaskan tentang
perilaku operasional yang harus dikerjakan. Sedangkan plangkah-langkah
yang harus dilakukan yaitu :
1. Merencanakan jadwal.
2. Merespon penguatan.
3. Melaksanakan program konseli.
4. Profil konselor indigenousi di desa kebagusan
Menurut saya, ada baiknya jika setiap konselor baik konselor tradisional
atau bukan sebaiknya menggnakan teknik dan tahapan yang sesuai dengan
prosedur sehingga rproses konseling akan terjadi lebih sempurna lagi. Dan
tidak hanya itu, konselor juga sebaiknya memiliki pendidikan dan
pemahaman yang cukup untuk melalukan proses konseling sehingga
penyelesaian dan pengerucutan masalah tidak semata-mata hanya dilihat dari
sudut pandang saja.
DAFTAR PUSTAKA