Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH

FITOKIMIA

PEMISAHAN, ISOLASI, DAN ANALISIS SENYAWA GOLONGAN


FLAVONOID MENGGUNAKAN HPLC-UV

Kelompok 15

Wilda Nur Rohmatillah 172210101139


Talidah Alqibtiyah Roja 172210101141
Ayu Mega Lestari 172210101142
Tsamratul Fadhilah 172210101143

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 4
2.1 METODE EKSTRAKSI ...................................................................................................... 4
2.2. SKRINING FITOKIMIA ..................................................................................................... 5
2.3. CARA ISOLASI................................................................................................................. 8
2.4. ANALISIS SENYAWA GOLONGAN FLAVONOID DENGAN HPLC-UV................................ 6
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 12

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Flavonoid merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak
ditemukan di dalam tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan
struktur kimia C6-C3-C6. Flavonoid berfungsi sebagai anti oksidan dengan mendonorkan atom
hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida
(mengandung rantai panjang glukosa) atau dalam bentuk bebas (aglikon).
Di antara senyawa antioksidan yang ada ,telah ditemukan bahwa senyawa fenolik
khususnya flavonoidmemiliki antioksidan. Quercetin adalah flavonol yang paling umum
ditemukan dalam makanan. Quercetin tedapat dalam sayuran dan buah-buahan tetapi
konsentrasi tertinggi terdapat dalam bawang. Pentingnya makanan sebagai sumber kuersetin
bervariasi di berbagai negara. Menurut Hertog, teh adalah sumber utama quercetin di Belanda
dan Jepang. Sementara di Italia anggur adalah sumber utama flavonoid.
Spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species atau ROS) dan radikal bebas dapat
menyebabkan kerusakan parah pada sel-sel normal tubuh. Kerusakan ini dapat terjadi pada
DNA, protein, dan makromolekul lainnya. ). Salah satu cara mengatasi permasalah kesehatan
tersebut adalah mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan yang tinggi. Salah satu
pangan yang tinggi antioksidannya adalah madu. Sifat antioksidan dalam madu disebabkan
oleh berbagai macam komponen yang ada di dalam madu, diantaranya adalah komponen
flavonoid, fenolat, vitamin C, asam amino, enzim, katalase, dan lain-lain (Ensminger dkk, 1995).
Flavonoid dalam madu sendiri banyak sekali unsurnya dan sangat dipengaruhi oleh
geografis, sumber nekatar bunga, iklim, proses pengolahan, dan lain-lain (Estevinho, dkk.
2008). Oleh karena itu, madu yang diambil dari sumber bunga berbeda akan memberikan
flavonoid berbeda, demikian juga madu dari bunga yang sama tetapi dari daerah berbeda bisa
memberikan kadar flavonoid berbeda pula.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah metode yang digunakan untuk ekstraksi carissa opaca dan madu?
2. Bagaimana cara melakukan skiring fitokimia?
3. Bagaimana cara menganalisa senawa golongan flavonoid menggunakan HPLC-UV?
4. Bagaimana cara mengisolasi senyawa golongan flavooid ?

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling melarutkan, biasanya air dan
yang lainnya pelarut organik. Ekstraksi merupakan metode pemisahan dengan
melarutkan bahan campuran dalam pelarut yang sesuai. Terdapat beberapa
metode ekstraksi seperti: maserasi, perkolasi, soxhletasi, infudasi. Dasar metode
pemisahan dari masing masing metode adalah pelarut dan carakerja alat dari
masing masing metode.
B. Carissa opaca

C. Madu
Hjvkuydkutxytclyici,vv

D. Fraksinasi
Fraksinasi merupakan suatu proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran
(padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi)
komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan
pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang
fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat biasanya
menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana,
atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna
adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik (Adijuwana
dan Nur 1989).
E. HPLC-UV
Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa, alat
untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah
penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau

2
perekam.
Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :

Prinsip dasar HPLC sebenarnya adalah dinamika dan migrasi dengan


menggunakan dua fasa. HPLC biasanya digunakan untuk senyawa untuk yang
berberat molekul tinggi dan tidak menguap, dimana penyerapan semakin baik
jika molekul berada pada bentuk terkecil sehingga pemisahan pun juga akan
semakin baik. Setelah pemisahan ini, selanjutnya diidentifikasikan secara
kualitatif dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen
tersebut secara kuantitatif.

F. Isolasi
Pada dasarnya isolasi senyawa kimia dari bahan alam itu adalah sebuah cara
untuk memisahkan senyawa yang bercampur sehingga dapat menghasilkan
senyawa tunggal yang murni. Seperti halnya pada saat kita ingin mendapatkan
suatu senyawa yang terdapat pada tumbuhan. Pada tumbuhan terkandung ribuan
bahkan jutaan senyawa, baik yang dikategorikan sebagai metabolit primer
ataupun metabolit sekunder. Pada kebanyakan kasusm proses isolasi senyawa
dari bahan alam mentargetkan untuk mengisolasi senyawa metabolit sekunder,
karena senyawa metabolit sekunder telah terbukti dapat memberikan manfaat
terhadap kehidupan manusia.

3
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 METODE EKSTRAKSI
Terdapat banyak metode ekstraksi untuk memperoleh senyawa flavonoid dari
setiap ekstrak tumbuan. Pada jurnal kali ini metodeyang digunakan adalah HPLC dimana
metode ini digunakan untk memperoleh senyawa flavonoid dari ekstrak Carissa opaca dan
juga madu, yang menggunakan cara yang berbeda.
1. Cara memperoleh senyawa flavonoid dari ekstrak Carissa opaca
Buah carissa opaca di peroleh dari hutan Kahuta di Rawalpindi dan kemudian di bawa
ke departemen teknologi makanan Pir Mehr Ali Shh Arid Agrikultur pada Universitas
Rawapandi kemudian sampel di cuci bersih dan di oven dengan suhu 45ºC setelah
kering sampel di olah menjadi serbuk dan siap untuk dilakukan uji lebih lanjut
a. Preparasi extract

50mg Carissa opaca di tambahkan 6ml HCL 25% kemudian di tambahkan metanol 20ml
diam kan 1 jam

Filtar nya di tampung dalam labu ukur 100ml (a)


Residu dari filtrat nya di ekstraksi dengan penambahan 20ml metanol diam kan 20mnt
(b)

Kemudian ekstrak dari (a) dan (b) di campur dan di larutkan pda labu ukur 100ml
Kemudian ekstrak nya di ambil 15ml dan di larutkan dengan etanol

b. Analisa Flavonoid mengguankan HPLC

Melakukan pembacaan panjang gelombang pada spektrofotometri kemudian


mengoptimasi kondisi terbaik untuk menetukan flavonoid dengan menggunakan volume
dtribusi dan laju injeksi sampel yang berbeda beda

Menggunakan konsemtrasi senyawa standart (baku) di gunakan untuk menetuan kurva


standart (baku) kemudian bandingkan antara waktu retensi dengan senyawa baku
untuk mengetahui kandungan flavonooid nnya dengan rumus

4
2. Cara memperoleh senyawa flavonoid dari Madu
Isolasi senyawa fenolik dari kompleks matriks madu adalah langkah kritis dari
pemerolehan senyawa flavonoid. Ekstrak madu akhir harus terkonsentrasi dengan
semua senyawa fenolik sampel, setelah menghilangkan gula dan zat lainnya yang
mengganggu dalam analisis. Lalu, ekstraknya bisa digunakan untuk analisis polifenol
secara keseluruhan, atau untuk identifikasi flavonoid dan asam fenolik, biasanya
dengan kromatografi cair (Pascual-maté dkk., 2018).

2.2. SKRINING FITOKIMIA


Pada jurnal kali ini menggunakan metode skrining fitokimia untuk
mengidentifikasi senyawa yang ada pada ekstrak Cassia fistula.

Skrining fitokimia awal dilakukan untuk metabolit sekunder yang terdiri dari
Tes Mayer, Tes Hager dan uji Dragendorff dilakukan untuk Alkaloid. Tes legal dilakukan
untuk mengidentifikasi glikosida; Tes besi klorida diikuti untuk menentukan
keberadaan tanin dan senyawa polifenol. Flavonoid diuji melalui uji Alkaline. Tes
Ninhydrin dan Biuret digunakan untuk mendeteksi protein. Steroid diidentifikasi
melalui uji Salkowaski sementara karbohidrat diuji melalui Biuret dan Fehling Test.

Persentase hasil HAEP, HAEL dan HMEP melalui metode ekstraksi soxhlet
ditemukan 14-15%, 12-13% dan 16-17%. Semua ekstrak ini menjadi sasaran skrining
fitokimia, analisis HPLC dan aktivitas antimikroba. Hasil skrining fitokimia Cassia fistula
adalah diwakili dalam Tabel 1, yang menunjukkan adanya fitokimia yang berbeda
dalam HAEP, HAEL & HMEP dari Cassia fistula.

5
2.3. ANALISIS SENYAWA GOLONGAN FLAVONOID DENGAN HPLC-UV
Metode yang paling umum digunakan mengukur senyawa fenolik adalah dengan
High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Panjang gelombang yang digunakan
disesuaikan dengan pembacaan data spektrofotometri. Volume dan metode yang
digunakan dioptimasi terlebih dahulu agar didapat hasil yang sesuai.
Identifikasi dilakukan dengan membandingkan senyawa yang akan diteliti dengan
standar menggunakan spektrum UV dan waktu retensi. Ada beberapa kelemahan utama
dari deteksi UV yaitu, sensitivitas yang buruk untuk senyawa dalam jumlah kecil. Batas
deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) dari senyawa standart akan ditentukan oleh
rumus berikut (Kaleem dkk., 2016):
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 𝑏
LOD = × 100
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒 𝑜𝑓 𝑙𝑖𝑛𝑒
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡 𝑏
LOQ = × 100
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒 𝑜𝑓 𝑙𝑖𝑛𝑒
Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Kaleem dkk, analisis kualitatif dan
kuantitatif dari Quercetin dan Rutin tridrat pada buah Carissa opaca digunakan
konsentrasi 6 – 125 ppm dengan panjang gelombang berkisar antara 200 – 800 nm. Kurva
yang dipindai ditunjukkan pada Gambar 1. Dimana gambar tersebut menunjukkan
panjang gelombang maksimum 271 nm. Senyawa fenol dan flavonoid memiliki cincin
benzena dan ikatan ganda terkonjugasi yang menyerap sinar UV. Senyawa flavonoid
memiliki kerangka flavonoid sebagian besar menyerap sinar UV di wilayah 200 – 290 nm.
Panjang gelombang maksimum dalam penelitian ini menunjukkan kedua senyawa jatuh di
wilayah tersebut. Hal ini disebabkan adanya sebuah cincin dalam kerangka flavonoid.
Disamping dari panjang gelombang ini senyawa tersebut menyerap cahaya pada panjang
gelombang 465 nm yang dapat dilihat dari Gambar 1.
Setelah penentuan panjang gelombang maksimum ditetapkan sistem pengendali
HPLC, volume injeksi dan kombinasi yang berbeda dari fase gerak yang digunakan pada

6
tingkat aliran yang berbeda untuk memperoleh kondisi deteksi optimal. Tiga kombinasi
yang berbeda dari fase gerak diperiksa dan hasil terbaik diperoleh bila pelarut A untuk
rasio B pelarut adalah 20% - 80% (Kaleem dkk., 2016).

Gambar 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (a) Quercetin dan (b) Rutin trihidrat
menggunakan spektofotometer

Gambar 2. Kromatogram HPLC buah C. opaca pada panjang gelombang 271 nm. Puncak 1
memiliki waktu retensi 0,957 menunjukkan adanya Quercetin dalam sampel

Gambar 3. Kromatogram HPLC buah C. opaca pada panjang gelombang 274 nm. Puncak 1
memiliki waktu retensi 1,45 menunjukkan adanya Rutin trihidrat dalam sampel

7
2.4. CARA ISOLASI
Baru-baru ini, Kováčik et al. menganalisis polifenol madu dengan mengencerkan
sampel dengan 80% metanol berair, diikuti dengan sentrifugasi untuk menghilangkan
partikel yang tidak larut. Para peneliti menggunakan hidrolisis asam (panas dan HCl),
untuk analisis fenol yang terikat pada glikosida dengan menentukan empat belas asam
fenolik dan lima flavonoid. Dengan persiapan sampel minimum, fenolat madu dan
khususnya asam fenolat dapat diekstraksi secara efisien dengan menggunakan
homogenisasi rendaman ultrasonik.
a. Liquid – liquid Extraction (LLE)
Ekstraksi cair-cair atau ekstraksi pelarut adalah pemisahan proses dimana zat
terlarut hadir dalam larutan yang dipindahkan ke cairan tak bercampur lainnya. LLE
dapat dilakukan dengan pelarut yang berbeda. Untuk madu, pelarut yang paling umum
yang digunakan adalah etil asetat. Setelah LLE, ekstraknya terkonsentrasi dengan
menguapkan pelarut, dan akhirnya, residu biasanya dilarutkan kembali dalam metanol
dan disaring. Beberapa peneliti mengatur ekstraksi pelarut serial, seperti metanol
diikuti oleh dietil eter/etil asetat, atau butanol diikuti oleh etil asetat. Kekurangan dari
cara LLE adalah pembentukan emulsi, yang membuat sulit memulihkan beberapa
senyawa fenolik dan membutuhkan volume pelarut yang tinggi. LLE sering digunakan
sebagai langkah pemurnian setelah SPE, dietil eter merupakan pelarut yang banyak
digunakan dalam hal ini.
Ekstraksi pelarut yang dipercepat merupakan prosedur LLE otomatis terbaru
dengan sel ekstraksi tunggal yang menggabungkan suhu dan tekanan tinggi, sehingga
mengurangi waktu dan konsumsi pelarut. Prosedurnya mahal dan suhu tinggi yang
digunakan dapat menyebabkan degradasi sejumlah besar senyawa fenolik. Petrus et al.
mengoptimalkan kondisi operasi ASE (100° C, 5 menit) untuk analisis delapan flavonoid
(myricetin, quercetin, naringenin, luteolin, hesperetin, kaempferol, isorhamnetin dan

8
galangin), pengujian dilakukan dengan pelarut yang berbeda dan akhirnya
mendapatkan pemulihan terbaik dengan etanol / air 80:20 v / v (> 84%) dan etil asetat
(> 82%).
Perbedaan antara kedua metode adalah dalam IDLLME, ekstrak memiliki
kerapatan yang lebih rendah daripada air. Ranjbari et al. mengoptimalkan IDLLME
untuk ekstraksi kuersetin dalam madu dengan pemulihan lebih tinggi dari 97%, dengan
menggunakan pelarut asetonitril sebagai disperser, ekstrak optimal pada pelarut 1-
oktanol dan pH sampel 4,5. Campone et al. mengoptimalkan DLLME untuk ekstraksi
lima asam fenolik dan sepuluh flavonoid, dengan pemulihan lebih tinggi dari 70%,
dengan menggunakan aseton sebagai pelarut pendispersi, kloroform sebagai pelarut
ekstraksi dan pH sampel optimal 2.
b. Solid-Phase Extraction (SPE) dengan Resin Amberlite
Amberlite XAD-2 adalah resin polimer non-ionik (ukuran pori 9 nm, ukuran
partikel 0,3-1,2 mm) yang digunakan untuk ekstraksi senyawa semi-polar. Metode
ekstraksi Amberlite memungkinkan nilai pemulihan 80-90% untuk flavonoid,
memungkinkan penghilangan gula, asam, pigmen, dan senyawa mengganggu lainnya.
Kerugian dari metode ekstraksi ini adalah afinitasnya rendah dari beberapa senyawa
fenolik dan flavonoid polar glikosida dan kebutuhan akan sampel madu dalam jumlah
besar dan pelarut organik. Prosedur ini memakan waktu yang lama.
Filtrasi melalui resin Amberlite XAD-2 diaplikasikan pada madu untuk pertama
kali pada tahun 1991 oleh Ferreres et al. Ekstraksi polifenol merupakan metode yang
paling banyak digunakan untuk saat ini. Dalam metode ini, sampel dilarutkan dalam air
yang diasamkan (pH 2). Penggunaan air asam direkomendasikan karena membatasi
oksidasi fenolik yang memungkinkan pemulihan aglikon flavonoid lebih tinggi dari 95%.
Sampel biasanya disaring melalui kapas, kertas, atau filter membran dan filtrat
melewati kolom yang mengandung resin. Senyawa fenolik diserap oleh resin dan tetap
dalam kolom, sedangkan gula dan senyawa polar lainnya dielusi dengan pelarut
aquades. Selanjutnya, fraksi fenolik dielusi dengan metanol. Banyak peneliti
melaporkan penggunaan Amberlite XAD-2 untuk ekstraksi fenolik madu, ada sedikit
modifikasi. Seperti menyesuaikan jumlah sampel, volume air yang diasamkan
digunakan untuk elusi senyawa fenolik dan ukuran kolom kaca tempat amberlite harus
dikemas.
Optimasi yang paling relevan dari ekstraksi Amberlite SPE adalah campuran
sampel dengan partikel Amberlite XAD-2 sebelum pengemasan pada kolom
kromatografi, diikuti dengan pengadukan pada suhu kamar selama 10 menit. Prosedur

9
ini mengakibatkan permukaan area terbuka dengan resin yang lebih tinggi dapat
meningkatkan adsorpsi polifenol. Modifikasi lain adalah pengganti Amberlite XAD-2
dengan Amberlite XAD-4, karena luas permukaannya lebih tinggi dan karenanya
efiesiensinya juga lebih tinggi.
Setelah ekstraksi Amberlite, selanjutnya langkah pembersihan. Langkah ini
sangat dianjurkan karena gula yang tersisa berpotensi dapat mencemari fraksi fenolik.
Akhirnya, senyawa fenolik yang telah dibersihkan harus dipekatkan, baik dengan
menghapus pelarut di bawah tekanan rendah atau dengan pembilasan dengan
nitrogen. Tepat setelah langkah ini, ekstrak dilarutkan kembali terutama dalam
metanol.

10
BAB IV
PENUTUP
Dari hasil metode tersebut dapat diidentifikasi cepat bahwa terdapat dua flavonoid
penting senyawa quercetin dan rutin trihidrat dalam sampel dihidrolisis asam. Karena sebagian
besar flavonoid konstituen terdapat di dalam buah dan daun, penentuan kuantitatif flavonoid
rumit. Disamping dari pengembangan metode penelitian ini menunjukkan bahwa buah Carissa
opaca adalah sumber yang kaya dua flavonoid penting senyawa quercetin dan Rutin trihidrat,
sehingga buah tanaman ini dapat lebih dieksplorasi dan dapat digunakan sebagai konstituen
penting dari makanan nutraceutical.

Analisis kualitatif HAEP, HAEL dan HMEP dari Cassia fistula mengungkapkan adanya
berbagai phytochemical seperti tanin, senyawa fenolik, flavonoid, terpenoid, dll, dan senyawa
aktif ini terkenal dengan aktivitas farmakologisnya. Tanin, flavonoid dan terpenoid terkenal
karena sifat antimikroba.

11
DAFTAR PUSTAKA
Kaleem, M., A. Ahmad, S. Khalid, dan M. T. Azam. 2016. HPLC condition optimization for
identification of flavonoids from carissa opaca. 28(1):343–348.

Pascual-maté, A., S. M. Osés, M. A. Fernández-muiño, M. Teresa, S. M. Osés, M. A. Fernández-


muiño, M. T. Sancho, H. Extraction, A. Pascual-maté, S. M. Osés, M. A. Fernández-muiño,
dan M. T. Sancho. 2018. Analysis of polyphenols in honey : extraction , separation and
quantification procedures analysis of polyphenols in honey : extraction , separation and
quanti fi cation procedures. Separation & Purification Reviews. 47(2):142–158.

Amiot, M.J., Aubert, S., Gonnet, M., and Tacchini, M. (1989) Les composes phénoliques des
miels: étude préliminaire sur l ’identi fication et la quantification par familles.
Apidologie, 20: 115–125.

Campillo, N., Viñas, P., Férez-Melgarejo, G., and HernándezCórdoba, M. (2015) Dispersive
liquid-liquid microextraction for the determination of flavonoid aglycone compounds in
honey using liquid chromatography with diode array detection and time-of-flight mass
spectrometry. Talanta, 131: 185–191.

Campone, L., Piccinelli, A.L., Pagano, I., Carabetta, S., Di Sanzo, R., Russo, M., and Rastrelli, L.
(2014) Determination of phenolic compounds in honey using dispersive liquid-liquid
microextraction. J. Chromatogr. A, 1334: 9–15.

Ferreres, F., Tomás-Barberán, F.A., Soler, C., García-Viguera, C., Ortiz, A., and Tomás-Lorente,
F. (1994) A simple extractive technique for honey flavonoid HPLC analysis. Apidologie,
25: 21–30

Karabagias, I.K., Vavoura, M.V., Badeka, A., Kontakos, S., and Kontominas, M.G. (2014)
Differentiation of Greek thyme honeys according to geographical origin based on the
combination of phenolic compounds and conventional quality parameters using
chemometrics. Food Anal. Method, 7: 2113–2121.

Kováčik, J., Grúz, J., Biba, O., and Hedbavny, J. (2016) Content of metals and metabolites in
honey originated from the vicinity of industrial town Košice (eastern Slovakia). Environ.
Sci. Pollut. Res., 23: 4531–4540.

Perna, A., Intaglietta, I., Simonetti, A., and Gambacorta, E. (2013) A comparative study on
phenolic profile, vitamin C content and antioxidant activity of Italian honeys of different
botanical origin. Int. J. Food Sci. Technol., 48: 1899–1908.

12

Anda mungkin juga menyukai