Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Sub topik : Ca Nasofaring


Sasaran : Pasien dan keluarga pasien di Instalasi Rawat Inap
Tempat : Ruang Mawar
Hari/Tanggal : Kamis, 12 September 2019
Waktu : 30 menit 09.00 –09.30 WIB
Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien
Pemberi materi : Aulia Merdekawati, S. Kep., Ners

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan, pasien dan keluarga pasien


diharapkan dapat memahami mengenai pencegahan penyakit Ca Nasofaring.

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan, peserta diharapkan dapat:


1) Menjelaskan tentang pengertian Penyakit Ca Nasofaring.
2) Menjelaskan tentang faktor resiko penyebab penyakit Ca Nasofaring.
3) Menjelaskan tentang tanda dan gejala Penyakit Ca Nasofaring.
4) Menjelaskan tentang penatalaksanaan Ca Nasofaring: Handling Body Wash dan
Diet Nutrisi.

3. Pokok Bahasan

Pencegahan penyakit Ca Nasofaring .

4. Subpokok Bahasan

1) Pengertian Penyakit Ca Nasofaring.


2) Faktor resiko penyebab penyakit Ca Nasofaring.
3) Tanda dan gejala Penyakit Ca Nasofaring.
4) Penatalaksanaan Ca Nasofaring: Handling Body Wash dan Diet Nutrisi.

5. Waktu

Waktu yang dibutuhkan untuk penyuluhan adalah 30 menit.

6. Bahan/Alat yang digunakan

a. Flipchart
b. Video

7. Model Pembelajaran

a. Jenis model penyuluhan: pertemuan (tatap muka)


b. Landasan Teori: ceramah, Tanya jawab dan diskusi serta demonstrasi
c. Langkah pokok:
1) Menciptakan suasana pendidikan kesehatan yang baik
2) Mengajukan masalah
3) Membuat keputusan nilai personal
4) Mengidentifikasi pilihan tindakan
5) Memberi komentar
6) Menetapkan tindak lanjut

8. Persiapan

Penyuluh mencari referensi (buku, jurnal dan lain-lain) tentang pencegahan


penyakit Ca Nasofaring dan membuat media penyuluhan (flipchart dan video).

9. Kegiatan Pendidikan Kesehatan


No Tindakan
Proses Waktu
Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
1. Pendahuluan Pembukaan 10 menit
a. Memberikan salam, a. Memperhatikan dan
memperkenalkan diri, dan menjawab salam
membuka penyuluhan.
b. Menjelaskan tentang TIU b. Memperhatikan
dan TIK penyuluhan
penyakit Ca Nasofaring
c. Menyebutkan materi c. Memperhatikan
penyuluhan yang akan
diberikan
d. Kontrak waktu d. Menyetujui
e. Menggali pengetahuan kesepakatan waktu
peserta tentang penyakit penyuluhan
Ca Nasofaring e. Menjawab

2. Penyajian Pelaksanaan 25 menit


a. Menjelaskan pengertian a. Memperhatikan
penyakit Ca Nasofaring
1) Menanyakan kepada 1) Memberikan
peserta mengenai pertanyaan
materi yang baru 2) Memperhatikan
disampaikan dan memberi
2) Mendiskusikan bersama tanggapan
jawaban yang diberikan

b. Menjelaskan faktor risiko b. Memperhatikan


penyebab penyakit Ca
Nasofaring 1) Memberikan
1) Menanyakan kepada pertanyaan
peserta mengenai 2) Memperhatikan
materi yang baru dan memberi
disampaikan tanggapan
2) Mendiskusikan bersama
jawaban yang diberikan

c. Menjelaskan tanda dan c. Memperhatikan


gejala penyakit Ca
Nasofaring 1) Memberikan
1) Menanyakan kepada pertanyaan
peserta mengenai 2) Memperhatikan
materi yang baru dan memberi
disampaikan tanggapan
2) Mendiskusikan bersama
jawaban yang diberikan
d. Memperhatikan
d. Menjelaskan
penatalaksanaan penyakit 1) Memberikan
Ca Nasofaring pertanyaan
1) Menanyakan kepada 2) Memperhatikan
peserta mengenai dan memberi
materi yang baru tanggapan
disampaikan
2) Mendiskusikan
bersama jawaban yang
diberikan

Penutup a. Menutup pertemuan a. Memperhatikan 10 menit


dengan memberi
kesimpulan dari materi
yang disampaikan.

b. Mengajukan pertanyaan b. Memberi jawaban


kepada peserta dan saran

c. Mendiskusikan bersama c. Memberi komentar


jawaban dari pertanyaan dan menjawab
yang telah diberikan pertanyaan
bersama
d. Menutup pertemuan dan
memberi salam. d. Memperhatikan dan
membalas salam

10. Evaluasi

a. Prosedur Evaluasi
Peserta penyuluhan menjawab pertanyaan
1) Apa pengertian penyakit Ca Nasofaring ?
2) Apa saja faktor risiko yang dapat menyebabklan penyakit Ca Nasofaring ?
3) Bagaimana penatalaksanaan untuk Penyakit Ca Nasofaring: Handling Body
Wash dan Diet Nutrisi ?
b. Kriteri Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
a) Penyelenggaraan penatalaksanaan promosi kesehatan penyakit Ca
Nasofaring di ruang Mawar RS Baladhika Husada
b) Pengorganisasian penyelenggaraan kegiatan dilakukan sebelum
pelaksanaan.
c) Tersedia lingkungan yang nyaman.
2) Evaluasi Proses
a) Penyuluh dapat menfasilitasi dan meningkatkan kemampuan pencegahan
dan penatalaksanaan Ca Nasofaring.
b) Peserta dapat mengikuti pendidikan kesehatan
c) Peserta antusias terhadap kegiatan yang dilakukan.
d) Peserta berpartisipasi dalam kegiatan dengan mengajukan dan menjawab
pertanyaan dengan benar.
e) Proses pendidikan kesehatan pencegahan penyakit Ca Nasofaring.
3) Evaluasi Hasil
a) Peserta memahami materi yang telah disampaikan.
b) Peserta dapat merasakan manfaat pendidikan kesehatan pencegahan dan
penatalaksanaan penyakit Ca Nasofaring.
c) Kegiatan pendidikan kesehatan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit
Ca Nasofaring sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
d) Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil apabila :
i) Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil apabila sasaran mampu
menjawab ≥ 80% pertanyaan yang diberikan.
ii) Pendidikan kesehatan dikatakan cukup berhasil apabila sasaran mampu
menjawab 50 – 80% pertanyaan yang diberikan.
iii) Pendidikan kesehatan dikatakan kurang berhasil apabila sasaran hanya
mampu menjawab < 50% pertanyaan yang diberikan.

MATERI
Karsinoma Nasofaring

1. Pengertian Karsinoma Nasofaring


Karsinoma nasofaring atau sering dikenal dengan kanker nasofaring merupakan
kanker yang muncul pada daerah nasofaring yaitu area di atas tenggorokan dan
dibelakang hidung.
2. Etiologi atau Penyebab

Penyebab kanker nasofaring bersifat multifaktor, seperti virus, pola hidup yang
tidak sehat, pajanan okupasi, alkohol dan tembakau. Faktor infeksi virus Epstein Barr
sangat dominan untuk menjadi penyebab terjadinya kanker. Faktor lain yang
berpengaruh antara lain merokok, faktor gen HLA (Human Leokcyte Antigen) dan
genetik, formaldehid, alkohol, umur 30-50, dan lain-lain (Rahman et al, 2015).
Penelitian yang dilakukan di Eropa dan Amerika memperkirakan 4% disebabkan oleh
alkohol, 33% disebabkan oleh tembakau, dan 35% disebabkan oleh alkohol dan
tembakau (Faiza et al,, 2013). Faktor Risiko Terjadinya Kanker Nasofaring ialah:
a) Jenis kelamin. Karsinoma nasofaring kebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita. Hal ini karena adanya perilaku berisiko pada laki-laki seperti perilaku
merokok yang dapat menjadi penyebab seorang laki-laki terjangkit ca nasofaring.
b) Umur. Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun.
c) Ras. Penyakit ini lebih sering muncul pada orang Asia dan Afrika Utara. Di Amerika
Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan orang kelahiran
Amerika. Menurut Komite Penanggulangan Kanker Nasional menyebutkan bahwa
ras dapat menjadi penyebab seseorang terjangkit kanker nasofaring dimana
biasanya terjadi pada ras Asia dan Afrika Utara. Hal ini karena pada ras tersebut
terdapat kebiasaan atau gaya hidup masyarakat yang diantaranya dapat berakibat
seseorang terjangkit kanker nasofaring, seperti kebiasaan terlalu banyak konsumsi
ikan asin dan telur asin, daging asap, sering terpapar asap pabrik dan
pembakaran kayu.
d) Pekerjaan. Hasil penelitian Diniati dkk (2016) menunjukkan bahwa petani menjadi
salah satu pekerjaan yang berisiko untuk dapat mengakibatkan seseorang
terjangkit ca nasofaring. Hal ini karena petani merupakan pekerjaan yang terpapar
pertisida, dimana pekerja yang terpapar zat karsinogen selama kurang lebih 10
tahun akan dapat berisiko menimbulkan gejala kanker nasofaring. Selain itu,
tukang cat dan nelayan juga merupakan pekerjaan yang memiliki risiko untuk
terkena ca nasofaring.
e) Makanan yang diawetkan. Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak
makanan, seperti ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung,
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada usia dini,
lebih dapat meningkatkan risiko.
f) Virus Epstein-Barr. Virus umumnya ini biasanya menghasilkan tanda-tanda dan
gejala ringan, seperti pilek. Kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi
mononucleosis. Virus Epstein-Barr juga terkait dengan beberapa kanker langka,
termasuk karsinoma nasofaring.

g) Sejarah keluarga. Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma nasofaring


meningkatkan risiko penyakit (Indonesia, 2017).

3. Epidemiologi

Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker


payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Di Indonesia, terdapat 6,2/100000
dengan 13000 kasus baru. Berdasarkan data riskesdas tahun 2013, prevalensi kanker
di Indonesia diperkirakan 1,4% atau sekitar 347792 orang dengan prevalensi tertinggi
terdapat pada Provinsi D.I Yogyakarta (4,1%) sedangkan Provinsi Riau (0,7%) atau
sekitar 4301 orang (Departemen Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di RSUD Arifin Achmad pekanbaru tahun 2006-2008, kanker nasofaring
menempati urutan ke-2 pada laki-laki (Liberty, 2010). Jumlah kasus kanker di Jawa
Timur yaitu sebanyak 1,6% dengan jumlah 61230 terdiagnosa kanker (Kementerian
Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan GLOBOCAN (2012) dalam Komisi
Penanggulangan Kanker Nasional terdapat 87.000 kasus baru nasofaring muncul
setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus
baru pada perempuan). 51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan
15.000 pada perempuan). KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif
(perbandingan pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara
25 hingga 60 tahun. Angka kejadian tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina
Tenggara yakni sebesar 40 - 50 kasus kanker nasofaring diantara 100.000 penduduk.
Kanker nasofaring sangat jarang ditemukan di daerah Eropa dan Amerika Utara
dengan angka kejadian sekitar <1/100.000 penduduk.
4. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda klinis yang sering ditemukan pada karsinoma nasofaring
menurut Faiza et al (2016) dan Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2017)
antara lain :
a. Epistaksis atau mimisan
b. Obstruksi atau penyumbatan pada hidung
c. Tinnitus (telinga berdenging), keluarnya cairan dari saluran telinga, serta tuli
d. Diplopia atau penglihatan ganda
e. Suara serak dan kesulitan untuk menelan
f. Kelumpuhan wajah
g. Sefalgia (nyeri atau sakit kepala seperti berdenyut-denyut), terutama saat malam
hari
h. Pembesaran Kelenjar Getah Bening leher

Tanda dan gejala diatas apabila muncul lebih dari 2 minggu, maka sebaiknya
segera diperiksakan ke pelayanan kesehatan.

5. Patofisiologi
Karsinoma nasofaring dapat disebabkan oleh banyak hal. Salah satu dari
penyebab dari kanker nasofaring ini adalah adanya virus eipstein yang dapat
menyebabkan ca nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh sel EBV (Epstein Barr Virus)
akan dapat menghasilkan sel-sel tertentu yang berfungsi untuk mengadakan
proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus dalam sel host. Protein tersebut
dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1, dan LPM-1, LPM-2A
dan LPM-2B. EBV dapat mengaktifkan dan memaparkan zat
kasinogenik yang menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak
terkontrol sehingga tejadilah deferensiasi dan polifeasi potein laten, sehingga memicu
petumbuhan sel kanker pada nasofaring terutama pada fossa rossenmuller. Dinding
tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi
perdarahan hidung yang ditunjukan dengan keluarnya darah secara berulang-ulang
dengan jumlah yang sedikit dan kadang-kadang bercampur dengan ingus, sehingga
berwarna kemerahan. Sumbatan pada hidung yang menetap terjadi
akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala
menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan ganggguan penciuman dan
ingus kental. Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan
mengenai otot dibawahnya. Kelenjar yangterus melekat pada otot dan sulit untuk
digerakkan. Nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa
lubang, maka gangguan syaraf dapat juga terganggu. Jika tumor menjalar melalui
foramen laserum akan mengenai syaraf otak ke III, IV, VI dan dapat mengenai syaraf
tak ke V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda (diplopia). Proses karsinoma lebih
lanjut akan mengenai syaraf otak IX, X, XI jika menjalar melalui foramen jugular dan
menyebabkan syndrome Jackson. Apabila sudah mengenai seluruh syaraf otak
disebut sindrom unilateraldapat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak. Sel-
sel kanker dapat ikut bersama aliran darah dan mengenai bagian organ tubuh yang
jauh dari nasofaring. Organ yang paling sering terkena adalah tulang, hati dan paru.

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis karsinoma nasofaring menurut Komite
Penanggulangan Kanker Nasional (2017) antara lain :
a. Radioterapi.
Intervensi ini menjadi tatalaksana dalam mengatasi berbagai jenis kanker salah
satunya ca nasofaring. Namun, jenis tatalaksana ini memiliki efek samping yaitu
gangguan menelan, nyeri saat menelan, xerostomia (mulut kering). Sehingga perlu
untuk selalu menjaga kebersihan mulut dan perawatan kulit (area radiasi) selama
terapi.
b. Obat-Obatan Simptomatik
c. Kemoterapi.
Kemoterapi juga merupakan salah satu intervensi untuk mengatasi karsinoma
nasofaring. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses kemoterapi.
1) Sebelum Kemoterapi
Persiapan sebelum kemoterapi dilakukan untuk mengantisipasi efek yang
ditimbulkan pasca terapi. Sebagian orang merasa lemas dan lelah setelah
kemoterapi, oleh karena itu, sebaiknya minta bantuan orang lain untuk
mengantar dan menemani saat pelaksaaan kemoterapi. Selain itu, pasien
membutuhkan membutuhkan waktu istirahat yang cukup pasca kemoterapi. Oleh
karena itu, diperlukan bantuan dalam melakukan pekerjaan di rumah atau
mengurus anak, setidaknya selama satu hari setelah kemoterapi.
Meski banyak pasien kemoterapi dapat tetap bekerja selama menjalani
prosedur ini, sebaiknya jam kerja disesuaikan dengan kondisi fisik. Pengaturan
jam kerja yang sesuai dengan beban kerja yang lebih ringan perlu dilakukan
dalam rangka mengantisipasi efek pasca kemoterapi. Bicarakan dan
rencanakanlah segala sesuatunya dengan dokter, keluarga. atau sahabat yang
dapat memberi dukungan selama proses terapi.
2) Prosedur Kemoterapi
Umumnya kemoterapi di rumah sakit diberikan intravena yaitu melalui infus,
kendati terkadang kemoterapi juga bisa dilakukan melalui oral dalam bentuk
tablet.
Pada prosedur kemoterapi intravena, obat disalurkan dari sekantong cairan
obat yang disambungkan dengan selang menuju salah satu pembuluh vena.
Penyaluran cairan obat tersebut dapat dilakukan melalui selang
PICC (peripherally inserted central catheter) yang terpasang di dalam vena
lengan pasien selama beberapa minggu atau bulan. Selang tersebut
disambungkan pada sebuah pompa untuk mengatur jumlah obat dan kecepatan
penyaluran obat.
Serupa dengan kinerja selang PICC, penyaluran obat kemoterapi juga bisa
dilakukan dengan sebuah selang yang dimasukkan ke dalam dada dan
disambungkan ke salah satu vena dekat jantung (central line). Selain itu,
penyaluran obat juga dapat dilakukan melalui selang cannula yang dipasang
sementara untuk jangka pendek di dalam vena pada punggung tangan atau
lengan bawah. Bisa juga melalui implanted port, yaitu sebuah alat kecil yang
ditanam di bawah kulit selama periode terapi. Untuk menyalurkan cairan obat,
digunakan jarum yang ditusukkan ke alat tersebut dengan menembus kulit.
Di samping intravena, kemoterapi bisa dilakukan melalui arteri di sekitar
lokasi kanker (intra-arterial). Sedangkan untuk kanker pada organ seperti usus,
lambung, hati, indung telur, dilakukan kemoterapi pada rongga perut
(intraperitoneal chemotherapy).
Kemoterapi juga dapat dilaksanakan melalui penyuntikan obat, meskipun ini
jarang dilakukan. Beberapa di antaranya adalah melalui penyuntikan ke bawah
permukaan kulit (subcutaneous chemotherapy), penyuntikan ke dalam otot
(intramuscular chemotherapy), atau penyuntikan langsung ke tulang
belakang (intrathecal chemotherapy). Sedangkan untuk kasus kanker kulit,
kemoterapi yang diberikan umumnya adalah dalam bentuk krim.
3) Sesudah Kemoterapi
Usai pelaksanaan kemoterapi, kondisi fisik pasien akan senantiasa dipantau
oleh tim dokter untuk mengetahui tingkat keberhasilannya. Pemantauan
atau monitoring tersebut bisa berupa pemeriksaan darah dan pemindaian tubuh
secara teratur. Selain itu, dokter juga akan memantau bagaimana efek samping
yang ditimbulkan pasca prosedur kemoterapi. Dengan demikian, tim dokter
dapat melakukan penyesuaian terhadap pelaksanaan kemoterapi.
4) Efek Samping Kemoterapi
Kemoterapi dapat menimbulkan efek yang tidak menyenangkan bagi tubuh.
Selain membunuh sel kanker, kemoterapi juga dapat merusak sel lain dalam
tubuh, seperti sel rambut, kulit, serta lapisan dalam saluran pencernaan. Namun
tidak semua pasien akan mengalami efek samping kemoterapi. Beberapa efek
samping yang biasanya dialami pasca prosedur adalah:
a) Mual.
b) Muntah.
c) Badan terasa lelah atau lemah.
d) Rambut rontok.
e) Infeksi.
f) Anemia.
g) Selera makan berkurang.
h) Perubahan pada kulit dan kuku.
i) Demam.
j) Sariawan atau luka dalam mulut.
k) Sembelit.
l) Diare.
m)Gangguan konsentrasi dan ingatan.

7. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Deteksi Dini Ca Nasofaring


1) Gejala awal dari kanker yaitu klien merasakan nyeri pada wajahnya. Bahkan,
hal terburuknya adalah wajah akan mati rasa.
2) Jika merasakan pandangan kabut atau ganda lebih baik segera periksakan
ke dokter. Hal itu dapat menjadi salah satu gejala awal dari penyakit tersebut.
3) Biasanya, saat terkena panas seseorang suka mengalami mimisan. Namun,
seseorang harus waspada jika mimisan sudah mulai sering terjadi. Hal
tersebut bisa menjadi salah satu gejalanya.
4) Selain itu, hidung pun tersumbat. Seseorang seringkali merasakan susah
bernafas ketika mengalami hal tersebut. Tidak hanya itu, kesulitan bernapas
atau berbicara serta suara bindeng atau serak pun menjadi salah satu gejala
yang perlu diperhatikan.
5) Hal lain yang membuat seseorang harus berhati-hati jika sudah merasakan
sakit kepala, infeksi telinga yang berulang, timbul suara berdengung di dalam
telinga dan sering terasa penuh, radang tenggorokan serta terdapat benjolan
pada leher atau hidung.
Oleh karena itu, perlu untuk mencegah kanker dengan perilaku cerdik
(Kemenkes RI, 2015):
Cek kesehatan secara berkala
Enyahkan asap rokok
Rajin aktivitas fisik
Diet sehat dengan kalori seimbang
Istirahat yang cukup
Kelola stres

b. Handling Body Wash:


1) Hindari buang air besar, buang air kecil, muntah disembarang tempat
2) Gunakan kantong plastik tanpa lubang atau ember plastik sekali pakai untuk
mutahan pasien setelah kemo.
3) Dianjurkan untuk menggunakan toilet duduk guna meminimalisir percikah
cairan dari pasien kemoterapi khususnya 2 hari setelah menjalankan
kemoterapi
4) Tutup penutup closet sebelum menyiram agar tidak terkena percikan dari
cairan pasien
5) Gunakan sarung tangan tahan air jika membersihkan sisa muntahan atau
cairan dari pasien kemoterapi
6) Bersihkan dengan kain sekali pakai dan air sabun jika ada peralatan yang
terkena tumpahan cairan dari pasien kemoterapi
7) Buang peralatan yang digunakan untuk membersihkan muntahan dengan
dimasukkan kedalam kresek sebelum dibuah ke tempat sampah
8) Gunakan kondom atau pengaman jika akan berhubungan seksual setelah
melakukan pengobatan kemoterapi dan tanyakan kepada dokter atau
perawat tentang berapa lama anda perlu mneggunakan perlindungan
9) Hindari kehamilan saat menjalani kemoterapi

10)Jika memiliki bayi, dilarang untuk menyusui

c. Dukungan Nutrisi
Menurut Komisi Penanggulangan Kanker Nasional (2017) menyebutkan
beberapa dukungan nutrisi yang perlu diberikan pada pasien dengan kanker
nasofaring, yakni:
1) Penyintas kanker sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan
yang sehat, tinggi buah, sayur dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging
merah, dan alkohol.
2) Direkomendasikan untuk mempertahankan atau meningkatkan aktivitas fisik
pada pasien kanker selama dan setelah pengobatan untuk membantu
pembentukan massa otot, fungsi fisik dan metabolisme tubuh.
3) Direkomendasikan bagi para penyintas kanker untuk terus melakukan
aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari sedentari
(Ledesma, 2010 ; Arends, 2014).
4) Direkomendasikan untuk banyak makan makanan yang mengandung kuah
dan membawa minum setiap hari (Roezin et al, 2014).
5) Direkomendasikan untuk mengkonsumsi makanan yang kaya akan asam
amino karena dapat memperbaiki selera makan dan menurunkan kejadian
anoreksia. Makanan tersebut seperti putih telur, ikan, ayam, daging sapi,
kacang kedelai, tahu, tempe, dan polong-polongan.
6) Direkomendasikan pula untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung
asam lemak omega-3, yaitu minyak dari ikan salmon, tuna, kembung,
makarel, ikan teri, dan ikan lele.

a) Diet pantangan :
1) Sayuran mentah, seperti lalapan dan salad harus dihindari saat
melakukan kemoterapi. Sayuran mentah memiliki bakteri dan kuman
yang banyak, hal ini dapat menyebabkan pasien mengalami keracunan
makanan atau penyakit infeksi. Tidak hanya itu, pasien kanker juga harus
menghindari berbagai jenis makanan yang tidak matang dengan
sempurna untuk mencegah penyakit infeksi.
2) Makanan pedas, dapat meningkatkan risiko gangguan pencernaan pada
pasien. Gangguan pencernaan ini akan membuat sistem kekebalan
tubuh pasien melemah dan akhinya menghambat kemoterapi. Selain itu,
makanan pedas juga bisa memperparah gejala mual, menimbulkan rasa
sakit di mulut dan tenggorokan.
3) Jeruk dan berbagai makanan asam, pantangan makanan saat
kemoterapi lainnya. Efek makanan asam pada pasien yang sedang
kemoterapi yaitu meningkatkan risiko sembelit dan menimbulkan rasa
nyeri pada perut.
4) Makanan yang digoreng, bisa menimbulkan rasa mual dan menurunkan
nafsu makan. Selain itu, gorengan termasuk pantangan makanan saat
kemoterapi karena mengandung lemak yang sangat tinggi yang bisa
membuat tumpukan lemak pasien bertambah banyak. Sedangkan lemak
tubuh yang terlalu banyak dapat memperlambat kemoterapi.
b) Diet anjuran :
Sebenarnya, semua makanan yang sehat, seperti makanan yang
mengandung serat dan berbagai zat gizi tinggi, baik untuk dikonsumsi
selama kemoterapi. Yang harus dipastikan yaitu seluruh makanan yang
diberikan pada pasien dalam keadaan matang sempurna. Biasanya pasien
yang sedang menjalani kemoterapi, energinya akan terkuras habis untuk
melawan kanker serta menghadapi efek samping pengobatan. Oleh karena
itu dibutuhkan makanan dengan kalori yang cukup tinggi untuk
menggantikannya. Namun, hindari makanan yang memiliki kandungan lemak
tinggi karena hanya akan membuat rasa mual pasien bertambah parah.
Pilihlah makanan dengan berbagai macam warna, hal ini menandakan
bahwa seluruh jenis makanan tersebut mengandung zat gizi yang beragam
dan tentu saja diperlukan bagi pasien yang sedang menjalani kemoterapi.
Berikut adalah anjuran lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi efek
samping pengobatan serta mempercepat proses kemoterapi adalah
makanan sebagai berikut :
1) Oatmeal, adalah panganan sehat yang tak hanya bermanfaat untuk
mengisi perut, namun juga baik untuk menjaga kesehatan penderita
kanker yang sedang menjalani kemoterapi. Mengonsumsi oatmeal akan
meningkatkan nafsu makan, menguatkan sistem kekebalan tubuh,
menurunkan tingkat kolesterol jahat, serta mengurangi produksi insulin.
2) Biji bunga matahari, mengandung sejumlah seng, vitamin E, serta
selenium. Sehingga konsumsi makanan ini bisa mempercepat proses
penyembuhan untuk pasien yang sedang menjalankan kemoterapi.
3) Kacang-kacangan, seperti kacang almond, kacang kenari, kacang mete,
atau kacang pistachio telah menunjukkan manfaat untuk mengobati
kanker.Penelitian menunjukkan bahwa makanan ini kaya zat antioksidan
yang bisa mengurangi penyebaran sel kanker dalam tubuh hingga
separuhnya.
4) Wijen, mampu mengendalikan tekanan darah dan tingkat lipid dalam
tubuh manusia. Konsumsi biji wijen juga sudah terbukti secara klinis
mampu mengobati kanker
5) Sayuran berdaun hijau, kaya akan sumber vitamin, mineral, zat
antioksidan, dan enzim. Semua nutrisi ini berguna untuk menyehatkan
tubuh, terutama mereka yang menjalani kemoterapi. Sayuran ini juga
kaya akan zat anti kanker, anti bakteri, dan anti virus yang berguna untuk
mencegah pembentukan tumor.

DAFTAR PUSTAKA

Arends J. ESPEN Guidelines: Nutrition Support in Cancer. 2014. ESPEN Congress


Geneva.
Cancer Concil. 2015. Chemotherapy safety. Diakses pada tanggal 08 september 2019.
Diakses melalui https://www.cancercouncil.com.au/cancer-
information/cancertreatment/chemotherapy/safety-precautions/
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Situasi Penyakit Kanker. Jakarta :
Pusat data dan informasi Departemen Kesehatan RI.
Diniati, A., dkk. 2016. Distribusi Keganasan Nasofaring Berdasarkan Pemeriksaan
Histopatologi pada Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Tahun 2009-2013. JOM FK. 3(1).
Rahman, et al. 2015. Faktor Risiko Non Viral pada Karsinoma Nasofaring. Jurnal
Kesehatan Andalas : 4(3), page 988-995.
Faiza, et al. 2016. Karakteristik Klinis dan Patologis Karsinoma Nasofaring di Bagian THT-
KL RSUP Dr.M.Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas : 5 (1), page 90-96.
Indonesia, K. R. 2017. Panduan Penatalaksanaan Kanker Nasofaring
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI : Stop Kanker. Jakarta : Kementerian kesehatan RI
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Kanker Nasofaring. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ledesma N. Prostate Cancer. In Marian M, Robert S, editors. Clinical Nutrition for
Oncology.: Jones and Bartlett Publishers; 2010. p. 245-259.
Liberty S. 2010. Distribusi Keganasan Berdasarkan Pemeriksaan Histopatologi di Bagian
Patologi Anatomi RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Tahun 2006-2008. Skripsi. Riau :
Universitas Riau.
Mangan, Y. 2009. Solusi Sehat Mencegah & Mengatasi Kanker. AgroMedia.
Mita, N. 2019. Daftar Pantangan dan Anjuran Makanan Saat Kemoterapi. Diakses pada
tanggal 08 september 2019. Diakses melalui https://hellosehat.com/hidup-
sehat/tipssehat/pantangan-makanan-saat-kemoterapi/

Anda mungkin juga menyukai