Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inkontensia dorangan merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering
ditemukan pada pasien geriatri.Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi
saluran kemih bagian bawah.Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia
untuk mengalami inkontinensia, tetap itidak menyebabkan inkontinensia. Jadi
inkontinensia bukan bagian normal proses menua.Beberapa perubahan berkaitan dengan
lanjut usia dan keadaan patologik yang seringterjadi pada lanjut usia daapat mendukung
terjadinya inkontinensia. Inkontinensia urin mempunyai kemungkinan besar untuk
sembuhkan terutama pada penderita dengan mobilitas dan status mental yang cukup baik.
Bahkan bila tidak dapat diobati sempurna, inkontinensia selalu dapat diupayakan lebih
baik, sehingga kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan dan meringankan beban yang
ditanggung oleh mereka yang merawat penderita.
Umumnya penderita usia lanjut merasa segan dan malu untuk membicarakan
inkontinensia yang mereka derita, adalah penting untuk terus memantau gejala ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian inkontinensia dorongan ?
1.2.2 Apa penyebab Inkontinensia dorongan?
1.2.3 Bagaimana Tanda dan Gejala inkontinensia dorongan?
1.2.4 Apa rencana tindakan keperawatan inkontinensia dorongan ?
1.2.5 Bagaimana penatalaksanaan inkontinensia urine?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian inkontinensia dorongan
1.3.2 Untuk mengetahui Inkontinensia dorongan
1.3.3 Untuk mengetahui Tanda dan Gejala inkontinensia dorongan
1.3.4 Untuk mengetahui rencana tindakan keperawatan inkontinensia dorongan
1.3.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urine

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Inkontinensia Dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengluaran urin


tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih (H. Alimun
Azis, 2006).

2.2 Penyebab Inkontinensia dorongan


1. Penurunan kapasitas kandung kemih
2. Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang meyebabkan spasme (infeksi
saluran kemih)
3. Minum alkohol atau kafein
4. Peningkatan cairan
5. Peningkatan konsentrasi urine
6. Distensi kandung kemih yang berlebihan

2.3 Tanda dan Gejala Inkontinensia Dorongan

2.3.1 Tanda-tanda Inkontinensia Dorongan menurut (H.Alimun Azis, 2006)

a) Sering miksi
b) Spasme kandung kemih
2.3.2 Gejala Inkontinensia Urine menurut (Potter & Perry, 2005)
a. berkemih sering disertai oleh tingginya frekuensi berkemih (lebih sering dari 2 jam
sekali).
b. Spasme kandung kemih atau kontraktur berkemih dalam jumlah kecil (kurang dari
100 ml) atau dalam jumlah besar (lebih dari 500 ml).

2.4 Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan dengan Masalah Utama Inkontinensia Urine
Dorongan
2.4.1 a. Diagnosa Keperawatan :
Inkontinensia dorongan berhubungan dengan kelumpuhan saraf kandung kemih.

2
b. Tujuan :
Diharapkan dalam waktu 2x24jam pemenuhan eliminasi urine dapat terpenuhi.
c. Kriteria hasil :
Pelaksanaan dapat dilakukan dengan atau tidak menggunakan kateter,produksi urine
50cc/jam,keluhan eliminasi urine tidak ada

d. Intervensi dan Rasional


Intervensi Rasional
1. Kaji pola berkemih dan catat produksi 1. Untuk mengetahui fungsi ginjal
urine tiap 6 jam

2. Tingkatkan kontrol berkemih: 2. a. klien dengan gangguan


a. Berikan dukugan pada klien tentang berkemih,sering
eliminasi urine berkemih,dorongan,memerlukan
b. Modifikasi kebutuhan untuk dukungan khusus.
berkemih b. Sensasi terhadap kebutuhan berkemih
harus diperhatikan dengan segera agar
c. Lakukan jadwal berkemih
bedpan atau urinal siap.
d. Ukur jumlah urine tiap 2jam c. Jadwal berkemih diatur dengan 1,5jam
atau 2jam dengan perpanjangan waktu
e. Bantu cara penggunaan obat-obatan
interval bertahap.
f. Kateter intermiten d. Klien di instruktusikan mengukur
jumlah air yang di minum tiap 2 jam dan
mencoba untuk berkemih setelah 30
menit.
e. Perawat membantu klien untuk
menentukan penggunaan obat-obatan
untuk mengatasi spastipitas kandung
kemih sehingga memungkinkan
kemandirian yang lebih besar.
f. kateter intermiten yang dilakukan
sendiri paling sukses untuk
mempertahankan kontrol kandung kemih
3. Palpasi kemungkinan adanya distensi 3.Menilai perubahan karena inkontinensia
urine
kandung kemih.
4. Anjurkan klien untuk minum 4.Untuk mempertahankan fungsi ginjal.
2000cc/hari

3
2.4.2 a. Diagnosa keperawatan :
Inkontinensia Dorongan berhubungan dengan tidak menetapkan rutinitas
toileting,masukan cairan non-kafein tidak akuadet
b. Tujuan :
Diharapkan dalam waktu 1x24 jam pasien dapat menjalankan rutinitas toileting
c. Kriteria Hasil :
Intervensi keperawatan/kolaboratif yang berkaitan dan rasional ilmiah
d. Intervensi dan Rasional :

Intervensi Rasional
Menetapkan dan menaati rutinitas Untuk mengembangkan dan
toileting,yang di buktikan dengan cara: mengimpletasikan program toileting.
1. Berupaya berkemih setiap 2 jam.
2. Latihan otot dasar pelvis secara
reguler.
3. Mencatat upaya berkemih,latihan
dasar pelvis.
4. Berkemih sebelum tidur,dan
pantau perubahan pola berkemih.
Mengubah respon terhadap dorongan Relaksasi otot abdomen menurunkan
untuk berkemih yang di buktikan dengan rasa dorongan dan membantu pasien
cara: tetap kontinen.
1. Ajarkan pasien untuk mengubah
pola respon dorongan terhadap
berkemih,termasuk berkemih
terburu-buru ke toilet.
2. Ajarkan pasien berespon pada
dorongan untuk berkemih dengan
berhenti rileks otot abdomen dan
berlanjut pada langkah normal.

Mengubah masukan cairan untuk Keasaman urine mencegah


menjaga keasaman urine,dibuktikan pertumbuhan bakteri.
oleh:
1. Ajarkan pasien untuk minum jus
cranberry
konsentrat/menggunakan vit C
superfisiologis.
2. Ajarkan pasien untuk minum 240
cc dengan dan di antara makan
dan pada malam hari.
3. Berikan pasien informasi tertulis
tentang cairan yang mengandung
kafein dan ajarkan untuk

4
mengganti dengan cairan bebas
kafein.

2.4.3 a. Diagnosa keperawatan:


Inkontinensia dorongan berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih,kepekaan kandung kemi
b. Tujuan :
Dalam waktu 2x24jam klien mampu memenuhi eliminasi urine
c. Kriteria Hasil :
1. Diharapkan klien mampu mengekspresikan perasaanya
2. Diharapkan klien mampu ikut serta dalam memenuhi kebutruhannya sehari-hari
(mampu mandiri).
d. Intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
1 Kaji kebiasaan pola 1. Untuk mengetahui fungsi ginjal
berkemihdengan menggunakan
catatan berkemih sehari-hari
2 Dalam kolaborasi dengan dokter 2. Obat untuk menurunkan resiko
kaji efek obat dan tentukan inkontinensia
penggunaan obat,dosis atau
jadwal pemberian obat
3 Kaji defisit sensorik dan motorik 3. Untuk meningkatkan kemandirian
yang merupakan penghambat pasien
pasien kekamar mandi pada
waktu ingin berkemih tanpa
terjadi inkontinensia,beri
perlengkapan yang
memungkinkan pasien berkemih
sendiri
4 Kaji tingkat nyeri dan 4. Untuk mengetahui tingkat perubahan
kenyamanan pasien yang terjadi
5 Atur jumlah masukan perhari 5. Untuk mempertahankan fungsi
yang dapat di minum pasien ginjal
untuk mempertahankan
kontinen,yakinkan untuk minum
2000cc/hari kecuali
dikontraindikasikan

2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,


mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.

5
Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu
berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang
keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang
diminum.
b. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin,
seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain.
Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan menahan kemih
(memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga
frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Klien diharapkan dapat menahan keinginan untuk
berkemih bila belum waktunya.
Klien dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam,
selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3
jam.Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan
kebiasaan klien. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari klien mengenal
kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila
ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif
(berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar
panggul secara berulang-ulang.
Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan cara :
a) Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian
pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke belakang ± 10
kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar
dilakukan ± 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat
dan urethra dapat tertutup dengan baik.
c. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti
Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress
diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi
urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau
alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan
secara singkat.

d. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi
non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya
memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini

6
dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic
(pada wanita).
e. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami
inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti
urinal, komod dan bedepan.

7
BAB III

KESIMPULAN

Inkontinensia Dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengluaran


urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.
Inkontinensia dorongan ditandai dengan seringnya terjadi miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)
dan spame kandung kemih (Hidayat, 2006). Pasien Inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat
menahan kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot
detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas kandung kemih belum terpenuhi.

8
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika. h:220
Martin,Susan dkk.1999.STANDART PERAWATAN PASIEN Proses Keperawatan
,Diagnosis,dan Evaluasi edisi V vol 4.Jakarta: EGC.h: 555
McLane,Audrey dkk.2006.Diagnosa Keperawatan edisi 7.Jakarta: EGC.h :142-143
Aziz, Alimul HA . 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya : Salemba Medika

Potter, Patricia A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Proses dan praktik. Ed. 4.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai