Anda di halaman 1dari 31

TUGAS

ASUHAN KEPERAWATAN HIV PADA ANAK

Di Susun Oleh :
Nama : Ni Komang sari
Nim : (201801268)
Kelas : D Nonreguler

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2018 /2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
anugrahnya sehingga kami dapat menyelesaikan “ Asuhan Keperawatan
HIV ”
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan askep ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis, penulis
telah berkuasa untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun
penulis pun menyadari bahwa kami memiliki keterbatasan dalam menyusun
askep ini .
Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi
tekhnik penulisan, maupun dari isi maka kami mohon maaf dan kritik serta
saran dari Dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh
kami untuk sdapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam
pengetahuan kita bersama. Harap ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian .

Palu, 2 oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman judul ................................................................................................. i
Daftar isi ........................................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar belakang ............................................................................................. 1
B.Tujuan .......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
I.I Tinjauan Teori ........................................................................................... 3
A. Definis HIV pada anak ........................................................................ 3
B. Etiologi HIV pada anak ........................................................................ 3
C. Manifstasi HIV pada anak ................................................................... 4
D. Patofisiologi HIV pada anak ................................................................ 6
E. patway HIV pada anak ........................................................................ 8
F. Komplikasi HIV pada anak .................................................................. 9
G. pemeriksaan penunjang HIV pada anak .............................................. 11
H. penatalaksanaan HIV pada anak ......................................................... 12
I. pencegahan HIV ................................................................................. 13
I.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan ................................................................... 14
A. Pengkajian ............................................................................................. 14
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 18
C. Intervensi ............................................................................................... 19
D. Implementasi ......................................................................................... 26
E. Evaluasi .................................................................................................. 26

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 27


A. Kesimpulan .............................................................................................. 27
B. Saran ........................................................................................................ 27
Daftarpustaka ................................................................................................... 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired
Immune Deficiency Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada
tahun 1981 pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun
1983. enam tahun kemudian ( 1989 ), AIDS sudah termasuk penyakit yang
mengancam anak di amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan
kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1
orang setiap 10 detik, karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab
kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan
Amman pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah
AIDS pada anak di Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan
Desember di Amerika dilaporkan 1995 maupun pada anak yang berumur
kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat
4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS
yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356
anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa
maupun pada anak – anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25
juta orang, lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang
tuanya karena AIDS. Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang
meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya adalah anak usia dibawah
15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama
di negara terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar
ini maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS
B. Tujuan
1. Mengetahui Definis HIV pada anak
2. Mengetahui Etiologi HIV pada anak

1
3. Mengetahui Manifstasi HIV pada anak
4. Mengetahui Patofisiologi HIV pada anak
5. patway HIV pada anak
6. pemeriksaan penunjang HIV pada anak
7. mengetahui penatalaksanaan DHF pada anak
8. komplikasi HIV pada anak
10. pencegahan HIV pada anak
11. menetahui asuhan keperawatan pada anak

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. I TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara
bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus
(HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system
kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu
dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan
imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal
secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan
medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn,
M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan
kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti
bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. (
FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh
secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat
mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan
virus.
B. Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat
dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit
CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel
CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan

3
oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus)
ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
 Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
 Pemakaian obat oleh ibunya
 Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
 Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi
C. Manifestasi klinik
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal
secara klinis dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang
secara klinis tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV,
meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa
factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan
resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan
kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap
pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan
bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan
fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk
pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin
menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi
yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa
bayi jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers
For Diseasen Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan
berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati generalisata
(didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area
tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak
yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan
gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi the
European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka
menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda

4
dan gejala yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih
rendah diantara bayi yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang
didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah
kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati persistem, hepatosplenomegali.
Otitis media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare kronik secara tidak
nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak
terinfeksi.
PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT
INFEKSI HIV PADA ANAK
Kelas P-O: infeksi intermediate
Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda
infeksi HIV
Kelas P-1: infeksi asimtomatik

Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin


memiliki fungsi imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal
berkembang, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis,
atau diare rekuren atau persistem yang tidak spesifik.
P-2B: penyakit neurologi yang progresif
P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren,
kandidiasis oral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster
multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau
limforma
otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis,
nefropati, gangguan hematologi)

5
D. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang
mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan
responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan. bertahap bersamaan
dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang
mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan
responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan
dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan
mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen
viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang
terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau
disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah
bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada
monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan
kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir
virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ,
terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan
asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan
tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling
konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan
banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan
terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain
atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi
akut, sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode
penahanan imun pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala,

6
dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan
replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif,
kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan
biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan
fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan
peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital,
pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir,
meskipun “ priode inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi
HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada
infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak
pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih
universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering
meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon
terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada
infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV
pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan
mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak
dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15%
pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4
terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa
alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

7
E. patway
HIV

Plasenta ASI Tranfusi darah jarum suntik hubungan seksual

Tranmisi darah
ibu ke anak

HIV masuk kedalam tubuh

Menyerang sistem imun

Menginfeksi limfosit

DNA virus terintegrasi dalam sel DNA host

Imun menurun

Resiko infeksi AIDS

Demam
Diare mual muntah

Hipertermi Ketidak
Kehilangan volume bb menurun seimbangan nutrisi
cairan aktif kurang dari
kebutuhan tubuh
Kekurangan volume Peneuminitis kelemahan fisik
cairan intertetial
Intoleransi
Dispnu
aktifitas

Pola nafas tidak efektif

8
F. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP)
PCP merupakan penyakit indicator AIDS paling sering, yang terjadi pada
sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi. Usia rata untuk
munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya
sampai usia 3 sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat
cepat. Tidak seperti reaksi PCP pada orang dewasa, infeksi ini biasanya
merupakan infeksi primer pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala
subkutan atau mendadak dengan demam, batuk, takipnea, dan ronki. PCP
sulit dibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini, dan karena
trimetoprim-sulfametoksasol dan kortikosteroid intravena diberikan pada
awal perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese
bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi
beresiko dengan gambaran klinis konsisten. PCP memberikan prognosis
yang tidak baik pada awal penelitian dengan kelangsungan hidup media 1
bulan setelah diagnosis. Saat ini dikenali bahwa penyakit yang lebih
ringan dapat terjadi dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang
lama. Profilaksin PCP dengan trimetoprim-sulfametoksasol oral efektif,
dan merupakan indikasi untuk bayi dengan kehilangan limfosit CD4 yang
signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi muda dengan
perkembangan gejala terkait HIV yang cepat.
2. Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP)
Infiltrasi paru intersisial kronik telah ditentukan pada orang dewasa yang
terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi pada sekitar 20% anak
yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi virus
Epstein-Barr. Kondisi ini ditandai dengan perjalanan kronik eksa-serbasi
intermiten (sering selama infeks respirasi yang terjadi di antara infeksi
atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering
menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat
dipercaya untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran parah sampai
terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan pada

9
kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat
disertai prognosis yang lebih baik, dan sering terlihat pada kelompok
gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan parotitis.
3. Infeksi Bakteri Rekuren
Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri rekuren adalah dua
atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau
infeksi tulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan
AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus
rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering terjadi.
Streptococcus pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering
pada anak yang terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif, dan
bahkan bakteremia pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan episode
demam pada anak yang terinfeksi HIV sama dengan penanganan anak
dengan kondisi yang menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan
untuk menjaga respons antibody yang efektif dan kurangnya pajanan
membuat anak yang terinfeksi HIV rentang terhadap penyakit bakteri
yang lebih setius. Profilaksis dengan immunoglobulin intravena dapat
mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri yang serius.
4. Penyakit Neurologi Progresif
Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapat munculkan tanda infeksi
system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya, infeksi ini dalam bentuk
ensefalopati static yang biasanya bermanifestasi pada tahun pertaman
dengan keterlambatan perkembangan. Pada sekitar sepertiganyan, terjadi
ensefalopati progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting
sebelumnya dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf
dapat memperlihatkan atrofi serebral, kelainan subtansi alba, atau
klasifikasi ganglion basal, atau kesemuanya, meskipun keparahan
abnormalitas pencitraan sering tidak berkorelasi dengan gambaran klinis.
Zidovudin IV kontinu ditemukan menyebabkan perbaikan yang dramatic
pada beberapa anak dengan deficit perkembangan saraf; kostikosteroid
juga menguntungkan pada laporan terisolasi.

10
5. Wasting Syndrome
Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut terjadi pada
sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu
multifaktorial. Deficit system saraf pusat dari latergi sampai kelemahan
dalam mengunyah; abnormalitas neuroendokrin; malabsorpsi dan diare
akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan
katabolisme yang diinduksi infeksi sering berperang pada masalah yang
menjengkelkan ini.
6. Infeksi Oportunistik
Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhi AIDS,
meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah
esofagistis kandida, terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks,
Mycobakterium avium. Diantara virus-virus, infeksi CMV diseminata
dan lama pada saluran cerna, dan infeksi virus varisela zoster apitikal,
rekuren dan ekstensif sering terjadi. Walaupun daftar panjang pathogen
yang menyebabkan penyakit berat dan lama tidak lazim pada penjamu
ini, virus respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial respiratorius,
jarang menyebabkan penyakit yang berkomplikasi.
G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji
HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot.
Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan
dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV,
yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila
pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
 ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western
blot)
 Western blot (positif)

11
 P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
 Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan
kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
 LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
 CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
 Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
 Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
 Kadar immunoglobulin (meningkat).
H. Penatalaksanaan
1) Pengobatan HIV pada anak
Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS Prinsip pemberian ART
pada anak hampir sama dengan dewasa, tetapi pemberian ART pada
anakmemerlukan perhatian khusus tentang dosisi dan toksisitasnya.
Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk dan berkembang
selama beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan anak juga
akan berbeda dengan orang dewasa (Nurs dan Kurniawan, 2013:168).
Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen
Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini pertama yang
direkomendasikan adalah 2Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor
(NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor(NNRTI):
2) Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS
a) Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS
Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak
berbeda dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan
proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan
multivitamin, dan antioksidan untuk mempertahankan kekebalan

12
tubuh dan menghambat replikasi virus HIV. sebaiknya dipilih
bahan makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan
baik untuk mencegah infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan
juga harus dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum
diberikan kepada anak. Pemberian (Nurs dan Kurniawan,
2013:167).
b) Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi
yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi
masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan
sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental
anak. Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi masalah
emosi, syok, kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas,
marah, dan berbagai perasaan lain. Anak perlu diberikan dukungan
terhadap kehilangan dan perubahan mencakup
1. memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan
keluarga untuk membicarakan hal-hal tertentu dan
mengungkapkan perasaan keluarga
2. membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan
melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang
indah,
3. menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi
lainnya.
4. mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat
mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain
(Nurs dan Kurniawan, 2013:169).
I. Pencegahan
Pencegahan HIV/AIDS pada Anak Penularan HIV dari dari ibu ke
bayi bisa dicegah melalui 4 cara, mulai saat hamil, saat melahirkan dan
setelah lahir yaitu: penggunaan antiretroviral selama kehamilan,
penggunaan antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan,

13
penggunaan obstetrik selama selama persalinan, penatalksanaan selama
menyusui. Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah
sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang
efektif untuk menularkan HIV. Persalinan sebaiknya dipilih dengan
metodesectio caecaria karena terbukti mengurangi resiko risiko penularan
HIV dari ibu ke bayi sampai 80%.walaupuncaesaria. demikian bedah
caesarjuga memiliki risiko penularan HIV dari ibu kebayi sampai 80%. Bila
bedah caesar selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka risiko
dapat ditirinkan sampai 87%. Walaupun demikian bedah caesar juga
mempunyai risiko karena imunitas ibuyang rendah sehingga bisa terjadi
keterlambatan penyembuhan luka, bahkan bisa terjadi kematian saat operasi
oleh karena itu persalinan pervaginam dan sectio caecaria harus
dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain. Namun jika
melahirkan dengan pervaginam maka beberapa tindakan harus dihindari
untuk meminimalisir risiko, seperti terlalu sering melakukan pemeriksaan
dalam atau memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap (Nurs dan
Kurniawan, 2013:165).
I.2 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa
perinatal sekitar usia 9 –17 tahun.
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.
Rekam medis, diagnosa medis
2. Riwayat keperawatan
a) Keluhan utama dapat berupa :
 Demam dan diare yang berkepanjangan
 Tachipnae
 Batuk
 Sesak nafas
 Hipoksia

14
 Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
 Diare lebih dan satu bulan
 Demam lebih dan satu bulan
 Mulut dan faring dijumpai bercak putih
 Limfadenopati yang menyeluruh
 Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
 Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
 Dermatitis yang mnyeluruh
b). Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari
orang yang terinfeksi HIV AIDS ). Pada ibu atau hubungan
seksual.
c). Riwayat penyakit keluarga dapat dimungkinkan :
Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan
obat
 Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 %
TERTULAR )
 Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20
dari kehamilan
 Adanya penularan pada proses melahirkan
 Terjadinya kontak darah dan bayi.
 Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
 Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
 Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui
vena
 Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah
yang berulang
 Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas
yang tidak steril

15
 Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti
pasangan
 Gagal tumbuh
 Berat badan menurun
 Anemia
 Panas berulang
 Limpadenopati
 Hepatosplenomegali
 Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman,
parasit, jamur atau protozoa yang menurunkan fungsi immun
pada immunitas selular seperti adanya kandidiasis pada mulut
yang dapat menyebar ke esofagus, adanya keradangan paru,
encelofati dll
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Mata
 Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
 Retinitis sitomegalovirus
 Khoroiditis toksoplasma
 Perivaskulitis pada retina
 Infeksi pada tepi kelopak mata.
 Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
 Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan,
tunggal / multiple
b. Pemeriksaan Mulut
 Adanya stomatitis gangrenosa
 Peridontitis
 Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar
kemudian menjadi biru dan sering pada platum
c. Pemeriksaan Telinga
 Adanya otitis media
 Adanya nyeri

16
 Kehilangan pendengaran
d. Sistem pernafasan
 Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
 Sesak nafas
 Tachipnea
 Hipoksia
 Nyeri dada
 Nafas pendek waktu istirahat
 Gagal nafas
e. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
 Berat badan menurun
 Anoreksia
 Nyeri pada saat menelan
 Kesulitan menelan
 Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
 Faringitis
 Kandidiasis esofagus
 Kandidiasis mulut
 Selaput lendir kering
 Hepatomegali
 Mual dan muntah
 Kolitis akibat dan diare kronis
 Pembesaran limfa
f. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
 Suhu tubuh meningkat
 Nadi cepat, tekanan darah meningkat
 Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat
kardiomiopatikarena HIV
g. Pemeriksaan Sistem Integumen
 Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
 Haemorargie

17
 Herpes zoster
 Nyeri panas serta malaise
 Aczematoid gingrenosum
 Skabies
h. Pemeriksaan sistem perkemihan
 Didapatkan air seni yang berkurang
 Annuria
 Proteinuria
 Adanya pembesaran kelenjar parotis
 Limfadenopati
i. Pemeriksaan Sistem Neurologi
 Adanya sakit kepala
 Somnolen
 Sukar berkonsentrasi
 Perubahan perilaku
 Nyeri otot
 Kejang-kejang
 Encelopati
 Gangguan psikomotor
 Penururnan kesadaran
 Delirium
 Meningitis
 Keterlambatan perkembangan
j. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
 Nyeri persendian
 Letih, gangguan gerak
 Nyeri otot
B. Diagnosa keperawatan
1. Defisien volume cairan berhubungan dengan peroses penyakit
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

18
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diet yang kurang
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan
neorologis,ansieatas, dan keletihan
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatanproduksi sputum.
6. Resiko infeksi oportunitis berhubungan dengan menurunya sistem
pertahanan tubuh
7. Intoleran aktifitas berhubungan dengan fisik tidak bugar.
8. Difisien pengetahuan berhubungan kurang paparan
C. Intervensi
1. Defisien volume cairan berhubungan dengan peroses penyakit
Noc Nic
 Fluid balance Fluid mangement
 Hydration  Pertahankan catatan intake dan
 Nutritional status : food and output yang akurat
fluid intake  Monitor status dehidrasi
Kriteria hasil : (kelembaban membran mukosa,
 Mempertahankan urine nadi adekuat, tekanan darah
output sesuai dengan usia ortostatik), jika di perlukan.
dan BB, BJ, urine normal,  Monitor vital sigin
HT normal  Kaloborasi pemberian cairan IV
 Tekanan darah, nadi, suhu  Monitor status nutrisi
tubuh, dalam batas normal  Dorong masukan oral
 Tidak ada tanda – tanda  Kaloborasi dengan doktor
dehidrasi elastisitas tugor  Monitor berat badan
kulit baik,membran mukosa Tawarkan snack (jus buah , buah
lembab, tidak ada rasa haus segar).
yang berlebihan.

19
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Noc Nic
 Thermoregulation Faver treatment
 Thermoregulation  Monitor suhu sesering mngkin
Kriteria hasil  Monitor IWL
 Suhu tubuh dalam rentang  Monitor tekanan darah dan suhu
normal  Monitor warna dan suhu kulit
 Nadi dan RR dalam rentang  Berikan pengobatan untuk
normal mencegah demam
Tidak ada perubahan warna kulit  Monitor penurunan tingkat
dan tidak ada pusing kesadaran
 Monitor intake dan output
 Berikan antiparetik
Kaloborasi pemberian cairan intra
vena

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan asupan diet yang kurang
Noc Nic
 Nuritional status : Nutrien managemen
 Nutritional status : food and  Kaji adanya alergi makanan
fluid intake  anjurkan anak meningkatkan protein
 Nutritional status : nutrient dan fitamin c
intake  berikan makanan yang terpilih(sudah
 Weight control di konsultasikan dengan ahli gizi
Kriteria hasil :  monitor jumlah nutrisi dan andungan
 Adanya penungkatan berat kalori
badan sesui dengan tujuan  berikan informasi kepada orang tua

20
 Berat badan ideal sesuai tentang kebutuhan nutrisi anaknya
dengan tinngi badan  BB paien dalam batas normal
 Mampu mengidentifikasi Monitor adanya penurunan berat badan
kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda – tanda
malnutrisi
 Menunjukan peningkatan
fungsi pengecapan dan
menelan
Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti

4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan


neorologis,ansieatas, dan keletihan

Noc Nic
 Respiratory status : Airway managemen
ventilation  Buka jalan nafas, gunakan teknik
 Resoiratory status : airway chinlif ataw jaw thrust bila perlu
patency  Posisikan pasien untuk
 Vital sign status memaksimalkan ventilasi
Kriteria hasil  Kelurkan sekret dengan batuk atau
 Mendemontrasikan suction
batuk efektif dan suara  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas yang bersih, tidak  Auskultasi suara nafas catat adanya
ada sianosis dan dysneu suara tambahan
(mampu mengeluarkan  Pertahankan jalan nafas yang paten
sputum, mampu  Monitor respirasi status o2 oxygen
bernafas dengan therapy
mudah, tidak ada  Pertahankan posisi pasien

21
pursed lips) Monitor pola pernafasan abnormal
 Menunjukan jalan nafas
yang paten ( klien tidak
merasa tercekik,
irama,frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal.
 Tanda – tanda vital
dalam rentang normal (
tekanan darah, nadi,
pernafasan)

5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan


produksi sputum
Noc Nic
 Respiratory status Airway suction
 Respiratory status : airway Auskultasi suara nafas sebelum
patency dan sesudah suctioning
 Mendemontrasikan batuk  Informasikan kepada klien dan
efektif dan suara nafas keluarga tentang suctioning
yang bersih tidak ada  Minta klien nafas dalam
sianosis dan dspneu sebelum suction dilakukan
(mampu mengeluarkan  Posisikan pasien untuk
sputum,mampu bernafas memaksimalkan fentilasi
dengan mudah, tidak ada  Aukultasi suara nafas, catat
pursed lip) adanya suara nafas tambahan
 Menunjukan jalan nafas  Menjelaskan dan ajarkan
yang paten (klien tidak latihan nafas dalam sering dan

22
merasa tercekik, irama batuk efektif,
nafas, frekuensi  Menganjurkan pemberian
pernafasan dalam rentang minum air hangat
normal, tidak ada suara  Berikan o2 dengan
nafas abnormal) mengunakan nasal kanul
 Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk istirahat
dan mencegah faktor yang
dapat menghambat jalan
naafas

6. Resiko infeksi oportunitis berhubungan dengan menurunya sistem


pertahanan tubuh

Noc nn Noc Nic


 Immune status  Bersihkan lingkungan setelah
 Knowlerige : infektion control dipakai pasien lain
 Risk kontrol  Pertahankan teknik isolasi
Kriteria hasil  Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Instruksikan pada pengunjung
infeksi untuk mencuci tangan saat
 Mendeskripsikan peroses berkunjung dan setelah
penularan penyakit faktor yang berkunjung meninggalkan
mempengaruhi penularan serta pasien
penatalaksanaanya  Gunakan sabun antimikrobia
 Menunjukan kemampuan untuk untuk cuci tangan
mencegah timbulnya infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan
jumlah leokosit dalam batas sesudah tindakan kperawatan
normal  Pertahankan lingkungan
 Menunjukan prilaku hidup sehat aseptik selama pemasangan
alat

23
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC3 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Pertahankan teknik isolasi
 Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan cara menghindari
infeksi

7. Intoleran aktifitas berhubungan dengan fisik tidak bugar.


Noc Nic
 Energy conservation Activity therapy
 Activity tolerance  Kaloboratif dengan tenaga
 Self care : ADLS rehabilitatif medik dalam
Kriteria hasil : merencanakan program terapi
 Berpartisipasi dalam aktivitas yang tepat
fisik tanpa disertai peningkatan  Bantu klien untuk
tekanan darah, nadi dan RR. mengidentifikasi aktivitas yang
 Mampu melakukan aktivitas mampu dilakukan
sehari hari (ADLS) secara  Bantu klien untuk memilih
mamndiri aktivitas konsisten yang sesuai
 Tanda – tanda vital normal dengan kemampuan fisik
 Energy psikomotor psikologi dan sosial
 Level kelemahan  Bantu untuk mengidentifikasi dan
 Mampu berpindah : dengan mendapatkan sumber yang
atau tanpa bantuan alat diperlukan untuk aktifitas yang di

24
 Status kordiopulmunari inginkan.
adekuat  Bantu untuk mendapatkan alat
 Sirkulasi status baik bantuan aktivitas seprti kursi
 Status respirasi : pertukaran gas roda, krek
dan ventilasi adekuat  Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motifasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, social,
dan spritual

8. Difisien pengetahuan berhubungan kurang paparan


Noc Nic
 Kowlwdge : disease proces Teaching : disease process
 Kowlwdg : health behavior  Berikan penilaian tentang tingkat
Kriteria hasil penetahuan pasien tentang
 Pasien menyatakan peroses penyakit yang spesifik
pemahaman tentang apa yang  Jelaskan patofisiologi dari
dijelakskan perawat. penyakit dan bagaimana hali ini
 Pasien menyatakan ingin berhubungan dengan cara yang
melaksakan prosedur yang di tepat
jelaskan secara benar  Gambarkan tanda dan gejala yang
 Pasien mampu menjelaskan bisa muncul pada penyakit
kembali apa yang di jelaskan dengan cara yang tepat
perawat/ tim kesehatan  Gambarkan peroses penyakit
lainya. dengan cara yang tepat
 Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi dengan cara yang

25
tepat
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau di
indikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat

C. 1IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam
mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri
maupun kolaborasi dan rujukan.
D. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara
bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus
(HIV). AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan
imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal
secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan
medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.Dengan
sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis
tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun
penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik.
Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko
CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan
kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap
pada beberapa tahun pertama. Gejala terkait HIV yang paling dini dan
paling sering pada masa bayi jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik
didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi
mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul
yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2
bulan), parotitis, dan diare.
B. Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan disamping pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan
sehingga keberhasilan dalam tugas dapat dicapai

27
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika.
Bezt, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
DR. Nursalam, M.Nurs dan Ninuk Dian Kurniawati, S.Kep. Ns. 2007. Asuhan
Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS Edisi Pertama. Salemba
Medika: Jakarta.
Martono, Lydia Harlina. 2008. Peran Orang Tua Dalam Mencegah Dan
Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Balai Pustaka
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV.
Jakarta:
Sujana, Arman. 2007. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta: Mega Aksara
Padila. S.Kep.NS.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. YogyakartaSmeltzer , Bare,
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunner dan suddart,
Edisi 8, Jakarta,EGCHerlman, T. Heather.2012.
Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Nanda & Nic Noc, Jakarta, 2015

28

Anda mungkin juga menyukai