Anda di halaman 1dari 16

Teori Belajar menurut Aliran Psikologi Kognitif serta Implikasinya dalam Proses Belajar dan

Pembelajaran

1. Pendahuluan

Teori yang melandasi pendidikan tersebut pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu Teoriasosiasi yang

berorientasi induktif artinya bahwa bangunan ilmu dalam pengembangan pendidikan didasarkan atas unit-

unit pengetahuan, sikap dan keterampilan menjadi unit yang lebih universal dan general, aliran dalam teori

ini adalah aliran behaviorisme, atau lebih dikenal dengan aliran Stimulus-Respon (S-R) yaitu aliran yang

beranggapan bahwa pendidikan diarahkan pada terciptakanya perilaku-perilaku baru pada peserta didik

melalui stimus respon yang diberikan selama proses pembelajaran berlangsung. Kemudian yang kedua adalah

teori lapangan (Field Theory) yang justru berbeda dengan teori asisiasi, teori ini lebih mengarah pada deduktif,

artinya pengetahuan itu diperoleh dari sesuatu yang general dan holistik untuk menemukan kebenaran-

kebenaran dari unit-unit yang ada dalam pembelajaran tersebut. Teori ini memiliki dua aliran yaitu

kognitifisme dan humanism.

Pada bahasan makalah ini, penulis hanya akan membicarakan tentang teori belajar menurut aliran psikologi

kognitif sebagaimana ulasan berikut ini

1. Konsep Dasar Psikologi Kognitif

Berbeda dengan aliran psikologi behavioristik, Psikologi Kognitif merupakan cabang ilmu yang mempelajari

proses mental, bagaimana manusia berpikir, merasakan, mengingat, belajar dimana otak akan menjalankan

fungsi utamanya yang disebut dengan berpikir. Dalam hal ini otak adalah sistem fisik dalam bekerja pada

batas hukum alam dan kekuatan sebab akibat, bisa menampung sebanyak-banyaknya, apapun item yang

masuk kedalam memorinya secara simultan. Kemampuan membedakan hasil penginderaan, menghasilkan

kemampuan lebih tinggi, membentuk kategori konseptual.

Solso, dkk., (2008 : 2) menyatakan bahwa Psikologi kognitif adalah ilmu yang menyelidiki pola pikir manusia.

Psikologi kognitif membahas persepsi terhadap informasi (Anda membaca pertanyaan), membahas

pemahaman terhadap informasi (Anda memahami inti pertanyaan tersebut), membahas alur pikiran (Anda

menentukan apakah anda mengetahui jawabannya atau tidak), dan membahas formulasi dan produksi

jawaban Anda.Kemudian psikologi kognitif dapat pula dipandang sebagai studi terhadap proses-proses yang

melandasi dinamika mental.Sesungguhnya, psikologi kognitif meliputi segala hal yang kita lakukan.
Aliran kognitif mulai muncul pada tahun 60-an sebagai gejala ketidakpuasan terhadap konseps manusia

menurut behaviorisme dan psikoanalisa. Gerakan ini tidak lagi memandang manusia sebagai makhluk yang

bereaksi secara pasif terhadap lingkungan, melainkan sebagai makhluk yang selalu berfikir (Homo Sapiens).

Paham kognitifisme ini tumbuh akibat pemikiran-pemikiran kaum rasionalisme yang menyatakan bahwa

manusia itu dapat berpikir lebih baik dari makhluk hidup lainnya.

Danim dan Khairil (2010 : 38) menyatakan bahwa Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari

proses mental termasuk bagaimana orang berpikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Sebagai bagian

bidang ilmu kognitif yang lebih besar, cabang psikologi ini berhubungan dengan disiplin ilmu lain termasuk

ilmu saraf, filsafat, dan linguistik.

Ormrod (2009 : 270) menyatakan bahwa Psikologi kognitif adalah perspektif teoritis yang memfokuskan pada

proses-proses mental yang mendasari pembelajaran dan perilaku.

Saam (2010 : 59) menyatakan bahwa Teori kognitif menekankan bahwa peristiwa belajar merupakan proses

internal atau mental manusia. Teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku manusia yang tampak tidak bisa

diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental yang lain seperti motivasi, sikap, minat, dan

kemauan.

Gredler dalam Uno (2006 : 10) menyatakan bahwa Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang

lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak

sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih erat dari itu, belajar melibatkan

proses berpikir yang sangat kompleks.

Dalyono (2007 : 34) bahwa Dalam teori belajar kognitif dinyatakan bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya

dikontrol oleh “reward” dan “reinforcement”. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitifis.Menurut

pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau

memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi.

Berdasarkan penjelasan dari berbagai pendapat dari ahli-ahli di atas maka menurut saya teori belajar menurut

aliran psikologi-psikologi kognitif adalah suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada

hasil belajar itu sendiri dan ini merupakan teori belajar yang melibatkan pola pikir siswa dalam proses belajar.

Pada model belajar kognitif adalah suatu bentuk teori belajar yang sering disebut dengan model

perseptual.Belajar kognitif menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh pandangan serta

pemahamannya mengenai situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar mereka.Belajar adalah perubahan

pandangan dan pemahaman yang tidak selalu bisa terlihat sebagai perilaku yang terlihat.
Psikologi kognitif berfokus menggali sebagai spesifikasi dari otak manusia tersebut.Kognisi adalah suatu

perabot dalam benak manusia sebagai pusat penggerak berbagai aktivitas untuk mengenali lingkungan,

melihat berbagai masalah, menganalisa beragam masalah, mencari informasi baru, menarik kesimpulan.

Aliran kognitif adalah suatu proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan

pengetahuan, maka dengan itu sebuah perilaku yang tampak tidak dapat diukur, diamati tanpa melihat proses

mentalnya, seperti : (1) motivasi. (2) kesengajaan. (3) keyakinan dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan

bahwa psikologi kognitif adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang proses mental yang aktif untuk

memperoleh informasi untuk akhirnya terjadinya perubahan tingkah laku. Berikut akan dibahas teori-teori

belajar yang ada dalam psikologi kognitif.

1. Jenis-jenis Belajar Kognitif

2. Teori Belajar Pengolahan Informasi

Informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja. Apabila

informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan, maka dapat dimasukkan ke

dalam memori jangka panjang.

Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer

ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam

mengingat informasi yang telah ada di dalam memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu

terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.

1. Tokoh-tokoh Aliran Kognitif

1. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Jean Piaget

Jean Piaget merupakan seorang psikologi pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme sedangkan

teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Gredler (2011:336-338) menjelaskan bahwa

piaget membagi proses belajar menjadi tiga tahapan yaitu: Tahap asimilasi maksudnya sebuah proses

penyatuan informasi yang baru ke struktur yang sudah ada dalam benak siswa. Misalnya: Tahap akomodasi

maksudnya proses penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi yang baru dan Tahap equilibrasi adalah

proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dengan akomodasi. Selanjutnya, Hergenhall dan

Onson (200) berpendapat bahwa ada lima konsep utama dalam teori Piaget ini, yakni intelegensi (ciri bawaan

yang dinamis berupa tindakan cerdas yang membawa manusia secara optimal pada kelangsungan hidup

organisme), skemata (potensi untuk bergerak dengan cara tertentu atau untuk berperilaku tertentu), asimilasi

(pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik) dan akomodasi (penyesuaian
struktur kognitif ke dalam situasi yang baru), ekuilibrasi (penyeimbangan dari asimilasi dan akomodasi atau

mengorganisasikan antara pengalaman dengan lingkungan), dan interiorisasi (proses penurunan

ketergantungan pada lingkungan fisik menuju tahap kognitif).

Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan

perkembangan proses berpikir formal, yaitu:

1. Tahap Sensori Motor ( usia 0 – 2 tahun ).

Awalnya pengalaman bersatu dengan dirinya. Pada tahap ini pengalaman yang diperolehnya melalui pada

perubahan fisik sebagai gerakan anggota tubuh dan sensori sebagai koordinasi alat-alat indera bersatu, berarti

dalam satu objek ada, apabila ada penglihatannya selanjutnya berusaha mencari objek asal kemudian hilang

dari pandangannya (berpindah/terlihat).Misalnyaanak mulai bisa berbicara meniru suara kenderaan, suara

kucing megeong dan sebagainya.pada usia 0 – 2 tahun gerakan tubuhlan yang berkoordinasi dengan alat

inderanya.

1. Tahap Pra-Operasi (usia 2 – 6 tahun).

Istilah operasi maksudnya adalah berupa tindakan-tindakan yang kognitif dan tahapan ini disebut tahap

pengorganisasian operasi kongkrit seperti mengklasifikasikan sekelompok objek atau menata benda-benda

menurut aturan, urutan tertentu dan membilangkan. Pemikiran anak lebih banyak berdaarkan pengalaman

konkrit dibanding dengan pemikiran yang logis sehingga jika dia melihat objek yang kelihatan berbeda akan

mengatakan yang berbeda. Misalnya kelereng besar lima buah terletak diatas meja lalu dirubah letak kelereng

tersebut agak jauh maka ia mengatakan jumlah kelereng tersebut lebih banyak.

1. Tahap Operasi Konkrit ( usia 6 – 12 tahun).

Pada tahap ini pada umumnya anak-anak sudah berada di bangku sekolah dasar akan dapat memahami

operasi logis melalui bantuan berupa benda-benda yang kongkrit, mampu mengklasifikasikan, mampu

memandang objek secara objektif dan berpikir reversible contoh : diberikan bola warna merah 10 buah,

kuning 5 buah, hijau 3 buah. Jika ditanyakan bola warna apa yang paling sedikit maka dia akan menjawab

bola warna hijau.

1. Tahap Operasi Formal (usia 12 tahun keatas).


Pada tahapan ini penalaran dalam struktur kognitifnya telah mampu menggunakan symbol, ide, abstraksi dan

generalisasi.Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas dan anak sudah

mampu mengadakan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak telah memiliki kemampuan untuk

melakukan operasi yang menyatakan hubungan diantara hubungan-hubungan dan memahami konsep

promosi. Missal: berikan gambar dua buah pohon, satu gambar pohon yang kecil/pendek dan satu lagi pohon

besar/tinggi suruh anak-anak tersebut untuk mengukur. Jadi berdasarkan hal ini menurut Jean Piaget bahwa

pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkontruksikan

pengetahuannya sendiri.

Sanjaya (2006) menyatakan, pengetahuan yang dikontruksi si anak sebagai subjek maka akan menjadi

pengetahuan yang sangat bermakna (berusaha sendiri untuk mencari jawaban), sedangkan pengetahuan

yang diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna, hanya diingat

sementara setelah itu lupa, apa kira-kira keterkaitan hal tersebut dengan proses belajar?

Berikut ini Elkind mengemukakan bahwa perlunya singkronisasi kurikulum dengan tingkat kemampuan fisik

dan kognitif serta kebutuhan social dan emosional siswa. Implikasi lain terkait dengan pernyataan Piaget yang

menekankan betapa strategisnya interaksi individu dan lingkungan, mengharuskan kurikulum peduli pada

pengembangan interactive learning siswa sesuai dengan tingkat kemampuan sianak. Slavin (1994)

menyimpulkan bahwa teori piaget memberikan arahan tentang krusialnya inisiatif diri yang relevan untuk

mendorong bereka belajar menemukan melalui interaksi dengan lingkungannya.

Dari seluruh penjelasan di atas, Piaget jelas berpendapat bahwa pengalaman pendidikan anak harus dibangun.

Pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses

asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual.

Santrock (2008:61) menyatakan bahwa Teori Piaget dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan cara:

1. Gunakan pendekatan konstruktivis. Senada dengan pandangan aliran konstruktivis, Piaget

menekankan bahwa anak-anak akan belajar dengan lebih baik jika mereka aktif dan mencari

solusi sendiri.

2. Fasilitasi mereka untuk belajar. Guru yang efektif harus merancang situasi yang membuat murid

belajar dengan bertindak.

3. Pertimbangkan pengetahuan dan tingkat pemikiran anak. Murid tidak datang ke sekolah dengan

kepala kosong. Mereka punya banyak gagasan tentang dunia fisik dan alam.

4. Gunakan penilaian terus-menerus. Makna yang disusun oleh individu tidak dapat diukur dengan

tes standar. Penilaian matematika dan bahasa (yang menilai kemajuan dan hasil akhir),
pertemuan individual di mana murid mendiskusikan strategi pemikiran mereka, dan penjelasan

lisan dan tertulis oleh murid tentang penalaran mereka dapat dipakai sebagai alat untuk

mengevaluasi kemajuan mereka.

5. Tingkatkan kemampuan intelektual murid. Menurut Piaget tingkat perkembangan kemampuan

intelektual murid berkembang secara alamiah. Anak tidak boleh didesak dan ditekan untuk

berprestasi terlalu banyak di awal perkembangan mereka sebelum mereka siap.

6. Jadikan ruang kelas menjadi eksplorasi dan penemuan. Guru menekankan agar murid melakukan

eksplorasi dan menemukan kesimpulan sendiri. Guru lebih banyak mengamati minat murid dan

partisipasi alamiah dalam aktivitas mereka untuk menentukan pelajaran apa yang diberikan.

Implikasi lain dari teori piaget dalam pembelajaran sebagai berikut:

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa, sebab itu guru akan mengajar

dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

2. Anak-anak belajar lebih baik bila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, guru harus

membantu supaya bisa berinteraksi dengan lingkungannya.

3. Bahan yang harus dipelajari anak, hendaknya dirasakan baru dan tidak asing.

4. Berikan peluang, agar sianak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas anak-anak hendaknya, diberikan peluang saling berbicara dan berdiskusi dengan

teman-temannya.

Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Jean Piaget, antara lain:

1. Belajar aktif

Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk

membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang

memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi symbol-simbol;

mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan sendiri dengan

penemuan temannya.

2. Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar.

Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu
perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan sifat

egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini memperkuat

pendapat dari JL.Mursell.

3. Belajar lewat pengalaman sendiri

Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada

hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun

jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan cenderung

mengarah ke verbalisme.

Jadi jelaslah sudah bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif

peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik,

yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru

hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan

secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

1. Teori Kognitif menurut Jerome Bruner

Menurut Jerome Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar

dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru

yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk

meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat

mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.

Sebagaimana direkomendasikan Merril, bahwa jenjang belajar bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan

ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan

atau keahlian yang sedang dipelajari.

Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika

siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan

menjadi tiga tahap, yaitu :

(1) Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,

(2) Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta

mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
(3) Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Jerome Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .

Perlu ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu :

(1) Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan,

(2) Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar,

(3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan,

(4) Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.

Dengan demikian Jerome Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif

dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun.

Teori belajar kognitif menurut Jerome Bruner dapat disimpulkan, bahwa dalam proses belajar terdapat tiga

tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.

Jerome Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang mengandung makna

adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat

membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin

bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon

terhadap stimulus yang dihadapi.

Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada

pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan

menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta

menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.

1. Teori Belajar Kognitif Gestalt oleh Merx Wertheimer

Teori kognitif yang juga sering dijadikan acuan adalah teori Gestalt. Peletak dasar teori Gestalt adalah Merx

Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Menurut pandangan

Gestalt semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama

hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurutnya tingkat kejelasan dan keberartian dari apa
yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada

hukuman dan ganjaran.

Teori belajar Cognitive-field ini menaruh perhatian pada kepribadian dan pisikologi social.Belajar langsung

sebagai akibat dari perubahan dalam Struktur kognitif.Tingkah laku merupakan hasil interaksi antar

kekuatan baik dari diri individu. Kurt Lewin mengkaji perilaku social melalui pendekatan konsep ‘ medan’ atau

‘field atau ‘ruang kehidupan’ – like space. Kurt Lewin merumuskan perilaku sebagai B = f (P,E) dimana B,P

dan E, ini adalah Behavior (pelaku), Person (individu) dan Environment (lingkungan). Perilaku yang tidak

memperhitungkan situasi tidaklah lengkap. Bagi Kurt Levin pemahaman atas perilaku harus selalu dikaitkan

dengan konteks, intinya teori medan berupaya menguraikan bagaimana situasi yang ada (field). Dalam

psikologi eksistensi unsure tidak bisa terlepas dari satu sama lain, misalnya seseorang yang agresif karena

berada dalam lingkungan yang agesif. Ciri-ciri utama teori medan Lewin adalah :

1. Tingkah laku merupakan suatu fungsi dari medan yang ada ketika tingkah laku itu terjadi.

2. Analisis mulai dari situasi keseluruhan dari mana komponen-komponen dipisahkan.

3. Orang yang kongkrit dalam situasi yang kongkrit dapat digambarkan secara matematis.

1. Teori Konstruktivisme Sosial Lev

Teori ini muncul akibat dari keprihatinan kepada perubahan kehidupan masyarakat dengan problem social,

aliran pendidikan yang ada kurang dapat menjawab masalah-masalah social yang terjadi. Untuk itu perlu

pendekatan konstruktivisme Vygotsky yang berasumsi bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi

dengan lingkungan social dan fisik. Teori ini mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari

latar social budaya dan sejarahnya atau asal-usul tindakan sadarnya yang dilatari oleh sejarah hidupnya.Anak-

anak tersebut memperoleh pengetahuan atau keterampilan dari interaksi social sehari-hari yang terlibat

secara aktif.

Dimensi kesadaran social bersifat primer sedangkan dimensi individualnya bersifat derivate (turunan).Jadi

perkembangan kognitif seseorang ditentukan diri sendiri dan lingkungan social yang aktif.

Teori perkembangan Vygotsky adalah teori perkembangan biolosgs dan kultural historis (Gredler, 2010).

Selanjutnya teori perkembangan kognitif yang disampaikan oleh Vygotsky (Santrock, 2010) dalam tiga teori,

yaitu:

1. keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan secara

developmental;
2. kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi

sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentransofrmasi aktivitas mental; dan

3. kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.

Menggunakan pendekatan developmental berarti memahami fungsi kognitif anak dengan memeriksa asal

usulnya dan transformasinya dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya. Tindakan mental tertentu, seperti

menggunakan “ucapan batin” (inner speech) tidak bisa dilihat dengan tepat secara tersendiri tetapi harus

dievaluasi sebagi satu langkah dalam proses perkembangan bertahap. Menurut teori yang kedua, untuk

memahami kognitif anak harus menggunakan media, yakni berupa bahasa.Bahasa digunakan untuk

membantu anak merancang aktivitas dan memecahkan masalah.Berikutnya, bahwa perkembangan kognitif

anak berasal dari sosial dan kultural.Perkembangan kognitif anak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan sosial

dan budaya.Vygotsky juga mengungkapkan ide Zone of Proximal Development.Hal ini menyatakan bahwa

perkembangan kognitif anak juga dipengaruhi oleh pengaruh sosial, terutama pengaruh instruksi atau

pengajaran.

Bila dibandingkan teori Piaget dan Vygotsky, maka jelas bahwa pandangan Vygotsy lebih memfokuskan bahwa

kognitif anak dipengaruhi oleh sosial dan budaya anak, sehingga penting sekali untuk memperbaiki atau

mengevaluasi faktor yang berkaitan dengan kontekstual dalam pembelajaran.Sementara Piaget menyatakan

bahwa kognitif anak trekait dengan bagaimana anak memproses informasi melalui perhatian, sensori, dan

strategi.Vygotsky lebih menekankan pada inner speech, sementara Piaget bersifat immature.Kedua ahli ini

merupakan ahli konstruktivisme, yang menekankan bahwa anak secara aktif mengkonstruksi atau menyusun

pengetahuan dan pemahaman, bukan penerima pasif.Piaget memfokuskan pada konstruktivisme kognitif,

sementara Vygotsky lebih pada konstruktivisme sosial. Menurut Piaget anak menyusun pengetahuan dan

mentransformasikan, mengorganisasikan, dan mereorganisasikan pengetahuan sebelumnya, selanjutnya

menurut Vygotsky anak-anak menyusun pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.

Strategi yang dapat digunakan dalam mengimplikasikan teori belajar Vygotsky adalah: a) menunjukkan

contoh pemecahan soal dan mengamati pakah anak dapat meniru contoh itu; b) memulai memecahkan soal

dan menyuruh anak untuk menyelesaikan solusi; c) meminta anak untuk bekerjasama engan anak yang lebih

maju dalam memecahkan soal itu; atau d) menjelaskan proses penyelesaian soal kepada anak, mengajukan

pertanyaan, menganalisis sosal untuk anak, dan sebagainya (Gredler, 2011). Bentuk-bentuk pembelajaran

kooperatif, kalaboratif dan kontekstual sangat tepat diterapkan.

6. teori belajar kognitif Vygotski


Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Akan
tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat
bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari
percakapan dengan seorang penolong yang ahli.
(1) Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai
anak seorang diri tetapi dapat diipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang
terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual
development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang
dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki
anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima
oleh anak dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi
sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.
(2) Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait perkembangan kognitif
yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana
orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang
penting dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan
spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis,
logis dan rasional.
(3) Bahasa dan Pemikiran
Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk
membantu mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini
menggunakan bahasa unuk merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku mereka. Vygotsky
mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Anak
harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan
ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi secara eksternal dan
menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat transisi dari kemampuan
bicara ekternal menjadi internal.
Bila dibandingkan teori Piaget dan Vygotsky, maka jelas bahwa pandangan Vygotsy lebih
memfokuskan bahwa kognitif anak dipengaruhi oleh sosial dan budaya anak, sehingga penting sekali untuk
memperbaiki atau mengevaluasi faktor yang berkaitan dengan kontekstual dalam pembelajaran.Sementara
Piaget menyatakan bahwa kognitif anak trekait dengan bagaimana anak memproses informasi melalui
perhatian, sensori, dan strategi. Menurut Piaget anak menyusun pengetahuan dan mentransformasikan,
mengorganisasikan, dan mereorganisasikan pengetahuan sebelumnya, selanjutnya menurut Vygotsky anak-
anak menyusun pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Strategi yang dapat digunakan dalam mengimplikasikan teori belajar Vygotsky adalah:
a) menunjukkan contoh pemecahan soal dan mengamati pakah anak dapat meniru contoh itu;
b) memulai memecahkan soal dan menyuruh anak untuk menyelesaikan solusi;
c) meminta anak untuk bekerjasama engan anak yang lebih maju dalam memecahkan soal itu;
d) menjelaskan proses penyelesaian soal kepada anak, mengajukan pertanyaan, menganalisis sosal untuk
anak, dan sebagainya (Gredler, 2011). Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif, kalaboratif dan kontekstual
sangat tepat diterapkan.
7. teori belajar kognitif Brownell
Salah satu ahli yang memberikan sumbangan pikiran dalam teori belajar adalah William Artur Brownell
dilahirkan tanggal 19 mei 1895 dan wafat pada tanggal 24 mei 1977, pada penelitiannya mengenai
pembelajaran anak khususnya pada aritmetika mengemukakan belajar matematika harus merupakan belajar
bermakna dan belajar pengertian atau yang dikenal dengan Meaning Theory (teori bermakna) dan dalam
perkembangannya ia meletakkan pondasi munculnya matematika baru. Jika dilihat dari teorinya ini sesuai
dengan teori belajar-mengajar Gestalt yang muncul pada pertengahan tahun 1930. Dimana menurut teori
Gestalt, latihan hafalan atau yang dikenal dengan sebutan drill adalah sangat penting dalam kegiatan
pengajaran. Cara drill diberikan setelah tertanam pengertian.
Khusus dalam hubungan pembelajaran matematika di SD, Meaning Theory (teori makna) yang
diperkenalkan oleh Brownel merupakan alternatif dari Drill Theory (teori latihan hafal/ulangan).
Teori Drill dalam pengajaran matematika berdasarkan kepada teori belajar asosiasi yang lebih dikenal
dengan sebutan teori belajar stimulus respon yang dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949).
Teori belajar ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan
antara stimulus dan respons.
Intisari pengajaran matematika menurut teori drill adalah sebagai berikut:
1. Matematika (aritmatika) untuk tujuan pembelajaran (belajar mengajar) dianalisis sebagai kumpulan
fakta (unsur) yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan.
2. Anak diharuskan untuk menguasai unsur-unsur yang banyak sekali tanpa diperhatikan pengertiannya.
3. Anak mempelajari unsur-unsur dalam bentuk seperti yang akan digunakan nanti pada kesempatan lain.
4. Anak akan mencapai tujuan ini secara efektif dan efisien dengan melalui pengulangan atau drill.
Menurut teori makna, anak itu harus melihat makna dari apa yang dipelajarinya, dan ini adalah
isu utama pada pembelajaran matematika. Teori makna mengakui perlunya drill dalam pembelajaran
matematika, bahkan dianjurkan jika memang diperlukan. Jadi, drill itu penting, tetapi drill dilakukan apabila
suatu konsep, prinsip atau proses telah dipahami dengan mengerti oleh para siswa.
Teori makna memandang matematika sebagai suatu sistem dan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
proses-proses yang dapat dimengerti. Menurutnya tes belajar untuk mengukur kemampuan matematika
anak bukanlah semata-mata kemampuan mekanik anak dalam berhitung saja. Tes harus mengungkapkan
kemampuan intelektual anak dalam melihat antara bilangan, dan kemampuan untuk menghadapi situasi
aritmetika dengan pemahaman yang sempurna baik aspek matematikanya maupun aspek praktisnya.
Menurut teori ini, anak harus melihat makna dari apa yang dipelajarinya. Anak harus tahu makna dari
simbol yang ditulis dan kata yang diucapkannya.
Tujuan utama dari pengajaran aritmetika adalah mengembangkan atau pentingnya kemampuan
berfikir dalam situasi kuantitatif.Brownell mengusulkan agar pengajaran aritmetika pada anak lebih
menantang kegiatan berfikirnya dari pada kegiatan mengingatnya. Program aritmetika di SD haruslah
membahas tentang pentingnya (significance) dan makna (meaning) dari bilangan. Pentingnya bilangan (the
significance of number) adalah nilainya atau pentingnya dalam kehidupan keseharian manusia.
Jadi pembelajaran aritmetika yang dikembangkan oleh Brownel, menekankan bahwa keterampilan
hitung tidak hanya sekedar mengetahui cara menyelesaikan prosedur-prosedur tetapi juga harus mengetahui
bagaimana prosedur-prosedur tersebut bekerja atau dengan kata lain harus mengetahui makna dari apa yang
dipelajari.
Implikasi teori perkembangan kognitif Brownell dalam pembelajaran sebagai berikut:
a) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e) Siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan siswa lain.
Dengan demikian, dalam teori bermakna yang dikembangkan oleh Brownell bahwa pengajaran
operasi hitung akan mudah dipahami oleh siswa apabila makna bilangan dan operasinya diikutsertakan
dalam proses operasi. Kita percaya bukan keputusan mengajarkan matematika dengan bermakna saja yang
dapat menyebabkan perubahan dalam reformasi pendidikan, tetapi bagaimana cara kita
menginterpretasikan istilah pembelajaran matematika yang bermakna yang telah dan akan melanjutkan
usaha perbaikan dalam matematika.
3. teori belajar kognitif Van Hielle
Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele, yang menguraikan
tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda
yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam
pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata
secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang lebih
tinggi.
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu tahap
pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, tahap akurasi yang akan diuraikan sebagai
berikut:
a. Tahap pengenalan (Visualisasi).
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum
mampu belajar mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Contohnya, jika
seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat yang dimiliki oleh kubus
tersebut. Anak belum menyadari bahwa kubus mempunyai 6 sisi yang berbentuk bujur sangkar, mempunyai
12 rusuk, dll.
b. Tahap analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya seperti
segitiga, persegi dan persegi panjang. Anak sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada
benda geometri itu. Misalnya, ketika anak mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat
2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini anak belum
mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya.
Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujursangkar adalah persegipanjang, bahwa bujursangkar adalah
belah ketupat dan sebagainya.
c. Tahap pengurutan (deduksi informal).
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan sebutan
berfikir dedukif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui
adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya, anak sudah mengenali bahwa
belah ketupat juga merupakan layang-layang. Dalam pengenalan benda-benda ruang, anak sudah mampu
memahami bahwa kubus adalah balok. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan
mengapa diagonal suatu persegi panjang sama panjang.
d. Tahap deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari
hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Anak juga telah mengerti betapa
pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di sampaing unsur-unsur yang didefinisikan.
Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu
menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian.
Postulat dalam pembuktikan segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-
sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan
mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga yang sama dan
sebangun (kongruen).
e. Tahap akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang
melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks.

1. Ciri Aliran Kognitif

Ciri-ciri aliran kognitif:

1. mementingkan apa yang ada dalam diri manusia

2. mementingkan keseluruhan daripada bagian-bagian

3. mementingkan peranan kognitif

4. mementingkan kondisi waktu sekarang

5. mementingkan pembentukan struktur kognitif

6. mengutamakan keseimbangan dalam dirimanusia

7. mengutamakan insight (pengertian, pemahaman)

1. Implikasi Teori Belajar Kognitif


Ormrod (2009 : 271) menyatakan bahwa Implikasi teori psikologi kognitif dalam proses pembelajaran adalah:

1. Dorong siswa untuk berpikir tentang materi pelajaran dengan cara yang akan membantu mereka

mengingatnya. Contoh ketika mengenalkan konsep mamalia, minta siswa untuk memberikan

banyak contoh.

2. Bantu siswa mengindentifikasi hal-hal yang paling penting bagi mereka untuk dipelajari. Contoh

berikan pertanyaan kepada siswa yang harus mereka coba jawab sementara mereka membaca

buku teks mereka. Masukkan pertanyaan yang meminta mereka menerapkan apa yang mereka

baca dalam kehidupan mereka sendiri.

3. Berikan pengalaman yang akan membantu siswa memahami topik-topik yang mereka pelajari.

Ketika mempelajari The Scarlett Letter karya Nathaniel Hawthorne, bagilah siswa dalam

kelompok-kelompok kecil untuk membahas kemungkinan alasan Pendeta Arthur Dimmesdale

menolak mengakui bahwa ia adalah ayah bayi Hester Prynne.

4. Kaitkan ide-ide baru dengan hal-hal yang telah diketahui dan diyakini siswa tentang dunia. Contoh

Ketika mengenalkan kosa kata debut kepada siswa-siswa Meksiko-Amerika, kaitkan dengan

quinceanera, sebuah pesta “memperkenalkan kepada masyarakat (coming-out party)” yang

dilakukan banyak keluarga Meksiko-Amerika untuk anak-anak perempuan mereka yang

menginjak usia 15 tahun.

5. Pertimbangkan kelebihan dan keterbatasan dalam kemampuan pemrosesan kognitif siswa pada

tingkat usia berbeda. Contoh Ketika mengajarkan anak-anak TK keterampilan hitung dasar,

bantulah rentang perhatian mereka yang pendek dengan memberikan penjelasan verbal yang

singkat dan libatkan anak-anak dalam beragam aktivitas berhitung aktif dan langsung.

6. Rencanakan kegiatan-kegiatan kelas yang membuat siswa secara aktif berpikir dan menggunakan

mata pelajaran di kelas. Contoh untuk membantu siswa memahami garis lintang dan garis bujur,

minta mereka menelusuri jalur sebuah angin topan dengan menggunakan koordinat garis lintang

dan garis bujur yang diperoleh dari internet.

DAFTAR BACAAN

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Cetakan Kedua. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Dalyono, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Danim, Sudarwan dan Khairil. 2010. Pengantar Kependidikan. Cetakan Pertama. Bandung : CV. Alfabeta.

Gredler, Margaret E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi: Edisi Keenam. Alih Bahasa oleh Tri

Bowo B.S. Jakarta: Kencana.

Hergenhahn, B. R. Theories of Learning (Teori Belajar) dialih bahasakann oleh Tri Wibowo B. S. Jakarta:

Prenana Media Grup.

Anda mungkin juga menyukai