Anda di halaman 1dari 14

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap Kultur Jaringan Tumbuhan dengan judul “Kultur Organ


Stek Krisan” disusun oleh :
nama : Arni Putri Merdeka Wati
NIM : 1714141008
Kelas : Biologi Sains
kelompok : IV (empat)
telah diperiksa dan dikonsultasikan kepada Asisten dan Koordinator Asisten, maka
dinyatakan diterima.

Makassar, November 2019


Koordinator Asisten Asisten

Yusnaeny Yusuf, S.Si, M.Sc Nur Fitriana Rahmat


NIM.1514142001

Mengetahui
Dosen Penanggungjawab

Dr. Alimuddin Ali, S.Si, M.Si


NIP. 19691231 199702 1 001
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Seiring perkembangan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi juga semakin meningkat. Selain itu teknologi kebutuhan tanaman terus
melaju jauh lebih besar dibanding tingkat produksinya. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor seperti rendahnya budidaya tanaman, adanya serangan hama
atau penyakit, dan atau kualitas benih yang kurang baik.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan tingkat
kebutuhan tanaman dan tingkat produksinya. Seperti peningkatan kualitas benih
yang diperbanyak melalui kultur jaringan tanaman. Selain dapat meningkatkan
kualitas benih tanaman, kultur jaringan juga dapat menyediakan bibit tanaman
yang banyak dan waktu yang relatif singkat.
Kultur jaringan adalah salah satu teknik yang digunakan untuk
memperbanyak tanaman dengan menggunakan potongan kecil jaringan atau
organ tanaman yang dipelihara dalam suatu medium buatan dan dikerjakan
seluruhnya dalam keadaan aseptik. Teknik budidaya in vitro ini bisa mengatasi
kendala yang sering dijumpai pada masalah seputar penyediaan bibit, seperti
kemampuan untuk menyediakan bibit yang seragam dalam waktu yang relatif
singkat, tidak tergantung pada musim, serta bebas penyakit. Keberhasilan kultur
jaringan sangat dipengaruhi oleh optimasi beberapa variabel seperti faktor
eksplan, komposisi medium, zat pengatur tumbuh, stimulus fisik, seperti cahaya,
suhu dan kelembaban.
Krisan (Chrysanthemum indicum L.) merupakan salah satu tanaman hias
yang sangat populer di Indonesia. Bunga ini dibudidayakan oleh petani kecil
hingga pengusaha besar pada lahan dengan ketinggian 600-1.200 m dpl. Petani
kecil membudidayakan krisan dengan menerapkan teknologi sederhana,
sedangkan pengusaha besar menggunakan teknologi modern berbasis agribisnis.
Pengembangan krisan juga berdampak positif terhadap perekonomian di daerah
pedesaan, khususnya terhadap peningkatan pendapatan petani dan masyarakat
yang terlibat dalam pengembangannya.
Penyetekan merupakan salah satu cara untuk melakukan perbanyakan
tanaman, dengan prinsip pemotongan bagian tanaman dan potongan tersebut
dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman baru. Hasil dari penyetekan
adalah tanaman dengan sifat-sifat yang sama dengan tanaman induknya. Kualitas
pertumbuhan tanaman krisan sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan tanamnya
(kualitas stek). Selanjutnya kualitas stek sangat dipengaruhi oleh performa dan
sejarah pertumbuhan tanaman induk dimana stek tersebut berasal. Bahan tanam
untuk tanaman induk dapat berupa stek berakar hasil perbanyakan konvensional
atau tanaman yang sudah diaklimatisasi hasil perbanyakan kultur jaringan.
Berdasarkan fungsinya sebagai penghasil stek, maka tanaman induk dipelihara
selalu dalam keadaan vegetatif aktif dengan penyinaran tambahan hingga
tanaman tidak produktif.
B. Tujuan praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui teknik subkultur dan teknik
sterilisasi untuk eksplan krisan yang tersedia.
C. Manfaat praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik subkultur dan
teknik sterilisasi untuk eksplan krisan yang tersedia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan adalah teknik menumbuhkan dan memperbanyak sel,


jaringan, dan organ pada media pertumbuhan secara aseptik dalam lingkungan
yang terkontrol secara in vitro. Teknik kultur jaringan mengisolasi, sel,
protoplasma, jaringan, dan organ menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang
mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman sempurna. Prinsip utama dari kultur jaringan ini adalah perbanyakan
tanaman dengan memakai bagian vegetatif tanaman yang menggunakan media
buatan dan dilakukan di tempat yang steril (Anitasari dkk, 2018).
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah mendapatkan tanaman baru
dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang relatif singkat, serta mempunyai
sifat fisiologis dan morfologi sama persis dengan tanaman induknya. Jadi dari
teknik in vitro ini diharapkan dapat diperoleh tanaman baru yang bersifat unggul
dan baik (Isda dan Fatonah, 2014).
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan diawali pada tahun 1902.
Pada awalnya teknik ini hanya berorientasi pada pembuktian teori totipotensi sel.
Gottlieb Haberlandt yang dikenal sebagai penemu kultur sel tanaman saat itu ingin
membuktikan bahwa sel somatik tumbuhan tinggi yang ditumbuhkan pada kondisi
in vitro dapat menghasilkan embrio (Mastuti, 2017).
Keberhasilan kultur jaringan tanaman dikemukakan oleh peneliti lain yaitu
White yang berhasil menggunakan eksplan ujung akar tomat yang memiliki sifat
sel meristematik. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan White
berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Perkembangan
teknik kultur jaringan berjalan sangat cepat setelah perang dunia II. Banyak
penelitian dihasilkan melalui teknik kultur jaringan tanaman sehingga memiliki arti
penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura (Anitasari dkk, 2018).
Penggunaan media kultur jaringan tanaman secara in vitro agar diperoleh
nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan sel-sel tanaman secara alami sebagai
tanaman utuh yang tumbuh di alam. Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar
tubuh tumbuhan tersusun atas unur-unsur penyusun zat organik tersebut. Pada
kultur jaringan tanaman, untuk keperluan tumbuh dan berkembang, sel-sel pada
eksplan juga memerlukan nutrisi yang komposisinya jauh lebih kompleks karena
eksplan sedikit banyak telah kehilangan sifat autotrofnya (Harahap dkk, 2019).
Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium L.) merupakan tanaman hias
yang dikenal pula sebagai Golden Flower. Krisan merupakan komoditas bunga
yang popular saat ini, karena memiliki keunggulan antara lain, memiliki bentuk dan
tipe yang beragam. Karena tanaman krisan memiliki bentuk, ukuran, dan warna
bunga yang bervariasi, maka krisan sangat disenangi konsumen. Tanaman krisan
dapat dijadikan sebagai bunga potong, karena umumnya vase life bunga krisan
potong dapat bertahan selama 10 hari. Selain itu, bunga krisan dapat pula
dijadikan elemen dalam dekorasi ruangan dantanaman pot, sebagai penghias
meja kantor,hotel serta ruangan. Permintaan bunga potong krisan baik di pasar
domestik maupun pasar internasional yang meningkat,harus diimbangi oleh
penyediaan bibit krisan. Dalam rangka mengembangkan dan membudidayakan
krisan, diperlukan teknik kultur in vitro. Manfaat penggunaan teknik kultur in vitro
dapat digunakan untuk memproduksi bibit krisan yang berkualitas dan
mendapatkan bibit dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa
faktor yang mendukung keberhasilan dalam teknik kultur in vitro adalah media, zat
pengatur tumbuh (ZPT), dan faktor lingkungan seperti cahaya, kelembapan, dan
suhu (Kristianti, Kamsinah dan Dwiati, 2017).
Perbanyakan krisan biasanya dilakukan secara vegetatif. Pembiakan
tanaman krisan melalui kultur jaringan akan dapat menghasilkan jumlah tanaman
dalam jumlah besar pada waktu yang singkat. Teknik kultur jaringan adalah suatu
metode untuk mengisolasi bagian dari suatu tanaman seperti protoplasma, sel,
sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik
hingga bagian-bagian tersebut dapat berkembang dan beregenerasi menjadi
tanaman lengkap kembali. Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat
ditempuh melalui dua jalur, yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Jalur
embriogenesis somatik pada masa mendatang lebih mendapat perhatian karena
bibit dapat berasal dari satu sel somatik sehingga bibit yang dihasilkan dapat lebih
banyak dibandingkan melalui jalur organogenesis. Disamping itu, sifat
perakarannya sama denga nasal biji. Embriogenesis somatik merupakan suatu
proses di mana sel-sel somatik (baik haploid maupun diploid) berkembang
membentuk tumbuhan baru melalui tahapan perkembangan embrio yang spesifik
tanpa melalui fusi gamet (Sinaulan, Lengkong dan Tulung, 2018).
Tanaman C. morifolium mengandung 12 jenis flavonoid dan 58 senyawa
volatil di antaranya quercetin-3-galactoside, luteolin7-glucoside, quercetin-3-
glucoside, quercitrin, myricetin, luteolin, apigenin, kaempferol. Flavonoid menjadi
perhatian karena peranannya bersifat obat dalam pencegahan kanker dan
penyakit kardiovaskular. Produksi senyawa aktif dari tumbuhan dapat dilakukan
secara in vitro melalui kultur kalus. Kalus merupakan massa sel yang tidak
terdeferensiasi, serta dapat dimanfaatkan sebagai sumber alternatif produksi
metabolit sekunder pada tumbuhan (Setiawati, Ayalla dan Witri, 2019).
Secara umum perbanyakan bunga krisan dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan cara konvensional dan modern. Perbanyakan secara konvensional dapat
dilakukan dengan biji dan stek. Perbanyakan krisan dengan kedua cara tersebut
membutuhkan waktu yang lama. Perbanyakan krisan dengan cara modern
dilakukan melalui teknologi kultur jaringan tanaman. Perbanyakan tanaman
melalui metode tersebut dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, seragam,
dan dalam waktu yang singkat. Aplikasi kultur jaringan tanaman membutuhkan
bahan kimia tambahan sebagai zat pengatur tumbuh (Hariyati dkk, 2016).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : Selasa, 29 Oktober 2019
Waktu : Pukul 09.10 s.d 10.50 WITA
Tempat Praktikum : Laboratorium Lantai II Jurusan Biologi FMIPA UNM
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Botol kultur (2 buah)
b. Cawan petri (1 buah)
c. Cawan petri kecil (2 buah)
d. LAF/Engkas (1 buah)
e. Pinset (6 buah)
f. Gunting (2 buah)
2. Bahan
a. Medium kultur (18 buah)
b. Eksplan Krisan (2 buah)
c. Kertas saring (6 buah)
d. Abothyl (10 ml)
e. Alkohol 70%
f. Aquades
g. Plastik Gula
g. Karet
h. Tissue
C. Prosedur Kerja
a. Penanaman eksplan
1. Membuka plastik penutup media kultur.
2. Mengambil tunas/buku yang ada dan ditempatkan pada cawan petri kecil yang
berisi abothyl.
3. Memotong bagian batang dengan pucuk serta daun maksimal 2
4. Merendam eksplan dalam abothyl selama kurang lebih 3 menit.
5. Menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus
dibakar diatas api.
6. Menempatkan hingga 2 ruas batang dalam 1 botol kultur.
7. Penanaman dilakukan selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi.
b. Pemeliharaan pasca tanam
1. Menempatkan botol berisi eksplan pada rak kultur yang terjaga suhu,
kelembaban dan cahaya.
2. Menyemprot botol kultur dengan spiritus dilakukan 2 hari sekali.
3. Mengamati kemunculan akar, tunas, daun, kalus (HST) setiap hari.
4. Mengamati jumlah akar, tunas, dan daun 1 minggu sekali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. Hari kemunculan akar, tunas, daun, dan kalus.
Hari Kemunculan
Gambar
`No Keterangan
Akar Tunas Daun Kalus

1 - - - - Kontaminasi

2 - - - - Kontaminasi

3 - - - - Kontaminasi

4 - - - - Kontaminasi
5 - - - - Kontaminasi

6 - - - - Kontaminasi

Tabel 4.2. Jumlah akar, tunas dan daun

Jumlah dalam tiap minggu


No Gambar Keterangan
Akar Tunas Daun

1 - - - Kontaminasi

2 - - - Kontaminasi

3 - - - Kontaminasi
4 - - - Kontaminasi

5 - - - Kontaminasi

6 - - - Kontaminasi

B. Pembahasan
Kultur jaringan merupakan teknik atau salah satu metode pembiakan
vegetatif yang cepat dan secara genetik sifat-sifat tanaman anak yang dihasilkan
akan sama atau identik dengan induknya. Berdasarkan hasil praktikum yang telah
dilakukan, semua tanaman krisan yang dikulturkan terjadi kontaminasi hal ini
diakibatkan karena dari awal pada saat pembelian planlet krisan (induknya) sudah
terjadi kontaminasi pada mediumnya.
Kontaminasi merupakan permasalahan mendasar yang sering terjadi pada
kultur in vitro. Pada kondisi media yang mengandung sukrosa dan hara, serta
kelembaban dan suhu yang relatif tinggi, memungkinkan mikroorganisme serta
spora jamur tumbuh dan berkembang. Kontaminasi pada kultur in vitro dapat
berasal dari:
1. Udara
2. Eksplan, baik secara eksternal maupun internal.
3. Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut.
4. Botol kultur serta alat-alat yang kurang steril.
5. Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.
6. Kecerobohan dalam bekerja.
Sedangkan untuk mencegah agar tidak terjadi kontaminasi banyak cara.
Contohnya seperti:

1. Menjaga penutup media agar terhindar dari udara bebas.


2. Sebelum melakukan pengkulturan, pastikan dulu eksplan atau
plalet yang akan digunakan masih bagus atau layak.
3. Alat yang akan digunakan sebelumnya telah disterilkan bisa degan
menggunakan alat autoclave atau dengan menggunakan alkohol
70%.
4. Pastikan lingkungan yang dijadikan tempat pngkulturan bebas dari
makhluk hdup pengganggu.
5. Dan paling penting adalah, pada saat pengkulturan, berhati-hati dan
perhatikan dengan baik eksplan yang digunakan agar tidak terjadi
kesalahan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa, teknik yang dilakukan dalam subkultur krisan adalah kultur meristem
dimana pada saat pengkulturan planlet yang digunakan dipotong bagian batang
dengan pucuk serta daun maksimal 2 helai kemudian ditanam pada media yang
telah disediakan menggunakan pinset. Adapun untuk teknik sterilisasinya hanya
direndam dalam abothyl selama kurang lebih 3 menit.
B. Saran
Adapun sarannya adalah baiknya praktikan pada saat praktikum harus
tertib dan berhati-hati agar pada saat berada di dalam laboratorium bisa
meminimalisir kesalahan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anitasari, S. D., Sari, D. N., Astarini, I. A., dan Defiani, M. R. (2018). Dasar Teknik
Kultur Jaringan Tanaman. Yogyakarta: Deepublish.
Hariyati, M., Bachtiar I. dan Sedijani P. (2016). "Induksi Kalus Tanaman Krisan
(Chrysanthemum morifolium) Dengan Pemberian Benzil Amino Purin
(BAP) dan Dichlorofenoksi Acetil Acid (2,4 D). Jurnal Penelitian Pendidikan
IPA. Vol.2(1):90.
Isda, M. N., dan Fatonah, S. (2014). Induksi Akar Pada Eksplan Tunas Anggrek
Grammatophylum scriptum var. citrinum Secara In Vitro Pada Media MS
dengan Penambahan NAA dan BAP. Jurnal Biologi. Vol.7(2): 54.
Kristianti, A., Kamsinah, K. dan Dwiati, M. (2017) “Pertumbuhan Stek Krisan
(Chrysanthemum morifolium (L.) Ramat) pada Berbagai Media Kultur In
Vitro,” Biosfera, 33(2), hal. 60. doi: 10.20884/1.mib.2016.33.2.207.
Mastuti, R. (2017). Dasar-Dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. Malang: UB Press.
Setiawati, T., Ayalla, A. dan Witri, A. (2019) “Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum
morifolium R.) dengan Penambahan Berbagai Kombinasi Zat Pengatur
Tumbuh ( ZPT ),” EduMatSains, 3(2), hal. 119–132.
Sinaulan, J. S., Lengkong, E. F. dan Tulung, S. (2018) “Fakultas Pertanian
Program Studi Agroteknologi Universitas Sam Ratulangi.”

Anda mungkin juga menyukai