Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI KERUSAKAN DAN UPAYA REHABILITASI

EKOSISTEM MANGROVE DI PANTAI UTARA KABUPATEN SUBANG

Oleh
Riny Novianty, Sukaya Sastrawibawa, Donny Juliandri Prihadi
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
Kampus Jatinangor, UBR 40600

ABSTRAK

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas juga merupakan
potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Kondisi hutan mangrove pada umumnya memiliki
tekanan berat sebagai akibat dari tekanan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Selain dirambah dan
dialihfungsikan, kawasan mangrove di beberapa daerah, termasuk di Pantai Utara Kabupaten Subang
kini marak terjadi. Upaya rehabilitasi bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika
namun yang paling utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan mangrove, mengetahui faktorkerusakan
mangrove dan membuat strategi upaya rehabilitasi ekosistem mangrove di Pantai Utara Kabupaten
Subang dengan menggunakan analisis SWOT. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak
(jalur berpetak) dengan satu buah jalur untuk tiap desa penelitian dengan ukuran 10 m x 60 m dengan
arah tegak lurus tepi laut. Untuk mengetahui faktor penyebab kerusakan mangrove dilakukan dengan
metode purposive samplingmelalui wawancara.Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan kriteria
baku kerusakan mangrove Kepmen LH. No. 201 Tahun 2004, kondisi hutan mangrove di Pantai
Utara Kabupaten Subang termasuk dalam kriteria rusak (sedang dan jarang). Faktor kerusakan
disebabkan oleh alam dan manusia. Prioritas utama dalam memperbaiki kerusakan dan upaya
rehabilitasi mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang adalah menjalin kerjasama yang sinergis
antara pelaksanaan program pemerintah dengan keinginan masyarakat lokal melalui revitalisasi
kawasan pesisir akibat abrasi dengan cara penanaman kembali pohon mangrove. Pola rehabilitasi
yang digunakan untuk mangrove dalam kriteria rusak (sedang)menggunakan pola empang parit dan
mangrove dalam kriteria rusak berat (jarang) menggunakan pola green belt.

Kata kunci : Kerusakan, mangrove, jalur berpetak, analisis SWOT, pola rehabilitasi

ABSTRACT
Mangrove forest is one form of forest ecosystems are unique and distinctive is also the
potential of natural resources with huge potential. The condition of mangrove forests in general have
severe pressure as a result of the prolonged economic crisis pressures. Rehabilitation efforts are
aimed not only to restore the aesthetic value but the main things is to restore the ecological functions
of mangroves forests. This researchaims to determine theextent of damage tomangroves,knowingthe
factors destruction and make strategic efforts to rehabilitation the mangrove ecosystem using SWO
Tanalysis.The method usedis theplot linemethod with one line for each of the study areas with a size
of 10 mx 60 m with the direction perpendicular tothe waterfront. To determine the factors causing
damage to mangrove done by purposive sampling through interviews. The result showed damage
included in the damage criteria (medium and rare). Damage factorscausedby the humanand nature.
Based on the SWOT analysis, that main priority in repairing in damage and mangrove rehabilitation
efforts in the North BeachSubang Regency is synergistic cooperation between the implementation of
government programs with thelocal communities wishes through the revitalization of coastal areas
Riny Novianty, Sukaya Sastrawibawa, Donny Juliandri Prihadi

due the abrasion with replanting mangrove trees. Rehabilitation for mangrove in damaged criteria
(medium) in rehabilitation with using of trenche sponds patternand in mangroves
damaged criteria (rarely) in rehabilitation with using of greenbelt pattern.

Keywords : Damage, mangrove, plot line, SWOT analysis, patterns of rehabilitations.

I. PENDAHULUAN 1.3. Tujuan Penelitian


1.1. Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk :
Hutan mangrove merupakan salah satu 1. Mengetahui tingkat kerusakan mangrove
bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, di kawasan pesisir Pantai Utara
terdapat di daerah pasang surut di wilayah Kabupaten Subang.
pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan 2. Mengetahui faktor-faktor kerusakan
merupakan potensi sumber daya alam yang mangrove di Pantai Utara Kabupaten
sangat potensial. Hutan mangrove memiliki Subang.
nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi 3. Membuat strategi upaya rehabilitasi
sangat rentan terhadap kerusakan apabila ekosistem mangrove di Pantai Utara
kurang bijaksana dalam mempertahankan, Kabupaten Subang dengan menggunakan
melestarikan dan pengelolaannya.Kondisi analisis SWOT.
hutan mangrove pada umumnya memiliki
1.4. Kegunaan Penelitian
tekanan berat, sebagai akibat dari tekanan
Hasil akhir yang diharapkan dari
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Selain
penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dirambah dan dialihfungsikan, kawasan
manfaat yaitu :
mangrove di beberapa daerah, termasuk di
1. Bagi pemerintah atau stakeholders yang
pesisir utara Kabupaten Subang, kini marak
terkait juga bagi masyarakat pada
terjadi.Kegiatan rehabilitasi dilakukan untuk
umumnya dapat memberikan informasi
memulihkan kondisi ekosistem mangrove
mengenai tingkat kerusakan mangrove di
yang telah rusak agar ekosistem mangrove
Kabupaten Subang.
dapat menjalankan kembali fungsinya dengan
2. Bagi peneliti khususnya dapat
baik. Upaya rehabilitasi harus melibatkan
merencanakan kegiatan rehabilitasi untuk
seluruh lapisan masyarakat yang berhubungan
ekosistem mangrove.
dengan kawasan mangrove.
1.5. Kerangka Pemikiran
1.2. Identifikasi Masalah Tumbuhan mangrove tumbuh di atas
Sejauh mana tingkat kerusakan dan
dataran lumpur yang digenangi air laut atau air
upaya rehabilitasi ekosistem mangrove di
payau sewaktu air pasang atau digenangi air
Pantai Utara Kabupaten Subang.
sepanjang hari. Secara ekologis, hutan
mangrove dapat menjamin terpeliharanya sekunder serta analisis data. Penelitian
lingkungan fisik, seperti penahan ombak, pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret
angin dan intrusi air laut, serta merupakan 2011 untuk mengetahui kondisi awal daerah
tempat perkembangbiakan berbagai jenis penelitian dan mempersiapkan perlengkapan
kehidupan laut seperti ikan, udang, kepiting, untuk pengambilan data. Pengumpulan data
dan hewan jenis lainnya. Di samping itu, hutan sekunder dilaksanakan pada bulan Februari
mangrove juga merupakan habitat kehidupan 2011.
satwa liar seperti monyet, ular, berang-berang, 1.2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data
biawak, dan burung. Adapun arti penting
primer. Data primer diambil langsung dari
hutan mangrove dari aspek sosial ekonomi
lapangan, berupa jenis vegetasi mangrove, suhu
dapat dibuktikan dengan kegiatan masyarakat
air, salinitas dan tipe substrat. Adapun untuk
memanfaatkan hutan mangrove untuk mencari
mengetahui faktor penyebab kerusakan
kayu dan juga tempat wisata alam.
mangrove di pesisir utara Kabupaten Subang
Fungsi mangrove yang terpenting bagi
dilakukan dengan metode purposive
daerah pesisir adalah menjadi penyambung
samplingmelalui wawancara dengan
darat dan laut, seperti peredam gejala-gejala
masyarakat sekitar dengan jumlah 30
alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti
responden.
abrasi, gelombang, badai, dan juga menjadi
penyangga bagi kehidupan biota lainnya yang
1.3. Analisis Data
merupakan sumber masyarakat sekitarnya. a. Kerapatan Jenis (K)
K = Jumlah individu suatu jenis
Namun saat ini sebagian besar kawasan
Luas petak contoh
mangrove berada dalam kondisi rusak, bahkan KR = Kerapatan suatu jenis x 100%
Kerapatan seluruh jenis
dibeberapa daerah sangat memprihatinkan.
b. Frekuensi (F)
Tercatat laju degradasinya mencapai 160 – F =  anak petak ditemukan suatu jenis
200 ribu ha per tahun (Saparinto, 2007).  seluruh anak petak
FR = Frekuensi suatu jenisx 100%
Frekuensi seluruh jenis
II. Metode Penelitian c. Dominansi (D)
1.1. Waktu dan Lokasi Penelitian D =Luas bidang dasar suatu jenis
Penelitian ini dilaksanakan pada Luas petak contoh
tanggal 25 April 2011 – 5 Juni 2011 di pesisir DR= Dominansi suatu jenis x 100%
Dominansi seluruh jenis
utara Kabupaten Subang, Jawa Barat di d. Indeks Nilai Penting (INP)
Kecamatan Blanakan, Sukasari, Legon Kulon INP = KR + FR + DR
e. Indeks Keanekaraman
dan Pusakanagara. Pelaksanaan penelitian H= Pi log Pi, dimana Pi = ni/ N
terdiri dari tiga tahap, yaitu penelitian ni= Jumlah individu suatu jenis
N= Jumlah total individu
pendahuluan, pengambilan data primer dan
Riny Novianty,, Sukaya Sastrawibawa, Donny Juliandri Prihadi
P

Tabel 1. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove


Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)
Baik Sangat padat > 70 1500
Rusak Sedang >50 - <70 1000 - 1500
Jarang <50 1000
Sumber: Kepmen. LH. No. 201, Tahun 2004.
2004
a. Analisis SWOT Pusakanagara) yaitu 2500 semai
semai/ ha, lalu
Analisis SWOT adalah identifikasi
berturut-turut
turut di Desa Langensar
Langensari (Kecamatan
berbagai faktor secara sistematis untuk
Blanakan) 853 semai// ha, Desa Anggasari
Ang
merumuskan strategi. Analisa SWOT
(Kecamatan Sukasari) 834 semai
semai/ ha, dan
didasarkan pada logika yang dapat
Desa Mayangan (Kecamatan Legonkulon)
L 46
memaksimalkan kekuatan (S) dan peluang
semai// ha. Untuk tingkat pancang kerapatan
(O), namun secara bersamaan dapat
pohon tertinggi ada di Desa Anggasari
meminimalkan
malkan kelemahan (W) dan ancaman
(Kecamatan Sukasari) yaitu 383 pohon/ ha,
(T). Analisa SWOT membandingkan antara
lalu berturut-turut
turut di Desa Langensari
faktor eksternal peluang (Opportunities
Opportunities) dan
(Kecamatan
tan Blanakan) 208 pohon/ ha, Desa
ancaman (Threats)) dengan faktor internal
Mayangan (Kecamatan Legonkulon) 17
kekuatan (Strengths)) dan kelemahan
pohon/ ha, dan tidak ditemukan tingkat
(Weaknesses).
). Dari analisis SWOT ini akan
pancang di Desa Patimban (Kecamatan
dihasilkan matriks SWOT.
Pusakanagara). Untuk tingkat pohon,
Kerangka kerja dengan menggunakan
kerapatan pohon tertinggi ada di Desa
pendekatan analisa SWOT adalah sebagai
Anggasari (Kecamatan Sukasari) yaitu 11217
berikut :
pohon/ ha, lalu Desa Langensari (Kecamatan
1. Analisis dan pembuatan matriks IFE
Blanakan) 1062 pohon/ ha, Desa Mayangan
(Internal Factor Evaluation).
(Kecamatan Legonkulon) memiliki 33 pohon/
2. Analisis dan pembuatan matriks EFE
ha dan tidak ditemukan tingkat pohon di Desa
(Eksternal Factor Evaluation).
Patimban.
3. Pembuatan matriks SWOT.
Dari hasil penelitian yang telah
4. Pembuatan tabel ranking alternatif
dilakukandari empat desa yang dikaji, didapat
d
strategi.
bahwa mangrove di Desa Patimban (Kec.
Pusakanagara) termasuk dalam kriteria Rusak
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Di tingkat semai kerapatan pohon (jarang) dengan nilai kerapatan mangrove
tertinggi ada di Desa Patimban (Kecamatan
(Kecamata (pohon/ ha) < 1000, Desa Langensari (Kec.
Blanakan), dan Desa Anggasari (Kec. 3. Nilai 201-300 : Faktor sosial ekonomi
Sukasari) termasuk dalam kriteria Rusak sangat berpengaruh terhadap kerusakan.
(sedang) dengan nilai kerapatan mangrove Berdasarkan kuesioner yang diberikan
(pohon/ ha) >1000 - <1500, sedangkan di terhadap 30 responden dapat disimpulkan
Desa Mayangan (Kec. Legonkulon) termasuk bahwa di Desa Anggasari, faktor sosial
dalam kriteria Rusak (jarang) dengan nilai ekonomi berpengaruh terhadap kerusakan di
kerapatan mangrove (pohon/ ha) < 1000. Pantai Utara Kab. Subang. Desa Mayangan,
Berdasarkan data, Desa Patimban Kecamatan Desa Langensari, dan Desa Patimban faktor
Legonkulon memiliki persentase mangrove sosial ekonomi kurang berpengaruh.
0% karena mangrove di Desa Patimban masih
3.2. Faktor Alam
dalam fase semai dan belum tumbuh menjadi
Abrasi dan Sedimentasi
pohon. Perairan pantai Subang memiliki
3.1. Data Sosial Ekonomi kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari
Data sosial ekonomi ini penting untuk
20 m) dengan gradien kedalaman yang relatif
dianalisis karena menurut Departemen
landai, dimana untuk kedalaman kurang dari 5
Kehutanan (2001) faktor manusiamerupakan
m di sekitar Blanakan gradiennya sekitar
faktor dominan penyebab kerusakan
0.0027 dan 0.0054 di sekitar Pusakanegara; di
hutanmangrove dalam hal pemanfaatan lahan
perairan antara 5 m – 10 m gradien kedalaman
yang berlebihan.
berkisar antara 0.0006 (di sekitar Blanakan)
Data sosial ekonomi dianalisis dengan metode
sampai 0.0027 (di sekitar Pusakanagara), hal
matematis:
TNS = (mp x 40) + (llu x 30) + (pkb x 20) + ini berarti bahwa di bagian barat pantai
(phm x 10)
Subang (seperti Kecamatan Blanakan) lebih
Dimana :
TNS = Total Nilai Skoring landai dibandingkan dengan di bagian timur
mp = Mata Pencaharian
pantai Subang (seperti Kecamatan
llu = Lokasi Lahan Usaha
pkb = Pemanfaatan Kayu Bakar Pusakanegara) (BPLHD Prov. Jawa Barat,
phm = Persepsi terhadap Hutan
2007), oleh karena itu wilayah pantai
Mangrove
Blanakan Subang yang berbentuk seperti teluk
Klasifikasi tingkat faktor penyebab memungkinkan terjadinya proses pengendapan
kerusakan mangrove oleh masyarakat, yaitu: sedimen dari sungai dan dari angkutan
1. Nilai 100-160 : Faktor sosial ekonomi sedimen pantai menjadi lebih besar, sehingga
kurang berpengaruh terhadap kerusakan. di wilayah ini laju pendangkalan perairan
2. Nilai 161-200 : Faktor sosial ekonomi sangat besar yang menyebabkan terjadinya
berpengaruh terhadap kerusakan. abrasi diwilayah Pusakanagara dan
Riny Novianty, Sukaya Sastrawibawa, Donny Juliandri Prihadi

Legonkulon, namun terjadi akresi di wilayah ombak. Keterlibatan masyarakat dalam


Sukasari dan Blanakan. perencanaan pun perlu diperhatikan,
karena keterlibatan masyarakat akan
3.3. Matriks SWOT menciptakan hasil yang lebih baik,
Dari alternatif strategi yang dihasilkan, sehingga rasa tanggung jawab bersama
maka yang mendapatkan prioritas utama untuk akan terbina yang nantinya menghasilkan
dipilih sebagai rencana strategis utama dalam kerja yang terbaik. Berdasarkan kuesioner
memperbaiki kerusakan dan upaya rehabilitasi kepada 8 responden di Desa Mayangan, 7
mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang orang tidak pernah mengikuti kegiatan
adalahmenjalin kerjasama yang sinergis antara rehabilitasi di Desa Mayangan, 6 orang
pelaksanaan program pemerintah dengan tidak mengetahui pengetahuan tentang
keinginan masyarakat lokal melalui kegiatan rehabilitasi, dan 8 orang tidak
revitalisasi kawasan pesisir akibat abrasi mengetahui model rehabilitasi apa yang
dengan cara penanaman kembali pohon cocok untuk diterapkan didesa mereka.
mangrove. Alternatif strategi ini merupakan Keterlibatan masyarakat dalam
strategi Strength-Threats (ST) dimana perencanaan dapat dijadikan suatu bagian
kekuatan dimaksimalkan untuk mengatasi dari proses program, sehingga pelaporan
ancaman. Strategi ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan program akan menjadi suatu
cara : laporan yang sangat dan program yang
1. Melakukan perbaikan kawasan pesisir dilaksanakan dapat dipercaya oleh
terutama dilakukan di Desa Mayangan berbagai pihak (Bahagia, 2008).
(Kec. Legonkulon) yang teridentifikasi 2. Membangun breakwater (pemecah
rusak berat karena abrasi. Sebelum ombak) yang berfungsi untuk meredam
dilakukan penanaman harus diperhatikan gelombang, sehingga memberikan
mangrove jenis apa yang cocok dengan kesempatan kepada tanaman bakau untuk
karakteristik Desa Mayangan. Menurut tumbuh dan berkembang. Sebelum
BPLHD Prov. Jawa Barat (2007) pada membangun breakwater perlu diketahui
tahun 2006, Dinas Kelautan dan terlebih dahulu tipe ombaknya.
Perikanan Kab. Subang telah
melaksanakan pemeliharaan sempadan Karakteristik keberhasilan pelibatan

dengan penanaman 7200 pohon api-api di masyarakat menurut Departemen Kelautan

Desa Mayangan dengan menggunakan dan Perikanan (2008) adalah:

pola green belt, namun mangrove yang


baru ditanam sudah rusak lagi terkena
1. Pemerintah mendukung dan memfasilitasi Tambak sistem empang parit pada
secara aktif pelibatan masyarakat dasarnya merupakan tambak yang
setempat dalam pengelolaan. pelatarannya berada diantara parit, hanya
2. Para pihak memberikan perhatian, saling saja pelataran tersebut ditanami oleh
percaya dan partisipasi secara penuh mangrove dan pengairannya diatur hanya
dengan peran yang jelas. dengan satu buah pintu air.
3. Terselenggaranya komunikasi dua arah 4.2. Saran
1. Diperlukan penelitian mengenai kondisi
antara pemerintah dan masyarakat (baik
mangrove didalam dan diluar kawasan
dalam hal sumberdaya, informasi,
lindung.
kemampuan, keputusan).
2. Diperlukan penguatan kelembagaan hutan
4. Akar permasalahan dimengerti dan
mangrove dan penegakan hukum.
disetujui untuk ditindaklanjuti.
3. Melihat potensi wisata yang cukup tinggi
5. Para pihak (masyarakat) memiliki
di Pantai Utara Kabupaten Subang,
kemampuan yang cukup.
diperlukan penelitian lebih lanjut apakah
IV. KESIMPULAN DAN SARAN wisata dapat dijadikan alternatif
4.1. Kesimpulan
rehabilitasi.
Berdasarkan hasil dan pembahasan
dapat disimpulkan bahwa :
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Vegetasi mangrove di Pantai Utara
Ucapan terimakasih disampaikan kepada H. R
Kabupaten Subang kondisinya rusak
Induy Yanasari sebagai Kepala UPTD Hutan
dengan jenis yang mendominansi yaitu
Mangrove Kab. Subang atas bimbingan dan
Avicennia sp.
arahan selama penelitian.
2. Faktor penyebab kerusakan mangrove
adalah manusia dan alam. Faktor DAFTAR PUSTAKA
manusiamerupakan faktor dominan Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan
Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.
penyebab kerusakan hutanmangrove
Bengen, D. G. 1999. Pedoman Teknis
dalam hal pemanfaatan lahan yang Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
berlebihan dan faktor alam disebabkan Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor.
oleh abrasi dan hama tanaman. Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
3. Rehabilitasi untuk mangrove yang masuk Pusat Kajian Bengkulu Utara, Bengkulu.
dalam kategori rusak berat yaitu dengan Jakarta.
menggunakan green belt. Sedangkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang.
2009. Kabupaten Subang Dalam Angka
mangrove dalam kategori rusak sedang Tahun 2008/ 2009. BPS Subang. Subang
direhabilitasi dengan pola empang parit.
Riny Novianty, Sukaya Sastrawibawa, Donny Juliandri Prihadi

BPLHD Prov. Jawa Barat. 2007. Laporan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
AkhirAtlas Pesisir dan Laut Utara Jawa Buletin Ekonomi Perikanan, VI (1):13-
Barat. Hal 14-4 sampai 14-5. 36.
BLH Kabupaten Subang. 2010. Laporan Akhir Hubeis, Syafri, Aida dan Vitayala. 1990.
Rencana Tindakan Penanganan Partisipasi Masyarakat dalam
Kawasan Hutan Mangrove Pantai Utara Pembangunan. Makalah disampaikan
Kabupaten Subang. Subang pada Sarasehan Lahan Keringdi Gunung
Walad Sukabumi. 15-17 Juni.
Dahuri, R. 2004. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Sukabumi.
Terpadu. 2004. PT Pradnya Paramitha. Hutahaean, E., C. Kusmana dan H. R. Dewi.
Jakarta. 1999. Studi Kemampuan Tumbuh
Departemen Kehutanan. 2001. Eksekutif Data Anakan Mangrove Jenis Rhizophora
Strategis Kehutanan. Badan Planologi Mucronata, Bruguiera Gimnorrhiza dan
Kehutanan. Jakarta. Avicennia Marina Pada Berbagai
Tingkat Salinitas. Jurnal Manajemen
Departemen Kehutanan. 2006. Identifikasi dan Hutan Tropika V(1): 77-85.
Inventarisasi Mangrove Wilayah Balai
Pengelolaan DAS Pemali-Jratun. Kaunang, T dan J. D. Kimbal. 2009.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan Komposisi dan Struktur Vegetasi Hutan
dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan Mangrove di Taman Nasional Bunaken
DAS Pemali-Jratun. Provinsi Jawa Sulawesi Utara. Agritek Vol 17 (6):
Tengah. 1163-1171.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Pedoman Pengelolaan Ekosistem Nomor 201 Tahun 2004 Tentang
Mangrove. Jakarta. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove.
Diposaptono, S. 2005. Rehabilitasi Pasca
Tsunami yang Ramah Lingkungan. Kusmana, C. dan Onrizal. 1998. Evaluasi
Kompas, 10 Januari 2005. Kerusakan Kawasan Mangrove dan
Arahan Teknik Rehabilitasinya di
Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Pulau Jawa. Makalah Utama pada
Perhutanan Sosial, Departemen Lokakarya Pembentukan Jaringan
Kehutanan.2002. Kebijakan Departemen Kerja Pelestari Mangrove, tanggal 12 -
Kehutanan dalam Pengelolaan 13 Agustus 1998 di Pemalang, Jawa.
EkosistemHutan Mangrove. Fungsi dan
Manfaatnya untuk Kesejahteraan Kusmana, C. 2002. Pengelolaan Ekosistem
Masyarakat.Workhsop Rehabilitasi Mangrove Secara Berkelanjutan dan
Mangrove Nasional Diselenggarakan Berbasis Masyarakat. Makalah pada
oleh INSTIPER. Yogyakarta. Lokakarya Nasional Pengelolaan
Ekosistem Mangrove, tanggal 6 - 7
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Agustus 2002 di Jakarta.
Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Fakultas Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Hutan Mangrove dan Hutan Pantai
Bogor. 258 Hlm. Pasca Tsunami di NAD dan Nias.
Makalah dalam Lokakarya Hutan
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling mangrove Pasca Tsunami. Medan.
Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Muller, D. dan D. H. Ellenburg. 1974. Aims
Hartati, T., S. Aminah dan M. P. Sobari. 2005. and Methods of Vegetation Ecology.
Perilaku Petambak Dalam Konservasi Wiley International Edition, Jhon Wiley
Hutan Mangrove di Desa Jayamukti,
& Sons New York Chichester Brisbane Kabupaten Pemalang. Wetland
Toronto. Indonesia.
Noor, R. Y., M. Khazali dan N. N. PT Wanacipta Lestari. 2006. Executive
Suryadiputra. 2006. Panduan Summary Inventarisasi dan Identifikasi
Pengenalan Mangrove di Indonesia. Mangrove. Jawa Barat.
Wetland International Indonesia Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem
Programme. Bogor. Mangrove. PT Dahara Prize. Semarang.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat
Indonesia. 2010. Nomor 35. Partisipatif. Penerbit Karnisius.
Perum Perhutani. 1994. Pengelolaan Hutan Yogyakarta.
Mangrove dengan Pendekatan Sosial Sukardjo, S. 1994. Soils in the Mangrove
Ekonomi Pada Masyarakat Desa di Forest of the Apar Nature Reserve East
Pesisir Pulau Jawa. Prosiding Seminar 5 Kalimantan. Indonesia. South East
Ekosistem Mangrove. Jember Asian Studies. Vol 32. 3 Desember 1994
Priyanto, E.B. 2002. Pengelolaan Sumberdaya
Mangrove di Kawasan Pesisir

Anda mungkin juga menyukai