Anda di halaman 1dari 8

TUBEKTOMI

A. Pengertian
Kontrasepsi mantap pada wanita adalah setiap tindakan pada kedua
saluran telur yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan
tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi ini untuk jangka panjang
dan sering disebut tubektomi atau sterilisasi (Handayani, 2010).
Tubektomi adalah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba falopii
wanita yang mengakibatkan seseorang tersebut tidak dapat hamil atau tidak
menyebabkan kehamilan lagi (Saifuddin, 2010)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas (kesuburan) seorang perempuan yang dilakukan dengan cara eksisi
atau menghambat tuba fallopi yang membawa ovum dari ovarium ke uterus.
Tindakan ini mencegah ovum dibuahi oleh sperma di tuba falopii (Everett,
2008).

B. Perkembangan Tubektomi di Indonesia


Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau
pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alat-alat dan teknik baru, tindakan
ini diselenggarakan secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di
tumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian
yang penting dalam keluarga berencana di banyak negara di dunia. Di
Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang
bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang
membina perkembangan metode dengan operasi (M.O) atau kontrasepsi
mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke
dalam program nasional keluarga berenana di Indonesia.

C. Efektifitas
1. Kurang dari 1 kehamilan per 100 (5 per 1000) perempuan pada tahun
pertama.
2. Pada 10 tahun penggunaan terjadi sekitar 2 kehamilan per 100
perempuan (18-19 per 1000 perempuan).
3. Efektifitas kontraseptif terkait teknik tubektomi (penghambatan atau
oklusi tuba) (Affandi, 2011).

D. Indikasi
Metode dengan operasi dewasa ini dijalankan atas dasar sukarela
dalam rangka keluarga berencana. Kerugiannya ialah bahwa tindakan ini
dapat dianggap tidak reversible, walaupun sekarang ada kemungkinan
untuk membuka tuba kembali pada mereka yang akhirnya masih
menginginkan anak lagi dengan operasi rekanalisasi. Oleh karena itu,

1
penutupan tuba hanya dapat dikerjakan pada mereka yang memenuhi syarat-
syarat tertentu (Sarwono, 2008).
Dalam buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi (Sarwono,
2010) disebutkan bahwa yang dapat menjalani tubektomi meliputi:
1. Usia > 26 tahun
2. Paritas > 2
3. Yakin telah mempunyai keluarga besar yang dikehendaki
4. Kehamilannya akan menimbulkan risiko keshatan yang serius
5. Pasca persalinan
6. Pasca keguguran
7. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

E. Kontraindikasi
1. Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
2. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
3. Infeksi sistematik atau pelvik yang akut
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5. Kurang pasti mengenai keinginan fertilitas di masa depan
6. Belum memberikan persetujuan tertulis (Handayani, 2011).

F. Waktu
Sehubungan dengan waktu melakukan dengan metode operasi,
dapat dibedakan antara M.O post partum dan M.O dalam interval.
Tubektomi post partum dilakukan satu hari setelah partus (Sarwono, 2008).
Dalam buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi disebutkan
bahwa waktu pelaksanaan tubektomi meliputi:
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional
klien tersebut tidak hamil.
2. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
3. Pascapersalinan.
4. Pasca keguguran.

G. Manfaat
1. Kontrasepsi
a. Motivasi kepada pasien hanya dilakukan satu kali saja, sehingga
tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang.
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breast feeding).
c. Tidak bergantung pada faktor sanggama.
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan
yang serius.
e. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal.
f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

2
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).
h. Tidak mempengaruhi libido seksualitas
i. Kegagalan dari pihak pasien (patient’s failure) tidak ada.
2. Non kontrasepsi
Berkurangnya risiko kanker ovarium (Handayani, 2010).

H. Keterbatasan
1. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak
dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi, maka
sebelum tindakan perlu pertimbangan matang dari pasangan sehingga
klien (akseptor) tidak menyesal di kemudian hari.
2. Klien dapat menyesal di kemudian hari
3. Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum).
4. Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
5. Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis
ginekologi atau dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi).
6. Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HIV atau AIDS (Handayani,
2010).

I. Mekanisme kerja tubektomi


Dengan mengoklusi tuba falopii (mengikat atau memotong atau
memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
(Affandi, 2011).
1. Cara mencapai tuba
a. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan
Penyakit Kandungan yang telah dilatih secara khusus agar
pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada
6 - 8 minggu pasca persalinan atau setelah abortus (tanpa
komplikasi). Laparoskopi sebaiknya dipergunakan pada jumlah
klien yang cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya
pemeliharaannya cukup mahal. Seperti halnya minilaparotomi,
laparoskopi dapat digunakan dengan anestesi lokal dan
diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan.
Laparoskopi juga cocok untuk klien yang kritis karena tidak
banyak menimbulkan rasa tidak enak serta parut lukanya minimal.
Peralatan ini juga dapat dipakai untuk diagnostik. Peralatan ini
memerlukan perawatan yang cukup rumit dan sebaiknya ada
tenaga ahli anestesi pada saat tindakan laparoskopi berlangsung.
Mula-mula dipasang cunam serviks pada bibir depan porsio
uteri, dengan maksud supaya kelak dapat menggerakkan uterus jika

3
hal itu diperlukan pada waktu laparoskopi. Setelah dilakukan
persiapan seperlunya, dibuat sayatan kulit di bawah pusat
sepanjang kurang lebih 1 cm. kemudian, ditempat luka tersebut
dilakukan pungsi sampai rongga peritoneum dengan jarum khusus
(jarum Veres), dan melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum
dengan memasukkan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter dengan
kecepatan kira-kira 1 liter per menit. Setelah pneumoperitoneum
dirasa cukup, jarum Veres dikeluarkan dan sebagai gantinya
dimasukkan troikar (dengan tabungnya). Sesudah itu, troika
diangkat dan dimasukkan laparoskop melalui tabung. Untuk
memudahkan penglihatan uterus dan adneks, penderita diletakkan
dalam posisi trendelenburg dan uterus digerakkan melalui melalui
cunam serviks pada porsio uteri. Kemudian, dengan cunam yang
masuk dalam rongga peritoneum bersama-sama dengan
laparoskop, tuba dijepit dan dilakukan penutupan tuba dengan
kauterisasi, atau dengan memasang pada tuba cincin Yoon atau
cincin Falope atau clip Hulka. Berhubung dengan kemungkinan
komplikasi yang lebih besar pada kauterisasi, sekarang lebih
banyak digunakan cara-cara yang lain.
b. Mini laparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi
terdahulu, hanya diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada
daerah perut bawah (suprapubik) maupun subumbilikal (pada
lingkar pusat bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap
banyak klien, relatif murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang
diberi latihan khusus. Operasi ini aman dan efektif.
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan,
pengambilan tuba dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba
didapat, kemudian dikeluarkan, diikat, dan dipotong sebagian.
Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup
dengan kasa yang kering dan steril dan apabila tidak ditemukan
masalah yang berarti, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 jam.
Laparotomi mini dilakukan dalam masa interval. Sayatan
dibuat di garis tengah di atas simfisis sepanjang 3 cm sampai
menembus peritoneum. Untuk mencapai tuba dimasukkan alat
khusus (elevator uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan
alat ini uterus bilamana dalam retrofleksi dijadikan letak antefleksi
dahulu dan kemudian didorong kea rah lubang sayatan. Kemudian,
dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara.

4
c. histeroskopi
Untuk melihat rongga rahim dan sudut tuba dengan jelas,
digunakan alat histeroskop sehingga obat- obatan yang bersifat
kausatif dan adhesif untuk menyumbat tuba dapat dimasukkan
langsung ke dalam saluran telur (Sofian, 2013).
d. Kolpotomi
Cara ini mengendaki pasien dalam posisi sikap litotomi.
Dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 cm dan 3 cm dari
serviks dengan 2 buah cunam kemudian digunting hingga 17
menembus peritoneum. Area pandang diperluas menggunakan
spekulum Soonawalla, sehingga dengan mudah tuba terlihat dan
ditarik keluar. Tubektomi dilakukan dengan cara penutupan tuba
(Wiknjosastro, 2005)
e. Kuldoskopi
Suatu teknik operasi untuk mencapai tuba melalui insisi pada
forniks posterior atau pungsi pada cul de sac dengan visualisasi
kuldoskop. Akseptor dalam posisi genupektoral atau menungging
dan setelah vagina disucihamakan dengan betadin, daerah operasi
diperjelas dengan memasukkan spekulum. Sayatan kecil dibuat
pada forniks posterior dan kuldoskop dimasukkan hingga terlihat
rongga pelvis. Segera mengidentifikasi tuba dan masukkan cunam
penangkap (grasping forceps) melalui luka sayatan untuk
mengeluarkan tuba. Mengikat tuba dan potong atau tutup dengan
cara sterilisasi saluran telur(cara Pomeroy, cara Kroener,
kauterisasi atau pemasangan cincin Falope). Mengembalikan tuba
tersebut dan mencari tuba sisi lain untuk dilakukan tindakan yang
sama(Sofian, 2013)

2. Cara penutupan tuba


a. Cara Pomeroy
Tuba dijepit kira-kira pada pertengahannya, kemudian
diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catgut
no. 0 atau no. 1. Lipatan tuba kemudian dipotong diatas ikatan
catgut tadi. Tujuan pemakaian catgut biasa ini ialah agar lekas
diabsorbsi, sehingga kedua ujung tuba yang dipotong lekas
menjauhkan diri, dengan demikian rekanalisasi tidak
dimungkinkan.
b. Cara Kroener
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal
dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutera, atau dengan catgut
yang tidak mudah diabsorbsi. Bagian tuba distal dari jepitan
dipotong (frimbiektomi).
c. Cara Irving
Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua
ujung pemotongan diikat dengan catgut kromik no. 0 atau 00. Ujung

5
potongan proksimal ditanamkan di dalam myometrium dinding
depan uterus. Ujung potongan distal ditanamkan di dalam
ligamentum latum.Dengan acara ini rekanalisasi spontan tidak
mungkin terjadi.Cara tubektomi ini hanya dapat dilakukan pada
laparotomy besar seperti seksio sesarea.
d. Pemasangan cincin Falope
Cincin Falope (Yoon ring) terbuat dari silicon, dewasa ini
banyak digunakan. Dengan aplikator bagian ismus tuba ditarik dan
cincin dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang
lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat
suplai darah lagi dan akan menjadi Jibrotik. Cincin Falope dapat
dipasang pada laparotomi mini, laparoskopi atau dengan laprokator.
e. Pemasangan Klip
Berbagai jenis klip telah dikembangkan untuk memperoleh
kerusakan minimal agar dapat dilakukan rekanalisasi bila
diperlukan kelak. Klip Filshie mempunyai keuntungan dapat
digunakan pada tuba yang edema. Klip Hulka-Clemens digunakan
dengan cara menjepit tuba. Oleh karena klip tidak memperpendek
panjang tuba, maka rekanalisasi lebih mungkin dikerjakan.
f. Elektro-koagulasi dan pemutusan tuba
Cara ini dahlu banyak dikerjakan pada tubektomi
laparoskopik. Dengan memasukan grasping forceps melalui
laparoskop tuba dijepit kurang lebih 2 cm dari koruna diangkat
menjahui uterus dan alat-alat panggul lainnya, kemudian dilakukan
kauterisasi. Tuba terbakar kurang lebih 1 cm ke proksimal dan distal
serata mesosalping terbakar sejauh 2 cm. Pada waktu kauterisasi
tuba tampak menjadi putih, menggembung lalu putus. Cara ini
sekarang banyak ditinggalkan (Saifuddin, 2010).
g. Cara Madlener
Bagian tengah tuba diangkat dan diklem, kemudian bagian
bawah klem diikat dengan benang yang tidak mudah diserap dan
klem dilepas. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba.
Teknik ini sudah jarang silakukan karena angka kegagalannya relatif
tinggi, yaitu 1,2 % (Sofian, 2013).
h. Cara Aldridge
Peritoneum ligamentum latum dibuka, kemudian fimbria
ditanamkan ke dalam atau ke bawah ligamentum latum dan luka
dijahit. Angka kegagalan cara ini kecil sekali dan fimbria dapat
dibuka kembali jika ibu menginginkan kesuburannya kembali
(Sofian, 2013).
i. Cara Uchida
Bagian tuba ditarik keluar dan pada sekitar ampula tuba
disuntikkan larutan salin adrenalin pada lapisan subserosa sebagai
vasokonstriktor agar mesosalping membesar. Pada bagian tersebut

6
dilakukan insisi kecil dan bebaskan serosa sepanjang 4-6 cm hingga
tuba terlihat dan klem. Tuba diikat dan dipotong, kemudian luka
pada serosa dijahit dengan putung tuba menonjol ke arah rongga
perut. Menurut penemunya, cara ini tidak pernah gagal (Sofian,
2013).

J. Kunjungan ulang
Jadwal kunjungan ulang tubektomi dilakukan minimal 2 kali yaitu
seminggu pasca tubektomi dan dua minggu pasca tubektomi. Pemeriksaan
meliputi daerah operasi, tanda-tanda komplikasi atau hal lain yang
dikeluhkan klien. Jika menggunakan benang sutera, maka pada saat
kontrol pertama benang tersebut dicabut (Saifuddin, 2010).

7
DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 2011. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Jakarta: YBPSP.

Everett, S.p 2008. Buku saku kontrasepsi seksual reproduktif, edisi 2. Jakarta:
EGC.

Handayani, S. 2010. Pelayanan keluarga berencana, Yogyakarta: Pustaka


Rihana.

Anda mungkin juga menyukai