Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN

Berbagai tantangan dialami oleh masyarakat dewasa ini baik

secara eksternal maupun internal.Tantangan Eksternal, berupa arus

gelombang globalisasi dan pertarungan antar ideologi melalui media massa.

Tantangan Internal yang bersumber dari keragaman kebudayaan, suku,

agama dan ras. Demikian pula tuntutan kebutuhan hidup yang semakin

meningkat mengakibatkan melemahnya fungsi keluarga dan lembaga-

lembaga keagamaan sebagai sumber pendidikan moral yang pertama dan

utama menjadi sumber kerusakan moral bangsa, dipicu oleh derasnya arus

globalisasi di segala bidang serta melemahnya penghayatan terhadap nilai-

nilai semua ini menjadi penyebab berkurangnya jati diri bangsa.

Pembangunan karakter merupakan upaya perwujudan amanat

Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita

permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini baik secara eksternal

maupun internal. Semangat pembangunan nasional, utamanya

pembangunan SDM menjadikan karakter sebagai salah satu bagian yang

amat penting. Secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan

1
Jangka Panjang Nasional (RPJPN), di mana pendidikan karakter ditempatkan

sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional

1.2 PERMASALAH

Di era globalisasi saat ini, pembinaan karakter bangsa penting

dilakukan, dengan perkembangan teknologi informasi saat ini banyak sekali

beredar prilaku – prilaku yang jauh dari nilai-nilai karakter bangsa. Oleh

sebab itu penulis perlu meninjau masalah pembinaan karakter bangsa

Dari latar belakang diatas, penulis merumuskan permasalahan

mengenai pembinaan karakter bangsa, yaitu adalah sebagai berikut :

1. Apakah sebab – sebab penyimpangan karakter bangsa?

2. Apakah peran dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Langsa

dalam melakukan pembinaan karakter bangsa kepada masyarakat?

2
BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORITIS

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas

tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah

individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan

tiap akibat dari keputusan yang ia buat

Karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark”

yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana

mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.

Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus

dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang

berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter

mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian)

seseorang.

Karakter adalah nilai-nilai yang menjadi ciri khas tiap individu dan

diaplikasikan dalam nilai-nilai kebaikan yang tercermin baik dalam bentuk

tindakan maupun tingkah laku. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau

3
sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral,

dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

2.2 KARAKTER BANGSA

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang

khas baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan

perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah

rasa dan karsa, serta olah dari raga seseorang atau sekelompok orang.

Karakter bangsa Indonesia haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma

UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal

Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pendidikan adalah usaha sadar, terencana dan terstruktur untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sedangkan karakter merupakan sifat khusus atau moral dari

perorangan maupun individu. Pendidikan karakter bangsa adalah usaha sadar

dan terencana dalam menanamkan nilai-nilai yang menjadi pedoman dan jati

diri bangsa sehingga terinternalisasi didalam diri peserta didik yang

mendorong dan mewujud dalam sikap dan perilaku yang baik.

4
2.3 PEMBINAAN KARAKTER BANGSA

Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya sistematik suatu negara

berkebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang

sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi

kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang

berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak

mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya,

dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan

takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan

melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan,

pembudayaan, dan kerja sama seluruh komponen bangsa dan negara.

Tujuan dari Pendidikan Karakter Bangsa yaitu :

1. Untuk menanamkan dan membentuk sifat atau karakter yang diperoleh

dari cobaan, pengorbanan, pengalaman hidup, serta nilai yang

ditanamkan sehingga dapat membentuk nilai intrinsik yang akan menjadi

sikap dan perilaku peserta didik.

2. Nilai-nilai yang ditanamkan berupa sikap dan tingkah laku tersebut

diberikan secara terus-menerus sehingga membentuk sebuah kebiasaan.

Dan dari kebiasaan tersebut akan menjadi karakter khusus bagi individu

atau kelompok.

5
3. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam perjalanan

perilaku seseorang. Pendidikan yang menekankan pada karakter lah yang

mampu menjadikan seseorang mempunyai karakter yang baik.

4. Pendidikan tidak hanya sekedar menghasilkan manusia-manusia yang

cerdas, namun juga manusia-manusia yang berkarakter baik.

5. Pendidikan karakter sangatlah penting untuk menjawab permasalahan

bangsa saat ini. Karena pendidikan karakter mampu memajukan

peradaban bangsa agar bisa menjadi bangsa yang semakin terdepan

dengan SDM yang berilmu dan berkarakter.

6. Peran pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa sangat penting, untuk itu

perlu adanya bimbingan dan binaan khusus bagi setiap individu atau

kelompok untuk mendapatkan pendidikan yang memadai.

Tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia dalam

malaksanakan pembinaan karakter bangsa adalah:

1. Meningkatkan dan mengokohkan semangat religiositas bangsa.

2. Menambah kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Menjamin terlaksananya pluralitas dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

4. Memantapkan wawasan, rasa dan semangat kebangsaan.

5. Menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hukum.

6. Mengembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.

6
7. Mengembangkan nilai dan kompetensi karakter pribadi dan bangsa.

8. Meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sedangkan hasil yang hendak dicapai dalam pembinaan karakter

bangsa adalah terciptanya masyarakat yang bersikap dan bertingkah laku

secara santun berdasar Pancasila. Diharapkan agar perilaku warga negara

baik dalam aspek politik, ekonomi, maupun sosial budaya mengacu pada

konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Secara rinci dapat

digambarkan bahwa pembinaan karakter bangsa tersebut untuk dapat

menghasilkan warganegara yang memiliki:

1. Keimanan dan ketaqwaan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa

sesuai dengan agama masing-masing, dan dapat bersikap secara tepat

dan baik dalam menghadapi pluralitas agama yang terdapat di Indonesia.

2. Sikap dan tingkah laku yang menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dengan

mendudukan hak asasi manusia secara proporsional sesuai dengan

konsep dan prinsip yang terkandung dalam Pancasila.

3. Semangat kebangsaan yang tinggi, sehingga selalu menjunjung tinggi

existensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan pribadi dan

golongan selalu diselaraskan dengan kepentingan negara-bangsa.

7
4. Pengetahuan, sikap, perilaku dan kemampuan dalam menerapkan

demokrasi yang bersendi pada prinsip dan nilai yang terkandung dalam

Pancasila.

5. Sikap, perilaku dan kemampuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.

6. Kesadaran untuk mengembangkan nilai dan kompetensi universal karakter

warganegara.

2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTER BANGSA

a. Lingkungan Global

Globalisasi dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan

internasionalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran dan batas-

batas suatu negara yang disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan

ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui

berbagai bentuk interaksi. Globalisasi juga dapat memacu pertukaran arus

manusia, barang, dan informasi tanpa batas. Hal itu dapat menimbulkan

dampak terhadap penyebarluasan pengaruh budaya dan nilai-nilai termasuk

ideologi dan agama dalam suatu bangsa yang sulit dikendalikan. Pada

gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri bangsa.

Berdasarkan indikasi tersebut, globalisasi dapat membawa perubahan

terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia,

8
terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah

terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan

kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan

strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap

menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak

kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.

b. Lingkungan Regional

Pada lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa

dampak terhadap terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia

Tenggara. Dampak tersebut berwujud adanya ekspansi budaya dari negara-

negara maju yang menguasai teknologi informasi. Meskipun telah

dilaksanakan upaya pencegahan melalui program kerja sama kebudayaan,

namun melalui teknologi infomasi yang dikembangkan, pengaruh negara lain

dapat saja masuk.

Perkembangan regional Asia atau lebih khusus ASEAN dapat

membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan

bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat dan sesuai agar

masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri

bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian sebagai bangsa

Indonesia.

9
c. Lingkungan Nasional

Perkembangan politik di dalam negeri dalam era reformasi telah

menunjukkan arah terbentuknya demokrasi yang baik. Selain itu telah

direalisasikan adanya kebijakan desentralisasi kewenangan melalui kebijakan

otonomi daerah. Namun, sampai saat ini, pemahaman dan implementasi

konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya peran pemimpin nasional

masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat mengganggu

proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional.

Harus diakui bahwa banyak kemajuan yang telah dicapai bangsa

Indonesia sejak lebih dari enam puluh tahun merdeka. Pembangunan fisik

dimulai dari zaman orde lama, orde baru, orde reformasi hingga pasca

reformasi terasa sangat pesat, termasuk pembangunan infrastruktur

pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan cukup berarti.

Kemajuan di bidang fisik harus diimbangi dengan pembangunan

nonfisik, termasuk membina karakter dan jati diri bangsa agar menjadi

bangsa yang kukuh dan memiliki pendirian yang teguh. Sejak zaman sebelum

merdeka hingga zaman pasca reformasi saat ini perhatian terhadap

pendidikan dan pengembangan karakter terus mendapat perhatian tinggi.

Pada awal kemerdekaan pembangunan pendidikan menekankan pentingnya

jati diri bangsa sebagai salah satu tema pokok pembinaan karakter dan

pekerti bangsa. Pada zaman Orde Lama, Nation and Character

10
Building merupakan pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman

Orde Baru, pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui mekanisme

penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Pada

zaman Reformasi, sejumlah elemen kemasyarakatan menaruh perhatian

terhadap pembinaan karakter bangsa yang diwujudkan dalam berbagai

bentuk kegiatan.

2.5 KARAKTER YANG DIHARAPKAN

Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil

keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa

dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan

keyakinan/keimanan.

Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan

menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga

berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan

penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan

dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian,

pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-

sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan

sebagai berikut.

11
a. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan

bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab,

berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban,

dan berjiwa patriotic.

b. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,

inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.

c. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan

sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,

determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.

d. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain

kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah,

hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia),

mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga

menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan

beretos kerja.

12
BAB III

PEMBAHASAN

kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional UUSPN).

Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk

melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa

sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang

dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter

(2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai,

pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang

bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan

keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan

itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Karakter bangsa menentukan kemajuan atau kemunduran suatu bangsa .

Menurut Simon Philips (2008), karakter adalah kumpulan tata nilai yang

13
menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku

yang ditampilkan.

Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena turut

menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu

dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa emas namun

kritis bagi pembentukan karakter seseorang

Wadah untuk pengembangan dan pembentukan karakter siswa adalah

keluarga, sekolah dan masyarakat (lingkungan sosial). Apa yang dapat

dilakukan oleh orang tua di rumah serta guru-guru, siswa, dan warga sekolah

lainnya adalah wahana untuk pengembangan karakter tersebut? Kita

menyadari bahwa pengembangan karakter memerlukan waktu lama.

Karena itu, pengembangan karakter harus dilakukan sedini mungkin.

Keluarga dan sekolah sebagai pusat pembudayaan berbagai nilai dan

perilaku baik, yang ingin kita lihat di masyarakat nanti. menjadi wadah

yang sangat strategis dalam pengembangan nilai-nilai dan budaya yang baik

dalam rangka pengembangan jati diri.

14
Jati diri atau kepribadian siswa terbentuk sebagai hasil proses Interaksi dengan

lingkungan baik lingkungan secara alami dan lingkungan artificial (yang

diciptakan).Lingkungan alami adalah lingkungan yang sesungguhnya baik

bersifat alam maupun budaya riil masyarakat. Sedangkan lingkungan artificial

adalah lingkungan yang dikondisikan seperti lembaga lembaga pendidikan

formal dan non formal. Jati diri merupakan hasil Interaksi dan hasil sosialisasi

lingkungan alami maupun lingkungan artificial .Disamping kedua hal tersebut jati

diri seorang siswa juga dipengaruhi unsur temperamen individu yang bersifat

bawaan yang menentukan sensitivitas individu pada berbagai pengalaman dan

tanggapan terhadap pola-pola interaksi sosial), tingkat pengendalian diri

(kemampuan untuk mengatur hasrat, perilaku, emosi, dan harga diri (pandangan

dan pendapat terhadap diri sendiri).

Studi Kochanska (1993, I995, 1997) tentang temperamen anak-anak (sifat pemalu,

impulsif atau agresif) dan perkembangan kesadaran memberikan petunjuk

untuk menyimpulkan bahwa temperamen anak-anak dapat mempengaruhi metode

pengasuhan. Sebagai contoh, penalaran ibu, permintaan sopan, saran, dan

gangguan, diprediksi menginternalisasi anak usia 2 -3 tahun yang terhambat tapi

tidak bagi anak yang impulsif. Anak Impulsif ditemukan mematuhi arahan ketika

mereka memiliki sandaran yang aman: pemaksaan kekuasaan pada anak impulsif

mengakibatkan kemarahan dan pembangkangan. Dalam metode ini, kemudian,

untuk internalisasi moral bagi anak-anak tersebut adalah dengan menjaga kasih

sayang orang tua.

15
Selain itu, perkembangan moral berhubungan dengan kontrol diri.

Beberapa studi (Mischel, 1974; Mischel, Shoda, & Peake, 1988) telah menunjukkan

bahwa anak pra sekolah yang menunjukkan pengendalian diri dengan menunda

kepuasan segera, lebih berhasil daripada anak yang impulsif dalam melawan

godaan untuk main curang di eksperimen permainan. Juga, sepuluh tahun

kemudian, anak-anak prasekolah yang mengendalikan diri tersebut lebih

kompeten dan bertanggung jawab secara sosial, karena anak-anak yang dapat

menunda kepuasan dapat memiliki waktu untuk menilai isyarat-

16
isyarat sosial dan dengan demikian memungkinkan fungsi positif kelompok

pertemanan (Gronau & Waas, 1997).

Berdasarkan paparan di atas masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana kontribusi pendidikan karakter dalam proses pembentukan

jatidiri siswa?

2. Lembaga manakah yang memegang peran penting dalam pembentukan jati

diri siswa?

B. Kontribusi Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Jati Diri Siswa a.

Pengertian Karakter

Pengertian Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian

seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan ( virtues)

yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,

bersikap, dan bertindak.

Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani

bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang

dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh

karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui

pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup

dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter

individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang

17
bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat

dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari

lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan

budaya bangsa adalah Pancasila; jadi Pendidikan Karakter haruslah berdasarkan

nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik karakter bangsa adalah

mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati,

otak, dan fisik.

Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar

dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan

18
kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi

paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)

nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan

karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik

(moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral

feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan

pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus, dipraktikkan dan dilakukan.

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan karakter sangat strategis bagi

keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu

harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan

metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai,

Pendidikan Karakter adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus

dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua

mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.

b. Landasan Pedagogis Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta

didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta

didik berada terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak

terpisahkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah

budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan

peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka

tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing”

19
dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih

mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.

Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa

bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa

untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.

Dalam proses Pendidikan Karakter, secara aktif peserta didik

20
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan

penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di

masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta

mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.

Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai

dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke

lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal

yang dianut oleh umat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya

terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak

mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia

sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk

menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu

terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat

digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan.

Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula

kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik.

Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro

akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan

menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara

bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri

keindonesiaannya.

21
Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai- nilai dan

prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan

kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa- bangsa lain.

Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-

nilai budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang

sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, serta

mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa.

Oleh karena itu, Pendidikan Karakter merupakan inti dari suatu proses pendidikan.

Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu

menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui

22
berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah,

geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika,

agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta ketrampilan). Dalam

mengembangkan Pendidikan Karakter, kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya

adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun

dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan

mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan

bangsanya di masa kini. Selain itu, pendidikan harus membangun pula

kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan tempat

diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi),

sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem

ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/politik/

kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan

perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya terobosan

kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi Pendidikan

Karakter. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai dan karakter yang

dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak

nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.

Pendidikan Karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan

yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi

atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu Pendidikan

Karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari

23
pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai

yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

c. Fungsi Pendidikan Karakter

Fungsi Pendidikan Karakter adalah:

1) Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi

berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang

mencerminkan budaya dan karakter bangsa;

2) Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab

dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan

24
3) Penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang

tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang

bermartabat.

d. Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan Pendidikan Karakter adalah:

1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan

warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan

dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;

3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai

generasi penerus bangsa;

4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,

kreatif, berwawasan kebangsaan; dan

5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang

aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan

yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

e. Sumber Pengembangan Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Karakter

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa

diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.

1)Agama: Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,

kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama
25
dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-

nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai

pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan

kaidah yang berasal dari agama.

2). Pancasila: Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip- prinsip

kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat

pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal- pasal yang

terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila

menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,

kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa

26
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,

yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-

nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.

3)Budaya: Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup

bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat

itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu

konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu. Posisi budaya

yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya

menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4)Tujuan Pendidikan Nasional: Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap

warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di

berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai

kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan

pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam

pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

F.Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Karakter

Pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran karakter bangsa pada prinsipnya,

tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tersendiri tetapi pelaksanaannya

terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan

pengembangan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu

mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan

27
karakter bangsa ke dalam Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP)

yang sudah ada.

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan

karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-

nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas

keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan,

menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan

keyakinan diri dan merasa terpanggil untuk melaksanakannya secara bertanggung

jawab. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir,

bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini

28
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam

melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri

sendiri sebagai makhluk sosial. Pada akhirnya diharapkan memjadi budaya yang

baik yang senantiasa dilakukan setiap hari dan dijunjung tinggi dalam praktik

kehidupan sehari-hari.

Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya

dan karakter bangsa.

1) Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai

budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal

peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya,

proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung

paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan

karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9

tahun.

2) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya

sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan

karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan

kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan

pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu:

10
PENGEMBANGAN DIRI

11
NILAI MATA PELAJARAN

BUDAYA SEKOLAH

Gambar 1. Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter

Bangsa

12
pelaja

berik

MP 1

MP 2

MP 3
Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata
MP 4
NILAI ran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai
ut ini.
MP 5

MP6

MP .n

Gambar 2. Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata

Pelajaran

3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa

materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya,

nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika

mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata

pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani

dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.

Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan

nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu

mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok

bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga,
guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk

mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas

belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor.

Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan

dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui

pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri
mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna

nilai itu.

4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan

menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai

budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru

menerapkan prinsip

”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.

Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana

belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.

Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka

guru menuntun peserta didik agar aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru

mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru

merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan

pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber,

mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai,

menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-

nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang

terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.

g.Kontribusi Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Jatidiri Siswa


Jati diri dapat dimaknai sebagai kekuatan jiwa (the power of mind) manusia yang

terdiri dari sifat, karakter, faham, semangat, kepribadian, moralitas, akhlak, dan

keyakinan, yang merupakan hasil proses belajar dalam waktu yang panjang, dan

yang muncul dalam ekspresi dan aktualisasi diri, serta dalam pola-pola perilaku

berhidupan, bermasyarakat, dan berbudaya.Di berbagai negara sering dikenal

istilah karakter atau character dari bahasa asing/Barat. Pengertian jatidiri lebih

luas dibandingkan dengan karakter. Masyarakat Jawa Kuno di masa lalu telah

menggunakan istilah “jatidiri” dalam Lontar Arjuna Wiwaha yang ditulis Mpu

Kanwa abad ke-9, istilah “jatidiri” telah digunakan Mpu Kanwa untuk melukiskan

karakter dari Prabu Airlangga. Dalam pepatah jawa dikenal


istilah “Ring ngambeki yoga musuh mapare, ring hati te enggonie tan madoh

ring awak, apan nikan manusa jati ngaranie” (jika ingin menguasai ilmu

pengetahuan, maka akan muncul musuh besar dalam diri sendiri, tempatnya tidak

jauh dari tubuh karena ada dalam hati, dan manusia yang terbaik adalah manusia

yang memiliki jatidiri”).

Jatidiri yang tumbuh dalam diri seseorang tidak terjadi secara spontan, kecuali

orang itu menjumpai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang sangat

mengesankan dalam kehidupannya. Jati diri dapat tumbuh melalui proses sosialisasi

melalui lingkungan dengan proses interaksi dengan stimulasi respon yang terjadi

dalam kurun waktu yang relatif lama dan terjadi secara serial. Dengan

demikian dapat diartikan bahwa dari lingkungan anak juga dapat terbangun jati

dirinya. Lingkungan yang kondusif untuk membangun jati diri anak dapat

dibedakan menjadi dua hal yakni lingkungan alam yang bersifat benar-benar

alami seperti suasana alam, masyarakat dengan sistem budayanya dan

lingkungan artificial atau lingkungan yang dicipatakan yang belum tersedia secara

alami seperti sekolah, kursus-kursus. Pada lembaga sekolah kegiatan bimbingan

dan konseling mempunyai peran yang cukup berarti dalam pembentukan

kepribadian siswa.

Siswa yang memiliki jati diri memiliki karakteristik seperti apa? Jawabnya

cukup sederhana yakni orang yang memiliki keunikan atau orang menyebut

memiliki ”Aku” atau memiliki kepribadian atau memiliki sikap yang jelas, tindakan
yang jelas dan memiliki pendirian yang jelas. Dengan kepemilikan sifat

yang unik, maka seorang yang memiliki jati diri bukan yang

’’aku’’nya besar. Orang yang akunya besar cenderung bersikap egois, bagi orang

yang egois ukuran normatifnya dalam menilai sesuatu selalu diukur secara subjektif

sesuai dengan perspektif yang ada pada dirinya. Sikap aku yang selayaknya dimiliki

orang yang memiliki jati diri ”aku” yang bersifat positif, sehingga dapat membaca

dirinya. Ia pun kenal terhadap dirinya, siapa dirinya,bagaimana dirinya dapat

diketahui oleh orang yang memiliki jati diri konteksnya dalam kebersamaam

dengan orang lain. Dalam konteks ini aku diposisikan sebagai jati diri. Lantas apa

dampak perilaku orang yang memiliki


jati diri? Dampaknya siswa tersebut tidak mudah terkena pengaruh dari luar yang

tidak sesuai dengan dirinya. Ia begitu resisten terhadap lingkungan, meskipun tidak

harus berarti memiliki sikap skeptis. Selain itu, biasanya objektivitas pribadinya

menjadi lebih jelas. Dengan kata lain, seorang siswa yang memiliki jati diri masih

memiliki fleksibilitas dalam menjalankan kehidupannya, baik sebagai pribadi

maupun dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Jati diri, tidak berarti rigid

atau kaku.

Orang yang memiliki jati diri sangat beruntung karena ia mampu untuk mengenal

akan kekurangan dan kelebihan dirinya, dengan demikian ia dapat mengendalikan

dirinya untuk berhasil. Peran bimbingan konseling dalam membangun jati terutama

dalam mempengaruhi lingkungan. Penciptaan lingkungan itu biasanya melalui dua

cara, yaitu pertama, penciptaan kondisi. Dan kedua, melalui penyadaran. Bila

penciptaan lingkungan melalui penciptaan kondisi berarti untuk menumbuhkan jati

diri membutuhkan sosialisasi. Orang itu diadaptasikan kepada situasi yang kondusif.

Bila menggunakan pendekatan penyadaran, maka membutuhkan pemikiran dan

penghayatan, membutuhkan contoh, dan membutuhkan proses adopsi dan

adaptasi. Seberapa besar pengaruh lingkungan kontribusinya terhadap tumbuhnya

jati diri seseorang, itu tergantung kepada modal dasar jati diri yang dimiliki orang

tersebut.
Bimbingan Konseling (BK) yang pada prinsipnya secara operasional melakukan

pendampingan terhadap kliennya, proses pemikiran dan penghayatan dapat

dilakukan melalui contoh, diskusi, analisis situasi, melalui cerita

komparatif, dan cara-cara lainnya. Memang, kemudian pada akhirnya timbul

pertanyaan, bagaimana guru BK menyikapi masalah ini? Guru Bimbingan Konseling

(BK) tidak benar apabila memecahkan masalah yang dihadapi siswa secara sama

rata.

Guru seharusnya merinci spesifikasi setiap permasalahan siswa, sehingga

ditemukan profil dari masalahnya, dan akhirnya menentukan metode

pemecahannya secara langsung atau diperlukan langkah dan tahapan. Guru harus
memilih keunikan masalah, dan berikutnya menetapkan metode untuk

memecahkannya secara tepat. Dari segala macam pendekatan dan metode

pemecahan masalah manusia yang dapat dilakukan, model pendampingan

merupakan cara pemecahan masalah yang (1) manusiawi, (2) partisipatif, (3)

menyenangkan siswa, dan (4) dapat dijamin hasilnya.

Model pendampingan yang sekarang ini telah digunakan orang untuk berbagai cara

penyuluhan, bimbingan, dan lain-lain dapat digunakan sebagai cara yang terpilih

dan memiliki keunggulan. Melalui pendampingan kita dapat mengenal klien lebih

mendalam dan komprehensif. Melalui pendampingan komunikasi yang kondusif

dapat dibangun, sehingga tidak mustahil kemudian terjadi keakraban yang

dinamis antar klien dengan pembimbing. Segala persoalan klien dapat

terdeteksi dan dapat dipecahkan dengan tuntas dan memuaskan. Dalam konteks

inilah dapat disimpulkan bahwa BK dapat membangun jati diri siswa, namun hal

tergantung kepada penciptaan lingkungan yang kondusif. Pada prinsipnya setiap

orang memiliki jati diri yang unik dan lingkungan memungkinkan mempengaruhi

proses pembangunan jati diri seseorang apabila kepada orang itu dihadapkan

kepada: Pertama, kejadian yang mengesankan. Kedua, ditemukan kejadian yang

alamiah, dan ketiga adalah dihadapkan kepada lingkungan artifisial yang cocok.

Pengembangan jatidiri dipengaruhi oleh proses interaksi dan sosialisasi terhadap

lingkungan. Lingkungan sebagai wahana atau sumber pengembangan jatidiri.


Lingkungan yang mempengaruhi pengembangan jatidiri siswa terdiri dari dua jenis

yakni lingkungtan yang bersifat alami dan lingkungan yang bersifat artifisial.

Keluarga merupakan lingkungan yang cukup dominan dalam pengembangan jatidiri.

Sekolah juga mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya. Sekolah merupakan

lingkungan yang bersifat artifisial yang dapat dibangun atau dikondisikan,

sehingga dapat berfungsi secara kondusif dapat mempengaruhi jatidiri siswa.

Kebijakan pemerintah memasukkan konsep pendidikan karakter dalam kurikulum

sekolah menuntut semua warga sekolah mampu menciptakan budaya sekolah

yang mampu memicu tumbuhnya situasi


kondusif sehingga dapat memicu tumbuhnya jatidiri siswa dengan baik. Dengan

demikian pembentukan budaya sekolah sangat penting agar dapat berfungsi

sebagai wahana transformasi nilai-nilai budaya dan nilai-nilai sosial dalam

rangka pembentukan jatidiri siswa. Proses keteladan dan habituasi merupakan

metode yang dianggap cocok dalam upaya penanaman nilai-nilai karakter bangsa

baik di sekolah maupun dalam keluarga.

Teori pembelajaran sosial menurut Albert Bandura menyatakan bahwa modeling

atau pemberian keteladanan merupakan salah satu teknik pembelajaran yang cukup

efektif. Dalam penananaman pendidikan karakter di lingkungan keluarga, tingkah

laku ayah,ibu dan orang-orang yang ada dalam lingkungan keluarga merupakan

model bagi anak-anaknya, jadi tingkah laku orang tua di lingkungan keluarga

haruslah mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Kecuali itu pemberian

penguatan mengenai tingkah-laku yang wajib dijadikan teladan harus selalu

mendapatkan penekanan agar anak-anak menjadi paham dan mau melakukan

dengan sukarela tanpa paksaan

Seorang siswa dikatakan mempunyai jatidiri yang baik apabila siswa memiliki

karakteristik, memiliki kepribadian atau memiliki sikap yang jelas, tindakan yang

jelas dan memiliki pendirian yang jelas. Dengan kepemilikan sifat yang unik, maka

seorang yang memiliki jati diri bukan yang akunya besar. Orang yang akunya

besar cenderung bersikap egois, bagi orang yang egois ukuran normatifnya

dalam menilai sesuatu selalu diukur secara subjektif sesuai dengan perspektif yang
ada pada dirinya. Sedangkan pengertian karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau

kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan

(virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,

berpikir, bersikap, dan bertindak. Keberhasilan pendidikan karakter sangat

membantu pembentukan jatidiri siswa dengan demikian pendidikan karakter

mempunyai kontribusi yang besar dalam pembentukan jatidiri siswa.


C. Simpulan

Pendidikan karakter bangsa merupakan aspek penting dari upaya peningkatan

kualitas SDM, karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang

berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa

emas namun kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Wadah untuk

pengembangan dan pembentukan karakter siswa adalah keluarga, sekolah dan

masyarakat (lingkungan sosial).

Jatidiri dapat dimaknai sebagai kekuatan jiwa (the power of mind) manusia

yang terdiri dari sifat, karakter, faham, semangat, kepribadian, moralitas,

akhlak, dan keyakinan, yang merupakan hasil proses belajar dalam waktu yang

panjang, dan yang muncul dalam ekspresi dan aktualisasi diri, serta dalam pola-

pola perilaku berhidupan, bermasyarakat, dan berbudaya.

Keberhasilan pendidikan karakter terbaik di dalam keluarga, sekolah dan

masyarakat akan memberi sumbangan yang sangat berarti dalam pembentukan

jatidiri siswa. Siswa yang mempunyai jatidiri yang kuat, tentu tidak akan mudah

mendapat pengaruh negatif dari luar dirinya. Pembentukan jatidiri diperoleh melalui

proses interaksi sosial baik dengan lingkungan yang bersifat alami maupun yang

bersifat artifisial. Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan wahana upaya


menumbuhkan karakter siswa yang diyakini oleh masyarakat. Dengan demikian

keberhasilan pendidikan karakter di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat

perlu diupayakan secara maksimal karena sangat berkontribusi dalam pembentukan

jatidiri siswa. Jika para siswa mempunyai jatidiri yang kuat niscaya bangsa ini juga

akan menjadi bangsa yang mempunyai jatidiri yang mampu dibedakan dengan

bangsa-bangsa yang lain. Jatidiri kita akan diwarnai oleh agama, kebudayaan dan

ilmu pengetahuan yang kita miliki. Oleh karena itu keberhasilan pendidikan

karakter pada setiap lembaga baik formal maupun informal perlu kita dorong

agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang disegani dan dihormati oleh bangsa-

bangsa yang lain.


Daftar Bacaan

Jatidiri bangsa dan Universitas Erlangga konsep dan

Implementasi.(http://

geogle.Com)

Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan

Pengembangan,

Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta : 2010.

Kementrian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan

Pengembangan.

Pengembangan Kewirausahaan, Jakarta : 2010

Lawrence E. Harrison and Samuel P. Hutington (2000) dalam Culture

Matter: How Values Shape Human Progress)

Anda mungkin juga menyukai