Anda di halaman 1dari 17

1) Metode Amenorhoe Laktasi

1. Pengertian MAL
MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif, artinya
hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apapun lainnya (Setya &
Sujiyatini, 2009, hal. 68). MAL menggunakan praktik menyusui untuk menghambat
ovulasi sehingga berfungsi sebagai kontrasepsi. Apabila seorang wanita memiliki
seorang bayi berusia kurang dari6bulandanamenoreserta menyusui penuh,
kemungkinan kehamilan terjadi hanya sekitar 2%. Namun, jika tidak menyusui penuh
atau tidak amenorea, risiko kehamilan akan lebih besar. Banyak wanita akan memilih
bergantung pada metode kontrasepsi lain seperti pil hanya progesteron serta MAL.
(Everett, 2007, hal. 51)

2. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila (Syarat):


a. Menyusui secara penuh, lebih efektif bila pemberian >8 x sehari.
b. Belum haid.
c. Umur bayi kurang dari 6 bulan (Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-1).
3. Cara kerja MAL
Proses menyusuidapatmenjadimetodekontrasepsialamikarena hisapan bayi pada
puting susu dan areola akan merangsang ujung-ujung saraf sensorik, rangsangan ini
dilanjutkan kehipotalamus, hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor
yang menghambat sekresi prolaktin namun sebaliknya akan merangsang faktor-faktor
tersebut merangsang hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin.
Hormon prolaktin akan merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk memproduksi
susu. Gambar skema cara kerja MAL Sumber: Handayani, 2010, hal.67.

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin, rangsangan yang berasal dari isapan bayi
akan ada yang dilanjutkan kehipofiseanterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin
melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan
kontraksi pada uterussehinggaterjadilahprosesinvolusi.Oksitosinyang sampai pada
alveoli akan merangsang kontraksi dari selakan memeras ASI yang telah terbuat keluar
dari alveoli dan masuk kesistem duktulus yang selanjutnya mengalirkan melalui duktus
laktiferus masuk ke mulut bayi (Anggraini, 2010, hal. 11-12). Hipotesa lain yang
menjelaskan efek kontrasepsi pada ibu menyusui menyatakan bahwa rangsangan
syaraf dari puting susu diteruskan kehypothalamus, mempunyai efek merangsang
pelepasan betaendropin yang akan menekan sekresi hormon gonadotropin oleh
hypothalamus. Akibatnya adalah penurunan sekresi dari hormon Luteinizing
Hormon(LH)yang menyebabkan kegagalan ovulasi. (BKKBN, 1991, hal.8)

4. Keuntungan kontrasepsi MAL (Handayani, 2010, hal.68)


a. Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan pasca persalinan).
b. Tidak mengganggu senggama.
c. Tidak ada efek samping secara sistemik.
d. Tidak perlu pengawasan medis.
e. Tidak perlu obat atau alat.
f. Tanpa biaya.
5. Keuntungan nonkontrasepsi MAL
a. Untuk bayi (Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-2)
1) Mendapatkan kekebalan pasif (mendapatkan antibody perlindungan lewat
ASI).
2) Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang
bayi yang optimal.
3) Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi dari air dan susu
formula.
b. Untuk ibu (Handayani, 2010, hal. 68)
1) Mengurangi perdarahan pasca persalinan.
2) Mengurangi risiko anemia.
3) Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi.
c. Keterbatasan MAL (Setya & Sujiyatini, 2009, hal.70)
1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam
30 menit pasca persalinan.
2) Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial.
3) Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6
bulan.
4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV dan
HIV/AIDS.

d. Yang boleh menggunakan MAL (Handayani, 2010, hal. 69)


1) Ibu yang menyusui secara eksklusif.
2) Bayinya berumur kurang dari 6 bulan.
3) Belum mendapat haid setelah melahirkan.
e. Yang seharusnya tidak memakai MAL
1) Sudah mendapat haid setelah bersalin.
2) Tidak menyusui secara eksklusif.
3) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan.
4) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam
(Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 71; Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK- 3).
6. Keadaan yang memerlukan perhatian

Sumber: Setya & Sujiyatini, 2009, hal.70

No Keadaan Anjuran
1 Ketika mulai memberikan makna Membantu klien memilih metode lain.
pendamping secara teratur Walaupun metode kontrasepsi lain
(menggantikan satu kali menyusui) dibutuhkan, klien harus didorong untuk
tetap
melanjutkan pemberian ASI.
2 Ketika haid sudah kembali Membantu klien memilih metode lain.
Walaupun metode kontrasepsi lain
dibutuhkan, klien harus didorong untuk
tetap
melanjutkan pemberian ASI.
3 Bayi menghisap susu tidak sering Membantu klien memilih metode lain.
(On Demand) atau jika < 8 x sehari Walaupun metode kontrasepsi lain
dibutuhkan, klien harus didorong untuk
tetap
melanjutkan pemberian ASI.
4 Bayi berumur 6 bulan atau lebih Membantu klien memilih metode lain.
Walaupun metode kontrasepsi lain
dibutuhkan, klien harus didorong untuk
tetap
melanjutkan pemberian ASI.

7. Hal yang harus disampaikan kepada klien


(Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 71; Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-3)
a. Seberapa sering harus menyusui.
Bayi disusui sesuai kebutuhan bayi(on demand). Biarkan bayi menyelesaikan
hisapan dari satu payudara sebelum memberikan payudara lain, supaya bayi
mendapat cukup banyak susu akhir. Bayi hanya membutuhkan sedikit ASI dari
payudara berikut atau sama sekali tidak memerlukan lagi. Ibu dapat memulai
dengan memberikan payudara lain pada waktu menyusui berikutnya sehingga
kedua payudara memproduksi banyak susu.
b. Waktu antara 2 pengosongan payudara tidak lebih dari 4 jam.

c. Biarkan bayi menghisap sampai dia sendiri yang melepas hisapannya.


d. Susui bayi ibu juga pada malam hari karena menyusui waktu malam membantu
pertahanan kecukupan persediaan ASI.
e. Bayi terus disusukan walau ibu/bayi sedang sakit.
f. ASI dapat disimpan dalam lemari pendingin.
g. Kapan mulai memberikan makanan padat sebagai makanan pendamping ASI.
Selama bayi tumbuh dan berkembang dengan baik serta kenaikan berat badan
cukup, bayi tidak memerlukan makanan selain ASI sampai dengan umur 6 bulan.
(Berat Badan naik sesuai umur, sebelum BB naik minimal 0,5kg, ngompol
sedikitnya 6 kali sehari).
h. Apabila ibu menggantikan ASI dengan minuman atau makanan lain, bayi akan
menghisap kurang sering dan akibatnya menyusui tidak lagi efektif sebagai
metode kontrasepsi.
i. Haid
Ketika ibu mulai dapat haid lagi, itu pertanda ibu sudah subur kembali dan harus
segera mulai menggunakan metode KB lainnya.
j. Untuk kontrasepsi dan kesehatan
Bila menyusui tidak secara eksklusif atau berhenti menyusui maka perlu ke klinik
KB untuk membantu memilihkan atau memberikan metode kontrasepsi lain yang
sesuai.

8. Beberapa catatan dari konsensus Bellagio (1988) untuk mencapai


keefektifan 98%
(Setya & Sujiyatini, 2009, hal.71; Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-4)
a. Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya sesekali diberi 1-2
teguk air/minuman pada upacara adat/agama).
b. Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan dapat diabaikan.
c. Belum dianggap haid).
d. Bayi menghisap secara langsung.
e. Menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah bayi lahir.
f. Pola, emyusui on demand (menyusui setiap saat bayi membutuhkan) dan dari
kedua payudara.
g. Sering menyusui selama24 jam termasuk malam hari.
h. Hindari jarak menyusui lebih dari 4 jam.
Setelah bayi berumur 6 bulan, kembalinya kesuburan mungkin didahului haid, tetapi
dapat juga tanpa didahului haid. Efek ketidaksuburan karena menyusui sangat dipengaruhi
oleh cara menyusui, seringnya menyusui, lamanya setiap kali menyusui, jarak antara
menyusui dan kesungguhan menyusui.
Setelah berhasilkan aman untuk memakai MAL maka ibu harus menerapkan menyusui
secara eksklusif sampai dengan enam bulan. Untuk mendukung keberhasilan menyusui
eksklusif dan MAL maka beberapa hal yang penting untuk diketahui yaitu cara menyusui
yang benar meliputi posisi, perlekatan dan menyusui secara efektif.
2) Metode kontrasepsi Alamiah

A. Metode kalender/ Pantang berkala


1. Pengertian
Metode kalender atau pantang berkala adalah cara/metode kontrasepsi sederhana
yang dilakukan oleh pasangan suami istri dengan tidak melakukan senggama atau
hubungan seksual pada masa subur/ovulasi.

2. Manfaat
Metode kalender atau pantang berkala dapat bermanfaat sebagai kontrasepsi maupun
konsepsi.
a) Manfaat kontrasepsi
Sebagai alat pengendalian kelahiran atau mencegah kehamilan.
b) Manfaat konsepsi
Dapat digunakan oleh para pasangan untuk mengharapkan bayi dengan melakukan
hubungan seksual saat masa subur/ovulasi untuk meningkatkan kesempatan bisa
hamil.

3. Keuntungan
Metode kalender atau pantang berkala mempunyai keuntungan sebagai berikut:
a. Metode kalender atau pantang berkala lebih sederhana.
b. Dapat digunakan oleh setiap wanita yang sehat.
c. Tidak membutuhkan alat atau pemeriksaan khusus dalam penerapannya.
d. Tidak mengganggu pada saat berhubungan seksual.
e. Kontrasepsi dengan menggunakan metode kalender dapat menghindari risiko
kesehatan yang berhubungan dengan kontrasepsi.
f. Tidak memerlukan biaya.
g. Tidak memerlukan tempat pelayanan kontrasepsi.

4. Keterbatasan
Sebagai metode sederhana dan alami, metode kalender atau pantang berkala ini juga
memiliki keterbatasan, antara lain:
a. Memerlukan kerja sama yang baik antara suami istri.
b. Harus ada motivasi dan disiplin pasangan dalam menjalankannya.
c. Pasangan suami istri tidak dapat melakukan hubungan seksual setiap saat.
d. Pasangan suami istri harus tahu masa subur dan masa tidak subur.
e. Harus mengamati sikus menstruasi minimal enam kali siklus.
f. Siklus menstruasi yang tidak teratur (menjadi penghambat).
g. Lebih efektif bila dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.

5. Efektivitas
Metode kalender akan lebih efektif bila dilakukan dengan baik dan benar. Sebelum
menggunakan metode kalender ini, pasangan suami istri harus mengetahui masa
subur. Padahal, masa subur setiap wanita tidaklah sama. Oleh karena itu, diperlukan
pengamatan minimal enam kali siklus menstruasi. Selain itu, metode ini juga akan lebih
efektif bila digunakan bersama dengan metode kontrasepsi lain. Berdasarkan
penelitian dr. Johnson dan kawan-kawan di Sidney, metode kalender akan efektif tiga
kali lipat bila dikombinasikan dengan metode simptothermal. Angka kegagalan
penggunaan metode kalender adalah 14 per 100 wanita per tahun.

6. Faktor Penyebab Metode Kalender Tidak Efektif


Hal yang dapat menyebabkan metode kalender menjadi tidak efektif adalah:
a. Penentuan masa tidak subur didasarkan pada kemampuan hidup sel sperma dalam
saluran reproduksi (sperma mampu bertahan selama 3 hari).
b. Anggapan bahwa perdarahan yang datang bersamaan dengan ovulasi,
diinterpretasikan sebagai menstruasi. Hal ini menyebabkan perhitungan masa tidak
subur sebelum dan setelah ovulasi menjadi tidak tepat.
c. Penentuan masa tidak subur tidak didasarkan pada siklus menstruasi sendiri.
d. Kurangnya pemahaman tentang hubungan masa subur/ovulasi dengan perubahan
jenis mukus/lendir serviks yang menyertainya.
e. Anggapan bahwa hari pertama menstruasi dihitung dari berakhirnya perdarahan
menstruasi. Hal ini menyebabkan penentuan masa tidak subur menjadi tidak tepat.

7. Penerapan
Hal yang perlu diperhatikan pada siklus menstruasi wanita sehat ada tiga tahapan:
1) Pre ovulatory infertility phase (masa tidak subur sebelum ovulasi).
2) Fertility phase (masa subur).
3) Post ovulatory infertility phase (masa tidak subur setelah ovulasi).

Perhitungan masa subur ini akan efektif bila siklus menstruasinya normal yaitu 21-35 hari.
Pemantauan jumlah hari pada setiap siklus menstruasi dilakukan minimal enam kali siklus
berturut-turut. Kemudian hitung periode masa subur dengan melihat data yang telah
dicatat.
1. Bila haid teratur (28 hari)
Hari pertama dalam siklus haid dihitung sebagai hari ke-1 dan masa subur adalah
hari ke-12 hingga hari ke-16 dalam siklus haid.
Contoh:
Seorang wanita/istri mendapat haid mulai tanggal 9 Maret. Tanggal 9 Maret ini
dihitung sebagai hari ke-1. Maka hari ke-12 jatuh pada tanggal 20 Maret dan hari ke
16 jatuh pada tanggal 24 Maret. Jadi masa subur yaitu sejak tanggal 20 Maret hingga
tanggal 24 Maret. Sehingga pada masa ini merupakan masa pantang untuk
melakukan senggama. Apabila ingin melakukan hubungan seksual harus
menggunakan kontrasepsi.

2. Bila haid tidak teratur


Jumlah hari terpendek dalam 6 kali siklus haid dikurangi 18. Hitungan ini
menentukan hari pertama masa subur. Jumlah hari terpanjang selama 6 siklus haid
dikurangi 11. Hitungan ini menentukan hari terakhir masa subur.
Rumus:
Hari pertama masa subur = Jumlah hari terpendek – 18.
Hari terakhir masa subur = Jumlah hari terpanjang – 11.

B. Metode suhu basal


Metode kontrasepsi ini dilakukan berdasarkan pada perubahan suhu tubuh. Pengukuran dilakukan
dengan mengukur suhu basal (pengukuran suhu yang dilakukan ketika bangun tidur sebelum
beranjak dari tempat tidur). Tujuan pengukuran ini adalah mengetahui masa ovulasi. Waktu
pengukuran harus dilakukan pada saat yang sama setiap pagi dan setelah tidur nyenyak +3-5 jam
serta masih dalam keadaan istirahat. Pengukuran dapat dilakukan per oral (3 menit), per rektal (1
menit) dan per vagina.

Suhu tubuh basal dapat meningkat sebesar 0,2-0,5°C ketika ovulasi. Peningkatan suhu basal dimulai
1-2 hari setelah ovulasi disebabkan peningkatan hormon progesteron. Ada beberapa macam
peningkatan suhu tubuh yang dapat dialami wanita, yaitu peningkatan mendadak (paling sering),
peningkatan perlahan, peningkatan bertingkat yang didahului penurunan suhu yang cukup tajam,
dan peningkatan suhu seperti gergaji.

Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyakit, faktor situasional
(mimpi buruk), jam tidur yang ireguler, konsumsi makanan/minuman sebelum menstruasi dan
kesalalhan teknis. Penyakit yang dapat memengaruhi perubahan suhu tubuh, antara lain
influenza/ISPA, infeksi/penyakit lain yang membuat demam, inflamasi lokal pada lidah, mulut dan
anus. Kesalahan teknis dapat berupa termometer rusak.

Pada beberapa kasus, kadang suhu tubuh basal sama sekali tidak meninggi selama ovulasi
atau terkadang sudah meninggi pra-ovulasi. Suhu tubuh basal tidak meninggi pada siklus menstruasi
anovulatoir, hal ini dapat ditemukan pada gadis muda, ibu klimakterium, ibu postpartum dan ibu
yang menyusui. Bila tidak terjadi fertilisasi, korpus luteum akan berhenti bekerja, produksi
progesteron menurun dan suhu basal menurun lagi. Suhu basal setelah ovulasi lebih tinggi daripada
suhu basal sebelum ovulasi, meskipun tidak terjadi fertilisasi.

Metode ini memiliki angka kegagalan sebesar 0,3-6,6 per 100 wanita per tahun. Kerugian
utama metode suhu basal ini adalah abstinensia (menahan diri tidak melakukan sanggama) sudah
harus dilakukan pada masa praovulasi.

c. Metode lendir serviks


Metode kontrasepsi ini dilakukan berdasarkan perubahan siklus lendir serviks yang terjadi karena
perubahan kadar estrogen (Gambar 5.4 dan Gambar 5.5). Pada setiap siklus menstruasi, sel serviks
memproduksi 2 macam lendir serviks, yaitu lendir estrogenik dan gestagenik.

1. Lendir estrogenik (tipe E). Lendir jenis ini diproduksi pada fase akhis sebelum ovulasi dan
fase ovulasi. Sifat lendir ini banyak, tipis, seperti air (jernih) dan viskositas rendah, elastisitas
besar, bila dikeringkan akan membentuk gambaran seperti daun pakis (fernlike patterns,
ferning, arbarization).
2. Lendir gestagenik (tipe G). Lendir jenis ini diproduksi pada fase awal sebelum ovulasi dan
setelah ovulasi. Sifat lendir ini kental, viskositas tinggi, dan keruh.

Apabila ibu memutuskan memilih metode kontrasepsi ini maka abstinensia harus dilakukan pada
hari pertama diketahui adanya lendir setelah menstruasi dan berlanjut hingga hari keempat setelah
gejala puncak. Ada 3 penyulit dalam melakukan metode ini, yaitu penyulit fisiologis (sekresi vagina
karena rangsangan seksual),patologis (infeksi vagina, infeksi serviks, dan obat-obatan), dan
psikologis (stres fisik dan mental).

Angka kegagalan 0,4-39,7 kehamilan pada 100 wanita per tahun. Kegagalan ini disebabkan
pengeluaran lendiryang mulainya terlambat, lendir tidak dirasakan oleh ibu dan kesalahan dalam
menilai lendir.

D. Metode simpto termal


Metode ini menggunakan perubahan siklis lendir serviks yang terjadi karena perubahan
kadar estrogen untuk menentukan saat yang aman untuk bersanggama. Metode simpto termal
merupakan gabungan dari metode suhu basal, metode lendir serviks, dan metode kalender. Tanda
dari salah satu metode tersebut dapat dipakai untuk mencocokkan dengan metode lainnya sehingga
dapat lebih akurat pada saat menentukan hari-hari aman bersanggama. Sebagai contoh, menyimpan
catatan lendir serviks dapat bermanfaat pada saat suhu tubuh tinggi karena demam. Angka
kegagalan metode ini sebesar 4,9-34,4 kehamilan pada 100 wanita per tahun.
Metode kombinasi lainnya adalah metode pascaovulasi. Semua hari pada hari pertama
hingga hari keempat setelah tanggal perkiraan ovulasi adalah tanggal yang tidak aman untuk
bersanggama.

E. Koitus interuptus
Koitus interuptus adalah metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengakhiri sanggama
sebelum ejakulasi intravaginal terjadi dan ejakulasi dilakukan diluar jauh dari genitalia eksternal
wanita. Sering juga disebut withdrawl method. Apabila pria mengalami ejakulasi prematur atau
mengalami "perembesan" cairan pra ejakulasi sebelum sanggama sebaiknya memilih metode
kontrasepsi jenis lain.

Seperti halnya metode kontrasepsi lain, metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan metode ini adalah murah atau tidak mengeluarkan biaya, tidak mengandung bahan
kimiawi, dapat dilakukan kapan pun dan tidak ada efek samping. Kekurangan metode ini adalah
mengurangi kenikmatran seksual sehingga memengaruhi kehidupan perkawinan dan angka
kegagalan cukup tinggi (yaitu 16-23 kehamilan per 100 wanita per tahun) karena cairan praejakulasi
dapat keluar terlebih dahulu yang dapat mengandung berjuta-juta sel sperma walaupun hanya
setetes dan juga karena kurangnya kontrol diri pria.

Bidan harus mnemberitahu bahwa suami harus membersihkan cairan pra ejakuasi sebelum
sanggama dan segera mengeluarkan penis dari dalam vagina apabila merasa akan ejakulasi. Metode
ini tidak cocok bagi pasutri yang menginginkan sanggama berulang kali karena semen masih dapat
tertinggal dalam cairan bening di ujung penis. Cara ini masih merupakan metode kontrasepsi yang
lebih baik daripada tidak memakai metode kontrasepsi apa pun.

3) Kontrasepsi menggunakan alat


A. Kondom
1. Pengertian Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang terbuat dari berbagai bahan di
antaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang
dipasang pada penis saat berhubungan. Kondom terbuat dari karet sintetis yang tipis,
berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang digulung berbentuk rata.
Standar kondom dilihat dari ketebalannya, yaitu 0,02 mm.
2. Jenis Kondom
Ada beberapa jenis kondom, di antaranya:
a. Kondom biasa
b. Kondom berkontur (bergerigi)
c. Kondom beraroma
d. Kondom tidak beraroma.
Kondom untuk pria sudah lazim dikenal, meskipun kondom wanita sudah ada namun
belum populer.
3. Cara Kerja Kondom
Alat kontrasepsi kondom mempunyai cara kerja sebagai berikut:
a. Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita.
b. Sebagai alat kontrasepsi.
c. Sebagai pelindung terhadap infeksi atau transisi mikroorganisme penyebab (IMS
termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain
(khusus kondom yang terbuat dari lateks dan vinil).
4. Efektivitas Kondom
Pemakaian kontrasepsi kondom akan efektif apabila dipakai secara benar setiap kali
berhubungan seksual. Pemakaian kondom yang tidak konsisten membuat tidak efektif.
Angka kegagalan kontrasepsi kondom sangat sedikit yaitu 2-12 kehamilan per 100
perempuan per tahun.
5. Manfaat Kondom
Indikasi atau manfaat kontrasepsi kondom terbagi dua, yaitu manfaat secara
kontrasepsi dan nonkontrasepsi.
Manfaat kondom secara kontrasepsi antara lain:
a. Efektif bila pemakaian benar.
b. Tidak mengganggu produksi ASI.
c. Tidak mengganggu kesehatan klien.
d. Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
e. Ekonomis/Murah dan tersedia di berbagai tempat.
f. Tidak memerlukan resep dan pemeriksaan khusus.
g. Metode kontrasepsi sementara.

Manfaat kondom secara nonkontrasepsi antara lain:


a. Peran serta suami untuk ber-KB.
b. Mencegah penularan IMS.
c. Mencegah ejakulasi dini.
d. Mengurangi insidensi kanker serviks.
e. Adanya interaksi sesama pasangan.
f. Mencegah imuno infertilitas.
6. Keterbatasan Kondom
Alat kontrasepsi metode barier kondom ini juga memiliki keterbatasan, antara lain:
a. Efektivitas tidak terlalu tinggi.
b. Tingkat efektivitas tergantung pada pemakaian kondom yang benar.
c. Adanya pengurangan sensitivitas pada penis.
d. Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual.
e. Perasaan malu membeli di tempat umum.
f. Masalah pembuangan kondom bekas pakai.
7. Penilaian Klien
Klien atau akseptor kontrasepsi kondom ini tidak memerlukan anamnesis atau
pemeriksaan khusus, tetapi diberikan penjelasan atau KIE baik lisan maupun tertulis.
Kondisi yang perlu dipertimbangkan bagi pengguna alat kontrasepsi ini adalah
KONDOM
Baik digunakan Tidak baik digunakan
Ingin berpartisipasi dalam program KB Mempunyai pasangan yang berisiko tinggi
apabila terjadi kehamilan
Ingin segera mendapatkan kontrasepsi Alergi terhadap bahan dasar kondom
Ingin kontrasepsi sementara Menginginkan kontrasepsi jangka panjang
Ingin kontrasepsi tambahan Tidak mau terganggu dalam persiapan untuk
melakukan hubungan seksual
Hanya ingin menggunakan alat Tidak peduli dengan berbagai persyaratan
kontrasepsi saat berhubungan dan kontrasepsi
Berisiko tinggi tertular/menularkan PMS

8. Kunjungan Ulang
Saat klien datang pada kunjungan ulang harus ditanyakan ada masalah dalam
penggunaan kondom dan kepuasan dalam menggunakannya. Apabila masalah timbul
karena kekurangtahuan dalam penggunaan, maka sebaiknya informasikan kembali
kepada klien dan pasangannya. Apabila masalah yang timbul dikarenakan
ketidaknyamanan dalam pemakaian, maka berikan dan anjurkan untuk memilih
metode kontrasepsi lainnya.
9. Penanganan Efek Samping
Di bawah ini merupakan penanganan efek samping dari pemakaian alat kontrasepsi
kondom.
Efek samping atau masalah Penanganan
Kondom rusak atau bocor sebelum Buang dan pakai kondom yang baru atau
pemakaian gunakan spermisida
Kondom bocor saat berhubungan Pertimbangkan pemberian Morning After
Pil
Adanya reaksi alergi Berikan kondom jenis alami atau ganti
metode kontrasepsi lain
Mengurangi kenikmatan berhubungan Gunakan kondom yang lebih tipis atau
seksual ganti
metode kontrasepsi lain

10. Cara Penggunaan/Instruksi bagi Klien


a. Gunakan kondom setiap akan melakukan hubungan seksual.
b. Agar efek kontrasepsinya lebih baik, tambahkan spermisida ke dalam kondom.
c. Jangan menggunakan gigi, benda tajam seperti pisau, silet, gunting atau benda
tajam lainnya pada saat membuka kemasan.
d. Pemasangan kondom pada saat penis ereksi, tempelkan ujungnya pada glans
penis dan tempatkan bagian penampung sperma pada ujung uretra. Lepaskan
gulungan karetnya dengan jalan menggeser gulungan tersebut ke arah pangkal
penis. Pemasangan ini harus dilakukan sebelum penetrasi penis ke vagina.
e. Kondom dilepas sebelum penis melembek.

f. Pegang bagian pangkal kondom sebelum mencabut penis sehingga kondom tidak
terlepas pada saat penis dicabut dan lepaskan kondom di luar vagina agar tidak
terjadi tumpahan cairan sperma di sekitar vagina.
g. Gunakan kondom hanya untuk satu kali pakai.
h. Buang kondom bekas pakai pada tempat yang aman.
i. Sediakan kondom dalam jumlah yang cukup di rumah dan jangan disimpan di
tempat yang panas karena hal ini dapat menyebabkan kondom menjadi rusak
atau robek saat digunakan.
j. Jangan gunakan kondom apabila kemasannya robek atau kondom tampak
rapuh/kusut.
k. Jangan gunakan minyak goreng atau pelumas dari bahan petrolatum karena akan
segera merusak kondom.

Langkash pemasangan Kondom


B. Kontrasepsi barier intra-vagina
Jenis kontrasepsi barier intra-vagina, yaitu diafragma, kap serviks, spons, dan kondom
wanita. Satu hal yang perlu diwaspadai pada penggunaan kontrasepsi barier intra-vagina adalah
adanya kemungkinan sindrom syok toksik, yang muncul karena toksin yang dihasilkan
Staphylococcus aureus. Sindrom ini juga sering terjadi pada wanita yang memakai tampon vagina
saat menstruasi.

1. DIAFRAGMA
Diafragma memiliki bentuk seperti mangkok. Dulu diafragma merupakan metode paling
efektif dan baik untuk wanita menyusui. Seiring dengan adanya kontrasepsi modern, pemakaian
diafragma menjadi kurang populer di negara berkembang sehingga perlu motivasi tinggi untuk
memasang dengan benar dan tepat. Metode ini baik untuk wanita yang dikontraindikasikan
menggunakan pil oral, AKDR maupun KB suntik.

Diafragma dipasang 6 jam atau lebih sebelum sanggama, spermisida perlu ditambah jika
melakukan sanggama berulang. Diafragma tidak boleh dikeluarkan selama 6-8 jam dan dapat
dibiarkan hingga 24 jam setelah sanggama selesai, tetapi tidak boleh lebih lama karena adanya
kemungkinan infeksi. Selain itu, wanita tidak boleh melakukan pembilasan (douching).

Berikut ini merupakan cara pemakaian kontrasepsi diafragma.

1. Kosongkan kandung kemih, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Pastikan
diafragma tidak berlubang. Oleskan spermisida pada kap diafragma secara merata.

2. Cari posisi yang nyaman saat pemasangan diafragma. Posisi yang dapat dilakukan
antara lain mengangkat satu kaki ke atas kursi, duduk di tepi kursi, berbaring atau
sambil jongkok. Pisahkan bibir vulva. Lipat tepi diafragma menjadi dua dengan sisi
yang lain.

3. Letakkan jari telunjuk di tengah kap, pegang yang kuat agar spermisida tetap di
dalam kap.

4. Masukkan diafragma kedalam vagina jauh ke belakang. Dorong bagian depan


pinggiran ke atas di balik tulang pubis. Masukkan jari-jari ke dalam vagina hingga
menyentuh serviks. Sarungkan karetnya dan pasti- kan serviks telah rerlindungi.
Seperti halnya metode kontrasepsi lain, pemakaian diafragma juga memiliki keuntungan,
kerugian serta efek samping pemakaian. Keuntungan pemakaian diafragma antara lain efektif, aman,
diawasi sendiri oleh pemakainya, dipakai jika diperlukan, tidak memengaruhi laktasi. Kerugian
pemakaian diafragma antara lain diperlukan motivasi tinggi karena kesukaran dalam melakukan
insersi, wanita memanipulasi genitalianya sendiri, menjadi mahal jika sering dipakai bersama
spermisida, dapat dirasakan oleh suami, hanya efektif jika dipakai bersama spermisida, wanita
mengeluh becek/basah karena spermisida. Efek samping yang dapat muncul akibat pemakaian ini,
seperti alergi, iritasi vagina, infeksi, dispareunia, dan sindrom syok toksik.

Menurut teori, angka kegagalan penggunaan diafragma adalah sebesar 2-3 kehamilan per
100 wanita per tahun. Akan tetapi, berdasarkan praktik angka kegagalan penggunaan kontrasepsi ini
adalah sebesar 6-25 kehamilan per 100 wanita per tahun.

2. KAP SERVIKS
Kap serviks merupakan alat yang hanya menutup serviks saja, Dahulu terbuat dari logam
atau plastik, sekarang dari karet. Dibandingkan dengan diafragma, atau kap serviks memiliki kubah
yang lebih dalam/tinggi, diamater lebih kecil, lebih kaku dan menutupi serviks karena efek isapan.

Ada 3 jenis kap serviks yang ada dipasaran, yaitu Prentif Cavity-Rm Cap, Vault Cap/Dumas,
dan Vimule Cap. Prentif Cavity-Rm Cap paling sering dipakai terdapat 4 ukuran dengan diameter 22,
25, 28, 31 mm. Vault Cap/Dumas relatif dangkal berbentuk mangkok dengan pinggir alas tebal dan
tengahnya tipis, cocok untuk wanita yang tidak dapat memakai diafragma karena tonus otot vagina
kurang baik dan serviks pendek, tersedia dalam ukuran 50-75 mm. Vimule Cap berbentuk lonceng,
cocok untuk wanita dengan tonus otot vagina kurang baik, sistokele, serviks lebih panjang dari rata-
rata, tersedia dalam ukuran 42-55 mm.

Kap serviks efektif walaupun tanpa spermisid, tetapi akan lebih efektif jika ditambah
spermisid. Karena hanya menutupi serviks saja, pengukuran ulang tidak perlu dilakukan. Kontrasepsi
ini jarang terlepas saat sanggama dan biasanya tidak terasa oleh suami. Akan tetapi, pemasangan
dan pengeluaran lebih sulit karena letak serviks jauh.
Kontrasepsi jenis ini dikontraindikasikan untuk wanita yang mengalami erosi atau laserasi
serviks, memiliki riwayat infeksi saluran kemih (ISK) berulang, dan wanita dengan infeksi serviks.
Selain itu, wanita yang memiliki alergi terhadap karet arau spermisid, wanita dengan pemeriksaan
Pap Smear abnormal, wanita dengan riwayat sindrom syok toksik, dan tidak mampu memasang dan
mengeluarkan kap serviks dengan benar tidak disarankan menggunakan kontrasepsi ini. Ibu
postpartum <6-12 minggu juga tidak boleh menggunakan kap serviks akan lebih baik bagi ibu
memakai kondom jika melakukan sanggama.

Efek samping dan komplikasi yang dapat muncul akibat pemakaian kap serviks adalah timbul
sekret berbau bila kap serviks dibiarkan terlalu lama dalam serviks. Efek samping dan komplikasi lain
yang selalu dipikirkan adalah kemungkinan sindrom syok toksik, ISK, abnormalitas serviks yang
berhubungan dengan HPV.

Efektivitas kap serviks cukup baik, hal ini dibuktikan dengan tingka kegagalan pemakai yang
berkisar 8-20 kehamilan pada setiap 100 wanita per tahun. Selain itu, kegagalan metode berkisar
pada 2 kehamilan pada setiap 100 wanita per tahun.

3. SPONS
Sponsdigunakan pada tahun 1983 setelah FDA mengeluarkan izin penggunaannya. Spons memiliki
bentuk seperti bantal polyurethane yang mengandung spermisida. Pada salah satu sisi berbentuk
cekung (konkaf) agar dapat menutupi serviks dan pada sisi lainnya terdapat tali untuk
mempermudah pengeluaran.

Sebelum dipasang, spons dibasahi dengan air kira-kira 2 sendok makan, lalu diperas secukupnya
untuk mengurangi kelebihan air. Setelah dibasahi, spons dimasukkan kedalam vagina hingga
mencapai serviks. Setelah spons terpasang spons dapat memberi perlindungan 24 jam, spons dapat
dibiarkan paling sedikit 6 jam setelah sanggama, jangan melakukan douching.

Spons memiliki efek kontraseptif karena spermasid yang terkandung didalamnya akan dilepaskan
setelah beberapa menit spons terpasang dengan benar. Spons kontrasepsi juga dapat menjadi barier
antara spermatozoa dan serviks sehingga dapat menjebak spermatozoa di dalam spons.

Kontrasepsi jenis ini dapat menimbulkan efek samping dan komplikasi, seperti kemungkinan infeksi
vagina oleh jamur bertambah banyak, kemungkinan munculnya sindrom syok toksik, dan
iritasi/alergi karena spermasid. Oleh sebab itu, wanita yang memiliki riwayat sindrom syok toksik,
alergi terhadap spermasid, kesulitan memasukkan spons dan memiliki kelainan anatomis vagina
sebaiknya tidak disarankan kontrasepsi jenis ini.

Kontrasepsi ini cukup efektif bagi pasutri yang cocok menggunakannya. Angka kegagalan metode
kontrasepsi ini adalah sebesar 5-8 kehamilan (secara teoretis) hingga 9-27 kehamilan (secara praktik)
pada setiap 100 wanita tahun.

4. KONDOM WANITA
Kondom wanita sebenarnya merupakan kombinasi antara diafragma dan kondom. Alasan utama
dibuatnya kondom wanita karena kondom pria dan diafragma biasa tidak dapat menutupi daerah
perineum sehingga masih ada kemungkinan penyebaran mikroorganisme penyebab IMS.
Cara pemakaian kondom wanita:

1) Buka kemasan kondom.


2) Bentangkan kondom, memanjang ke bawah.
3) Pegang bagian sisi kondom untuk memasukkan. Dengan posisi jongkok, atau berdiri dengan
salah satu kaki diletakkan diatas kursi. Masukkan perlahan melalui sepanjang vagina.
4) Masukkan kondom hingga tangan sudah merasa ada tahanan (porsio).
5) Kondom akan terpasang, terlihat bagian luar
6) Hati-hati saat memasukkan penis, yakinkan penis benar-benar masuk ke dalam kondom.
7) Setelah penggunaan, lepaskan kondom secara hati-hati. Dengan menarik bagian ujung yang
tampak diluar ke arah bawah.
8) Kondom yang telah terpakai, bungkus rapi dengan kantong plastik, lalu buang ke tempat
sampah.

C. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


a). Definisi
IUD adalah alat kecil terdiri dari bahan plastik yang lentur yang dimasukkan
ke dalam rongga rahim, yang harus diganti jika sudah digunakan selama periode
tertentu. IUD merupakan panjang. dimasukkan ke dalam rahim yang
bentuknya bermacam-macam terbuat dari plastik, plastik yang dililit tembaga.
Cara kerja Yaitu menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tubba
fallopi dan mempengaruhi fertilitasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.

b). Indikasi

 Usia reproduksi (25 – 49 tahun).


 Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
 Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.
 Setelah Abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
 Resiko rendah dan IMS (infeksi menular seksual)
 Tidak menghendaki metode hormonal.
c). Kontraindikasi
 Sedang hamil atau kemungkinan hamil
 Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui (sampai dapat di evaluasi).
 Sedang menderita infeksi alat genital (Vaginitis servisitif).
 Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm dan tumor jinak rahim.
d). Efek samping
 Terjadi perdarahan yang lebih banyak dan lebih lama pada masa
menstruasi.
 Keluar bercak-bercak darah (Spotting) setelah lama 2 hari pemasangan.
 Kram atau nyeri selama menstruasi.
 Keputihan.

D. Kontrasepsi Mantab
1. TUBEKTOMI
2. VASEKTOMI

SUMBER DARI BUKU Kurniawati, titi.2013.Kependudukan dan Pelayanan KB. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai