Anda di halaman 1dari 16

“MAKALAH PENGANTAR USAHA TANI”

Disusun oleh :

1. Encji Mexica Vonix Pontolumiu (165040201111203)

2. Bagus Fatkul Hamsyah (165040201111208)

3. Muhammad Ridho (165040201111216)

4. Aldela Nadia Rachma (165040201111226)

5. Alfiyatul Maslichah (165040201111260)

6. Bintang Nuramadhan (165040207111145)

KELAS L

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya terdiri dari
dari petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting. Sektor pertanian
sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk terutama bagi mereka yang
memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu
hal penting yang harus diperhatikan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat.
Peningkatan produksi yang harus seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat
dicapai melalui peningkatan pengelolaan usaha tani secara intensif. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang cara pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat
meningkatkan produktivitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga
kesejahteraan petani dapat meningkat.

Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar


dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka
pembangunan ekonomi jangka panjang maupun dalam rangka pemulihan ekonomi
bangsa. Peranan sektor pertanian adalah sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan
pokok, sandang dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk,
memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang tinggi, memberikan devisa
bagi negara dan mempunyai efek pengganda ekonomi yang tinggi dengan rendahnya
ketergantungan terhadap impor (multiplier effect), yaitu keterkaitan input-output antar
industri, konsumsi dan investasi.

Selama ini, dengan adanya peranan SDM pertanian di dalam pembangunan


sector pertanian yang diharapkan SDM yang mampu meningkatkan peranannya di
dalam sector pertanian, dalam arti luas adalah sector pertanian dalam berbagai lini
termasuk didalamnya usaha-usaha pertanian dan segala hal yang mampu menunjang
perkembangan maupun kontinuitas kegiatan yang berguna bagi pertanian dan sector-
sektor lain yang terhubung dengan pertanian secara langsung maupun yang mendukung
pertanian secara tidak langsung diharapkan pembangunan pertanian yang mampu untuk
memenuhi kriteria perkembangan ekonomi pertanian secara merata di seluruh aspek
bidang pertanian. Begitupun dengan Tenaga Kerja, dalam sektor pertanian peranan
tenaga kerja sangat penting dan sangat dibutuhkan terutama dalam perusahaan-
perusahaan, pertanian, dan lainnya. Banyaknya tenaga kerja maka proses sektor
pertanian bisa dengan mudah berjalan dan dikembangkan karena memiliki tenaga kerja
yang bisa menjalankan dan mengembangkan sektor pertanian kedepannya.

Secara garis besar, besarnya pendapatan usahatani diperhitungkan dari


pengurangan besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usahatani tersebut.
Penerimaan suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya
usahatani, jenis dan harga komoditi usahatani yang diusahakan, sedang besarnya biaya
suatu usahatani akan dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan varietas
komoditi yang diusahakan, teknis budidaya serta tingkat teknologi yang digunakan.

1.2 Tujuan

Pembuatan makalah ini bertujuan agar:

1. Mengerti dan Memahami Pengertian Usaha Tani


2. Mengerti dan Memahami Sejarah dan Perkembangan Usaha Tani
3. Mengerti Perbedaan Usaha Tani Keluarga dan Perusahaan Pertanian
4. Mengerti dan Memahami Klasifikasi Usaha Tani

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini, diharapkan mahasiswa lebih


mudah dalam memahami tentang konsep usaha tani.
BAB II ISI

2.1 Pengertian dan Tujuan Usahatani

Harun, (1999) dalam Iqbal Bahua, (2008) mendefenisikan usaha tani adalah
sebagai organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan pengelolahan yang ditjukan untuk
memporoleh produksi dilapangan pertanian.

Sedangkan menurut Kadarsan, (1993) dalam Agustina shinta, (2011) usaha tani
adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelolah
unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan keterampilan dengan tujuan
berproduksi untuk menghasilkan sesuatu dilapangan pertanian.

Jadi usaha tani merupakan organisasi dimana seseorang atau sekumpulan orang
melakukan pengelolahan untuk memporoleh hasil produksi pertanian.

Tujuan usahatani yaitu bagaimana petani dapat memperbesar hasil sehingga


kehidupan seluruh keluarganya menjadi lebih baik. Untuk mencapai tujuan ini petani
selalu memperhitungkan untung ruginya walau tidak secara tertulis. Dalam ilmu
ekonomi dikatakan bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan akan
diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan, cost)
yang harus dikeluarkan.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Usahatani

Perkembangan pertanian dan usahatani di Indonesia pada zaman penjajahan


hingga sekarang telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pertanian di
Indonesia diawali dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana masyarakat
menanam apa saja, namun hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Ladang
berpindah adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara berpindah-pindah
tempat. Ladang dibuat dengan cara membuka hutan atau semak belukar. Pohon atau
semak yang telah ditebang/dibabat setelah kering kemudian dibakar. Setelah hujan tiba,
ladang kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen tiba. Setelah ditanami 3–4 kali,
lahan kemudian ditinggalkan karena sudah tidak subur lagi. Kejadian ini berlangsung
terus menerus, setelah jangka waktu 10- 20 tahun, para petani ladang kembali lagi ke
ladang yang pertama kali mereka buka.
Selanjutnya, setelah beberapa tahun kemudian sistem bersawah pun mulai
ditemukan oleh penduduk Indonesia. Dalam periode ini, orang mulai bermukim di
tempat yang tetap. Selain itu, tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput
kemudian diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang yang berpindah di
atas tanah kering. Dengan timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap disuatu
lokasi yang dikenal dengan nama “kampong” walaupun usaha tani persawahan sudah
dimulai, namun usaha tani secara “berladang yang berpindah-pindah” belum
ditinggalkan.
Pada zaman Hindia-Belanda sekitar tahun 1620, sejak VOC menguasai di
Batavia kebijakan pertanian bukan untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia,
melainkan hanya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi VOC.
Sedangkan, pada tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia Belanda
mendapatkan tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang disebut
tanam paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian tanah
telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru berakhir tahun 1921.
Dalam system tanam paksa (Cultuurstelsel) ini, Van den Bosch mewajibkan setiap desa
harus menyisihkan sebagian sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor
khusunya kopi, tebu, nila dan tembakau.
Setelah Indonesia merdeka, maka kebijakan pemerintah terhadap pertanian tidak
banyak mengalami perubahan. Pemerintah tetap mencurahkan perhatian khusus pada
produksi padi dengan berbagai peraturan seperti wajib jual padi kepada pemerintah.
Namun masih banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa dan pemilik modal besar,
sehingga petani penggarap atau petani bagi hasil tidak dengan mudah menentukan
tanaman yang akan ditanam dan budidaya terhadap tanamannya pun tak berkembang.
Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan suatu
program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program Revolusi
Hijau yang di masyarakat petani dikenal dengan program BIMAS (Bimbingan Massal).
Tujuan utama dari program tersebut adalah meningkatkan produktivitas sektor
pertanian.
Pada tahun 1979 pemerintah meluncurkan program INSUS (Intensifikasi
Khusus), yang meningkatkan efektifitas penerapan teknologi Pasca Usaha Tani melalui
kelompok-kelompok tani dengan luas areal per kelompok rata-rata 50 hektar,setiap
kelompok diberi bantuan kredit modal dalam menjalankan usaha pertaniannya.
Kemudian pada tahun 1980-an pemerintah meluncurkan program SUPRAINSUS (SI).
Program ini merupakan pengembangan dari Panca Usaha Tani untuk mewujudkan
peningkatan produktivitas tanaman padi.
Pada tahun 1998 usaha tani di Indonesia mengalami keterpurukan karena adanya
krisis multi-dimensi. Pada waktu itu telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan
kacau balau dalam pertanian kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga kredit
membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian. Keterpurukan
pertanian Indonesia akibat krisis moneter membuat pemerintah dalam hal ini
departemen pertanian sebagai stake holder pembangunan pertanian mengambil suatu
keputusan untuk melindungi sektor agribisnis yaitu “pembangunan sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.”
Untuk sistem pertanian dan usahatani yang ada sekarang ini masih belum efektif
dan efisien dari mulai proses awal sampai pada saat panen dan pasca panen sehingga
masih perlu diintensifkan sehingga dapat memberikan hasil yang optimum. Untuk itu,
pemerintah berusaha untuk mendongkrak kontribusi sektor pertanian Indonesia terhadap
perekonomian dengan mensosialisasikan sistem agrobisnis, diferensiasi pertanian,
diversifikasi pertanian dengan membuka lahan peranian baru, sistem pertanian organik,
berbagai kebijakan harga dan subsidi pertanian, kebijakan tentang ekspor-impor
komoditas pertanian dan lain-lain. Sistem pertanian organik khususnya, telah
dicanangkan pemerintah sejak akhir tahun 1990-an dan mengusung Indonesia go
organik pada tahun 2010, sistem ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas produk pertanian mengingat rusaknya kesuburan tanah akibat
penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan dalam waktu lama serta pencemaran
lingkungan oleh penggunaan pestisida kimia. Semua upaya pemerintah tersebut
bertujuan untuk meningkatkan distribusi pendapatan petani sehingga dengan ini
diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian
(Anwas, 2012).
2.3 Lima Kelompok Usahatani

Menurut Suratiyah (2006), berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh perempuan


yang menciptakan mata pencaharian pertanian, sehingga sejarah dan Perkembangan
Usahatani dalam masyarakat digolongkan menjadi 5 tahap dengan berurutan, yaitu:
a) Pengumpulan
Tahap dari pengumpulan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia guna
untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara mengumpulkan hasil alam berupa hasil
hutan, binatang, mineral, laut dan sungai. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan
hanya mengumpulkan hasil alam, tidak untuk meningkatkan kuantitas usahatani.
Apabila jumlah anggota keluarga yang dimiliki semakin banyak, maka semakin
banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh anggota keluarganya.
b) Pertanian
Kegiatan yang dilakukan dari tahap ini memiliki tujuan agar didapatkan hasil yang
lebih baik dalam kuantitas, kualitas serta ekonomis pada tumbuhan dan hewan
dengan cara dikembangbiakan (reproduksi). Terdapat 2 sistem pada tahap pertanian
yaitu:
1. Sistem pertanian ladang,yakni berpindah tempat untuk mencari lahan yang
subur. Sistem pertanian ladang menggunakan hasil alam sebagai faktor
produksi.
2. Sistem pertanian menetap, yakni menggunakan hasil alam, modal dan tenaga
kerja untuk faktor produksinya.
c) Perindustrian
Tahap perindustrian merupakan tahap dimana kegiatan yang dilakukan dapat
memenuhi kebutuhan manusia yang lebih baik dengan mengubah bentuk hasil
pertanian yang ada. Tingkatan dari kegiatan ini berawal dari tingkat sederhana yang
dilakukan dengan menggunakan tangan, mesin serta yang serba menggunakan
mesin. Usaha yang ada berdasarkan skalanya terdiri atas industri kecil seperti
industri rumah tangga, industri menegah, dan industri besar.
d) Perdagangan
Tahap perdagangan yang dilakukan manusia yaitu dengan mengubah tempat,
waktu, mata pemilihan hasil pengumpulan, pertanian, dan perindustrian agar
menjadi lebih baik. Pada tahap ini kegiatan yang ada mempertemukan antara
produsen (petani) dan konsumen (pembeli) dalam kegiatan seperti sortasi,
penyimpanan, pengangkutan, pengepakan dan lainnya.
e) Jasa-jasa lain
Pada tahap jasa-jasa lain, kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini bertujuan untuk
memperlancar jalannya kegiatan-kegiatan sebelumnya.

2.4 Usahatani Keluarga dan Perusahaan Pertanian

Perusahaan pertanian merupakan perusahaan yang memproduksi hasil pertanian


yang diatur presisi dengan metode yang ilmiah dan teknik pengolahan yang efisien
untuk memperoleh laba yang besar. Sedangkan Usaha Tani Keluarga merupakan usaha
dimana tenaga kerja didalamnya merupakan anggotak keluarga yang ada dalam usaha
tersebut, kepala keluarga yang memutuskan segala yang bersangkutan dengan usaha
taninya.

Menurut Antriyandarti (2012), Usahatani keluarga memiliki perbedaan


perusahaan pertanian, dimana letak perbedaannya terdapat pada sifatnya, yaitu
usahatani keluarga bersifat subsisten, komersial maupun komersial. Sedangkan
perusahaan pertanian selau bersifat komersial atau selalu mengejar keuntungan dengan
memperhatikan kualitas maupun kuantitas penduduknya

2.5 Klasifikasi Usahatani

a. Pola Usahatani
Terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah dan
lahan kering. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat
pengairannya, yaitu :
• Sawah dengan pengairan teknis
Sawah irigasi teknis adalah sawah yang memiliki saluran masuk dan
keluar terpisah agar penyediaan dan pembagian air irigasi dapat sepenuhnya
diatur dengan mudah. Sawah Irigasi teknis Biasanya mempunyai jaringan
yang terdiri dari saluran primer (utama), sekunder serta saluran tersier.
Dimana saluran ini serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh pihak
pemerintah dalam hal ini adalah dinas pengairan.
Sawah irigasi teknis mempunyai bangunan sadap permanen yang
mampu mengatur dan mengukur ketinggian permukaan air di saluran, dan
terdapat saluran pemasukan dan pengeluaran.Biasanya dalam pengairan
sawah irigasi teknis ini sudah mempunyai sumber air yang menjadi sumber
utama pengairan seperti waduk atau bendungan agar pada waktu musim
penghujan dan musim kemarau lebih teratur dan tertata.
Pengairan irigasi teknis memiliki kelebihan yaitu pemeliharaan
saluran yang lebih mudah, jaringan saluran tersier langsung kepetak-petak
sawah, pembagian air lebih merata, tidak terjadi kebocoran saat penyaluran
air.

• Sawah dengan pengairan setengah tehnis


Berbeda dengan pengairan sawah irigasi teknis yang dibangun dan
dipermanenkan dari mulai bendungan sampai saluran tersier, sawah irigasi
setengah teknis mempunyai saluran irigasi yang belum dibangun atau
dipermanenkan oleh pihak pemerintah hanya saja untuk bendungan dan
jaringan saluran primer (utama) saja sudah dibangun atau dipermanenkan
oleh pihak pemerintah.
Umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan pengambil dan
pengukur, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur
dan mengukur, sehingga pengorganisasiannya lebih rumit.
• Sawah dengan pengairan sederhana
Lahan sawah irigasi sederhana adalah lahan sawah yang
pengairannya bersumber dari jaringan irigasi sederhana, irigasi sederhana itu
sendiri adalah jaringan irigasi yang kelengkapan maupun kemampuan dalam
mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya
melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga
mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Namun jaringan ini masih
memiliki beberapa kelemahan antara lain; terjadi pemborosan air karena
banyak air yang terbuang.

• Sawah dengan pengairan tadah hujan


Sawah tadah hujan adalah sawah yang mempunyai sumber pengairan
yang bergantung pada air hujan. Sawah ini mulai digarap jika sudah musim
penghujan dan akan berhenti atau tidak ditanami ketika musim penghujan
selesai karena untuk mendapatkan sumber air di kawasan sawah tadah hujan
sangat sulit.
Untuk budidaya di lahan sawah tadah hujan biasanya dilakukan
setiap satu tahun sekali, biasanya sawah tadah hujan ini terletak diantara
pegunungan dan hutan atau perkebunan sehingga untuk mendapatkan
samuber air sangat sulit.

• Sawah pasang surut, umumnya di muara sungai

Sawah pasang surut adalah lahan sawah yang tergantung pada air
sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut sebagai sumber
pengairannya. Sehingga lahan jenis pasang surut ini akan mengatur jumlah
air masuk ketika air laut mulai pasang biasanya pada malam hari.

Lahan sawah pasang surut ini biasanya mudah didapatkan didaerah


pesisir dan ditempat-tempat tertentu seperti di Sumatera, Kalimantan, dan
Papua. Lahan sawah pasang surut mulai bisa ditanami pada musim kemarau
dimana keaadaan air akan menyusut kisaran bulan Juli sampai September,
sedangkan pada bulan-bulan Desember sampai Mei lahan tidak bisa
ditanami karena debit air akan tinggi dan sulit untuk surut karena bertepatan
dengan musim hujan.
b. Tipe Usahatani
Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada
macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan.
a. Macam tipe usahatani:
• Usahatani padi
• Usahatani palawija (serealia, umbi-umbian, jagung)
b. Cara penyusunan tanaman:
 Usahatani Monokultur:
Satu jenis tanaman sayuran yang ditanam pada suatu lahan. Pola ini
tidak memperkenankan adanya jenis tanaman lain pada lahan yang sama.
Jadi bila menanam cabai, hanya cabai saja yang ditanam di lahan
tersebut. Pola tanam monokultur banyak dilakukan petani sayuran yang
memiliki lahan khusus. Jarang yang melakukannya di lahan yang sempit.
Pola tanam ini memang sudah sangat mengacu ke arah komersialisasi
tanaman. Jadi perawatan tanaman pada lahan diperhatikan dengan
sungguh-sungguh (Nazaruddin, 1993).
Menurut Makeham dan Malcolm (1990), monokultur adalah
mengusahakan tanaman tunggal pada suatu waktu di atas sebidang lahan.
Definisi lain adalah “Penanaman berulang-ulang untuk tanaman yang
sama pada lahan yang sama”.

 Usahatani campuran/ tumpangsari


Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua
atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Jenis sayuran yang
digabung bisa banyak variasinya. Pola tanam ini sebagai upaya
memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Tumpangsari juga dapat
dilakukan di ladang-ladang padi atau jagung, maupun pematang sawah.
Pola tanam tumpangsari bisa diterapkan untuk tanaman semusim yang
umurnya tidak jauh berbeda dengan tanaman berumur panjang yang
nantinya menjadi tanaman pokok (Nazarudin, 1993).
Pola tanam tumpangsari akan berhasil guna dan berdaya guna
apabila beberapa prinsip tidak ditinggalkan. Menurut Suryanto (1990)
dan Tono (1991) bahwa prinsip tumpangsari lebih banyak menyangkut
tanaman diantaranya :
• Tanaman yang ditanam secara tumpangsari, dua tanaman atau
lebih mempunyai umur yang tidak sama
• Apabila tanaman yang ditumpangsarikan mempunyai umur yang
hampir sama, sebaiknya fase pertumbuhannya berbeda.
• Terdapat perbedaan kebutuhan terhadap air, cahaya dan unsur
hara.
• Tanaman mempunyai perbedaan perakaran
Pola tanam tumpangsari memberikan berbagai keuntungan, baik
ditinjau dari aspek ekonomis, maupun lingkungan agronomis. Menurut
Santoso (1990), beberapa keuntungan dari tumpangsari adalah sebagai
berikut :
• Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga
pertanian
• Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan
tanaman.
• Meningkatkan produktifitas tanah sekaligus memperbaiki sifat
tanah.

 Usahatani bergilir/tumpang gilir


Tumpang gilir merupakan suatu sistem bercocok tanam selama
setahun atau lebih yang terdiri dari beberapa kali bertanam satu atau
beberapa jenis tanam secara bergiliran.
c. Struktur usahatani
Menurut Shinta (2011), struktur usahatani menunjukkan komoditi yang
akan ditanam. Model penanaman dapat dilakukan secara khusus (1 lokasi), tidak
khusus (berganti-ganti lahan atau varietas tanaman) dan campuran (2 jenis atau
lebih varietas tanaman, misal tumpangsari dan tumpang gilir). Ada pula yang
disebut dengan “Mix Farming” yaitu diterapkan pada saat terdapat pilihan antara
dua komoditi yang berbeda polanya, misalnya hortikultura dan sapi perah.
Pemilihan khusus atau tidak khusus ditentukan oleh :
- Kondisi lahan
- Musim/iklim setempat
- Pengairan
- Kemiringan lahan
- Kedalaman lahan

Pemilihan khusus dilakukan berdasarkan keadaan tanah yang akan


berdampak pada kelangsungan produksi dan pertimbangan keuntungan.
Pemilihan tidak khusus dilakukan oleh petani karena dipaksa oleh keadaan lahan
yang dimiliki, misalnya bila petani memiliki sawah, tanah kering dan kolam,
maka pilihan komoditi yang terbaik adalah yang menyebabkan kenaikan produk
dari yang satu diikuti oleh kenaikan produk cabang usaha yang lain.

d. Corak usahatani
Menurut Shinta (2011), corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil
pengelolaan usahatani yang ditentukan oleh berbagai ukuran/kriteria sebagai
berikut :
- Nilai umum, sikap dan motivasi
- Tujuan produksi
- Pengambilan keputusan
- Tingkat teknologi
- Derajat komersialisasi dari produksi usahatani
- Derajat komersialisasi dari input usahatani
- Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
- Pendayagunaan lembaga pelayanan pertanian setempat
- Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani
- Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat
ekonomi
e. Bentuk usahatani
Menurut Shinta (2011), bentuk usahatanidi bedakan atas penguasaan
faktor produksi oleh petani, yaitu :
- Perorangan
Faktor produksi dimiliki atau dikuasai oleh seseorang, maka hasilnyajuga
akan ditentukan oleh seseorang
- Kooperatif
Faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan dibagi
berdasar kontribusi dari pencurahan faktor yang lain.
Faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan
dibagi berdasar kontribusi dari pencurahan faktor yang lain. Dari hasil
usahatani kooperatif tersebut pembagian hasil dan program usahatani
selanjutnya atas dasar musyawarah setiap anggotanya seperti halnya keperluan
pemeliharaan dan pengembangan kegiatan sosial dari kelompok kegiatan itu
antara lain: pemilikan bersama alat pertanian, pemasaran hasil, dan lain-lain.
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan materi dapat disimpulkan bahwa , usaha tani merupakan
organisasi dimana seseorang atau sekumpulan orang melakukan pengelolahan untuk
memporoleh hasil produksi pertanian. Tujuan usahatani yaitu bagaimana petani dapat
memperbesar hasil sehingga kehidupan seluruh keluarganya menjadi lebih baik. Untuk
mencapai tujuan ini petani selalu memperhitungkan untung ruginya walau tidak secara
tertulis. Sejarah dan perkembangan usahatani dibagi menjadi 5 kelompok yaitu
pengumpul, pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa-jasa lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Antriyandarti, E. 2012. Ekonomi Mikro untuk Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Nuha Litera.

Anwas, Adiwlaga. 2012. Ilmu Usahatani. Bandung: Bumi Aksara.

Harun, (1999) dalam Bahua iqbal, (2008). Analisis Usahatani Jagung Pada Lahan
Kering Di kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo.
http://eprints.undip.ac.id/29420/1/ Jurnal.pdf. Diakses Pada Tanggal 02
September 2018.

Kadarsan, (1993) dalam Shinta Agustina, (2011). Usaha Tani.


http://shinta.lecture.ub.ac.id/files/2012/11/Ilmu-Usaha-Tani.pdf. Diakses Pada
Tanggal 02 September 2018.

Makeham, J.P. dan Malcom, R.L. 1990. Manajemen Usaha Tani Daerah Tropis.
Diterjemahkan oleh Teku Basalius B. Jakarta: LP3ES.

Nazarudin. 1993. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Suratiyah, ken. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai