Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama ini, cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif masih
belum memuaskankan. Di antaranya timbul masalah dalam menyusui, ibu
kembali bekerja, kurang dukungan suami dan tenaga kesehatan, dan peran
negatif orangtua/mertua untuk segera memberikan makanan tambahan
sebelum bayi berusia enam bulan. Berdasarkan data dari UNICEF 2010
menunjukkan sekitar 17.230.142 ibu menyusui di dunia mengalami
masalah seperti puting susu lecet, pembengkakan payudara karena
bendungan ASI dan mastitis.
Masalah tersebut sebanyak 22,5 persen mengalami puting susu
lecet, 42 persen mengalami pembengkakan payudara karena bendungan
ASI, 18 persen mengalami penyumbatan ASI, satu persen mengalami
mastitits, dan 6,5 persen mengalami abses payudara. Bahkan 38 persen
wanita di dunia tidak menyusui bayinya dengan alasan mengalami
pembengkakan payudara. Sedangkan dari SDKI 2008-2009 menunjukkan
bahwa 55 persen ibu menyusui mengalami mastitis dan puting susu lecet
karena kurangnya perawatan payudara. Dapat disimpulkan masalah
menyusui paling banyak adalah pembengkakan payudara karena
bendungan ASI yang menyebabkan ASI tidak keluar dengan lancar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja masalah yang sering terjadi pada masa menyusui ?
2. Apa saja etiologi atau penyebabnya ?
3. Apa saja komplikasinya ?
4. Bagaimana pencegahannya ?
5. Bagaimana penanganan dalam konsep asuhannya ?

C. Tujuan
1. Mengetahui masalah-masalah yang sering terjadi pada masa menyusui.

1
2. Mengetahui penyebabnya masalah tersebut.
3. Mengetahui apa saja komplikasinya.
4. Mengetahui cara pencegahannya.
5. Mengetahui cara penanganan dalam konsep asuhannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mastitis
1. Pengertian
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus
aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah
atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk
abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis
adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah
melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer,
2001).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan
peradangan pada payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat
berasal dari peredaran darah. Tanda–tanda mastitis yang dirasakan ibu
adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak
nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan, mengkilat dan
kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu masa nifas.
Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan
sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres
dingin sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong
payudara, berikan antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan
banyak minum (USU, tanpa tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan
pada duktus hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling
sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab
penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien
akibat teknik menyusui yang buruk.Untuk menghambat terjadinya
mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam
yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya. (Sally I, 2003
dalam Anonim, 2013)

3
2. Klasifikasi
Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis
epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis
infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang
berbeda-beda.
Diantaranya adalah sebagai berikut (Bertha, 2002 dalam Djamudin,
2009)
1. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila
pertama kali bayi dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak
dikenal atau verulen. Masalah ini paling sering terjadi di rumah
sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain
resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari
sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran
terhenti.Namun proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan
tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk sementara waktu,
akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang
dapat disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat,
sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-kira hanya
sampai di bawah 400 ml/hari (<400 ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan
proteksi oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon
inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri.

4
3. Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak
ditemukan pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus.
Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam
saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting
susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling
sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3%
wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama
setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara
(Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya
tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi
payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi
mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan
mempermudah terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan
peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah
puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan
penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran
yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami
infeksi. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan
infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat
disertai atau berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958
menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh
stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang
efisien dapat mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila

5
terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai
media pertumbuhan bakteri.

4. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya
terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila
terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun
ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan
terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat
dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai
diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi
jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini
dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI
dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat,
banyak minum, mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang,
serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi
bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500
mg sekali sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi Jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi
oleh jamur seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan
setelah ibu mendapat terapi antibiotik.Infeksi jamur biasanya
didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar

6
di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada
kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan
terbaik adalah mengoles nistatin krim yang juga mengandung
kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi
juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

5. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa
tindakan sebagai berikut (Soetjiningsih, 1997):
1. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
2. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran,
kosongkan payudara dengan cara memompanya
3. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah
robekan/luka pada puting susu
4. Minum banyak cairan
5. Menjaga kebersihan puting susu
6. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui
Cara lain yang dapat mencegah mastitis yaitu:
1. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
a. Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan
b. Menyusui dengan posisi yang benar
c. Memberikan ASI on demand dan memberikan ASI eksklusif
d. Makan dengan gizi yang seimbang
2. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui,
membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan
statis ASI antara lain:
a. Penggunaan dot
b. Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama
c. Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama
sebelum bayi siapuntuk menghisap payudara yang lain
d. Beban kerja yang berat atau penuh tekanan

7
e. Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
f. Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab
lain.

6. Penanganan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera
dilakukan adalah pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit
dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses
seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh
Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat
diberikan sebagai terapi antibiotik.Sebelum pemberian penicilin dapat
diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-
benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian
dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk
mencegah kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar
dengan jalannya duktus-duktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita
merasa sakit dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang
efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan
emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui,
yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa
payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun fungsinya. Klien
membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang
dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan
membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus
menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:

8
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi
menghendaki, tanpa pembatasan
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai
menyusui dapat dimulai lagi
3. Terapi antibiotic
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta
menunjukkan infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran
ASI diperbaiki maka Laktamase harus ditambahkan agar
efektif terhadap Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram
negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika
mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan
sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

4. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


a. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari
setiap 6 jam selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3
kali sehari selama 10 hari.
b. Bantulah ibu agar tetap menyusui
c. Bebat/sangga payudara

9
d. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak
dan nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg
peroral setiap 4 jam dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada
dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui,
selain itu bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun
panas, kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan
nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan air hangat untuk
mengurangi rasa nyeri. Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat
penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup amat perlu untuk
mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali. Disamping
itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih juga
akan membantu menurunkan demam, biasanya rasa demam dan
nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu
beraktivitas seperti semula
5. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen
dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat
membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting,
karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu.
Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat
pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu
aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan.
Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20
menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah
pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan
air susu pada payudara yang terkena.
a. Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.

10
b. Sangga payudara.
c. Kompres dingin.
d. Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam.
e. Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
f. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
6. Pemberian info tentang penatalaksaan yang efektif pada payudara
yang penuh dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan
yaitu:
a. Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara
oleh bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta
mencegah luka pada punting susu.
b. Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan
selama bayi menghendaki tanpa batas.
c. Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan
pemerasan ASI
7. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda
statis ASI Ibu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya
benjolan, nyeri/panas/kemerahan:
a. Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan
menyusui.
b. Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
c. Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu
perlu untuk: beristirahat ditempat tidur bila mungkin, sering
menyusui pada payudara yang terkena, mengompres panas
pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah
benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir
dari daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu
merasa lebih baik selanjutnya.

11
8. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap
saat dan ibu mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis
ASI, seperti:
a. Nyeri/puting pecah-pecah
b. Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
c. Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika
bayi melepaskan payudara)
d. Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
e. Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap
ASInya tidak cukup
f. Pengenalan makanan lain secara dini
g. Menggunakan dot
9. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara
menyeluruh dan sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi.
Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu
merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.

12
B. Bendungan Payudara
1. Pengertian
Bendungan payudara atau bendungan ASI adalah pembendungan
air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-
kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan
pada putting susu. Bendungan air susu adalah terjadinya
pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan
limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai
kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005).
Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah
pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena
kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams)
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna atau kelainan pada puting susu
(Mochtar, 1998).

2. Etiologi
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga
ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan
oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup
sering menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik dan dapat pula karena
adanya pembatasan waktu menyusui. (Sarwono, 2009)
Pada bendungan ASI payudara yang terbendung membesar,
membengkak dan sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting
susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan
bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi,
terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya

13
berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, &
payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di
dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat
menimbulkan bendungan ASI).
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu
tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak
aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah
dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet
dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya
Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
4. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan
menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat
menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan
akibatnya terjadi bendungan ASI).
5. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang
menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak
dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk
mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan
bendungan ASI).

3. Tanda dan Gejala


1. Mamae panas serta keras pada saat perabaan dan nyeri.
2. Payudara bengkak,keras,panas.
3. Nyeri bila ditekan.
4. Warnanya kemerahan.
5. Suhu tubuh sampai 38oc

4. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan
progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini menyebabkan alveolus-
alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk

14
mengeluarkan dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel
mioepitel yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-
kelenjar tersebut. Refleks ini timbul bila bayi menyusui. Apabila bayi
tidak menyusu dengan baik, atau jika tidak dikosongkan dengan
sempurna, maka terjadi bendungan air susu.
ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya
akan hilang dalam 24 jam (wiknjosastro,2005). Gejala yang biasa
terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas,
berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan. ASI
biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang
terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu
teregang menjadi rata.

5. Pencegahan terjadinya bendungan ASI


1. Gunakan teknik menyusui yang benar
2. Puting susu dan areola mamae harus selalu kering setelah selesai
menyusui
3. Jangan pakai bra yang tidak dapat menyerap keringat
4. Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit)
setelah dilahirkan
5. Susui bayi tanpa jadwal atau ( on demand)
6. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi
kebutuhan bayi
7. Menyusui yang sering
8. Hindari tekanan lokal pada payudara

6. Penatalaksanaan
1. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari
luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan
lebih berhati-hati pada area yang mengeras.

15
2. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama
mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat
menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat
pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan
efektif.
3. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali
selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi
payudara yang sakit tersebut.
4. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat
pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi
dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan
lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu.
5. Dan secara perlahan-lahan turun kearah putting susu.
6. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
7. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

7. Penanganan menurut prawirohardjo (2005)


1. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
2. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
3. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan
kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri
4. Gunakan BH yang menopang
5. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan
menurunkan panas.
Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan
payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka
berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan
payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga
sumbatan hilang. Jika perlu berikan stilbestrol 1 mg atau lynoral tablet
3 kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara waktu mengurangi
pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan
pijatan.

16
C. Retraksi Puting
1. Pengertian
Puting payudara terbenam atau terbalik (Inverted Nipple) adalah
suatu kondisi di mana puting ditarik ke dalam payudara bukannya
menunjuk ke luar. Kondisi ini juga bisa disebut retraksi puting, atau
puting yang terinagmentasi, meskipun beberapa pengamat
membedakan kedua variasi ini. Puting retraksi dapat menjadi kondisi
bawaan (saat lahir) sebagai varian normal pada beberapa wanita.
Terkadang, hanya satu puting yang terbenam. Dalam kasus lain,
mungkin timbul sebagai akibat dari penyakit atau trauma.

2. Klasifikasi
1. Derajat I
Pada derajat I puting mudah ditarik keluar dan kemampuan
bertahannya cukup baik hanya dengan sedikit tarikan. Puting akan
kembali keluar hanya dengan tekanan menggunakan jari atau
mulut. Kondisi ini tidak akan mengganggu fungsi payudara.
2. Derajat II
Kondisi puting yang masuk ke dalam masih dapat ditarik
keluar, tapi penarikannya tidak semudah derajat I. Puting bisa
keluar dengan tekanan lembut tapi puting akan kembali mundur
setelah tarikan dilepas. Kondisi ini bisa mengakibatkan beberapa
masalah terutama ketika pemberian ASI dan dampak psikologis.
3. Derajat III
Kondisi puting pada derajat III akan terlihat sangat masuk ke
dalam dan sangat sulit keluar atau menanggapi rangsang. Kondisi
ini akan menyebabkan beberapa masalah bagi wanita yang sedang
menyusui. Selain itu, kondisi ini juga dapat berdampak pada
psikologis wanita akibat munculnya perasaan tidak menarik atau
cacat.

17
3. Etiologi
Adapun penyebab dari kelainan payudara yang dapat menyebabkan
retraksi puting adalah :
1. Mastitis
2. Fibroadenoma mammae
3. Peradangan pada kelenjar air susu
4. Penurunan berat badan secara drastis
5. Nekrosis lemak
6. Infeksi yang disebabkan oleh jamur atau bakteri.
7. Cedera atau gesekan di area puting. Biasanya ditimbulkan karena
efek menyusui atau setelah menyusui, terjadi pelebaran di sekitar
puting sehingga ada kemungkinan puting menjadi ‘terbalik’ atau
masuk ke dalam.
8. Hormon, membuat payudara serta puting mengalami perubahan
saat hamil, apalagi saat memasuki trimester kedua dan akhir.
9. Saluran susu yang pendek.

4. Tanda dan Gejala


Perubahan yang dapat terjadi :
1. Rasa nyeri pada payudara, perubahan suhu, dan bengkak.
2. Adanya benjolan pada payudara.
3. Puting yang tertarik ke dalam. Saat diberi rangsangan pun tidak
dapat kembali keluar.
4. Kemerahan dan nyeri pada permukaan puting.
5. Ruam yang mucul pada area puting dan areola.

5. Penanganan
1. Teknik hoffman
Teknik Hoffman untuk menarik puting terbalik telah digunakan
sejak tahun 1950-an, yaitu dengan cara :
a. Letakkan jempol di kedua sisi puting. Pastikan untuk
menempatkannya di pangkal puting, bukan di luar areola.

18
b. Tekan dengan kuat ke jaringan payudara.
c. Sementara masih menekan, tarik perlahan ibu jari Anda dari satu
sama lain.
d. Gerakkan ibu jari Anda di sekitar puting dan ulangi.
2. Alat hisap
Ada beberapa perangkat hisap yang diperkenalkan untuk
membalikkan puting terbalik. Sebagian besar dikenakan di bawah
pakaian untuk waktu yang lama.
Produk-produk ini dijual dengan berbagai nama, termasuk:
a. Nipple retractors
b. Nipple extractors
c. Shells
d. Cup
Alat-alat ini biasanya bekerja dengan menarik puting ke dalam
cangkir kecil. Ini merangsang puting dan membuatnya menonjol.
Ketika digunakan seiring waktu, perangkat ini dapat membantu
melonggarkan jaringan puting.

19
D. Trombhoplebitis

1. Pengertian
Tromboplesbitis atau trombosis merupakan inflamasi pada
pembuluh darah dengan adanya trombus. Trombus merupakan
komponen darah yang dapat menimbulkan emboli. Insiden kejadiannya
adalah 0,1-1 %.
Tromboflebitis adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam
vena sekunder akibat inflamasi atau trauma dinding vena atau karena
obstruksi vena sebagian (doengoes,2000).

2. Klasifikasi
a. Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan
ligamentum latum,yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena
hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena overika
dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di
bagian atas uterus. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15
pasca partum.
b.Tromboflebitis femoralis yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai
satu atau kedua vena femoralis. Tromboflebitis femoralis mengenai
vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis,vena poplitea dan
vena safena. Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embosis
yang disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan pada
intima pembuluh darah, perubahan pada susunan darah, laju
peredaran darah, atau karena pengaruh infeksi. Edema pada salah
satu tungkai kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis yaitu
suatu pembekuan darah balik dengan kemungkinan timbulnya
komplikasi emboli paru-paru yang biasanya mengakibatkan
kematian. Tromboflebitis femoralis sering terjadi sekitas hari ke-10
pasca partum (sarwono,2000).

20
3. Etiologi
1. Adanya riwayat tromboflesbitis
Ibu dengan riwayat tromboflebitis kemungkinan besar akan
mengalami kembali tromboflesbitis karena perlukaan yang
ditimbulkan dari tromboflebitis itu sendiri.
2. Varises
Terjadi karena aliran darah lambat pada daerah lipat paha
karena vena tersebut yang tertekan dengan ligamentum inguinale
juga karena kadar fibrinogen yang tinggi sehingga pada penderita
varises memungkinkan terjadinya tromboflebitis. Fibrinogen
adalah zat yang berpengaruh pada proses pembekuan darah.
3. Kegemukan
Pada penderita kegemukan ini berkaitan dengan peredaran
darahyang lambat serta memungkinkan terjadinya varises pada
penderita kegemukan sehingga memungkinkan untuk terjadinya
tromboflebitis.
4. Usia ibu lanjut > 35 tahun (primitua)
Semakin tua ibu semakin tinggi resiko terjadinya
tromboflebitis. Apalagi pada saat ibu melahirkan dam melakukan
posisi stir up untuk waktu yang lama.
5. Infeksi dan trauma
Terjadi trauma pada dinding pembuluh darah , aliran
vaskuler terbatas,perubahan dalam faktor pembekuan.
6. Kehamilan
Kehamilan menyebabkan peningkatan statis vena pada
ekstremitas bawah dan pelvis sebagai hasil dari tekanan
pembuluh darah besar karena pembesaran uterus. Hal ini
menyebabkan terjadinya bendungan-bendungan vena di bagian
ekstremitas bawah dan lebih mudah terjadinya trombus, apalagi
pada ibu hamil yang memiliki pekerjaan sering berdiri lama.

21
7. Ibu pasca bersalin tanpa ambulasi dini/mobilisasi lambat
Ambulasi dini pada ibu postpartum sangat banyak memiliki
manfaat salah satunya meningkatkan sirkulasi darah dan
mencegah resiko terjadinya tromboflebitis. Ibu yang mengalami
kesulitan untuk ambulasi dini apalagi tidak melakukan ambulasi
dini, memiliki kemungkinan besar terjadinya treomboflebitis.

4. Tanda dan Gejala


1. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris (normal) selama
7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10-
20 disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
2. Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan
memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
3. Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar
bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.
4. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan
keras pada paha bagian atas.
5. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
6. Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, dan pulsasi menurun.
7. Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering
dimulai dari jari-hari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas
dari bawah ke atas.
8. Nyeri betis, yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit betis
atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).
5. Penanganan
a. Evaluasi ekstremitas, adanya inflamasi, nyeri pembengkakan, tanda-
tanda Homan
b. Kompres hangat lembab (warm moist packs), untuk meningkatkan
aliran darah.
c. Menghindari pemberian estrogen

22
d. Pemberian cairan yang adekuat
e. Menghindari tekanan konstriktif pada poplitea di belakang lutut,
menyilangkan kaki pada lutut saat duduk
f. Ambulasi dini
g. Kaki ditinggikan akan mengurangi edema, lakukan kompresi pada
kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau
memakai kaos kaki panjang yang elastik selama mungkin.
h. Terapi medik : pemberian antibioka dan analgetika.
i. Pemberian anti-inflamasi nonsteroid (OAINS), analgesik,
antikoagulasi/obat pengencer darah (heparin atau warfarin), obat
penghancur gumpalan darah /trombolisis
j. Bedrest untuk mengurangi gejala
k. Pembedahan (membuang vena yang melebar dan tidak
beraturan/varises)

23
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU NIFAS DENGAN TROMBOFLEBITIS FEMORALIS

PENGKAJIAN
Hari/tanggal :
Pukul :

IDENTITAS
ISTRI SUAMI
Nama Ny. Tn.
Umur 26 tahun 30 tahun
Pekerjaan
Pendidikan
Suku/Bangsa
Agama
Alamat

PROLOG
Ibu post partum 10 hari merasakan kemerahan, bengkak dan nyeri pada kaki kiri
disertai dengan demam.

SUBJEKTIF
Ibu post partum 10 hari, Ibu merasa nyeri pada kaki: kiri, disertai demam,Ibu
mengatakan jarang bergerak dikarenakan masih merasakan sakit pada jalan lahir,
Ibu merasa sangat kelelahan mengasuh bayinya, sehingga ibu lebih sering tidur
dan berada ditempat tidur, Ibu mengatakan tidak suka makan sayur dan takut
makan ikan.

OBJEKTIF
suhu meningkat 38,5 C, , nadi menurun, kenaikan BB ibu >14-16, obesitas, TFU
tidak teraba, lochea : serosa, tanda homan (+),

24
Pada kaki yang terkena terdapat tanda-tanda sebagai berikut :
1. Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih
panas dibanding dengan kaki lainnya.
2. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada
paha bagian atas.
3. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
4. Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak,
tegang, putih, nyeri dan dingin, dan pulsasi menurun.
5. Edema

ANALISA
Ibu post partum dengan tromboflebitis femoralis.

PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
a. Kaki ditinggikan akan mengurangi edema, lakukan kompresi pada kaki.
Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos
kaki panjang yang elastik selama mungkin.
b. Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
c. Terapi medik : pemberian antibioka dan analgetika.
2. tindakan medis
a. Peningkatan asupan cairan
b. Pemakaian stocking penyokong
c. Pemberian anti-inflamasi nonsteroid (OAINS), analgesik,
antikoagulasi/obat pengencer darah (heparin atau warfarin), obat
penghancur gumpalan darah /trombolisis
d. Bedrest untuk mengurangi gejala
e. Pembedahan (membuang vena yang melebar dan tidak beraturan/varises)
3. tatalaksana kebidanan/ keperawatan
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Evaluasi ekstremitas, adanya inflamasi, nyeri pembengkakan, tanda-tanda
Homan

25
c. Kompres hangat lembab (warm moist packs), untuk meningkatkan aliran
darah.
d. Menghindari pemberian estrogen
e. Pemberian cairan yang adekuat
f. Menghindari tekanan konstriktif pada poplitea di belakang lutut,
menyilangkan kaki pada lutut saat duduk
g. Ambulasi dini
4. prioritas penatalaksaan
a. Mencegah sirkulasi yang statis melalui perbaikan posisi, ambulasi dini dan
penggunaan stocking yang menyokong.
b. Mempertahankan hubungan ibu dan bayi
c. Melakukan pengkajian secara terus menerus
d. Mendorong kesehatan mental ibu

26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus.
Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara
(penimbunan nanah di dalam payudara).
Bendungan payudara atau bendungan ASI adalah pembendungan air
susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu yang
mengakibatkan terjadinya pembengkakan pada payudara, rasa nyeri disertai
kenaikan suhu badan.
Puting payudara terbenam atau terbalik (Inverted Nipple) adalah suatu
kondisi di mana puting ditarik ke dalam payudara bukannya menunjuk ke luar.
Kondisi ini juga bisa disebut retraksi puting, atau puting yang terinagmentasi,
meskipun beberapa pengamat membedakan kedua variasi ini. Puting retraksi
dapat menjadi kondisi bawaan (saat lahir) sebagai varian normal pada beberapa
wanita.
Tromboflebitis adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena
sekunder akibat inflamasi atau trauma dinding vena atau karena obstruksi vena
sebagian.
B. Saran
Tenaga kesehatan khususnya bidan dapat menjadi lebih memahami dan
memberikan penatalaksanaan yang baik kepada ibu yang terkena Mastitis,
Bendungan Payudara, Retraksi puting dan tromboflebitis

27
CHECK LIST POST NATAL BREAST CARE

NO PROSEDUR TINDAKAN NILAI


2 1 0
A. SIKAP DAN PERILAKU
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan
B. CONTENT / ISI
3. Siapkan alat/ perlengkapan dan lingkungan yang diperlukan
4. Berikan salam dan beritahu ibu tentang tindakan yang akan
dilakukan.
5. Siapkan posisi ibu
6. Cuci tangan di kran atau di air mengalir
7. Lakukan pengompresan pada kedua puting susu dan areola
mamae
8. Bersihkan puting susu dengan kapas
9. Licinkan kedua telapak tangan dengan minyak
10. Sokong payudara kanan dengan tangan kiri. Lakukan gerakan
kecil dengan dua atau tiga jari tangan mulai dari pangkal
payudara dan berakhir dengan gerakan spiral pada daerah
puting susu.
11. Buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal dan
berakhir pada puting susu diseluruh bagian payudara . lakukan
gerakan seperti ini pada payudara kiri.
12. Letakkan kedua telapak tangan diantara dua payudara. Urutlah
dari tengah keatas, kesamping, lalu kebawah sambil
mengangkat kedua payudara dan lepas keduanya perlahan.
13. Kedua payudara dikompres dengan waslap hangat selama 2
menit, lalu diganti dengan waslap dingin selama 1 menit,
pengompresan dilakukan secara bergantian selama 3 kali
berturut-turut dan akhiri dengan kompres air hangat.
14. Bantu ibu untuk menggunakan kembali pakaiannya . dan
anjurkan ibu untuk menggunakan BH yang menyokong
payudara.
15. Bereskan semua alat-alat dan cuci.
16. Cuci tangan di kran atau air mengalir setelah melakukan
tindakan.
C. TEKNIK
17. Melaksanakan secara sistematis
18. Cermat
19. Teliti

28
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Jakarta: YBP
Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara.
https://www.academia.edu/278679/MASTITIS

Prawiroharjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

https://www.academia.edu/10272278/Bendungan_ASI

Depkes RI.2007. Pelatihan Konseling Menyusui. Jakarta : Direktorat Bina


KesehatanMasyarakat

https://doktersehat.com/waspadai-puting-tertarik-ke-dalam/
Bari, Saifuddin Abdul dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirotarjo, 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Puataka Sarwono Prawiroharjo.

https://www.academia.edu/9510563/TROMBOFLEBITIS

29

Anda mungkin juga menyukai