Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN

Cara Memajukan Minyak Kelapa dan Gula Merah serta


Makanan Khas Dange dari Luwu, Dangke dari Enrekang dan
Penja Khas Mandar
Melalui Konsep Fisika

Disusun Oleh :

Fitriani
1712141013
Fisika Sains 2017

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


MAKASSAR
2019

i
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Cara Memajukan Minyak Kelapa dan Gula Merah serta Makanan
Khas Dange dari Luwu, Dangke dari Enrekang dan Penja Khas Mandar Melalui
Konsep Fisika”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kewirausahaan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan dan memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan
makalah ini.
Pada kesempatan ini, dengan tulus ikhlas kami menyampaikan terima
kasih kepada kedua orangtua kami, dosen, dan teman-teman yang telah
memberikan bantuan dan partisipasinya baik dalam bentuk moril maupun materil
untuk keberhasilan dalam penyusunan makalah ini.
Kami selaku penyusun berharap semoga makalah ini ada guna dan
manfaatnya bagi para pembaca. Amin.
WassalamualaikumWr. Wb.

Makassar, Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1


1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
1.3 Manfaat Penulisan .................................................................................... 2

BAB 2. POKOK BAHASAN ............................................................................... 3

2.1 Cara Memajukan Minyak Kelapa dalam Konsep Fisika ......................... 3


2.2 Cara Memajukan Gula Merah dalam Konsep Fisika ................................ 9
2.3 Cara Memajukan Dange Khas Luwu Melalui Konsep Fisika ................... 13
2.4 Cara Memajukan Dangke Khas Enrekang Melalui Konsep Fisika ........... 16
2.5 Cara Memajukan Penja Khas Mandar Melalui Konsep Fisika ................. 18

BAB 3. PENUTUP ............................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wirausaha merupakan suatu proses atau cara untuk melakukan suatu usaha
yang bertujuan untuk mendapatkan hasil atau keuntungan yang diharapkan dengan
cara memproduksi, menjual atau menyewakan suatu produk barang atau jasa.
Dalam menjalankan suatu usaha (wirausaha) seorang pelaku usaha harus memiliki
skill (kemampuan) yaitu seorang pelaku usaha harus memiliki skill (kemampuan)
untuk berwirausaha karena tanpa skill (kemampuan) seorang pelaku usaha tidak
akan mungkin bisa berwirausaha dan skill (kemampuan) ini adalah modal utama
yang harus dimiliki dalam berwirausaha. Kedua adalah tekad (kemauan). Apabila
seorang pelaku usaha telah mempunyai skill (kemampuan) tapi tanpa ada tekad
(kemauan yang kuat) untuk berwirausaha maka skill (kemampuan) berwirausaha
itu akan sia-sia karena tidak dapat tersalurkan. Ketiga adalah modal yang
merupakan aspek yang sangat menunjang dalam hal memulai dan menjalankan
suatu usaha disamping mempunyai skill dan tekad. Keempat yaitu target dan
tujuan. Seorang pelaku usaha apabila ingin menjalankan suatu usaha maka harus
bisa menentukan target dan tujuan pemasarannya. Karena apabila target dan
tujuan tidak direncanakan maka usaha yang dijalankan tidak mungkin dapat
bertahan lama. Terakhir adalah tempat, tempat berwirausaha merupakan aspek
yang harus dimiliki karena sangat menunjang dalam hal wirausaha dan bisa
menjadikan suatu bahan pertimbangan oleh konsumen mengenai wirausaha yang
sedang dijalankan.
Dari semua aspek tersebut harus dimiliki oleh seorang wirausaha untuk
menjalankan usahanya. Namun yang membedakan wirausahawan satu dengan
yang lain adalah karakter dan nilai apa yang mereka terapkan dalam
wirausahanya. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan kami sajikan mengenai
cara memajukan sebuah usaha dalam sudut pandang orang fisika. Kami
memberikan solusi pemajuan bebarapa produk khas Sulawesi melalui konsep
fisika.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Sebagai Tolak Ukur Jika Mau Memulai Berwirausaha
2. Menjadi Gambaran Dalam Berwirausaha Bagi Pemula Wirausaha
3. Mengembangkan Jiwa Berwirausaha Bagi Mahasiswa
4. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewirausahaan

1
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan informasi
baru kepada masyarakat, utamanya pembaca mengenai pemajuan suatu produk
dalam konsep fisika. Sehingga produk yang awalnya biasa saja dapat diolah
menjadi sesuatu yang luar biasa, atau dalam kata lain “Kearifan Lokal
Keuntungan Global”.

2
BAB 2
POKOK BAHASAN

2.1 Cara Memajukan Minyak Kelapa dengan Konsep Fisika


a. Kondisi Minyak Kelapa di Indonesia

Sebagian besar minyak goreng yang beredar di Indonesia adalah minyak


goreng yang berasal dari minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO)
dan kelapa (crude coconut oil/CCO). Minyak kelapa dihasilkan oleh industri
kecil dan menengah pangan dengan menggunakan bahan baku hasil pertanian
yaitu kelapa. Luas perkebunan kelapa di Indonesia diketahui sebagian besar
adalah perkebunan rakyat. Luas areal tanaman kelapa di Indonesia pada tahun
2010 tercatat seluas 3,6897 ha merupakan 96,6% perkebunan rakyat dan 3,4%
perusahaan perkebunan besar.

Kondisi dan permasalahan pada industri kecil dan menengah minyak


kelapa, tidak terlepas dari kondisi dan permasalahan yang terdapat pada
perkebunan kelapa rakyat sebagai pemasok bahan baku. Ciri-ciri perkebunan
rakyat membuat pendapatan petani menjadi sangat rendah. Salah satu cara
untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa adalah dengan meningkatkan
nilai tambah dari produk yang selama ini dijual oleh petani dalam bentuk
kelapa butiran ataupun kopra menjadi minyak kelapa yang dikelola sendiri
oleh para petani. Tingkat harga minyak kelapa yang lebih tinggi dari produk
kelapa butiran ataupun kopra akan menghasilkan tambahan penghasilan
sehingga akan meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri.
Usaha minyak kelapa telah ada sejak puluhan tahun lampau di Indonesia,
karena tersedianya bahan baku dari tumbuhan kelapa yang secara alamiah
tumbuh di Indonesia. Sumber daya alam yang melimpah tersebut tentu sangat
menarik investor, baik domestik maupun luar negeri untuk mendirikan minyak
kelapa di Indonesia.Permasalahan produksi yang dihadapi oleh industri kecil
minyak kelapa adalah harga bahan baku daging kelapa segar yang cukup
fluktuatif. Pada saat harga daging kelapa segar naik, maka harga minyak
kelapa menjadi naik. Persaingan usaha menjadi semakin ketat dengan
perusahaan penghasil minyak goreng skala besar. Dengan demikian, sekalipun
ketersediaan bahan baku tidak menjadi masalah dalam industri pengolahan

3
minyak kelapa, namun masalah yang timbul lebih disebabkan oleh fluktuasi
harga bahan baku. Fluktuasi harga daging kelapa segar terjadi karena petani
kelapa cenderung menjual kopra dibandingkan daging kelapa segar untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan besar. Hal ini menyebabkan harga bahan
baku sangat tergantung pada harga kopra.

Permintaan dan Penawaran Minyak Kelapa


Industri pengolahan minyak kelapa yang menggunakan bahan baku baik
dari bahan olahan kopra maupun dari daging kelapa segara, adalah industri
minyak goreng, industri minyak kelapa dimurnikan, industri decicated
coconut, industri makanan dan minuman lainnya.
Persaingan dan Peluang
Pada umumnya, minyak kelapa yang diproduksi oleh industri kecil dijual
dalam bentuk minyak curah. Persaingan pada usaha ini berasal dari penjualan
minyak goreng perusahaan-perusahaan besar yang mempunya merek dagang
tertentu yang berasal dari minyak kelapa sendiri ataupun sawit namun dijual
dalam bentuk minyak curah. Persaingan dapat diidentifikasi dari : harga, jenis,
dan mutu dan penyediaan input.
Jalur Pemasaran
Jalur pemasaran hasil olahan minyak kelapa usaha kecil ternyata cukup
singkat. Jalur pemasaran tersebut dapat dijelaskan menunjukkan bahwa ada
tiga jalur pemasaran minyak kelapa olahan. Jalur pertama adalah dari
pengusaha dijual kepada pedagang di pasar tradisional dan langsung ke
konsumen. Jalur kedua adalah dari pengusaha yang dijual langsung ke
konsumen. Pada jalur ketiga, pengusaha menjual produknya langsung pada
pedagang eceran yang kemudian dijual ke konsumen.

b. Upaya Memajukan Minyak Kelapa Menggunakan Konsep Fisika

Upaya Memajukan Minyak Kelapa Secara Umum

Sebagai kegiatan usaha industri kecil dan menengah pangan, maka


usaha pengolahan minyak kelapa dapat digambarkan sebagai berikut.
Produksi optimum yang dapat dihasilkan oleh kapasitas 2 ton daging
kelapa adalah sekitar 30-35% minyak kelapa atau sekitar 600 kg-700 kg
minyak kelapa. Oleh karena itu dengan menggunakan input sebanyak 2 ton
daging kelapa akan diperoleh bungkil kelapa sebanyak 400 kg sampai 500
kg. Produk ini dapat dijual sebagai bahan baku industri pembuatan pakan
ternak dengan harga Rp 500 sampai dengan Rp 600 per kg. Dengan
demikian, produk hasil olahan minyak kelapa sebetulnya ada 2 yaitu
minyak kelapa dan kethak/bungkil kelapa.

4
Namun demikian diketahui pula kendala produksi yang dihadapi
oleh usaha kecil pengolahan minyak kelapa adalah harga bahan baku
daging kelapa segar yang cukup fluktuatif. Pada saat harga daging kelapa
segar naik, maka harga minyak kelapa menjadi naik. Persaingan usaha
menjadi semakin ketat dengan perusahaan penghasil minyak goreng
terbesar. Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, ketersediaan bahan baku
tidak menjadi masalah dalam usaha pengolahan minyak kelapa. Fluktuasi
harga daging kelapa segar terjadi karena petani kelapa cenderung menjual
kopra dibandingkan daging kelapa segar untuk memenuhi kebutuhaaan
perusahaan besar. Hal ini menyebabkan harga bahan baku sangat
tergantung pada harga kopra.

Upaya Memajukan Minyak Kelapa Menggunakan Konsep Fisika

1) Pembuatan Minyak Kelapa Secara Tradisional Dengan Perlakuan


Suhu Air Yang Berbeda
Minyak goreng atau minyak makan merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia. Minyak goreng yang umum digunakan
berasal dari kelapa dan kelapa sawit. Pengolahan minyak kelapa dengan
bahan baku kelapa segar telah lama dilakukan secara tradisional oleh
petani kelapa. Akan tetapi dengan perkembangan industri pengolahan
minyak kelapa, pengolahan secara tradisional dapat tersaingi dengan
pengolahan secara modern. Pengolahan secara modern dengan bahan
baku kopra, hasil minyak yang diperoleh jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan cara tradisional tetapi belum siap dikonsumsi karena masih
diperlukan tahapan proses penjernihan. Sedangkan hasil minyak melalui
pengolahan secara Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional
Pertanian Tahun 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
2003 tradisional siap dikonsumsi, hanya masih ditemukan kelemahan-
kelemahan antara lain: kadar air masih cukup tinggi yaitu sekitar 1,6%
dan asam lemak bebas 1,9% sehingga cepat menjadi tengik, dan warna
minyak agak kekuningan serta daya simpannya kurang dari dua bulan
(Lay dan Rindengan, 1989), sehingga kadar air dan kadar asam lemak
bebas yang masih tinggi merupakan indikator terhadap ketengikan pada
minyak.
Salah satu cara untuk mengurangi kelemahan diatas pengolahan
secara tradisional dapat dilakukan dua cara 1) Cara fisika, yaitu dengan
menggunakan air panas, dan 2) Cara fermentasi menggunakan air panas
ditambah bahan baku lain seperti ragi tape, ragi roti atau dengan
menambah daun pepaya dengan perbandingan tertentu. Menurut Barlina
( 2002 ) Pengolahan minyak goreng menggunakan air panas (suhu 70 –

5
800 C ) akan menghasilkan minyak yang warnanya bening, kadar air
rendah dan kandungan asam lemak bebas cukup rendah serta berdaya
simpan lama.
Proses Pengolahan :
Bahan-bahan yang di gunakan adalah buah kelapa umur 11-12 bulan,
air, dan minyak tanah. Sedangkan alat yang digunakan golok,
timbangan, parutan, kompor minyak tanah, gelas ukur, termometer,kain
saring, corong, pisau, ember plastik, panci, wajan, botol aqua besar, dan
botol kemasan.
Proses pengolahan minyak kelapa secara fisika sebagai berikut : buah
kelapa tua yang sudah disiapkan dikupas dengan golok untuk
memisahkan sabut dan tempurungnya dari daging buah, buah kelapa
dibuang airnya, kemudian daging buah dibelah dan di parut dengan
parutan. Hasil kelapa parut dicampur dengan air, perbandingan antara
kelapa parut dan air panas 1 : 6. Kelapa parut di timbang menjadi 5
bagian masing-masing seberat 2 kg ditambahkan air 12 liter (12.000 g)
dengan tiga ulangan. Pemanasan air di lakukan di atas kompor dengan
suhu yang berbeda yaitu suhu air panas 250 C, 500 C, 750 C dan 1000
C serta disiapkan air tanpa dipanaskan sebagai kontrol Prosiding Temu
Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004 204 Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan (00 C). Kelapa parut yang
sudah disiapkan dimasukkan ke dalam air panas dengan suhu yang telah
ditentukan, kemudian dibiarkan selama 1 jam, setelah satu jam
perendaman kemudian dilakukan pengadukan dan penyaringan untuk
memisahkan santan dan ampas kelapa parut. Santan yang sudah terpisah
dari ampas kelapa dimasukkan ke dalam botol aqua besar, sehingga
jumlah botol aqua 5 buah yaitu untuk air 00 C, air panas 250 C, air
panas 50 C, air panas 750 C, dan air panas 1000 C kemudian didiamkan
selama 6 jam untuk memisahkan air dan krim (santan kental).
Pembuangan air yang sudah terpisah dari krim dilakukan dengan cara
melubangi plastik pada ujung botol aqua, santan kental atau krim yang
telah terpisah dari air diukur dengan gelas ukur untuk mengetahui
volumenya, krim dimasak di atas kompor untuk pembuatan/
pembentukan minyak dari masing-masing perlakuan. Pemanasan krim
pada masing-masing perlakuan dilakukan selama 55 menit, api kompor
diatur agar galendo (hasil atau sisa sampingan yang merupakan
sedimen) menjadi tidak gosong. Minyak dan galendo dipisahkan
dengan cara penyaringan dengan kain saring, penyaringan dilakukan
dua kali yaitu pertama saat mengangkat dari wajan, penyaringan kedua
setelah minyak hasil saringan pertama dingin untuk mendapatkan
minyak murni.

6
Hasil Yang diperoleh :
Pengolahan minyak secara fisika dengan menggunakan air panas pada
suhu 25 dan 50o C menghasilkan berat dan rendemen minyak lebih baik
serta asam lemak bebas di bawah standar SII Departemen Perindustrian.
Perlakuan air panas (suhu 500 C merupakan perlakuan yang lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan lainnya karena rendemen minyak yang
dihasilkan lebih tinggi (14,45 %). Kadar air dan kadar asam lemak bebas
memenuhi setandar SII, tahan tengik dan dapat disimpan lebih lama serta
lebih ekonomis dan efisien.

2) Pembuatan Virgin Coconut Oil Dari Kelapa Hibrida Menggunakan


Metode Penggaraman Dengan Nacl Dan Garam Dapur
Kelapa (Cocos nucifera) adalah tanaman yang sangat banyak
ditemukan di daerah tropis. VCO merupakan minyak kelapa murni yang
terbuat dari daging kelapa segar yang diolah dalam suhu rendah atau
tanpa pemanasan, sehingga kandungan yang penting seperti Asam
Laurat dalam minyak tetap dapat dipertahankan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh penambahan garam dapur dan NaCl
terhadap rendemen VCO. Krim santan 400 gram ditambahkan garam
dapur dan NaCl masing-masing sebanyak 0 gram, 2 gram, 4 gram dan 6
gram lalu didiamkan selama 3 hari dan 6 hari. VCO yang dihasilkan
kemudian dianalisa dengan metode titrasi menggunakan KOH 0,1N
untuk mendapatkan bilangan asam yang digunakan untuk mengetahui
kualitas VCO yang dihasilkan.

7
Dari pengolahan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan
bahwa hasil minyak kelapa murni (VCO) yang berkualitas baik dilihat
dari bilangan asam yang memenuhi standar yang baik yaitu dengan
batas maksimal penambahan konsentrasi NaCl dan garam dapur
sebanyak 4 gram dengan lama waktu pendiaman selama 3 hari. Pada
penelitian ini, Konsentrasi garam NaCl dan garam dapur sebanyak 6
gram dengan lama pendiaman selama 6 hari diperoleh jumlah VCO
yang banyak sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi (optimum)
yaitu sebanyak 49% tetapi nilai bilangan asam yang terbentuk
mendekati nilai batas standar kualitas. Semakin tinggi konsentrasi
garam yang ditambahkan dan semakin lama waktu pendiaman, maka
semakin banyak jumlah VCO yang dihasilkan dan semakin tinggi hasil
rendemennya serta kadar bilangan asamnya juga semakin tinggi.
Semakin tinggi bilangan asam yang terkandung maka semakin tinggi
juga kadar asam lemak bebasnya. Minyak kelapa murni (VCO) dengan
metode penggaraman hasil penelitian ini menghasilkan produk
berwarna bening, berbau harum tidak tengik, bilangan asam rendah ≤
0,6 serta daya simpan yang cukup lama ≥ 12 bulan. Disarankan untuk
penelitian dengan topik yang sama selanjutnya, menggunakan garam
jenis lain dan menggunakan penambahan variasi waktu dan suhu. Serta
menggunakan peralatan yang lebih baik lagi dalam proses pemisahan
sehingga diperoleh kualitas VCO dan rendemen minyak kelapa murni
yang lebih tinggi.

3) Pengukuran Viskositas Minyak Goreng Pada Berbagai Variasi


Suhu
Pengolahan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu
terhadap viskositas minyak goreng, pengaruh suhu terhadap intensitas
keluaran fiber optik, dan mengetahui konversi skala intensitas menjadi

8
skala viskositas. Pada penelitian ini digunakan dua alat utama, yaitu
Viskometer Redwood dan Fiber Optik Plastik (FOP) tipe SH-4001-1.3.
Pengukuran viskositas minyak goreng menggunakan Viskometer
Redwood dilakukan dengan variabel bebas yaitu suhu sebesar 27°C,
35°C, 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, dan 80°C. Hasil pengukuran berupa
waktu tetes redwood.
Dengan menggunakan persamaan viskositas, nilai viskositas
minyak goreng dapat ditentukan. Hasil viskositas minyak goreng ini
kemudian di plotkan kedalam grafik sehingga diketauhi hubungan
antara suhu dengan viskositas. Pengukuran intensitas keluaran fiber
optik dilakukan dengan mengupas jaket fiber optik yang dimasukkan ke
dalam medium minyak goreng. Cahaya yang bersumber dari laser HeNe
melewati fiber optik tersebut dan mengenai detektor OPM. Intensitas
dalam dBm diukur setiap suhunya, kemudian diplotkan ke dalam grafik
sehingga diketahui hubungan antara suhu minyak goreng dengan
intensitas keluaran fiber optik.
Grafik viskositas dan intensitas di transformasi menggunakan
transformasi ln dan dicari persamaan konversi skala intensitas menjadi
skala viskositas. Diperoleh hasil bahwa pengaruh kenaikan suhu
terhadap viskositas minyak goreng yaitu eksponensial negatif,
sedangkan pengaruh kenaikan suhu terhadap intensitas keluaran fiber
optik yaitu eksponensial positif.

2.2 Cara Memajukan Gula Merah dengan Konsep Fisika


a. Kondisi Gula Merah di Indonesia

Gula adalah termasuk dalam komoditi penting bagi masyarakat


Indonesia. Gula merupakan termasuk sembilan bahan pokok yang sering
di konsumsi masyarakat Indonesia. Selain untuk bahan pokok yang di
konsumsi masyarakat, gula juga merupakan bahan utama pemanis buatan
yang digunakan dalam industri makanan dan minuman. Gula sangat
penting peranannya bagi kehidupan masyarakat, karena belum ada yang
dapat menggantikan posisi gula sebagai pemanis buatan dalam industri
makanan dan minuman maupun untuk konsumsi masyarakat Indonesia.

9
Dengan Adanya bahan baku yang melimpah tidak menjamin Industri
gula di Indonesia menjadi industri yang kuat. Pada nyatanya keadaan
industri gula nasional mengalami fluktuasi dalam beberapa waktu lalu.
Dapat kita lihat pada masa awal kemerdekaan Industri gula mengalami
penurunan akibat dampak dari perekonomian negara Indonesia yang tidak
stabil pada awal kemerdekaan, serta adanya faktor teknologi yang kalah
bersaing membuat insdustri gula mulai terpuruk. Segala kebijakan
pemerintah yang dibuat tidak dapat mengembalikan masa kejayaan
industri gula di Indonesia pada zaman dahulu. Sehingga pada akhirnya
Indonesia mulai tahun 1967 menjadi negara importir gula sampai sekarang
ini. Konsumsi masyarakat akan gula yang terus meningkat membuat
pemerintah terus menambah jumlah impor gula setiap tahunnya untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ketidak mampuan Industri gula dalam memenuhi kebutuhan gula
dalam negeri juga merupakan faktor yang membuat pemerintah harus
mengimpor gula dari luar negeri. Namun disisi lain volume impor yang
tidak diperhatikan oleh pemerintah juga membuat industri gula lokal
semakin terpuruk. Menurut data pada tahun 1991 – 2001 laju volume
impor gula di Indonesia mencapai 16,6 persen per tahun per periode.

b. Cara Memajukan Gula Merah dengan Konsep Fisika


1) Penggunaan Konsep Tekanan dalam Pembuatan Gula Merah

Tujuan dari proses pengolahan di pabrik adalah untuk


mendapatkan produksi gula setinggi mungkin dan mengurangi
kehilangan nira sekecil mungkin selama dalam proses. Untuk
mendapatkan atau memproduksi gula jadi (siap dipasarkan) dilakukan
beberapa tahap pengolahan antara lain :

1) Proses Penimbangan dan Pengerjaan Pendahuluan


2) Penggilingan tebu (Stasiun Gilingan)
3) Pemurnian nira (Stasiun Pemurnian)
4) Penguapan nira (Stasiun Penguapan)
5) Kristalisasi (Stasiun Masakan)
6) Pemisahan (Stasiun Putaran)
7) Pengeringan dan pendinginan
8) Pengemasan

Konsep tekanan pada pembuatan gula merah digunakan pada proses


penggilingan tebu. Pada stasiun gilingan ini dilakukan pemerasan tebu
dengan tujuan untuk mendapatkan nira sebanyak-banyaknya.
Pemerasan dilakukan dengan 5 set three roll mill yaitu unit gilingan I

10
sampai V dimana setiap unit gilingan terdapat 3 roll yang diatur
sedemikian rupa membentuk sudut 120°, dan pada masing-masing
gilingan terjadi 2 kali pemerasan.
Pemerahan nira tebu atau mengambil nira tebu dari tebu
merupakan langkah awal dalam memproses pembuatan gula dari tebu.
Tebu yang layak digiling bila telah mencapai fase kemasakan, dimana
rendemen batang tebu bagian pucuk mendekati rendemen bagian batang
bawah, kemudian kebersihan tebu > 95%. Tebu yang sudah masak
selnya mudah pecah sehingga ekstraksi (pemerahan) dapat optimal
dibandingkan dengan tebu yang belum masak. Umur tebu di atas 9
bulan (sudah mencapai rendemen pada 3 titik batang atas, tengah,
bawah mecapai ≥ 7,0) dengan arti kata tebu yang masuk ke pabrik tebu
yang tua, segar, manis dan bersih. Sebagai tolak ukur bagi tebu yang
layak di giling di Pabrik Gula Sei Semayang kriteria sebagai berikut:
a. pol tebu : 9 – 11%
b. HK nira mentah : 74 – 84%
c. Kotoran tebu : max 5%
d. kadar sabut : 13 – 16%
Setelah tebu tercecah maka tebu tersebut berjalan ke stasiun
gilingan dengan menggunakan cane elevator, sebelum tebu tersebut
masuk ke gilingan I, maka tebu harus melewati alat penangkap besi
(magnetic trump ion separator) yang berfungsi untuk menangkap besi–
besi dari patahan mata pisau yang mungkin terikut dalam serpihan tebu.
Penggilingan di lakukan sebanyak 10 kali dengan menggunakan 5 unit
gilingan (5 set three roll mill). Alat ini terdiri dari 3 buah rol yang
terbuat dari besi (1 set) yang mempunyai permukaan beralur berbentuk V
dengan sudut 300 yang gunanya untuk memperlancar aliran nira dan
mengurangi terjadinya slip dan di susun secara seri dengan memakai
tekanan hidrolic yang berbeda-beda yaitu :
a.Tekanan pada gilingan I dan II yaitu 170 kg/cm2
b.Tekanan pada gilngan III, IV dan V yaitu 175 kg/cm2
Besarnya daya yang digunakan untuk menggerakkan alat
penggilingan adalah sebesar 150-200 kg/cm2 dengan putaran yang
berbeda antara satu dengan gilingan yang lainya. Pada gilingan I besar
putaranya adalah sekitar 5,3 rpm, gilingan II adalah 5,0 rpm, gilingan III
adalah 5,0 rpm, gilingan IV adalah 5,2 rpm, gilingan V adalah 3,8 rpm.

2) Teknologi Mesin Pengkristal Gula Merah


Permintaan pasar terhadap Gula Merah semakin meningkat. Hal
tersebut dikarenakan semakin meningkatnya pemahaman masyarakat
tentang manfaat dari gula semut serta harga dari gula ini relative murah.

11
Berikut ini disajikan tabel yang menunjukkan peningkatan produksi
gula semut di Indonesia dikarenakan permintaan pasar yang semakin
meningkat.
Berdasarkan pernyataan kebutuhan diatas maka, diperlukan
beberapa langkah analisis kebutuhan untuk memperjelas tugas
perancangan Mesin pengkristal gula jawa .
Langkah-langkah analisis kebutuhan terdiri dari :
1. Standar Penampilan Mesin pengkristal gula jawa mempunyai
konstruksi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan, kenyamanan
dan keamanan dalam pengoperasiannya. Dasar yang digunakan,
yaitu hasil modifikasi mesin serupa yang telah ada di pasaran.
Modifikasi tersebut terletak di beberapa bagian, diantaranya :
a. Penggunaan komponen (spare part) yang mudah dibeli dipasaran
b. Tabung menggunakan bahan stainless steel agar tahan korosi 24
c. Stainless steel yang digunakan untuk bahan tabung memiliki
ketebalan 2 mm
d. Bahan rangka menggunakan ukuran 40 x 40 x 4 dimaksudkan
agar kuat menahan beban dari kapasitas mesin pengkristal gula jawa
e. Model pemanas tidak menggunakan kompor gas LPG melainkan
menggunakan tunggu dan berbahan bakar arang, dimaksudkan agar
proses pemanasan dapat merata dan cepat
f. Sistem kerja mesin tersebut menggunakan penggerak motor
listrik, sehingga pekerjaan menjadi lebih ringan walaupun proses
produksinya dalam jumlah besar. Posisi motor listrik dapat bergeser
ke kanan maupun ke kiri menyesuaikan kekencangan belt yang
digunakan.
g. Rangka Mesin pengkristal gula jawa dicat dengan menggunakan
warna biru. Pengecatan tersebut dimaksudkan untuk melindungi
rangka dari korosi. Penyesuaian warna juga amat penting untuk
menarik minat dari konsumen.

2. Target Keunggulan Produk Keunggulan produk yang ingin


dicapai dari Mesin pengkristal gula jawa, yaitu sebagai berikut:
a. Proses pembuatan mesin pengkristal gula jawa relatif mudah
b. Pengoperasian mesin pengkristal gula jawa mudah
c. Pemeliharaan dan perawatannya mudah
d. Komponen mesinnya mudah didapat 25
e. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengkristal gula jawa
cukup singkat ± 80 Menit/produksi.

12
2.3 Cara Memajukan Dange Khas Luwu dengan Konsep Fisika

Kabupaten Luwu Utara merupakan sentra produksi sagu di Sulawesi


Selatan dengan luas lahan 1.552 Ha. Tingginya persentase masyarakat
yang sangat sering mengkonsumsi sagu di Kabupaten Luwu Utara
disebabkan karena sebagian besar masyarakat sekitar Luwu Utara
menjadikan sagu sebagai makanan pokok kedua setelah beras. Alasan bagi
masyarakat kabupaten Luwu Utara mengkonsumsi sagu karena rasanya
yang enak dan sudah merupakan kebiasaan secara turun temurun.
Salah satu hasil olahan sagu yang diminati yaitu “dange” Teksturnya yang
kasar dan aroma yang khas sehingga dange disukai sebagai pengganti nasi.
Seiring isu potensial sagu untuk menjadikannya sebagai bahan pangan
alternatif bagi masyarakat Indonesia selain padi, maka diperlukan upaya
pengembangan usaha dange. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha dange
serta merumuskan strategi pengembangan usaha dange.
Ketersediaan dange dipedagang selalu terpenuhi, karena jika stok dange
akan habis maka pedagang akan memesan ke IRT melalui via telefon. Dari segi
kualitas, dange yang beredar dipasaran kualitasnya sudah cukup baik.
Namun dari segi kemasan perlu ada perbaikan, saat ini kemasan yang
digunakan adalah plastik. Kemasan akan mempengaruhi daya tahan dange,
kemasan yang tidak baik akan membuat dange berbau dan tidak tahan lama.
Tidak hanya dari segi kemasan, dari segi promosi juga perlu diperluas, agar
semua masyarakat Indonesia mengenal dan dapat menyantap dange.

13
Kekuatan dan Kelemahan Usaha Dange di Luwu Utara
Usaha dange di Kabupaten Luwu Utara merupakan pemasok utama untuk
pasar di sekitar Tana Luwu. Adapun kekuatan pada usaha dange di Kabupaten
Luwu Utara yaitu:
(1) Masyarakat lebih menyukai mengkombinasikan dange dengan kapurung
(makanan khas luwu); (2) Harga yang diterapkan saat ini sudah sesuai
dengan ekspektasi pelanggan; (3) Nilai investasi kecil; (4) Proses produksinya
mudah; (5) Produk tidak cepat basi.
Beberapa kelemahan usaha dange di Kabupaten Luwu Utara yaitu:
(1) Belum ada pengembangan produk dari dange; (2) Wilayah distribusi masih
terbatas di sekitar wilayah Tana Luwu, meski sesekali perantau di wilayah papua
memesan untuk bekal ole-ole; (3) Promosi produk dange masih sangat
kurang; (5) Pembukuan/pencatatan dan akuntansi oleh para pelaku usaha denge
belum ada; (6) Pelaku usaha adalah tenaga kerja satu-satunya; (7) Alat
pembuatan dange masih menggunakan alat sederhana; (8) Kemasan kurang
menarik dan belum cukup baik untuk mengoptimalkan ketahanan produk agar
dapat bertahan lama; (9) produk mudah ditiru
Peluang dan Ancaman Usaha Dange di Kabupaten Luwu Utara
Hasil analisis lingkungan eksternal pada penelitian ini diketahui beberapa
peluang pada usaha dange: (1) Kondisi perekonomian masyarakat Tana Luwu
sebagai konsumen terbesar makanan dange tidak menghambat usaha ini; (2)
Dange sudah menjadi budaya dalam dunia kuliner masyarakat Luwu Utara,
tidak lengkap makan kapurung, pacco, parede tanpa ada dange; (3)
Permintaan pasar besar; (4) Adanya kebijakan pemerintah daerah untuk
pengembangan wilayah budidaya sagu, sehingga menjamin ketersediaan bahan
baku.
Adapun ancaman pada usaha dange di Kabupaten Luwu Utara: (1) belum
ada campur tangan pemerintah pada upaya pengembangan usaha kecil para pelaku
usaha dange di Kabupaten Luwu Utara; (2) Pendapatan pelaku usaha dari
usaha dange tergolong kecil; (3) pedagang maupun produsen yang belum mampu
membuat strategi harga; (4) produk olahan dengan bahan dasar sagu makin
banyak; (5) produk makanan semakin variatif; (6) bahan baku musiman.

Pembuatan Ruji (Dange)


1. Alat Pembuatan Ruji (Dange) Alat yang lazim dalam pembuatan dange adalah
cetakan ruji (dange) yang terbuat dari tanah liat berukuran 15x17 cm yang
setiap cetakannya menghasilkan 15 lembar ruji (dange) yang ukuran 10x4 cm,
talang besar sebagai tempat untuk pendingin ruji (dange), penyaring tepung,
tapis besar sebagai tempat penghalusan tepung sagu dan tungku kayu.
2. Bahan Pembuatan Ruji (dange) Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat
ruji (dange) adalah 3 balabba (tumang) tepung sagu dan kantong plastik. Ruji
(dange) merupakan salah satu makanan siap khas saji yang proses

14
pembuatannya sangat mudah namun membutuhkan ketekunan untuk
menghasilkan ruji (dange) yang baik dan berkualitas. Umumnya ruji (dange)
yang berkualitas memiliki ciri-ciri yang putih bersih dan memiliki tekstur tang
tidak terlalu keras.
Adapun langkah-langkah pembuatan ruji (dange) adalah:
a. Tepung sagu dikeringkan agar proses penghalusan dapat dilakukan
dengan baik.
b. Setelah tepung sagu tidak terlalu lembab atau memeiliki tekstur tidak
mudah terhambur, selanjutnya dilakukan penghalusan dan pemisahan
sisa-sisa ampas dari pohon sagu dengan menggunakan ayakan atau alat
yang berfungsi untuk menyaring tepung sagu sehingga mengasilkan
tepung sagu yang halus dan lembut.
c. Setelah proses penyaringan tepung sagu selesai, selanjutnya dilakukan
proses pemanasan cetakan ruji (dange) yang terbuat dari tanah liat
sampai benar-benar panas lalu api dimatikan dan tepung sagu
dimasukkan ke dalam cetakan ruji yang panas tanpa api.
d. Diperikirakan selama 5-7 menit, kemudian sagu dibalik agar setiap
isinya masak merata. e. Ruji (dange) hasil produksi kemudian dikemas
menggunakan kantong plastik untuk selanjutnya dilakukan proses
pemasaran hingga ke tangan konsumen.

Pada proses pemasaran yang dilakukan oleh pembuat ruji (dange) di Desa
Waelawi, mereka menjualnya ke berbagai daerah seperti Masamba, Palopo dan
bahkan sampai juga ke Luwu Timur Daerah Ongkona, mereka mengirim produk
mereka melalui mobil jasa pengangkutan, di setiap daerah yang di tempatkan
untuk pengiriman seperti Masamba, Palopo di sana sudah ada penadah yang siap
menerima hasil produksi ruji (dange) apabila penadah tersebut memesan ruji
(dange) kepada pembuat ruji (dange). Serta mereka juga menjualnya kepada
masyarakat di sekitar Desa Waelawi.
Tak hanya masyarakat Desa Waelawi yang datang kepada pembuat ruji
bahkan desa-desa lain seperti Pengkajoang, Pao dan Arusu datang juga untuk

15
membeli ruji (dange) di Desa Waelawi dan desa-desa tersebut menjualnya lagi
kepada masyrakatnya masing-masing dan sekitarnya. Dalam hal ini Masyarakat di
sekitar Desa Waelawi yang langsung datang kepada pembuat ruji (dange).
Pedagang/pembeli ruji (dange) sendiri yang memesan atau melalui handphone dan
mengambil hasil produksi sehingga produsen ruji (dange) tidak bersusah payah
dalam melakukan proses distribusi karena pedagang atau pembelilah yang datang
secara langsung ke tempat produksi ruji (dange).

2.4 Cara Memajukan Dangke Khas Enrekang dengan Konsep Fisika

Dangke adalah sebutan keju dari daerah Enrekang, Sulawesi selatan.


Merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun
tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih hingga
kekuningan. Makanan khas ini dibuat dengan bahan dasar susu segar dari
kerbau yang digumpalkan dengan menggunakan bahan alami atau tanpa
pengawet buatan. Oleh sebab itu dangke memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi, dan aman untuk dikonsumsi, walaupun hanya bisa bertahan
beberapa hari saja pada suhu ruang. Dangke merupakan bahan pangan dengan
nilai gizi yang tinggi. Dangke dari susu kerbau terdiri dari air 47,75%; abu
2,32%; lemak 33,89%; protein 17,01%; serta komponen-komponen lainnya

16
dalam jumlah kecil yakni vitamin dan mineral (Anonim, 2009). Umumnya
jenis bahan baku untuk pembuatan dangke yaitu susu sapi dan susu kerbau,
masing-masing memiliki cita rasa yang berbeda (Abrianto, 2010).

CARA MEMBUAT DANGKE


a. Bahan
 Susu kerbau / susu sapi segar
 Perasan getah pepaya
 Garam dapur (pengawet)

b. Alat
 Panci, kompor
 Saringan, sendok dan piring
 Cetakan daritempurung kelapa yang berlubang bagian bawahnya
 Daun pisang yang masih muda atau aluminium foil

c. Cara pembuatan
 Susu sapi yang baru diperah dimasukkan ke dalam panic
 Panaskan dengan api kecil sampai mendidih dan dijaga agar tidak
meluap
 Masukkan perasan getah pepaya dengan perbandingan 1 : 10 (1 liter
susu : 10 cc perasan getah pepaya) sambil diaduk pelan-pelan
 Biarkan mendidih beberapa saat dengan api kecil sampai seluruh kasein
menggumpal sempurna lalu angkat setelah padat dan cairan terpisah
 Dalam keadaan panas masukkan gumpalan ke dalam cetakan lalu tekan
secara perlahan-lahan hingga cairan padatan habis. Sisa cairan dangke
dapat dijadikan kuah sayur karena masih banyak mengandung protein,
vitamin, dan lemak
 Taburi sedikit garam dapur agar tahan lama
 Keluarkan padatan dari cetakan dan gumpalan ini yang disebut dangke

17
d. Cara Menghidangkan
 Jika baru dapat langsung dimakan atau dijadikan lauk pauk
 Jika telah bermalam maka sebelum dihidangkan terlebih dahulu direbus
ulang atau disiram dengan airpanas, kemudian diiris tipis-tipis 0,5-1,5
cm. lalu dipanggang atau digoreng dengan sedikit minyak. Dangke siap
dihidangkan.
KANDUNGAN GIZI
Kandungan gizi dalam dangke yaitu arginin 3,6%, histidine 2,3%, isoleusin
5,1%, leusin 9,2%, lisin 7,3%, nethyonine 4,1%, tripthophan 1,3%, kalsium 216
mg, fosfor 101 gram, besi 0,2 gram, vitamin A 80 gram, vitamin B2 0,8 gram,
kadar lemak 5-10%, protein 16-17%, laktosa 4-8% dan nilai kalori 362-380 kkal.
POTENSI
Populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang pada tahun 2012 sebanyak 1.455
ekor dengan produksi susu sebesar 4.613liter/hari yang equivaen dengan 3.075
biji dangke. Harga dangke sapi rata-rata Rp 15.000/biji dan dangke kerbau rata-
rata Rp 20.000/biji.
Daerah pemasaran hasil produksi dangke dari usaha KWT Talaga Biru
meliputi Enrekang, Makassar, Kalimantan, Papua, Malaysia, Jakarta, dan daerah-
daerah dimana komunitas masyarakat Enrekang berdomisili.

2.5 Cara Memajukan Penja Khas Mandar dengan Konsep Fisika

Penja adalah sejenis ikan berukuran sangat kecil yang sudah umum dikenal di
wilayah Sulawesi Barat (Sulbar). Mungkin di tempat lain di luar Sulbar, misalnya
di Sulawesi Selatan atau Sulawesi Tengah jenis ikan ini juga bisa dijumpai, tetapi
bisa jadi namanya berbeda. Mengolah ikan penja, biasa ditumis sederhana dengan
bumbu seperti bawang merah, cabai, tomat, dan sedikit minyak kelapa. Walau

18
bumbunya sederhana, rasa gurih dan kenyal ikan penja sangat enak. Selain
langsung dijadikan lauk saat masih segar, ikan penja juga biasanya diolah dengan
cara diasinkan dan dikeringkan seperti teri.
Di Sulbar sendiri, ada beberapa penyebutan untuk jenis ikan ini. Umumnya di
daerah pesisir ikan ini dikenal dengan nama penja, sementara di daerah
pegunungan ikan ini biasa disebut duang atau dua. Hal yang berbeda dari ikan
penja dengan jenis ikan konsumsi yang lain adalah waktu penangkapannya. Ikan
penja tidak bisa ditangkap di sembarang waktu sekehendak hati nelayan. Bukan
karena ada larangan, tetapi memang jenis ikan ini hanya muncul di saat-saat
tertentu saja dan tidak di semua tempat atau pesisir laut jenis ikan ini bisa di
jumpai.
Dalam proses memajukan produksi penja khas mandar, hal yang dapat
dilakukan adalah mengolah melalui proses pengawetan secara fisika.

Aplikasi Konsep Fisika Dalam Pengawetan makanan

Pengawetan Pangan ditujukan untuk mencegah terjadinya perubahan-


perubahan yang tidak diinginkan pada produk pangan, yaitu menurunnya nilai gizi
dan mutu sensori bahan pangan, dengan cara mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme, mengurangi terjadinya perubahan-perubahan kimia, fisik dan
fisiologis alami yang tidak diinginkan, serta mencegah terjadinya kontaminasi.
Ada tiga konsep metoda pengawetan yang umum dijalankan yaitu Pengawetan
secara kimiawi, Pengawetan secara biologis dan Pengawetan secara fisik (Fisika).

Pengawetan Secara Fisika

Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena


didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk
memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di
dalam tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan
berbagai kegiatan dalam kehidupannya. Makanan atau pangan didefinisikan
sebagai sekumpulan bahan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan
dan fungsi normal dari makhluk hidup, baik jasad renik, tumbuh-tumbuhan,
hewan maupun manusia. Makanan merupakan campuran berbagai senyawa kimia
yang dapat dikelompokkan ke dalam karbohidrat, lemak protein, vitamin, mineral
dan air.
Pada dasarnya makanan memiliki sifat mudah busuk karena kandungan air
yang ada didalamnya sehingga diperlukan usaha untuk memperlama masa
konsumsi makanan yang disebut sebagai pengawetan makanan. Pengawetan
makanan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada
bahan makanan sedemikian rupa sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak.

19
Pengawet secara fisika merupakan metoda pengawetan yang melibatkan
pendekatan fisik, antara lain dengan penambahan sejumlah energi seperti pada
proses pemanasan dan radiasi; dengan penurunan suhu terkendali seperti pada
proses pendinginan dan pembekuan; dengan mengatur kandungan air bahan yang
akan diawetkan seperti pada proses pemekatan, pengeringan, atau pengeringan
beku dan dengan penggunaan kemasan pelindung.
Pengawetan secara fisika mematikan mikroorganisme yang ada pada
bahan pangan dengan cara pemanasan disertai dengan pengemasan yang
mencegah terjadinya re-kontaminasi, atau dengan cara pengeringan yaitu
pengurangan kadar air produk pangan yang diikuti dengan pengemasan yang
mencegah terjadinya re-adsorpsi air. Perlu dicatat bahwa metoda-metoda
pengawetan yang dapat berhasil menghentikan pertumbuhan mikroorganisme ini
umumnya memberikan konsekuensi yang merugikan mutu sensori dan nilai gizi
produk pangan. Sebagai contoh, panas yang digunakan pada proses sterilisasi
pada pengalengan akan sangat melunakkan jaringan sel bahan, mengurai
chlorophil dan zat-zat antocyanin, menghilangkan flavor dan merusak beberapa
vitamin yang terkandung. Sehingga didalam memilih metoda pengawetan yang
akan diterapkan selalu berusaha meminimalkan kerugian yang akan didapat dan
memaksimumkan kualitas produk yang bisa diraih.
 Suhu, dibutuhkan dalam pengawetan untuk menjaga kelembaban saat proses
pengawetan
 Listrik, dbutuhkan untuk menyalakan kulkas dan yang kita ketahui bahwa
kulkas merupakan salah satu alat agar bahan makanan kita tetap awet dan
terhindar dari bakteri. Untuk arus yang konstan, besar arus dalam Ampere di
mana adalah arus listrik, adalah muatan listrik, dan adalah waktu (time).
 Ruang hampa udara, dalam ruang hampa udara terjadi kekekalan energi karena
tidak ada zat penghambat lainnya, oleh karena itu ruang hampa udara digunakan
dalam proses pengalengan untuk membunuh bakteri dan menghambat
pertumbuhannya.

 Kalor, panas kalor dibutuhkan dalam proses pengasapan dan pengeringan, teknik
pengeringan dan pengasapan membuat makanan menjadi kering dengan kadar
air serendah mungkin yang menggunakan panas dari kalor.

20
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses memajukan sebuah produk dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya adalah dengan menggunakan konsep fisika. Konsep fisika dapat
menjangkau semua jenis kearifan lokal yang membutuhkan pendekatan fisika
untuk memajukan produk tersebut. Adapun produk yang kami rancang
menggunakan konsep fisika adalah minyak kelapa, gula merah, dange khas Luwu,
dangke khas Enrekang, dan penja khas Mandar.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Teknik-Teknik Pembuatan Minyak Kelapa,


http://diploma.chemistry.uii.ac.id, diakses pada 2015.

Barlina R, 2000. Pengolahan minyak kelapa murni. Makalah disampaikan pada


pelatihan petugas dan petani ADP II Loan OECP IP-54. Dinas
Perkebunan Propinsi Sulawesi Utara 22-23 Nopember 2000. 12 hal.

http://id.wikipedia.org/wiki/Dangke

http://kumpulanmakalahkesehatan9.blogspot.com/2012/12/dangke-keju-ala-
enrekang-bergizi-tinggi.html

Karouw. S, R. Barlina, dan P.M. Pasang, 2002. Manfaat minyak kelapa untuk
kesehatan. Buletin Palma. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Bogor. (28): 7-11. Lay, A. dan R. Barlina. 1989. Pengaruh
tingkat kematangan buah terhadap sifat santan dan mutu minyak kelapa.
Laporan Tahunan. Balitka Manado. hal 87-88.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:


UIIpress.

Pengolahan Fatimah, syamsul dkk, 2009. “Pengaruh Uranium Terhadap Analisis


Thorium Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis”. Seminar Nasional V
Sdm Teknologi Nuklir . Yogyakarta

Reza (2011). Analisis pendapatan usaha dange di kecamatan masamba kabupaten


luwu utara. Universitas Cokroaminito. Palopo
Supriyanto, 2006. Pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (umkm)
sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan. Jurnal ekonomi &
pendidikan. Yogyakarta. Vol 3 nomor 1.

Sugiyono, dkk, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Alfabeta.


Bandung. Undang-Undang No. 20. 2008. Undang-undang republik
Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan
menengah. Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai