Bab Iii
Bab Iii
PEMBAHASAN
1. Kriteria Mayor
a. Kehamilan Ganda
b. Hidramnion
18
c. Anomali Uterus
d. Pembukan Servik > 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu
e. Panjang Servik < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu (TVS)
f. Riwayat abortus pada trimester 2 > 1x
g. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
h. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
i. Riwayat konisasi
j. Iritabilita uterus
k. Penggunaan kokain atau amfetamin
2. Kriteria Minor
Wanita hamil tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terjadi persalinan preterm
jika dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau dua atau lebih faktor risiko minor,
atau ditemukan kedua faktor risiko (mayor dan minor).
19
1.1.1. Infeksi dan Inflamasi
20
Prostaglandin merupakan mediator penting terjadinya kontraksi otot
polos uterus dan pembukaan serviks.
3. Mikroorganisme menghasilkan sitokin dan kemokin inflamasi seperti
interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor
(TNF) yang merangsang pembentukan prostaglandin dan matrix
metalloproteinase (MMP) yang menyebabkan kerusakan membran,
preterm premature rupture of the membrane (PPROM), pembukaan
serviks dan kontraksi uterus.
4. Pada janin yang terinfeksi, terjadi peingkatan produksi corticotropin
releasing hormone (CRH) oleh hipotalamus janin dan plasenta yang
menyebabkan peningkatan sekresi kortikotropin janin, selanjutnya
meningkatkan produksi kortisol oleh adrenal janin. Sekresi kortisol
akan meningkatkan produksi prostaglandin dan menyebabkan
kontraksi uterus.
21
kejadian korioamnionitis dan persalinan preterm. Aktivasi dari jejaring sitokin
menyebabkan apoptosis plasenta dan selaput korioamnion dengan glikoprotein
pada Fas Ligand (Fasl). Fasl diatur oleh TNF-α pada plasenta. Apoptosis dari sel
otot polos servik berperan dalam pembukaan serviks dan mengambil tempat
pada sel epitel amnion dalam sel selaput janin dan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban.
22
pembentukan gap-junction. CRH juga merangsang produksi esterogen plasenta
dengan menstimulasi prekursor dari kelenjar adrenal janin. Esterogen
berinteraksi dengan miometrium sehingga terjadi kontraksi dan pembukaan
serviks.
23
1.1.5. Matrix Metalloproteinase
24
matriks ekstraselular merupakan suatu stimulus yang bekerja melalui ikatan
membran atau reseptor interselular, yang mengakibatkan signal cascade
intraselular yang menyebabkan sintesis MMP mRNA. Kemudian MMP mRNA
dirubah dalam bentuk laten atau pro-MMP, membutuhkan aktivasi oleh
proteinase lain di dalam matriks ekstraselular. MMP aktif dapat berikatan
dengan inhibitor MMP dan menyebabkan degradasi. Beberapa MMP seperti
MMP-11 diaktifkan melalui jalur furin proteolitik.
25
MMP-9 diketahui diproduksi oleh banyak inflammatory cells seperti
macrophage, polymorphonuclear leukocytes, T-lymphocytes, dan B-
lymphocytes. Peningkatan konstrentrasi MMP-9 di segmen bawah
uterus selama persalinan diinduksi oleh adanya IL-8 dan TNF-α.
26
IL-8 diproduksi terutama oleh leukosit, sel epitel glandular, sel epitel
permukaan dan sel stroma. Sitokin proiflamasi menginduksi ripening
servik melalui beberapa jalan. IL-1β dan TNF-α meningkatkan
produksi MMP-1, MMP-3, MMP-9 dan cathepsin S. Dan IL-1β
menurunkan regulasi ekspresi TIMP-2, inhibitor endogen MMP-2.
Proteinase ini mencerna kolagen dan serat elastin pada metrix
ekstraselular servik yang meningkatkan cervical compliance.
27
Dari kedua enzim gelatinase, MMP-9 diketahui berkaitan
sangat spesifik dengan adanya infeksi intra amnion. Fortunato dkk
(1997) menemukan kadar MMP-2 pada wanita hamil yang tidak
dalam persalinan dan wanita dengan infeksi intra-amnion. Namun
MMP-9 hanya ditemukan pada wanita dengan infeksi intraamnion.
Penelitian lain menemukan bahwa terdapat peningkatan kadar enzim ini dalam cairan
amnion pada wanita dengan PPROM. Penelitian lain mengatakan bahwa kadar MMP-9 plasma
meningkat tiga kali lipat pada wanita dengan rupture membrane spontan atau persalinan spontan,
meski tidak meningkat secara signifikan dalam waktu 1 minggu menjelang persalinan.
Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa peningkatan MMP-9 dapat digunakan untuk
memperkirakan terjadinya persalinan preterm atau adanya rupture membrane pada wanita
dengan tanda dan gejala adanya persalinan preterm, apapun hasil kultur cairan amnionnya.
Faktor resiko pada kasus ini yaitu Ibu yang primipara dan pembukaan serviks >2
cm sebelum 32 minggu
- Ibu yang primipara yang merupakan faktor resiko terjadinya infeksi dan inflamasi
dengan koriamnion tanpa gejala klinis infeksi. Patogenesis yang terjadi adalah
bakteri yang masuk pada koriodesidua yang merangsang pelepasan endotoksin,
eksotoksin dan mengaktifkan desidua dan membran janin untuk menghasilkan
berbagai sitokin yaitu TNF-α, IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-8 dan granulocyte colony-
stimulating factor (GCSF). Sitokin, endotoksin, dan eksotosin merangsang
pembentukan dan pelepasan prostaglandin serta mengawali kemotaksis neutrofil,
infiltrasi dan aktivasi, dimana pada puncaknya akan terjadi pembentukan dan
pelepasan matrix metalloproteinase dan substansi bioaktif lainnya. Prostaglandin
akan merangsang kontraksi uterus dimana invasi metalloproteinase pada membran
korioamnion menyebabkan pecah ketuban dan juga menyebabkan perlunakan dan
remodelling kolagen serviks.
28
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?
Seksio sesarea tidak memberikan prognosis yang lebih baik bagi bayi,
bahkan merugikan ibu. Oleh karena itu prematuritas janganlah dipakai sebagai
indikasi untuk melakukan seksio sesarea. Seksio sesarea hanya dilakukan atas
indikasi obstetrik. Indikasi seksio sesarea:[10, 11]
Janin sungsang
29
Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih
kontroversial)
Gawat janin
Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah,
oligohidramnion, dan cairan amnion berbau.
Bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa, dan sebagainya).
Tocolytic
Beberapa macam obat yang digunakan sebagai tokolisis pada persalinan preterm,
antara lain:[10, 11]
30
mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15
μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg
setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema
paru.
Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara
bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat
ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada
ibu ataupun janin.7 Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi,
nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases
(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin
merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko
kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil
daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam
konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses persalinan preterm, selain tokolisis, pasien juga perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi
relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak baik,
seperti:[10, 11]
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien
stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
31
Pada kasus ini ibu sudah datang dengan pembukaan >2 cm sehinggga pemberian tokolitik
untuk menghambat proses persalinan sudah sulit dilakukan pada pasien seharusnya
diberikan MgSo4 sebagai “brain protector” untuk mencegah Cerebral palsy pada bayi di
usia 3 tahun hal ini dapat terjadi karena magnesium pada orang dewasa terbukti
menstabilkan tonus intrakranial, mengurangi fluktuasi aliran darah otak, mengurangi
cedera reperfusi, dan memblok kerusakan intraselular yang diperantarai kalsium.
Magnesium mengurangi sintesis sitokin dan endotoksin bakteri. Dengan demikian, juga
dapat mengurangi efek inflamasi akibat infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin B Abdul. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
2. Cunningham F G, Gant NF. 2014. Williams Obstetri. Edisi 24. McGraw-Hill Education
eBooks. Diakses tanggal 1 Desember 2017.
3. Mahajan.,& Magon. (2017). Study of risk factors for preterm births in a teaching
hospital: A prospective. Int J Med and Dent Sci;6(1):1407-1412.
4. Salas. (2017). Ethical challenges posed by clinical trials in preterm labor: a case study.
Global Forum on Bioethics in Research. Buenos Aires: BioMed Central.
5. Offiah., O’Donoghue., & Kenny. (2013). Clinical Risk Factors for Preterm Birth. Anu
Research Centre, Cork University Maternity Hospital Ireland.
6. Koucký M., Germanová A., Hájek Z., Pařízek A., Kalousová M., Kopecký P. (2009).
Pathophysiology of Preterm Labour. Prague Medical Report. Czech Republic: Charles
University in Prague.
32